• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Jenis Hak atas tanah di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jenis Jenis Hak atas tanah di Indonesia"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Jenis-Jenis Hak Atas Tanah di Indonesia

18 01 2010

Pembentukan HTN (Hukum Tanah Nasional) yang diawali lahirnya UUPA berusaha melakukan unifikasi hukum tanah adat dan barat menjadi hukum tanah yang bersifat tunggal. Tanah disini dimaknai secara filosofis yang cenderung diartikan sebagai land dan bukan soil. Sehingga tanah dipandang dari multi dimensional dan multi aspek.

Bahwa sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum agraria di Indonesia yakni hukum agraria adat dan hukum agraria barat. Dualisme hukum agraria ini baru berakhir setelah berlakunya UUPA yakni sejak tanggal 24 September 1960 dan sejak itu untuk seluruh wilayah Republik Indonesia hanya ada satu hukum agraria, yaitu hukum agraria berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria atau UUPA.

Unifikasi hukum tanah dalam UUPA berupaya melembagakan hak-hak atas tanah yang baru. Pembentukan HTN kemudian diikuti dengan dikeluarkannya berbagai peraturan perundang-undangan baru. Hasilnya, hak-hak atas tanah yang baru dapat dibuat dalam hierarki yang berjenjang.

Urutan vertikal mengenai hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional (UUPA) menurut Boedi Harsono yang dikutip oleh Noor (2006) dalam susunan berjenjang yaitu sebagai berikut :

1. Hak bangsa, sebagai yang disebut dalam Pasal 1 UUPA, merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah dalam wilayah negara, yang merupakan tanah bersama. Hak bangsa ini dalam penjelasan Umum Angka II UUPA dinyatakan sebagai hak ulayat yang dingkat pada tingkat yang paling atas, pada tingkat nasional, meliputi semua tanah di seluruh wilayah negara.

2. Hak menguasai dari negara sebagaimana yang disebut dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, merupakan hak penguasaan atas tanah sebagai penugasan pelaksanaan hak bangsa yang termasuk bidang hukum publik, meliputi semua tanah bersama bangsa Indonesia.

(2)

hal dikuasai oleh negara dan untuk mencapai kesejahteraan rakyat menurut Bagir Manan yang dikutip oleh Warman (2006), negara Indonesia merdeka adalah negara kesejahteraan sebagaimana termaksud dalam Pembukaan UUD 1945. Dasar pemikiran lahirnya konsep hak penguasaan negara dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, merupakan perpaduan antara teori negara hukum kesejahteraan dan konsep penguasaan hak ulayat dalam persekutuan hukum adat. Makna penguasaan negara adalah kewenangan negara untuk mengatur (regelen), mengurus (bestuuren), dan mengawasi (tozichthouden) (Abrar, 1993). Substansi dari penguasaan negara adalah dibalik hak, kekuasaan atau kewenangan yang diberikan kepada negara terkandung kewajiban negara untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah sebagai sumber daya ekonomi bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

1. Hak ulayat, dari masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataan masih ada, hak ulayat merupakan hak penguasaan atas tanah bersama masyarakat hukum adat tertentu.

2. Hak perorangan yang memberikan kewenangan untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan, dan atau mengambil manfaat tertentu dari suatu bidang tanah tertentu, yang terdiri dari :

1. Hak atas tanah, berupa hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, hak sewa, hak membuka tanah, dan hak memungut hasil hutan yang ketentuan pokoknya terdapat dalam UUPA, serta hak lain dalam hukum adat setempat, yang merupakan hak penguasaan atas tanah untuk dapat memberikan kewenangan kepada pemegang haknya, agar dapat memakai suatu bidang tanah tertentu yang dihaki dalam memenuhi kebutuhan pribadi atau usahanya (Pasal 4, 9, 16, dan BAB II UUPA).

2. Hak atas tanah wakaf, yang merupakan penguasaan atas suatu bidang tanah tertentu, bekas hak milik (wakaf) yang oleh pemiliknya dipisahkan dari harta kekayaannya dan melembagalan selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai ajaran agama islam (Pasal 49 UUPA jo Pasal 1 PP No. 28 tahun 1977).

(3)

kewenangan kepada kreditor tertentu untuk menjual lelang bidang tanah tertentu yang dijadikan jaminan bagi pelunasan piutang tertentu dalam hal debitor cidera janji dan mengambil pelunasan dari hasil penjualan tersebut, dengan hak mendahului dari hak-hak kreditor (rechts prevelijk) yang lain (Pasal 57 UUPA jo Pasal 1 UU No. 4 tahun 1996).

Menurut Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), sistem penguasaan tanah di Indonesia yang merupakan hak perorangan mengakui adanya berbagai hak atas tanah berikut:

1. Hak milik, hak milik digambarkan sebagai “hak yang paling penuh dan paling kuat yang bisa dimiliki atas tanah dan yang dapat diwariskan turun temurun”. Suatu hak milik dapat dipindahkan kepada pihak lain. Hanya warga negara Indonesia (individu) yang bisa mendapatkan hak milik, sedangkan jika menyangkut korporasi maka pemerintah akan menentukan korporasi mana yang berhak mendapatkan hak milik atas tanah dan syarat syarat apa yang harus dipenuhi oleh korporasi untuk mendapatkan hak ini.

Terjadinya dan cara mendapatkan hak milik bisa diakibatkan karena (Sarah, 1978) :

1. Peralihan, beralih atau dialihkan (warisan, jual beli, hibah).

2. Menurut hukum adat, karena penetapan pemerintah dan undang-undang (konversi).

Hak atas tanah menurut hukum adat yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional setelah mendengar kesaksian dari masyarakat setempat, dikonversi menjadi hak milik.

(4)

tahun). Hanya warga negara Indonesia dan badan usaha yang dibentuk berdasar undang undang Indonesia dan berdomisili di Indonesia dapat memperoleh hak guna usaha. Hak guna usaha dapat digunakan sebagai kolateral pinjaman dengan menambahkan hak tanggungan (security title).

2. Hak guna bangunan, hak guna bangunan digambarkan sebagai hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan diatas tanah yang dimiliki oleh pihak lain untuk jangka waktu maksimum 30 tahun. Suatu hak guna bangunan dapat dipindahkan kepada pihak lain. Kepemilikan hak guna bangunan juga hanya bisa didapatkan oleh warga negara Indonesia dan perusahaan yang didirikan dibawah hukum Indonesia yang berdomisili di Indonesia.

3. Hak pakai, hak pakai adalah hak untuk memanfaatkan, dan/atau mengumpulkan hasil dari tanah yang secara langsung dikontrol oleh negara atau tanah yang dimiliki oleh individu lain yang memberi pemangku hak dengan wewenang dan kewajiban sebagaimana dijabarkan didalam perjanjian pemberian hak. Suatu hak pakai dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, atau selama tanah dipakai untuk suatu tujuan tertentu, dengan gratis, atau untuk bayaran tertentu, atau dengan imbalan pelayanan tertentu. Selain diberikan kepada warga negara Indonesia, hak pakai juga dapat diberikan kepada warga negara asing yang tinggal di Indonesia. Dalam kaitannya dengan tanah yang langsung dikontrol oleh negara, suatu hak pakai hanya dapat dipindahkan kepada pihak lain jika mendapatkan ijin dari pejabat yang berwenang.

4. Hak milik atas satuan bangunan bertingkat, adalah hak milik atas suatu bangunan tertentu dari suatu bangunan bertingkat yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah untuk keperluan tertentu dan masing-masing mempunyai sarana penghubung ke jalan umum yang meliputi antara lain suatu bagian tertentu atas suatu bidang tanah bersama. Hak milik atas satuan bangunan bertingkat terdiri dari hak milik atas satuan rumah susun dan hak milik atas bangunan bertingkat lainnya.

(5)

Indonesia, warga negara asing, badan usaha termasuk badan usaha asing. Hak sewa tidak berlaku diatas tanah negara.

6. Hak untuk membuka tanah dan hak untuk memungut hasil hutan, hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan hanya bisa didapatkan oleh warga negara Indonesia dan diatur oleh Peraturan Pemerintah. Menggunakan suatu hak memungut hasil hutan secara hukum tidaklah serta merta berarti mendapatkan hak milik (right of ownership) atas tanah yang bersangkutan. Hak untuk membuka lahan dan memungut hasil hutan merupakan hak atas tanah yang diatur didalam hukum adat.

7. Hak tanggungan, hak tanggungan tercantum dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1996 sehubungan dengan kepastian hak atas tanah dan objek yang berkaitan dengan tanah (Security Title on Land and Land-Related Objects) dalam kasus hipotek.

Konsekuensi pengakuan terhadap hak-hak atas tanah, maka negara wajib memberikan jaminan kepastian hak atas tanah, sehingga lebih mudah bagi seseorang mempertahankan haknya terhadap gangguan pihak lain.

HAK-HAK ATAS TANAH MENURUT UUPA DAN PP NO.40/1996

1. Hak Penguasaan Atas Tanah.

2. Hak-hak Atas Tanah yang bersifat tetap (pasal 16 UUPA) - Hak Milik

- Hak Guna Usaha - Hak Guna Bangunan - Hak Pakai

- Hak Sewa

- Hak Membuka Tanah - Hak Memungut Hasil Hutan

3. Hak-hak Atas Tanah yang bersifat sementara (pasal 53 UUPA) - Hak Gadai

- Hak Usaha Bagi Hasil

- Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian

(6)

Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban, dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanh yang di hakinya. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau tolo ukur pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah.

Pengertian penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis. Juga beraspek privat dan publik. Penguasaaan dalam arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau mengambil mamfaat dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain. Ada juga penguasaan yuridis, yang biarpun memberikan kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataanya penguasaan fisiknya dilakukan oleh pihak lain,

misalnya seseorang yang memiliki tanah tidak mempergunakan tanahnya sendiri akan tetapi disewakan kepada pihak lain, dalam hal ini secara yuridis tanah tersebut dimiliki oleh pemilik tanah akan tetapi secara fisik dilakukan oleh penyewa tanah. Ada juga penguasaan secara yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik, misalnya kreditor (bank) pemegang hak jaminan atas tanah mempunyai hak penguasaan tanah secara yuridis atas tanah yang dijadikan agunan (jaminan), akan tetapi secara fisik penguasaan tetap ada pada pemilik tanah. Penguasaan yuridis dan fisik atas tanah tersebut diatas dipakai dalam aspek privat atau keperdataan sedang penguasaan yuridis yang beraspek publik dapat dilihat pada penguasaan atas tanah sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan pasal 2 UUPA.

Pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: 1. Hak penguasaan atas tanah sebagai Lembaga Hukum.

Hak penguasaan atas tanah ini belum dihubungkan antara tanah dan orang atau badan hukum tertentu sebgai pemegang haknya.

2. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret

Hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan antara tanah tertentu sebagai obyek dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subyek atau pemegang haknya.

(7)

1. Hak Bangsa Indonesia atas tanah.

Hak Bangsa Indonesia ats tanah ini merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah yang adadalam wilayah negara, yang merupakan tanah bersama, bersifat abadi dan menjadi induk bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah (lihat pasal 1 ayata (1)-(3) UUPA.

2. Hak Menguasai dari Negara atas tanah.

Hak menguasai dari negara atas tnah bersumber pada Hak Bangsa Indonesia atas tanah, yang hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenagan bangsa yang mengandung unsur hukum publik. Tugas mengelola seluruh tnah bersama tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh seluruh Bangsa Indonesia, mka dala penyelnggaraannya, Bangsa Indonesia sebagai pemegang hak dan pengemban amanat tersebut, pada tingkatan tertinggi dikuasakan kepada Negara Republik Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (lihat pasal 2 ayat (1) UUPA).

Isi wewenang hak menguasai dari negara atas tanah sebagaimana dimuat dalam pasal 2 ayat (2) UUPA, adalah:

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan tanah (lihat pasal 10, 14, 15 UUPA).

b. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang atau badan hukum dengan tanah (lihat pasal 7, 16, 17, 53 UUPA).

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang atau badan hukum dan perbuatan –perbuatan hukum yang mengenai tanah (lihat pasal 19 Jo PPNo. 24/1997) Hak menguasai dari negara adalah pelimpahan wewenang publik oleh hak bangsa.

Konsekuensinya, kewenangan tersebut hanya bersifat publik semata. Tujuan hak menguasai dari negara atas tanah, yatitu untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum

Indonesia yang berdeka, berdaulat, adil dan makmur (lihat pasal 2 ayat (3) UUPA). 3. Hak ulayat masyarakat Hukum adat.

(8)

kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah secara turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tertentu dengan wilayah yang bersangkutan.

Hak ulayat masyarakat hukum adat dinyatakan masih ada apabila memenuhi 3 unsur, yaitu: a. Masih ada suatu kelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu

b. Masih adanya wilayah/tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut.

c. Masih adanya tatanam hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut.

4. Hak perseorangan atas tanah

Hak-hak perseorangan atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya (perseorangan, sekelompok orang secara bersama-sama atau badan hukum) untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan , dan atau mengambil mamfaat dari bidang tanah tertentu.

a. Hak –hak atas tanah.

Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk menggunakan tanah atau mengambil mamfaat dari tanah yang dihakinya (lihat pasal 16 dan 53 UUPA Jo. PP No 40/1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai atas Tanah).

b. Wakaf tanah Hak Milik.

Wakaf tanah hak milik adalah hak penguasaan atas tanah bekas tanah hak milik, yang oleh pemiliknya dipisahkan dari harta kekayaannya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran islam (lihat pasal 49 ayat (3) UUPA Jo. PP No.28/1977 tentang Perwakafan Tanah Milik Jo. Permendagri No. 6/1977 tentang Tata cara Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik).

c. Hak Tanggungan.

(9)

UU No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah).

d. Hak Milik atas satuan rumah susun.

Hak Milik Atas Satuan Tumah susun yaitu hak atas tanah yang diberikan kepada sekelompok orang secara bersama dengan orang lain. Pada Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, bidang tanah yang di atasnya berdiri rumah susun, hak atas tanahnya dimiliki atau dikuasai secara bersama-sama oleh seluruh pemilik satuan rumah susun. Hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai oleh sekuruh satuan rumah susun dapat berupa Hak Milik, HGB atau Hak Pakai atas tanah Negara (lihat pasal 4 ayat (1) UUPA Jo. UU No. 16/1985 tentang Rumah Susun)

3. Hak-hak Atas Tanah

Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari negara atas tanah dapat diberikan kepada perseorangan baik warga negara Indonesia mapupun warga negara asing, sekelompok orang secara bersama-sama, dan badan hukum baik badan hukum privat maupun badan hukum publik.

Wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Wewenang umum

Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi dan air danruang yang ada di atasnya sekadar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain.

2. Wewenang khusus

Wewenang yang bersifat khusus yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya wewenangpada tanah Hak Milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan, HGB untuk mendirikan bangunan, HGU untuk kepentingan pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan.

Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam pasal 16 Jo 53 UUPA, yang dikelompokkkan menjadi 3 bidang, yaitu:

(10)

Hak-hak atas tanah ini akan tetap ada selama UUPA masih berlaku atau belum dicabut dengan undang-undang yang baru. Contoh: HM. HGU, HGB, HP, Hak Sewa untuk Bangunan dan Hak Memungut Hasil Hutan.

2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang

Hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan undang-undang. 3. Hak atas tanah yang bersifat sementara

Hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan dihapus dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, feodal dan bertentangan dengan jiwa UUPA. Contoh: Hak Gadai,, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.

Dari segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu: 1. Hak atas tanah yang bersifat primer

Yaitu hak atas tanah yang bersala dari tanah negara. Contoh: HM, HGU, HGB Atas Tanah Negara, HP Atas Tanah Negara.

2. Hak atas tanah yang bersifat sekunder.

Hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain. Contoh: HGB Atas Tanah Hak

Pengelolaan, HGB Atas Tanah Hak Milik, HP Atas Tanah Hak Pengelolaan, HP Atas Tanah Hak Milik, Hak Sewa Untuk Bangunan, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak

Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.

A. Hak Milik

Ketentuan Umum mengenai Hak Milik diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a, 20 s/d 27, 50 ayat (1), 56 UUPA.

Pengertian Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan memperhatikan fungsi sosial tanah. Turun temurun artinya Hak Milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka Hak Miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang

memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik. Terkuat artinya Hak Milik atas tanah lebih kuat dibandingkan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah

(11)

atas tanah yang lain.

Subyek Hak Milik. Yang dapat mempunyai tanah Hak Milik menurut UUPA dan peraturan pelaksanaanya, adalah:

1. Perseorangan.

WNI, baik pria maupun wanita, tidak berwarganegaraan rangkap (lihat Pasal 9, 20 (1) UUPA) 2. Badan-badan hukum tertentu.

Badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah, yaitu bank-bank yang didirikan oleh negara, koperasi pertanian, badan keagamaan dan badan sosial (lihat Pasal 21 (2) UUPA, PP No.38/1963 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Atas Tanah, Permen Agraria/Kepala BPN No. 9/1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan).

Terjadinya Hak Milik. Hak Milik atas tanah dapat terjadi melalui 3 cara sebagai mana disebutkan dala Pasal 22 UUPA, yaitu:

1. Hak Mik atas tanah yang terjadi Menurut Hukum Adat; - Terjadi karena Pembukaan tanah (pembukaan hutan). - Terjadi karena timbulnya Lidah Tanah.

2. Hak Mili Atas tanah tertajdi karena Penetapan Pemerintah; - Pemberian hak baru (melalui permohonan)

- Peningkatan hak

3. Hak Milik atas tanah terjadi karena Undang-undang; - Ketentuan Konversi Pasal I, II. VI

Sifat dan ciri-ciri Hak Milik.

1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PP No. 24/1997. 2. Dapat diwariskan.

3. Dapat dialihkan , seperti jual beli, hibah, tukar-menukar, lelang, penyertaan modal. 4. Turun temurun

(12)

7. Dapat dijadikan jamnina hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.

Hapusnya Hak Milik. Pasal 27 UUPA menetapkan faktor-faktor penyebab hapusnya Hak Milik atas tanah dan tanahnya jatuh kepada negara, yaitu;

1. Karena Pencabutan Hak berdasarkan Pasal 18 UUPA. 2. Dilepaskan secara suka rela oleh pemiliknya.

3. Dicabut untuk kepentinga umum. 4. Tanahnya ditelantarkan.

5. Karena subyek haknya tidak memenuhi syarat sebagai sunyek hak milik atas tanah. 6. Karena peralihan hak yang mengakibatkantanahnya berpindah kepada pihak lain yang tidak memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik atas tanah.

7. Tanahnya musnah, misalnya terjadi bencana alam.

B. Hak Guna Usaha

Ketentuan umum. Ketentuan Hak Guna Usaha (HGU) disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b, 28 s/d 34, 50 ayat (2) UUPA, Pasal 2 s/d 18 PP No. 40/1996 tentang HGU, HGB dan HP.

Pengertian HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu guna kegiatan usaha pertanian, perkebunan, perikanan, atau peternakan (lihat Pasal 28 ayat (1), PP No.40/1996).

Subyek HGU. Yang dapat mempunyai HGU menurut Pasal 30 UUPA Jo. Pasal 2 PP No. 40/1996, adalah:

1. Warga Negara Indonesia.

2. Badan Hukum yang didirkan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia Asal dan terjadinya HGU. Asal HGU adalah tanah negara. Kalau asal tanah HGU berupa tanah hak, maka tanah hak tersebut harus dilakukan pelepasan ata penyerahan hak ole4h pemegang hak dengan pemberian ganti kerugian oleh calon pemegang hak HGU. Terjadinya HGU dapat melalui penetapan pemerintah (pemberian hak) dan ketentuan Undang-undang (ketentuan konversi hak erpacht).

(13)

Sedangkan untuk badan hukum luas minimal 5 Ha dan luas maksimal 25 Ha atau lebih (menurut UUPA). Ketentuan luas maksimal tidak ditentukan dengan jelas tetapi PP No. 40/1996 menyebutkan luas maksimal ditetapkan oleh menteri dengan memperhatikan pertimbangan pejabat yang berwenang. Dengan membandingkan kewenangan Surat

Keputusan Pemberian Hak seperti kewenangan Ka BPN Kota/kab maksimal 25 Ha, Kanwil BPN maksimal 200 Ha, di atas 200 Ha kewenangan Menteri Agraria/Ka BPN.

Jangka waktu HGU.HGU mempunyai jangka waktu untuk pertama kalinya paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun (Pasal 29 UUPA). Sedang menurut Pasal 8 PP No. 40/1996 mengatur jangka waktu HGU untuk pertama kalinya 35 tahun, diperpanjang paling lama 25 tahun dan dapat diperbaharui paling lama 35 tahun. Permohonan perpanjangan dan pembaharuan diajukan palaing lambat 2 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGU. Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan perpanjangan waktu atau pembaharuan adalah;

1. Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai keadaan, sifat dan tujuan pemberian haknya.

2. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak. 3. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.

Kewajiban pemegang HGU (lihat Pasal 12 ayat (1) PP No. 40/1996): 1. Membayar uang pemasukan kepada negara.

2. Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan.

3. Mengusahakan sendiri tanah HGU dengan baik sesuai kelayakan usaha berdasarkan kriteria dari instansi teknis.

4. Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan HGU.

5. Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup.

6. Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan HGU.

7. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGU kepada negara setelah hapus. 8. Menyerahkan sertifikat HGU yang telah hapus kepada kepala Kantor Pertanahan. Hak pemegang HGU (lihat Pasal 14 PP No. 40.1996)

9. Menguasai dan mempergunakan tanah untuk usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan.

(14)

11. Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain. 12. Membebani dengan Hak Tanggungan

Sifat dan ciri-ciri HGU.

1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PP No. 24/1997. 2. Dapat diwariskan.

3. Dapat dialihkan , seperti jual beli, hibah, tukar-menukar, lelang, penyertaan modal. 4. Dapat dilepaskan untuk kepentingan sosial.

5. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan. 6. Haknya mempunyai jangka waktu tertentu.

7. Dapat berinduk pada hak atas tanah yang lain. 8. Peruntukkannya terbatas.

Hapusnya HGU (lihat Pasal 34 UUPA dan Pasal 17 PP No. 40/1996); 1. Jangka waktunya berakhir.

2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat yang tidak dipenuhi. 3. Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya.

4. Dicabut untuk kepentingan umum. 5. Ditelantarkan.

6. Tanahnya musnah.

7. Pemegang HGU tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang HGU.

C. Hak Guna Bangunan

Ketentuan umum. Ketentuan menegnai Hak Guna Bangunan (HGB) disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c, 35 s/d 40, 50 ayat (2) UUPA dan Pasal 19 s/d 38 PP No. 40/1996).

Pengertian HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu tertentu.

Subyek HGB. Yang dapat mempunyai HGB menurut Pasal 36 UUPA Jo. Pasal 19 PP No. 40/1996, adalah:

1. Warga Negara Indonesia.

(15)

tanah Hak Pengelolaan atau tanah milik orang lain (lihat Pasal 39 UUPA dan Pasal 21 PP No. 40/1996).

Terjadinya HGB. HGB dapat terjadi karena;

1. Penetapan Pemerintah (tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan).

2. Perjanjian pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh PPAT. 3. Undang-undang, ketentuan tentang Konversi

Jangka waktu HGB. Jangka waktu HGB berbeda sesuai dengan asal tanahnya, sbb:

1. HGB atas tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun.

2. HGB atas tanah Hak Milik berjangka waktu paling lama 30 tahun, tidak ada perpanjangan waktu. Namun, atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang HGB dapat

diperbarui dengan pemberian HGB baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada kantor BPN setempat.

Kewajiban pemegang HGB (lihat Pasal 30 dan Pasal 31 PP No. 40/1996): 1. Membayar uang pemasukan kepada negara.

2. Menggunakan tanah sesuai peruntukkannya.

3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.

4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGB kepada negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah HGB hapus.

5. Menyerahkan sertifikat HGB yang telah hapus kepada kepala Kantor Pertanahan.

6. Memberikan jaln keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkuryng oleh tanah HGB.

Hak pemegang HGB (lihat Pasal 32 PP No. 40.1996)

1. Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu.

2. Mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya. 3. Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain.

(16)

Sifat dan ciri-ciri HGB.

1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PP No. 24/1997. 2. Dapat diwariskan.

3. Dapat dialihkan , seperti jual beli, hibah, tukar-menukar, lelang, penyertaan modal. 4. Dapat dilepaskan untuk kepentingan sosial.

5. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan. 6. Haknya mempunyai jangka waktu tertentu.

7. Dapat berinduk pada hak atas tanah yang lain. 8. Peruntukkannya terbatas.

Hapusnya HGB( lihat Pasal 40 UUPA dan Pasal 35 PP No. 40/1996); 1. Jangka waktunya berakhir.

2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktu berakhir, karena;

- Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan atu dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam HGB.

- Tidak terpenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak antara pemegang HGB dengan pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik.

- Putusan pengadilan yang berkekuatan tetap.

3. Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya. 4. Dicabut untuk kepentingan umum.

5. Ditelantarkan. 6. Tanahnya musnah.

7. Pemegang HGB tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang HGB.

D. Hak Pakai

Ketentuan umum. Hak Pakai (HP) diatur dalam Pasal 16 ayat 9!) huruf d, 41 s/d 43, 50 ayat (2) UUPA dan Pasal 39 s/d 58 PP No. 40/1996.

(17)

41 (1) UUPA).

Subyek HP (lihat Pasal 42 UUPA dan Pasal 39 PP No. 40/1996): 1. Warga Negara Indonesia.

2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Daerah.

4. Badan-badan keagamaan dan sosial.

5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia (lihat PP No. 41/1996). 6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional.

Asal atau obyek HP (lihat Pasal 41 (1) PP No. 40/1996): 1. Tanah Negara.

2. Tanah Hak Pengelolaan. 3. Tanah Hak Milik.

Terjadinya HP. HP dapat terjadi karena;

1. Penetapan Pemerintah (tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan).

2. Perjanjian pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh PPAT. 3. Undang-undang, ketentuan tentang Konversi.

Jangka waktu HP. Jangka waktu HP berbeda sesuai dengan asal tanahnya, (lihat Pasal 45 s/d 49 PP No. 40/1996) sbb:

1. HP atas tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama 20 tahun. Khusus HP yang dipunyai oleh Departemen, Lembaga Non Departemen, Pemerintah Daerah, badan-badan keagamaan dan sosial, perwakilan negara asing, dan perwakilan badan internasional diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. 2. HP atas tanah Hak Milik berjangka waktu paling lama 25 tahun, tidak ada perpanjangan waktu. Namun, atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang HP dapat diperbarui dengan pemberian HP baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada kantor BPN setempat.

Kewajiban pemegang HP (lihat Pasal 50 dan Pasal 51 PP No. 40/1996):

(18)

atau Hak Milik.

2. Menggunakan tanah sesuai peruntukkannya sesuai keputusan pemberian haknya, perjanjian pengguanaan tanah Hak Pengelolaan atau Hak Milik..

3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.

4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HP kepada negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah HP hapus.

5. Menyerahkan sertifikat HP yang telah hapus kepada kepala Kantor Pertanahan.

6. Memberikan jaln keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkuryng oleh tanah HP.

2. Hak pemegang HP (lihat Pasal 52 PP No. 40.1996)

1. Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya.

2. Memindahkan hak tersebut kepada pihak lain. 3. Membebani dengan Hak Tanggungan.

4. Menguasai dan menggunakan tanah untuk janga waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.

Sifat dan ciri-ciri HP.

1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PP No. 24/1997. 2. Dapat diwariskan.

3. Dapat dialihkan , seperti jual beli, hibah, tukar-menukar, lelang, penyertaan modal. 4. Dapat dilepaskan untuk kepentingan sosial.

5. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan. 6. Haknya mempunyai jangka waktu tertentu.

7. Dapat berinduk pada hak atas tanah yang lain. 8. Peruntukkannya terbatas.

Hapusnya HP( lihat Pasal 55 PP No. 40/1996); 1. Jangka waktunya berakhir.

2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktu berakhir, karena;

- Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan atu dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam HP.

(19)

pemberian hak antara pemegang HP dengan pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik.

- Putusan pengadilan yang berkekuatan tetap.

3. Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya. 4. Dicabut untuk kepentingan umum.

5. Ditelantarkan. 6. Tanahnya musnah.

7. Pemegang HP tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang HP.

E. Hak Sewa Untuk Bangunan

Ketentuan umum. Ketentuan mengenai Hak Sewa Untuk Bangunan (HSUB) disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1), 44, 45, 52 ayat(2) UUPA.

Pengertian HSUB adalah hak yang dimiliki seseorang atau badan hukum untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah Hak Milik orang lain dengan membayar sejumlah uang sewa tertentu dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh pemilik tanah dengan pemegang HSUB (lihat Pasal 44 (1) UUPA). HSUB merupakan hak pakai yang mempunyai sifat-sifat khusus. Hak sewa hanya disediakan untuk bangunan-banguna yang berhubung dengan pertanian (Lihat Pasal 10 (1)).

Subyek HSUB (lihat Pasal 45 UUPA). 1. Warga Negara Indonesia.

2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.

3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Objek HSUB. Hak atas tanah yang dapat disewakan kepada pihak lain adalah Hak Milik dan objek yang disewakan pemilik tanah kepada pemeganag HSUB adalah tanah bukan

bangunan.

Terjadinya HSUB karena perjanjian persewaan tanah yang tertulis antara pemilik tanah dengan pemegang HSUB, yang tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengadung unsur-unsur pemerasan.

(20)

HSUB.

Pembayaran uang sewa dalam HSUB. Ketentuan mengenai pembanyaran uang sewa dapat dilakukan satu kali atau tiap-tiap waktu tertentu. Juga dapat dilakukan sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan oleh pemegang HSUB. Tergantung kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang HSUB.

Peralihan HSUB. Pada dasarnya pemegang HSUB tidak diperbolehkan mengalihkan hak sewanya kepada pihak lain tanpa seizin dari pemilik tanah. Pelanggaran terhadap larangan ini dapat berakibat terputusnya hubungan sewa-menyewa antara pemili tanah dan pemegang HSUB.

Sifat dan ciri-ciri HSUB;

1. Tujuan pengunaannya sementara, artinya jangka waktu terbatas. 2. Bersifat pribadi dan tidak boleh dialihkan.

3. Tidak dapat diwariskan.

4. Hubungan hak sewa tidak terputus dengan dialihkannya Hak Milik yang bersangkutan kepada pihak lain.

5. Tidak dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan. 6. Pemegang HSUB dapat melepas sendiri hak sewanya.

7. Tidak termasuk golongan hak-hak yang harus didaftarkan.

Hapusnya HSUB. Faktor-faktor penyebab hapusnya HSUB, adalah: 1. Jangka waktunya berakhir.

2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena pemegang HSUB tidak memenuhi syarat sebagai pemegang HSUB.

3. Dilepaskan oleh pemegang HSUB sebelum jangka waktu berakhir. 4. Hak Milik atas tanahnya dicabut untuk kepentingan umum.

(21)

HAK MILIK ATAS TANAH

Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industri, maupun yang dipergunakan sebagai tempat untuk bermukim dengan didirikannya perumahan sebagai tempat tinggal.

Ketentuan yuridis yang mengatur mengenai eksistensi tanah yaitu terdapat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Adapun pengejawantahan lebih lanjut mengenai hukum tanah banyak tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah; Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah; dan lain-lain.

Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yaitu “atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain

serta badan-badan hukum.

Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam hukum agraria nasional membagi hak-hak

atas tanah dalam dua bentuk:2

(22)

dapat dipindahtangankan kepada orang lain atau ahli warisnya seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP).

2.hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder yaitu hak-hak atas tanah yang bersifat sementara seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak menyewa atas tanah pertanian.

Dari berbagai macam hak atas tanah tersebut, hak milik merupakan satu-satunya hak primer yang mempunyai kedudukan paling kuat dibandingkan dengan hak-hak yang lainnya. Hal ini dipertegas dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA yang berbunyi:

“Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6.”

Turun temurun artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh

artinya hak milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang

lain.3

Pernyataan di atas mengandung pengertian betapa penting dan berharganya menguasai hak atas tanah dengan title “Hak Milik” yang secara hukum memiliki kedudukan terkuat dan terpenuh sehingga pemilik hak dapat mempertahankan haknya terhadap siapapun. Namun demikian bukan berarti bahwa sifat terkuat dan terpenuh yang melekat pada hak milik menjadikan hak ini sebagai hak yang mutlak, tidak terbatas, dan tidak dapat diganggu gugat, karena dalam situasi dan kondisi tertentu hak milik ini dapat pula dibatasi. Pembatasan yang paling nyata diatur dalam ketentuan UUPA antara lain terdapat dalam pasal-pasal sebagai berikut:

(23)

-Pasal 7: Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.

-Pasal 17 : Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.

- Pasal 18 : Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.

-Pasal 21 ayat (1) : Hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

Mengenai keabsahan dan kehalalan hak milik, telah dikenal dua asas, pertama asas “Nemo plus juris transfere potest quam ipse habel”, artinya tidak seorangpun dapat mengalihkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain melebihi hak miliknya atau apa yang dia punyai.

Kedua, asas “Nemo sibi ipse causam possessionis mutare potest”, artinya tidak seorangpun mengubah bagi dirinya atau kepentingan pihaknya sendiri, tujuan dari penggunaan

objeknya.4

Kedua asas tersebut semakin mengukuhkan kekuatan sifat terkuat dan terpenuh hak milik atas tanah. Kewenangan yang luas dari pemiliknya untuk mengadakan tindakan-tindakan di atas tanah hak miliknya, kekuatan pemiliknya untuk selalu dapat mempertahankan hak miliknya dari gangguan pihak lain, dan segala keistimewaan dari hak milik mempunyai nilai keabsahan dan kehalalan yang dijamin kedua asas tersebut.

Adapun mengenai jaminan perlindungan dan kepastian hukum bagi hak milik atas tanah terdapat penegasannya lebih lanjut yaitu melalui suatu mekanisme yang dinamakan ‘Pendaftaran Tanah” atau “Recht Kadaster.”

Pasal 1 angka (1) Ketentuan Umum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dinyatakan bahwa Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mngenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Berkaitan dengan hal ini terdapat 2 macam asas hukum,

(24)

-Asas itikad baik, yaitu bahwa orang yang memperoleh sesuatu hak dengan itikad baik akan tetap menjadi pemegang hak yang sah menurut hukum. Asas ini bertujuan untuk melindungi orang yang beritikad baik.

-Asas nemo plus yuris, yaitu bahwa orang tidak dapat mengalihkan hak melebihi hak yang ada padanya. Asas ini bertujuan melindungi pemegang hak yang selalu dapat menuntut kembali haknya yang terdaftar atas nama siapapun.

Dari kedua asas tersebut melahirkan 2 sistem pendaftaran tanah, yaitu:

-Sistem publikasi positif, yaitu bahwa apa yang sudah terdaftar itu dijamin kebenaran data yang didaftarkannya dan untuk keperluan itu pemerintah meneliti kebenaran dan sahnya tiap warkah yang diajukan untuk didaftarkan sebelum hal itu dimasukkan dalam daftar-daftar. Jadi kelebihan pada sistem pendaftaran ini adalah adanya kepastian dari pemegang hak, oleh karena itu ada dorongan bagi setiap orang untuk mendaftarkan haknya. Kekurangannya adalah bahwa pendaftaran tersebut tidak lancar dan dapat saja terjadi pendaftaran atas nama orang yang tidak berhak dapat menghapuskan hak orang yang berhak.

- Sistem publikasi negatif, yaitu bahwa daftar umum tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga terdaftarnya seseorang dalam daftar umum tidak merupakan bukti bahwa orang tersebut yang berhak atas hak yang telah didaftarkan. Kelebihan dari system pendaftaran ini yaitu kelancaran dalam prosesnya dan pemegang hak yang sebenarnya tidak dirugikan sekalipun orang yang terdaftar bukan orang yang berhak. Tetapi kekurangannya adalah bahwa orang yang terdaftarkan akan menanggung akibatnya bila hak yang diperolehnya berasal dari orang yang tidak berhak sehingga orang menjadi enggan untuk mendaftarkan haknya.

Kebijakan hukum tentang pembatasan kepemilikan hak atas tanah yang diterapkan dalam pasal-pasal UUPA tersebut dalam tatanan teoritis idealis tampak mencerminkan cita-cita dari pembentukan UUPA itu sendiri yang pada pokoknya bertujuan untuk:

1.meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur;

2. meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan, dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;

(25)

Dalam tatanan praktis, bukan hal mudah untuk mewujudkan cita-cita pembentukan UUPA tersebut karena konflik kepentingan antara berbagai pihak senantiasa menjadi duri dalam pencapaian tujuan tersebut sehingga pelaksanaan kebijakan yang mengatur masalah hak-hak atas tanah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Perselisihan yang terjadi baik secara horizontal maupun vertikal banyak mewarnai ranah pertanahan Indonesia, khususnya mengenai hak milik ini sehingga pada akhirnya banyak melahirkan sengketa hak milik.

Dalam praktek, pencabutan hak atas tanah milik yang tidak dilandasi amanat Pasal 18 UUPA seringkali terjadi. Masyarakat dituntut untuk melepaskan haknya dengan alih-alih untuk kepentingan umum dengan diperkuat oleh asas fungsi sosial hak atas tanah yang termuat dalam pasal 6 UUPA, tetapi ganti kerugian yang diberikan tidak seimbang dengan nilai hak yang dilepaskan sehingga banyak masyarakat yang pada akhirnya tidak dapat bermukim kembali secara layak karena ganti kerugian yang diterima tidak mampu untuk menggantikan kedudukannya seperti sedia kala. Bagi penduduk yang masih memiliki lahan luas, mungkin hal tersebut tidak terlalu dipermasalahkan, namun bagi sebagian besar penduduk yang hanya memiliki sebidang lahan sempit, kenyataan pahit ini harus diterimanya dengan terpaksa. Ironisnya, kenyataan ini malah akan semakin menyeret pada proses pemiskinan penduduk yang entah disadari atau tidak oleh para pembuat kebijakan bahwa proses pemiskinan tersebut ternyata malah lahir dari para pelaksana kebijakan itu sendiri.

(26)

pembangunan” pemerintah yang merencanakan dengan membangun kompleks perkebunan kelapa hibrida yang akan menjadi komoditi ekspor yang menguntungkan bagi pemerintah pada awal tahun 1980-an. Tanah yang sekarang menjadi tanah PIR-BUN seluas 2000 hektar merupakan tanah yang sebelumnya dikelola oleh masyarakat masing-masing seluas 2 hektar. Rakyat menanami tanah tersebut dengan tanaman cengkeh, buah-buahan dan lain sebagainya. Ketika proyek PIR memutuskan agar tanah tersebut ditanami oleh kelapa hibrida, maka semua tanaman yang ditanam rakyat ditebangi dengan paksa. Selain itu, kebanyakan petani yang sebelumnya mengelola tanah tersebut, ternyata tidak mendapatkan kembali tanah

mereka yang didistribusikan kepada orang-orang lain. 

Kasus-kasus ini muncul saat penguasaan tanah di Indonesia dirasakan terpusat pada sekelompok orang. Banyak tanah rakyat yang dijual ke tangan pembeli bermodal besar maupun investor akibat desakan ekonomi. Lahan-lahan pertanian mengalami konversi, akibat para petani menjual tanah kepada investor yang kemudian tidak mengolah tanah tersebut. Banyaknya tanah terlantar di perkotaan maupun pedesaan sangat mencolok sekali di tengah kebutuhan mendesak akan pemukiman bagi warga, maupun kebutuhan akan lahan pertanian. Hal ini membuat masyarakat merasa termarginalkan di daerahnya sendiri, dan kerapkali menimbulkan konflik maupun sengketa di atas tanah tersebut. Ironisnya tanah-tanah yang dibiarkan terlantar itu tidak ditindak lanjuti oleh pemerintah untuk diamankan padahal berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) UUPA setiap orang dan badan hukum mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan. Jadi konsekuensi dari ketentuan Pasal 10 ayat (1) ini adalah bahwa tanah pertanian itu tidak boleh dibiarkan terlantar sehingga keberadaannya menjadi tidak bermanfaat dan rusak sedangkan menurut ketentuan Pasal 15 UUPA bahwa memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak ekonomi lemah.

(27)

Selain permasalahan di atas, yang tidak kalah pentingnya adalah masalah jaminan kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah. Meskipun secara normative pemerintah telah mengeluarkan ketentuan tentang pendaftaran tanah yang diatur dalam Pasal 19 UUPA dan ditindak lanjuti dengan Peraturan Pelaksana 27 Nomor tahun 1997, namun dalam kenyataannya masalah ini tetap melahirkan banyak fenomena memprihatinkan di masyarakat seperti keengganan masyarakat untuk melakukan sertifikasi karena berbagai alasan yang pada umumnya berkisar pada alasan ekonomis, namun sebaliknya terdapat pula kepemilikan sertifikat oleh banyak orang.

Lahir dua pemikiran terhadap segala persoalan terkait dengan hak milik atas tanah sebagaimana diuraikan di atas bahwa hal tersebut timbul tidak hanya akibat dari kekeliruan pemerintah dalam penerapan kebijakan tetapi juga tidak lepas dari peran serta masyarakatnya yang tampak berupaya untuk berontak/melepaskan diri dari kebijakan hukum pemerintahan yang bersangkutan. Oleh karena itu segala permasalahan tersebut perlu dianalisis lebih cermat baik terhadap pihak pelaksana kebijakan yang seringkali menyelewengkan amanat dari pembuat kebijakan maupun terhadap masyarakat luas yang juga berperan serta memperuncing segala permasalahan yang terjadi berkaitan dengan hak milik ini.

Pertanyaan

:

Saya seorang perempuan Indonesia yang akan melangsungkan perkawinan dengan Warga Negara Asing. Suami saya tetap dengan kewarganegaraannya. Masalah yang kami hadapi adalah apakah dimungkinkan suami saya bisa mempunyai asset-aset di Indonesia, misalnya tanah, rumah dan sebagainya? Karena kami berencana mendirikan usaha di Indonesia.

Jawaban

:

(28)

Orang asing (yang berkedudukan di Indonesia) hanya dapat mempunyai hak-hak atas tanah berupa : ha pakai, hak sewa, hak guna bangunan, dan hak guna usaha menurut UUPA. Dalam bagian Penjelasan Umum UUPA, disebutkan Dasar-Dasar Dari Hukum Agraria Nasional (poin 5) yaitu: “Orang-orang asing dapat mempunyai tanah dengan hak pakai yang luasnya terbatas. Demikian juga dengan badan-badan hukum tidak dapat mempunyai hak milik (pasal 21 ayat 2).

Jadi khusus untuk asset berupa tanah, suami saudara yang masih berkewarganegaraan asing tidak dapat memiliki tanah dengan hak milik. Tetapi dapat memiliki tanah dengan hak sewa, hak pakai, hak guna bangunan, dan hak guna usaha. Terlebih lagi apabila kepentingan pemilikan asset tersebut adalah dalam rangka menjalankan usaha, khususnya apabila bentuk usahanya badan hukum, hukum Indonesia juga tidak memperbolehkan badan hukum

memiliki tanah dalam bentuk hak milik.

Apabila badan usaha suami saudara berbentuk badan hukum, maka hal yang mungkin dapat saudara lakukan adalah mengajukan badan usaha suami saudara tersebut dalam bentuk penanaman modal asing. Karena jangka waktu yang diberikan dalam hal kepemilikan tanah oleh penanam modal asing adalah lebih panjang, masa itu diperpanjang oleh Undang-Undang Penanaman Modal, UU No. 25/2007 (UUPM). Dalam Pasal 22 ayat (1) UUPM bahwa kemudahan pelayanan dan /atau perizinan hak atas tanah tersebut dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal, berupa:

a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun;

b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan

c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat

Referensi

Dokumen terkait

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI..

Bahwa Terdakwa pada tanggal 14 Januari 2010 sekira pukul 21.00 Wit menelpon Saksi-II (teman lettingnya) meminta ijin untuk tidak masuk kantor dengan alasan orang tuanya

"Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, No.8/PRT/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum, pada pasal 961 menegaskan bidang

Atribut-atribut tersebut adalah kualitas grafis, tidak sering crash,tidak sering hang, tidak sering lag, kapasitas baterai, kualitas gambar yang ditangkap/diambil,

Berdasarkan hasil tabulasi silang memperlihatkan bahwa Perbandingan Kejadian Karies Pada Anak Kelas 2 Di Daerah Pesisir MI Al­Khoiriyah 2 Dan Daerah Pegunungan

Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah pada Pasal 83, Angka 1, Huruf d, yang.

Menurut Suyanto (1999) dalam Dwiyono (2004), pakan yang akan digunakan untuk pembesaran ikan lele ini relatif mudah didapat karena beberapa perusahan pakan telah

Pengelolaan memori utama sangat penting untuk sistem komputer, penting untuk memproses dan fasilitas masukan/keluaran secara efisien, sehingga memori dapat