• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isi hukum jinayat dalam islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Isi hukum jinayat dalam islam"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahim.

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat llahirabbi, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah “ Pendidikan Agama dan Etika” ini dengan tepat waktu. Mudah – mudahan dengan terselesaikannya makalah ini, dapat membantu penulis dalam memenuhi tugas mata kuliah “ Pendidikan Agama dan Etika”

Atas terselesaikannya makalah ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih, kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat, ridho serta karunia-Nya kepada penulis.

2. Orang tua penulis, yang telah membantu penulis baik secara moril dan materil serta spiritual.

3. Bapak Ujang Rohman, S.Ag., M.Ag. selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama dan Etika.

4. Rekan–rekan penulis baik di dalam maupun di luar kampus UNJANI. Adapun pembahasan dari makalah ini, yaitu penulis mencoba mengangkat judul “Ibadah Aspek Ritual Umat Islam”.

Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapan adanya koreksi, kritik, dan saran ke arah perbaikan.

Akhirnya, penulis berharap semoga malakah ini menjadi berguna dan bermanfaat serta dapat menjadi refrensi pembelajaran khususnya yang berkaitan dengan aspek ibadah umat Islam.

Cimahi, 25 November 2016

(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI... ii

BAB I... 1

LATAR BELAKANG...1

A. Sejarah Munculnya Hukum Pidana Dalam Islam...1

B. Jinayat Di Era Sekarang...3

BAB II... 4

PEMBAHASAN...4

A. Pengertian Jinayat...4

B. Fungsi Dan Tujuan Diterapkannya Hukum...7

C. Macam-Macam Dan Bentuk-Bentuk Jinayat...8

a. Diyat (Denda)...8

b. Kifarat... 8

c. Hudud...9

d. Ta’zir... 9

D. Qishash... 9

a. Qishash...9

b. Hikmah hukum Qishash...10

E. Pengertian Qiyas...10

F. Rukun dan Syarat Qiyas...11

G. Macam-Macam Qiyas...13

BAB III... 15

PENUTUP... 15

KESIMPULAN...15

(3)

BAB I

LATAR BELAKANG

A. Sejarah Munculnya Hukum Pidana Dalam Islam

Pada awal sejarah Islam, undang-undang hukum pidana langsung merujuk kepada petunjuk al-Qur’an dan as-Sunnah. Di samping itu, Nabi Muhammad Saw. juga bertindak sebagai hakim yang memutuskan perkara yang timbul dalam masyarakat. Dalam perkara pidana, Nabi Saw. memutuskan bentuk hukuman terhadap pelaku perbuatan pidana sesuai dengan wahyu Allah. Setelah Nabi Saw. wafat, tugas kepemimpinan masyarakat dan keagamaan dilanjutkan oleh “al-Kulafa’ar-Rasyidun” sebagai pemimpin umat Islam, yang memegang kekuasaan sentral. Masalah pidana tetap dipegang oleh khalifah sendiri.

Dalam memutuskan suatu perkara pidana, khalifah langsung merujuk kepada al-Qur’an dan sunah Nabi Saw. Apabila terdapat perkara yang tidak dijelaskan oleh kedua sumber tersebut, khalifah mengadakan konsultasi dengan sahabat lain. Keputusan ini pun diambil berdasarkan ijtihad. Pada masa ini belum ada kitab undang-undang hukum pidana yang tertulis selain al-Qur’an .

Pada era Bani Umayyah (661-750) peradilan dipegang oleh khalifah. Untuk menjalankan tugasnya, khalifah dibantu oleh ulama mujtahid. Berdasarkan pertimbangan ulama, khalifah menentukan putusan peradilan yang terjadi dalam masyarakat. Khalifah yang pertama kali menyediakan waktunya untuk hal ini adalah Abdul Malik bin Marwan (26 H - 86 H/647 M -705 M). Kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz (63 H – 102 H/682 M - 720 M). Pada masa ini, belum ada kitab undang-undang hukum pidana yang bersifat khusus. Pedoman yang dipakai adalah al-Qur’an, sunah Nabi Saw., dan ijtihad ulama. Pengaruh pemikiran asing juga belum memasuki pemikiran pidana Islam Perubahan terjadi pada abad ke-19 ketika pemikiran Barat modern mulai memasuki dunia Islam.

(4)

undang-pidana yang mula-mula dikodifikasi adalah pada masa pemerintahan Sultan Mahmud II (1785-1839) pada tahun 1839 di bawah semangat Piagam Gulhane. Dalam undang-undang ini ditentukan bahwa setiap perkara yang besar, putusannya harus mendapat persetujuan Sultan.

Undang-undang ini kemudian diperbarui pada tahun 1851 dan disempurnakan pada tahun 1858. Undang-undang hukum pidana ini disusun berdasarkan pengaruh hukum pidana Perancis dan Italia. Undang-undang hukum pidana ini tidak memuat ketentuan hukum pidana Islam, seperti kisas terhadap pembunuhan, potong tangan terhadap pencurian, dan hukuman rajam atas tindak pidana zina.

Perumusan undang-undang hukum pidana diikuti oleh Libanon. Diawali dengan pembentukan sebuah komisi yang bertugas membuat rancangan undang-undang hukum pidana pada tahun 1944. Dalam penyusunannya, Libanon banyak mengadopsi undang-undang hukum pidana Barat seperti Perancis, Jerman dan Swiss.

Undang-undang hukum pidana Libanon menjiwai undang-undang hukum pidana Suriah. Perumusannya diawali dengan pembuatan komisi untuk membuat rancangan undang-undang hukum pidana Suriah pada tahun 1949. Pada tanggal 22 Juni 1949 berdasarkan Penetapan Pemerintah No. 148 rancangan tersebut disahkan menjadi undang-undang hukum pidana dan dinyatakan efektif berlaku pada bulan September 1949.

(5)

B. Jinayat Di Era Sekarang

Allah menciptakan hukum untuk mengatur hak dan kewajiban manusia guna menghendaki terjadinya kedamaian dengan sesama makhluk, Hukum Pidana Islam adalah hukum yang mengatur tindak pidana, akan tetapi hukum pidana Islam dipandang sebagai hukum yang tidak berkembang dan telah mati karena menyajikan qisash dan hudud yang dianggap sebagai hukuman sadis dan tidak manusiawi. Padahal semua umat Islam meyakini bahwa hukum Islam adalah hukum yang universal,rahmatan lil alamin.

Di sisi lain, tidak semua negara Islam memberlakukan hukum itu. Para ulama harus terbuka matanya. Meskipun, hukum Jinayat dalam fiqih, kenyataanya, tidak semua negara Islam atau negara yang basis konstitusinya syariah, seperti Mesir, Yordania, Syiria, Tunisia, Maroko, tidak mengadopsi hukum rajam, tidak ada hukum cambuk, karena mereka mengadopsi syariah bukan dalam bentuk hukumnya tapi dalam bentuk esensinya, nilai-nilai universal yang lebih mengutamakan keadilan, bukan dalam bentuk formal hukumnya. Jadi, kalau Indonesia mengadopsi hukum rajam, itu aneh karena Indonesia bukan negara Islam. Yang agama Islam saja tidak mengadposinya.

, )

اوتتأتفت ءتايتننغغأت سسانتأألن مسالتغأ نتذأأأ عتطتقت ءتارتقتفأ سسانتأألن اممالتغأ ننتأت هنع هللا يضر نسيغصتحأ ننبغ نتارتمغعن نغعتوتَت ( ائميغشت مغهألت لغعتجغيت مغلتفت ملسو هيلع هللا ىلص ينتبنننتلات

, ,

حسيحنصت دسانتسغإنبن ةأثتالتثنتلاوت دأمتحغأت هأاوترت

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jinayat

Jinayah menurut fuqaha' ialah perbuatan atau perilaku yang jahat yang dilakukan oleh seseorang untuk mencerobohi atau mencabul kehormatan jiwa atau tubuh badan seseorang yang lain dengan sengaja. Penta`rifan tersebut adalah khusus pada kesalahan-kesalahan bersabit dengan perlakuan seseorang membunuh atau menghilangkan anggota tubuh badan seseorang yang lain atau mencederakan atau melukakannya yang wajib dikenakan hukuman qisas atau diyat.

Kesalahan-kesalahan yang melibatkan harta benda, akal fikiran dan sebagainya adalah termasuk dalam jinayah yang umum yang tertakluk di bawahnya semua kesalahan yang wajib dikenakan hukuman hudud, qisas, diyat atau ta`zir.

Faedah dan manafaat daripada Pengajaran Jinayat:

1. Menjaga keselamatan nyawa daripada berlaku berbunuhan sesama sendiri dan sebagainya

2. Menjaga keamanan maruah di dalam masyarakat daripada segala fitrah tuduh-menuduh.

3. Menjaga keamanan maruah di dalam harta benda dan nyawa daripada kecurian, ragut dan lain-lain.

(7)

5. Perkara yang berhubung di antara orang-orang Islam dengan orang-orang kafir di dalam negara Islam Pembunuhan.

Hukum Pidana Islam sering disebut dalam fiqh dengan istilah jinayat atau jarimah. Jinayat dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak pidana. Jinahah merupakan bentuk verbal noun (mashdar) dari kata jana. Secara etimologi jana berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah. Secara terminologi kata jinayat mempunyai beberapa pengertian, seperti yang diungkapkan oleh Abd al Qodir Awdah bahwa jinayat adalah perbuatan yang dilarang oleh syara' baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya.

Menurut A. Jazuli, pada dasarnya pengertian dari istilah Jinayah mengacu kepada hasil perbuatan seseorang. Biasanya pengertian tersebut terbatas pada perbuatan yang dilarang. Di kalangan fuqoha', perkataan Jinayat berarti perbuatan perbuatan yang dilarang oleh syara'. Meskipun demikian, pada umunya fuqoha' menggunakan istilah tersebut hanya untuk perbuatan perbuatan yang terlarang menurut syara'.

Pada umumnya fuqoha' menggunakan istilah tersebut hanya untuk perbuatan perbuatan yang mengancam keselamatan jiwa, seperti pemukulan, pembunuhan dan sebagainya. Selain itu, terdapat fuqoha' yang membatasi istilah Jinayat kepada perbuatan perbuatan yang diancam dengan hukuman hudud dan qishash, tidak temasuk perbuatan yang diancam dengan ta'zir. Istilah lain yang sepadan dengan istilah jinayat adalah jarimah, yaitu larangan larangan syara' yang diancam Allah dengan hukuman had atau ta'zir.

(8)

ketentuan hukum tersebut dikenakan hukuman berupa penderitaan badan atau harta.

Jarimah Qishosh Diyat. Yaitu perbuatan yang diancam dengan hukuman qishosh dan diyat. Baik qishosh maupun diyat merupakan hukuman yang telah ditentukan batasannya, tidak ada batas terendah dan tertinggi tetapi menjadi hak perorangan (si korban dan walinya), ini berbeda dengan hukuman had yang menjadi hak Allah semata. Penerapan hukuman qishosh diyat ada beberapa kemungkinan, seperti hukuman qishosh bisa berubah menjadi hukuman diyat, hukuman diyat apabila dimaafkan akan menjadi hapus. Yang termasuk dalam kategori jarimah qishosh diyat antara lain pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan, penganiayaan sengaja dan penganiayaan Yaitu perbuatan yang diancam dengan hukuman qishosh dan diyat. Baik qishosh maupun diyat merupakan hukuman yang telah ditentukan batasannya, tidak ada batas terendah dan tertinggi tetapi menjadi hak perorangan (si korban dan walinya), ini berbeda dengan hukuman had yang menjadi hak Allah semata.

Penerapan hukuman qishosh diyat ada beberapa kemungkinan, seperti hukuman qishosh bisa berubah menjadi hukuman diyat, hukuman diyat apabila dimaafkan akan menjadi hapus. Yang termasuk dalam kategori jarimah qishosh diyat antara lain pembunuhan, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan keliru , penganiayaan sengaja dan penganiayaan salah.

Diantara jarimah-jarimah qishosh diyat yang paling berat adalah hukuman bagi pelaku tindak pidana pembunuhan sengaja karena hukuman baginya adalah dibunuh. Pada dasarnya seseorang haram menghilangkan orang lain tanpa alasan syar'i bahkan Allah mengatakan tidak ada dosa yang lebih besar lagi setelah kekafiran selain pembunuhan terhadap orang mukmin. "Dan barang siapa membunuh orang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah jahannam, ia kekal di dalamnya dana Allah murka kepadanya, mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya." (an nisa': 93). Rosulullah SAW juga bersabda, " Sesuatu yang pertama diadili di antara manusia di hari kiamat adalah masalah darah".

(9)

hanya diberi hukuman untuk membayar diyat yaitu denda senilai 100 onta Abdl Basyir, 2003: 61). Di dalam Hukum Pidana Islam, diyat merupakan hukuman pengganti dari hukuman mati yang merupakan hukuman asli dengan syarat adanya pemberian maaf dari keluarganya.

Jarimah Ta'zir. Jenis sanksinya secara penuh ada pada wewenang penguasa demi terealiasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur akhlak menjadi pertimbangan paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran-pelanggaran lalu lintas lainnya. Dalam penetapan jarimah ta'zir prinsip utama yang mejadi acuan penguasa adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari kemadhorotan (bahaya). Disamping itu, penegakan jarimah ta'zir harus sesuai dengan prinsip syar'i (nas).

Jenis sanksinya secara penuh ada pada wewenang penguasa demi terealiasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur akhlak menjadi pertimbangan paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran-pelanggaran lalu lintas lainnya. Dalam penetapan jarimah ta'zir prinsip utama yang mejadi acuan penguasa adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari kemadhorotan(bahaya). Disamping itu, penegakan jarimah ta'zir harus sesuai dengan prinsip syar'i (nas). (http://boxriborn.blogspot.com/2013/08)

B. Fungsi Dan Tujuan Diterapkannya Hukum

Tujuan diterapkannya hukum adalah mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (mengambil segala yang bermaslahat serta menolak segala yang merusak dalam rangka menuju keridhaan Allah sesuai dengan prinsip tauhid)

Ditinjau dari segi prioritas kepentingannya bagi kehidupan manusia, tujuan diterapkannya hukum terbagi menjadi lima, yaitu:

(10)

5. memelihara harta

Sedangkan fungsi diterapkannya hukum adalah mencapai tujuan yang akan dituju. (http://boxriborn.blogspot.com/2013/08)

C. Macam-Macam Dan Bentuk-Bentuk Jinayat

a. Diyat (Denda)

Pengertian : denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak dilakukan padanya hukum bunuh.

Diyat ada dua macam, yaitu:

a. Diyat Mughaladzah (denda berat), yaitu seratus ekor unta, dengan perincian: 30 ekor unta betina umur tiga masuk empat tahun, 30 ekor unta betina, umur empat masuk lima tahun, 40 ekor unta betina yang sudah bunting.

b. Diyat Mukhaffafah (denda ringan), yaitu seratus ekor unta, tetapi dibagi lima, yaitu 20 ekor unta betina umur tiga tahun, 20 ekor unta jantan umur dua masuk tiga tahun, 20 ekor unta betina umur tiga masuk empat tahun, 20 ekor unta betina umur empat masuk lima tahun. Denda ini wajib dibayar oleh keluarga yang membunuh dalam masa tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun dibayar sepertiganya.

Hikmah dari Diyat ada tiga, yaitu:

a. mencegah kejahatan terhadap jiwa dan raga. b. obat pelipur lara korban.

c. timbulnya ketenangan dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat. (http://boxriborn.blogspot.com/2013/08)

b. Kifarat

Pengertian : tebusan dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang telah ditentukan oleh syari’at Islam karena telah melakukan kesalahan atau pelanggaran yang diharamkan Allah.

(11)

a. Kifarat karena pembunuhan, yaitu dengan memerdekakan hamba sahaya / berpuasa selama 2 bulan berturut-turut.

b. Kifarat karena melanggar sumpah, yaitu dengan memberi makan 10 orang miskin atau memberi pakaian, memerdekakan 1 budak atau berpuasa 3 hari.( http://boxriborn.blogspot.com/2013/08)

c. Hudud

Pengertian : sanksi bagi orang yang melanggar hukum dengan dera / dipukul (jilid) atau dengan dilempari batu hingga mati (rajam)

Perbuatan yang dapat dikanakan hudud ada 4, yaitu: a. Zina

b. Qadzaf (menuduh orang berbiat zina) c. Minuman keras

d. Mencuri

(http://boxriborn.blogspot.com/2013/08)

d. Ta’zir

Pengertian : apabila seorang melakukan kejahatan yang tidak atau belum memenuhi syarat untuk dihukum atau tidak/belum memenuhi syarat membayar diyat. (hukuman yang tidak ditetapkan hukumnya dalam quran dan hadits yang bentuknya sebagai hukuman ringan).

( http://boxriborn.blogspot.com/2013/08)

D. Qishash

a. Qishash

Pengertian : hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun perusakan anggota badan sesorang, yang dilakukan dengan sengaja.

Dasar hukum : Al Baqarah : 178, An Nisa’ : 93 dan beberapa hadits

:ةرقبلا لتق يف صاصقلا مكيلع بتك اونماءنيذلااهي اي)... 178

(12)

Syarat-syarat Qishash :

a. Pembunuh sudah baligh dan berakal sehat.

b. Pembunuh bukan orang tua dari orang yang dibunuh. c. Jenis pembunuhan adalah pembunuhan yang disengaja. d. Orang yang dibunuh terpelihara darahnya.

e. Orang yang dibunuh sama derajatnya f. Qishash dilakukan dalam hal yang sama (http://boxriborn.blogspot.com/2013/08)

b. Hikmah hukum Qishash

1. Memberikan pelajaran bagi manusia untuk tidak melakukan kejahatan terhadap manusia.

2. Manusia akan merasa takut berbuat jahat pada orang lain. 3. Qishash dapat melindungi jiwa dan raga manusia.

4. Timbulnya ketertiban, keamanan dan kedamaian dalam masyarakat. (http://boxriborn.blogspot.com/2013/08)

E. Pengertian Qiyas

1. Secara bahasa

Qiyas berasal dari bahasa arab yaitu سايق yang artinya hal mengukur, membandingkan, aturan. Ada juga yang mengartikan qiyas dengan mengukur sesuatu atas sesuatu yang lain dan kemudian menyamakan antara keduanya. Ada kalangan ulama yang mengartikan qiyas sebagai mengukur dan menyamakan.

2. Secara istilah

(13)

tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukum.

Menurut istilah ushul fiqh, sebagaimana dikemukakan Wahbah al-Zuhaili, qiyas adalah menghubungkan atau menyamakan hukum sesuatu yang tidak ada ketentuan hukumnya dengan sesuatu yang ada ketentuan hukumnya karena ada illat antara keduanya. Ibnu Subki mengemukakan dalam kitab Jam’u al-Jawami, qiyas adalah menghubungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui karena kesamaan dalam illat hukumnya menurut mujtahid yang menghubungkannya.

Selain pengertian di atas, banyak lagi pengertian qiyas lainnya diantaranya menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam hal menetapkan hukum pada keduanya atau meniadakan hukum dari keduanya disebabkan ada hal yang sama diantara keduanya dalam penetapan hukum atau peniadaan hukum.

Berdasarkan pengertian-pengertian qiyas yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan pengertian qiyas adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dalam al-Qur’an dan sunnah dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu.( http://boxriborn.blogspot.com/2013/08)

F. Rukun dan Syarat Qiyas

Berdasarkan defenisi bahwa qiyas ialah mempersamakan hukum suatu peristiwa yang tidak ada nashnya dengan hukum suatu peristiwa yang ada nashnya karena illat serupa, maka rukun qiyas ada empat macam, yaitu:

1. al-Ashl.

(14)

Adapun syarat-syarat ashl adalah:

 Hukum ashl adalah hukum yang telah tetap dan tidak mengandung

kemungkinan dinasakhkan

 Hukum itu ditetapkan berdasarkan syara’

 Ashl itu bukan merupakan furu’ dari ashl lainnya

 Dalil yang menetapkan illat pada ashl itu adalah dalil khusus, tidak bersifat

umum

 Ashl itu tidak berubah setelah dilakukan qiyas

 Hukum ashl itu tidak keluar dari kaidah-kaidah qiyas.

2. Furu’

Fara’ yang berarti cabang, yaitu suatu peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan sebagai dasarnya. Fara’ disebut juga maqis (yang diukur) atau musyabbah (yang diserupakan) atau mahmul (yang dibandingkan).

Adapun syarat-syarat furu’ adalah:

 Tidak bersifat khusus, dalam artian tidak bisa dikembangkan kepada furu’

 Hukum al-ashl tidak keluar dari ketentuan-ketentuan qiyas

 Tudak ada nash yang menjelaskan hukum furu’ yang ditentukan hukumnya

 Hukum al-ashl itu lebih dahulu disyariatkan daripada furu’

3. Hukum ashl

(15)

kepada masalah yang pertama (ashl) karena adanya suatu sebab yang dapat dikompromikan antara asal dengan furu’.

Adapun syarat-syarat hukum al-Ashl adalah:

a. Illatnya sama pada illat yang ada pada ashl, baik pada zatnya maupun pada jenis.

b. Hukum ashl tidak berubah setelah dilakukan qiyas. c. Hukum furu’ tidak mendahului hukum ashl.

d. Tidak ada nash atau ijam’ yang menjelaskan hukum furu’ itu.

4. Illat

Illat secara bahasa berarti sesuatu yang bisa merubah keadaan, misalnya penyakit disebut illat karena sifatnya merubah kondisi seseorang yang terkena penyakit. Menurut istilah, sebagaimana dikemukakan Abdul Wahhab Khallaf, illat adalah suatu sifat pada ashl yang mempunyai landasan adanya hukum .

Adapun cara untuk mengetahui illat adalah melalui dalil-dalil al-Qur’an atau Sunnah, baik yang tegas maupun yang tidak tegas, mengetahui illat melalui ijma’, dan melalui jalan ijtihad.

Adapun syarat-syarat illat adalah:

a. Illat harus berupa sifat yang jelas dan tampak. b. Illat harus kuat.

c. Harus ada korelasi (hubungan yang sesuai) antara hukum dengan sifat yang menjadi illat.

d. Sifat-sifat yang menjadi illat yang kemudian melahirkan qiyas harus berjangkauan luas, tidak terbatas hanya pada satu hukum tertentu.

e. Tidak dinyatakan batal oleh suatu dalil. ( http://boxriborn.blogspot.com/2013/08)

G. Macam-Macam Qiyas a. Dari segi kekuatan illat:

(16)

 Qiyas musawi, yaitu qiyas yang berlakunya hukum pada furu’ sama

keadaannya dengan berlakunya hukum pada ashl karena kekuatan illatnya sama.

 Qiyas adwan, yaitu qiyas yang berlakunya hukum pada furu’ lebih lemah

dibandingkan dengan berlakunya hukum pada ashl meskipun qiyas tersebut memenuhi persyaratan.

b. Dari segi kejelasan illatnya:

 Qiyas jali, yaitu qiyas yang illatnya ditetapkan dalam nash bersamaan

dengan penetapan hukum ashl

 Qiyas khafi, yaitu qiyas yang illatnya tidak disebutkan dalam nash.

c. Dari segi keserasian illat dengan hukum:

 Qiyas muatssir, yaitu qiyas yang illat penghubung antara ashl

dengan furu’ ditetapkan dengan nash yang sharih atau ijma’

 Qiyas mulaim, qiyas yang illat hukum ashl dalam hubungannya

dengan hukum haram adalah dalam bentuk munasib mulaim.

d. Dari segi dijelaskan atau tidaknya illat dalam qiyas itu adalah:

 Qiyas ma’na, yaitu qiyas yang meskipun illatnya tidak

dijelaskan dalam qiyas namun antara ashl dengan furu’ tidak dapat dibedakan, sehingga furu’ itu seolah-olah ashl itu sendiri

 Qiyas illat, yaitu qiyas yang illatnya dijelaskan dan illat

tersebut merupakan pendorong bagi berlakunya hukum dalam ashl.

 Qiyas dilalah, yaitu qiyas yang illatnya bukan pendorong

bagi penetapan hukum itu sendiri, namun ia merupakan keharusan bagi illat yang memberi petunjuk akan adanya illa.

(17)

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

 Jinayah adalah perbuatan yang diharamkan atau dilarang

karena dapat menimbulkan kerugian atau kerusakan agama, jiwa, akal atau harta benda.

 Jarimah berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman

dibagi menjadi

a. Jarimah hudud,yang meliputi : Perzinaan, Qadzaf (menuduh berbuat zina), Meminum minuman keras, Pencurian , Perampokan.

b. Jarimah qishas/diyat, yang meliputi : pembunuhan sengaja pembunuhan semi sengaja, pembunuhan karena kesalahan. Peluka an sengaja, pelukaan semi sengaja.

c. Jarimah ta’zir.

 Pada awal sejarah Islam, undang-undang hukum pidana

langsung merujuk kepada petunjuk al-Qur’an dan as-Sunnah. Di samping itu, Nabi Muhammad Saw. juga bertindak sebagai hakim yang memutuskan perkara yang timbul dalam masyarakat.

(18)

bahwa hokum pidana dalam islam harus tetap ditegakkan sebagaimana yang ada dalam teks alqur’an dan al hadits. Namun, disisi lain hokum pidana dalam islam harus dikaji ulang sehingga relevan di era sekarang ini dan lebih manusiawi.

TINJAUAN PUSTAKA

http://boxriborn.blogspot.com/2013/08/pengertian-dan-macam-macam-jinayah_5383.html#ixzz4R1idixSn ( Dikutip pada tanggal 25 November 2016, jam 20.12 WIB)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap seluruh sampel sedimen dapat diketahui bahwa tipe sedimen yang terdapat pada daerah zona penelitian

• Produk, permukaan yang berhubungan dengan produk, dan bahan pengemas dilindungi terhadap kontaminasi yang mungkin terjadi dipergunakan kembali • Seafood HACCP Alliance Course

Tujuan pemeriksaan adalah menentukan tingkat intensitas terendah dalam dB dari tiap frekuensi yang masih dapat terdengar pada telinga seseorang, dengan kata lain ambang

Tindakan penyelidikan dan penyidikan yang merupakan tugas aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia itu juga diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara

Perolehan hasil penilaian validasi angket respon guru dan siswa rancang bangun sistem ujian online berbasis website dengan framework laravel yang dikembangkan pada

Pengumpulan data pada penelitian ini sebagian besar menggunakan kuesioner yang terdiri dari karakteristik responden dan persepsi responden mengenai motivasi kerja,

Dari hasil data diperoleh informasi bahwa jumlah distribusi responden yang adaptif sebanyak 48 responden (88,9%) Adaptasi merupakan suatu perubahan yang menyertai

Tabel 4 menunjukkan bahwa varians data memiliki signifikansi (p > 0,05), sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan varians antar kelompok data yang