• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterkaitan Kondisi Fitur Permukaan Kars (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Keterkaitan Kondisi Fitur Permukaan Kars (1)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Budiyanto, Keterkaitan Kondisi Fitur Permukaan Karst Yang Diperoleh Dari …… 112 KETERKAITAN KONDISI FITUR PERMUKAAN KARST YANG DIPEROLEH DARI

DATA CITRA PENGINDERAAN JAUH DENGAN KUALITAS AIR BAWAH TANAH DI GUNUNGSEWU BAGIAN BARAT

Eko Budiyanto

Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya Kampus Ketintang, Surabaya

Abstrak : Karst adalah bentang lahan yang sangat rentan terhadap tekanan alam ataupun manusia. Polusi air bawah tanah karst adalah satu bentuk kerentanan yang ada pada bentang lahan karst. Aktifitas manusia yang terjadi pada bentang lahan karst Gunungsewu menjadi salah satu bentuk pemicu masuknya bahan pencemar ke dalam air bawah tanah karst. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari keterkaitan kondisi fitur permukaan karst terhadap kualitas air bawah tanahnya. Data fitur karst permukaan diperoleh melalui data ASTER GDEM dan SRTM. Parameter fitur karst permukaan yang digunakan adalah Topographic Wetness Index (TWI), Ruggedness Index, dan Slope. Nilai-nilai indeks dari parameter tersebut dihitung dari potongan citra yang mewakili area tangkapan dari mata air sampel. Luas dari area sampel ini adalah setara dengan luasan 1 x 1 km di lapangan. Kualitas air bawah tanah diukur di lapangan dan laboratorium sebanyak 10 kali pengambilan dengan jarak satu hari tiap pengambilan pada bulan Desember 2015. Data kualitas air yang diukur adalah Nitrat (NO3), TDS, DO, kekeruhan, pH, dan temperatur. Untuk mengetahui keterkaitan antara kondisi fitur karst permukaan dengan kualitas air bawah tanah dilakukan dengan uji korelasi. Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi yang kuat antara parameter Topographic Wetness Index dan Ruggedness Index terhadap kandungan nitrat dalam air bawah tanah karst, yaitu sebesar 92% dan 82% secara berurutan. Sementara itu keterkaitan antara slope dengan kualita s air bawah tanah adalah lemah.

Kata kunci : Fitur karst permukaan, kualitas air bawah tanah, ASTER GDEM / SRTM

PENDAHULUAN

Bentang lahan karst terbentuk pada area dengan batuan dasar yang mudah terlarut seperti batu gamping (Ford dan William, 2007). Fitur karst terbentuk oleh sebuah proses yang disebut dengan karstifikasi. Karstifikasi akan lebih intensif ketika batuan ini tertimpa oleh air hujan yang mengandung banyak CO2 (Goldscheider dkk, 2007). Bentang lahan

karst yang intensif banyak dicirikan oleh munculnya serangkaian perbukitan karst kerucut dan lembah karst yang lebar seperti uvala dan polye (Sauro, 1996). Lapisan tanah yang tipis pada umumnya terdapat pada puncak dan lereng perbukitan, dan lapisan yang tebal pada dasar-dasar lembah tersebut (Mulyanto dan Surono, 2009). Telaga karst terbentuk pada lembah karst ini ketika lubang ponor dari lembah tersebut

Alamat korespondensi :

JURNAL

GEOGRAFI

Geografi dan Pengajarannya

ISSN 1412- 6982 e-ISSN : 2443-3977

(2)

tertutup oleh tanah akibat proses erosi dan sedimentasi yang intensif.

Bentang lahan karst memiliki keterkaitan yang kuat antara kondisi permukaan dan bawah permukaannya. Proses karstifikasi membentuk lubang dan rekahan pada batuan dasar. Proses karstifikasi yang terbentuk dalam waktu lama membentuk fitur-fitur karst permukaan dan bawah permukaan (Bonacci, 2009). Fitur karst permukaan adalah seperti perbukitan kerucut karst, uvala, polye, ponor dan lain-lain. Fitur karst bawah permukaan adalah seperti jaringan conduit dan goa. Banyaknya celah, rekahan, dan lubang-lubang bawah permukaan baik vertical maupun horizontal, menjadikan proses kontak antara permukaan dengan bawah permukaan menjadi mudah.

Aliran permukaan jarang ditemukan karena sebagian besar air terinfiltrasi masuk ke dalam rekahan batuan. Air yang mengalir pada permukaan dapat masuk dengan mudah ke dalam system aliran bawah permukaan tanah dengan membawa berbagai bahan potensi pencemar dari permukaan. Aktifitas manusia dapat menjadi pemicu munculnya bahan pencemar yang mencemari aliran air permukaan. Lapisan tanah pada umumnya tipis, sehingga tidak banyak menyaring bahan pencemar yang masuk ke dalam celah, rekah dan lubang-lubang batuan karst. Bahan pencemar menyebar di bawah permukaan yang selanjutnya dipercepat

oleh banyaknya jaringan lobang horizontal bawah permukaan. Oleh karena itu, medan karst menjadi satu bentang lahan yang memiliki kerentanan tinggi terhadap bahaya pencemaran air bawah tanahnya.

Air bawah tanah adalah sesuatu yang sangat penting di area karst. Air bawah tanah karst digunakan oleh masyarakat setempat sebagai air minum dan air rumah tangga. Air bawah tanah berasal dari air permukaan yang terinfiltrasi ke area vadose batuan karst. Air bawah tanah terdapat pada rekahan-rekahan vertikal dan horizontal. Air ini terakumulasi pada zona vadose sebagai jaringan goa dan keluar sebagai mata air karst.

(3)

Beberapa model perhitungan berdasar pada data DEM seperti Topographic Wetness Index (TWI), Ruggedness Index, dan slope telah banyak diaplikasikan untuk perolehan morfometri karst permukaan. Lebih jauh lagim metode-metode ini juga telah digunakan untuk memperkirakan keberadaan air bawah tanah.

Bahan pencemar air bawah tanah pada umumnya dihasilkan oleh aktifitas manusia di permukaan karst. Hal ini muncul dari aktifitas pertanian, rumah tangga dan industry. Namun demikian, morfologi karst permukaan merupakan factor yang sangat penting terkait dengan kemudahan perpindahan bahan pencemar menuju air bawah tanah (Lindsey, 2010). Morfologi karst permukaan adalah sangat penting dalam mengontrol proses-proses hidrologis. Terkait dengan fakta-fakta tersebut penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui karakteristik fitur karst permukaan dari karst Gunungsewu bagian barat berbasis pada data DEM, 2. Mengetahui keterkaitan antara karakteristik karst permukaan terhadap kualitas air bawah tanahnya.

METODE PENELITIAN Area Studi

Penelitian ini dilakukan di bagian barat dari bentang lahan Gunungsewu. Penelitian ini masuk di kecamatan

Penelitian ini berfokus untuk mengetahui keterkaitan antara kondisi morfologi pada karst permukaan dan kualitas air bawah tanah dengan mendasarkan pada data penginderaan jauh. Oleh karena itu, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data DEM yang http://srtm.csi.cgiar.org. Data tersebut diproses dalam format GeoTIFF.

Lokasi mata air amatan di petakan dalam system proyeksi Universal Transverse Mercator pada zone 49 S. ASTER GDEM dan SRTM digunakan

untuk menkuantifikasi dan

(4)

Topografi adalah factor yang penting sebagai pengontrol air larian permukaan secara local. Topographic Wetness Index (TWI) digunakan untuk mengkuantifikasi factor topografi dalam proses hidrologi. TWI dihasilkan dari pemrosesan data ASTER GDEM. TWI didasarkan pada formulasi berikut : ln (α/tanβ), dimana α adalah area lereng bagian atas and β adalah lereng permukaan secara umum. Citra TWI dibentuk dengan menggunakan SAGA. Nilai indeks tertinggi menunjukkan area terrendah dimana air permukaan pada tempat tersebut akan terkumpul. Sebaliknya, nilai indeks terrendah menunjukkan puncak-puncak perbukitan karst.

Ruggedness Index menunjukkan

kekasaran permukaan pada area penelitian. Indeks ini dibentuk dengan modul Ruggedness Index dari perangkat lunak QGIS. Nilai indeks tertinggi bermakna sebagai area yang paling kasar. Selanjutnya nilai indeks ini diklasifikasikan sesuai dengan Rilley dkk (1999).

Slope adalah gradient dari dua titik ketinggian dalam suatu jarak tertentu. Unit slope dapat ditunjukkan dalam derajad atau persen. Slope dibentuk melalui modul Terrain pada perangkat lunak QGIS.

Pengukuran lapangan terhadap parameter-parameter morfologi dilakukan lakukan untuk validasi data DEM. Parameter tersebut adalah ketinggian tempat dan kemiringan lereng. Data diambil

dengan menggunakan GPS Garmin eTrex HCx dan CST Abney level. Data ini digunakan untuk validasi data ASTER GDEM di area penelitian. Data diambil pada area plot sampel dari masing-masing mata air. Terdapat 10 lokasi pengambilan data pada masing-masing plot sampel tersebut.

Data kualitas air bawah tanah diukur di lapangan dan laboratorium. Kualitas air bawah tanah diperoleh dari pengukuran sampel dari ke empat mata air tersebut. Parameter yang diukur adalah pH, DO, temperature, TDS, kekeruhan, dan Nitrat (NO3). Empat parameter pertama diukur secara langsung di lapangan dengan menggunakan pH meter OHAUS ST20, DO meter Lutron DO-5509, dan TDS meter Hanna Dist 1. Sampel kekeruhan dan Nitrat diambil dengan botol sampel dan dianalisis di laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Kota Yogyakarta. Data diukur sebanyak sepuluh kali pada musim basah dengan jarak satu hari. Data diambil antara tanggal 12 hingga 30 Desember 2015. Metode statistik deskribtif digunakan untuk menganalisis korelasi antara kondisi karst permukaan dengan data kualitas air bawah tanah.

HASIL DAN DISKUSI Fitur Karst Permukaan

(5)

dikarakterisasi dengan menggunakan data DEM. Hasil dari bagian ini diuraikan sebagai berikut.

Topographic Wetness Index

Topographic Wetness Index menghasilkan nilai rendah dan tinggi sebagai kondisi topografis permukaan. Nilai indeks yang rendah menunjukkan bagian atas dari suatu permukaan seperti puncak-puncak bukit. Area dengan nilai rendah merupakan titik asal dari terbentuknya aliran permukaan yang akan mengalir menuju bagian bawah yang lebih rendah.

Nilai tinggi menunjukkan area yang lebih rendah seperti kaki lereng dan dasar lembah serta telaga karst. Dasar uvala merupakan titik terrendah secara setempat yang terletak diantara perbukitan karst. Titik terrendah dari lembah akan menjadi telaga jika titik terrendah tersebut tertutup oleh endapan tanah. Lubang vertical seperti ponor menjadi tertutup dan air terkumpul pada tempat ini. Nilai TWI pada empat area tangkapan mata air dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Nilai TWI Dari Area Tangkapan Mata Air Amatan

No Mata air Maksimal Mean Mininimal

1 Mudal 13.80 6.49 4.75

2 Cerme 12.56 6.46 4.25

3 Kalicacahan 12.03 6.58 4.61

4 Sanglor 2 11.32 6.41 4.46

Sumber : analisis citra

Nilai TWI dari empat mata air amatan menunjukkan rentangan nilai antara 4.25 hingga 13.80. Nilai rerata terrendah berada di daerah Sanglor 2 dan rerata tertinggi terdapat di Kalicacahan. Area tangkapan mata air Mudal memiliki rentangan terbesar dibandingkan yang lainnya dengan nilai rerata yang rendah. Area tangkapan mata air Mudal memiliki lereng yang curam yang mengakibatkan nilai TWI yang tinggi, namun demikian area dengan nilai TWI rendah adalah lebih besar.

Sanglor 2 memiliki rentangan nilai TWI yang paling sempit. Hal ini berkaitan dengan adanya perbukitan karst dengan kelerangan rendah hingga sedang sebagai

fitur karst yang dominan. Area tangkapan mata air Cerme memiliki nilai TWI yang terrendah yang berkaitan dengan dataran yang luas pada area tangkapannya. Keterkaitan nilai TWI dengan kondisi lapangan dapat dilihat pada tabel 2

Berdasarkan pada tabel 2 dan hasil analisis citra menunjukkan bahwa area penelitian ini secara mayoritas berada pada level 1. Area yang berperan sebagai area tangkapan adalah lebih luas dari pada area yang berperan sebagai pengumpul dan pengatus air. Rentang nilai TWI dapat dilihat pada gambar 1.

(6)

lainnya. Sementara itu area tangkapan mata air Sanglor 2 merupakan area tangkapan yang paling komplek dan nilai TWI

sebagian besar tersebar pada rentang 8.5 hingga 11.5

Tabel 2. Kondisi lapangan dari nilai TWI

No. Nilai TWI Kondisi lapangan

1 < 8 Bagian atas perbukitan hingga puncak bukit 2 9 - 10 Bagian tengah lereng perbukitan

3 10 - 11 Lereng kaki perbukitan dan dataran melandai pada cekungan 4 11 – 13 Dasar cekungan

5 >13 Area sempit memanjang dan tempat akumulasi air. Sumber : Observasi lapangan

Gambar 1. Nilai TWI pada 4 Mata Air Amatan

Ruggedness Index

Ruggedness Index menunjukkan kekasaran permukaan area penelitian. Kekasaran permukaan dalam kasus ini didasarkan pada Hollaus dkk (2011). Nilai indeks menghitung kekasaran permukaan yang diakibatkan oleh fitur karst mayor, seperti perbukitan karst dan lembah karst. Hasil analisis dari data DEM ditunjukkan pada Tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa area tangkapan mata air Sanglor 2 memiliki rentangan nilai yang paling lebar dan rerata yang paling tinggi. Hal ini berarti bahwa area ini memiliki kekasaran permukaan tertinggi dibandingkan lainnya. Rentang nilai Ruggedness Index secara jelas dapat dilihat pada gambar 2. berikut.

Tabel 3. Ruggedness Index Pada 4 Area Tangkapan Mata Air Amatan

No Mata air Maksimal Mean Minimal

1 Mudal 79 10 33

2 Cerme 85 7 28

3 Kalicacahan 75 6 23

4 Sanglor 2 130 13 47

(7)

Gambar 2. Ruggedness Index Pada Empat Mata Air Amatan

Gambar 2 tersebut menunjukkan perbedaan antara kondisi area tangkapan mata air Sanglor 2 dengan Mudal, Cermem dan Kalicacahan secara signifikan. Topografi karst seperti perbukitan karst, dolin dan uvala nampak lebih jelas pada area ini. Haryono dan Day (2004) menyebut area ini sebagai karst polygonal. Mudal, Cerme dan Kalicacahan memiliki kemiripan kondisi, tetapi berbeda pada masing-masing nilai mean, minimal, dan maksimalnya. Nilai mean cenderung menurun dari area tangkapan mata air Mudal menuju Kalicacahan, dan kemudian meningkat pada mata air Sanglor 2.

Klasifikasi Rilley dkk (1999) menetapkan indeks kekasaran dari 0 – 80 sebagai “level”, 81 – 116 sebagai “nearly level” dan 117 – 161 sebagai “slightly rugged”. Sesuai dengan klasifikasi ini, nilai rerata indeks kekasaran permukaan seluruh area tangkapan mata air ini diklasifikasikan sebagai “level”, tetapi nilai maksimum dari indeks ini bervariasi. Nilai maksimum dari area tangkapan mata air Mudal dan Kalicacahan diklasifikasikan sebagai

“level”, Cerme sebagai “nearly level” dan Sanglor 2 sebagai “Slightly Rugged”. Terkait dengan pencemaran air bawah tanah, kondisi yang paling kasar adalah yang paling rentan. Sesuai dengan pernyataan tersebut, maka Sanglor 2 memiliki potensi tertinggi terhadap pencemaran air bawah permukaan.

Slope

Pengukuran slope dari DEM dalam penelitian ini dikategorikan ke dalam persen. Slope dari masing-masing area tangkapan ditunjukkan pada Tabel 4 berikut ini.

(8)

Tabel 4. Nilai Slope Dari Empat Area Tangkapan Mata Air Amatan

No Mata air Maksimal Mean Minimal

1 Mudal 42.88 14.01 0

2 Cerme 68.77 10.76 0

3 Kalicacahan 43.73 6.39 0

4 Sanglor 2 63.53 11.67 0

Sumber : Analisis citra

Gambar 3. Rentang Nilai Slope Dari Empat Mata Air

Berdasar pada Gambar 3 di atas Nampak bahwa area tangkapan mata air cerme adalah area yang memiliki kelerengan paling curam. Kemiringan lereng yang paling curam terdapat pada mata air Cerme dengan nilai 68.77% yang terdapat di bagian timur area tangkapan dan sekaligus merupakan sebuah lereng telaga. Area tangkapan mata air Cerme memiliki rentangan nilai slope terbesar yang berarti area ini memiliki kemiringan lereng yang paling bervariasi. Area tangkapan mata air Sanglor 2 memiliki kemiripan dengan area tangkapan mata air Cerme, namun nilai maksimal mata air ini lebih rendah dari mata air Cerme. Sementara itu nilai rerata slope area tangkapan mata air Kalicacahan adalah yang terrendah dibandingkan lainnya, namun rentangan nilai slope memiliki kemiripan dengan rentangan slope mata air Mudal.

Nilai slope yang curam pada umumnya terletak pada lereng perbukitan dan bentukan structural. Lereng curam yang berada pada sisi perbukitan karst membentuk bentukan membulat, sementara itu yang berada pada patahan membentuk alur memanjang. Lereng melandai dan datar terdapat pada dasar-dasar lembah cekungan karst. Beberapa bagian area ini menjadi area pertanian, semak, dan telaga karst. Kualitas Air Bawah Tanah

Kualitas air bawah tanah diukur melalui pengukuran lapangan dan laboratorium. Kualitas air ini ditunjukkan sebagai parameter pH, DO, temperature, TDS, kekeruhan dan Nitrat (NO3). Hasil pengukuran lapangan ditunjukkan pada tabel 5 berikut.

(9)

Tabel tersebut menunjukkan perbedaan karakteristik dari masing-masing sampel mata air . Mata air Cerme memiliki nilai tertinggi pada pH, kekeruhan, dan DO, tetapi terrendah pada TDS dan temperature.

Kalicacahan memiliki nilai tertinggi pada TDS, temperatur, dan nitrat tetapi terrendah pada kekeruhannya. Fluktuasi nilai TDS dan temperatur memiliki kemiripan trend pada seluruh mata air.

Tabel 5. Nilai Rerata Kualitas Air Yang Diukur Pada Empat Mata Air Amatan

No Mata air pH TDS Temp Nitrat Kekeruhan DO

1 Mudal 7.41 364.7 27.16 7.46 9.60 2.77

2 Cerme 7.98 331.6 26.69 5.62 10.50 3.01

3 Kalicacahan 7.46 374.0 27.80 10.43 1.00 2.72

4 Sanglor 2 7.46 355.3 27.54 5.61 1.14 2.54

Sumber: pengukuran lapangan dan laboratorium Keterkaitan Fitur Karst Permukaan Dengan Kualitas Air Bawah Tanah

Keterkaitan antara kondisi karst permukaan dengan kualitas air bawah tanah diketahui dengan uji korelasi. Uji korelasi tersebut menunjukkan variasi kekuatan

antara parameter-parameter fitur karst permukaan dengan kualitas air. Beberapa parameter menunjukkan korelasi yang kuat sementara lainnya lemah. Korelasi nilai TWI dengan parameter kualitas air dapat dilihat pada gambar 4 berikut.

Gambar 4. Korelasi Nilai TWI Dengan Parameter Kualitas Air

Nilai TWI memiliki korelasi yang positif terhadap parameter TDS, temperature, dan nitrat. Korelasi terkuat terjadi pada parameter nitrat sedangkan korelasi terhadap parameter temperatur dan DO lemah. Korelasi negative terjadi terhadap parameter pH dan kekeruhan,

(10)

Gambar 5. Korelasi Ruggedness Index Terhadap Parameter Kualitas Air

Sebagaian besar korelasi antara Ruggedness Index terhadap seluruh parameter adalah negative kecuali pada parameter pH. Korelasi antara nilai Ruggedness Index terhadap pH bersifat positif tetapi memiliki kekuatan yang

lemah. Korelasi terkuat adalah antara Ruggedness Indes terhadap parameter nitrat dengan arah yang negative. Korelasi antara kelerengan terhadap parameter kualitas air bawah tanah dapat dilihat pada gambar 6 berikut.

Gambar 6. Korelasi Kemiringan Lereng Dengan Parameter Kualitas Air

Kemiringan lereng memiliki korelasi negative terhadap pH, TDS, temperature, dan nitrat. Korelasi positif terjadi pada parameter kekeruhan dan DO. Seluruh korelasi memiliki kekuatan yang lemah dengan korelasi yang terkuat adalah pada parameter nitrat.

Nitrat adalah parameter kualitas air bawah tanah yang menunjukkan korelasi

(11)

cekungan karst yang datar, dengan permukaan yang rata. Hal ini sesuai dengan kondisi area yang banyak untuk aktifitas pertanian pada lahan karst.

KESIMPULAN

Fitur karst permukaan dapat dianalisis melalui data penginderaan jauh. Berdasar pada analisis tersebut, area tangkapan mata air Sanglor 2 adalah merupakan area yang paling kompleks dengan didasarkan pada parameter TWI, Ruggedness Index, dan Slope. Karakteristik area tangkapan Mudal dan Cerme memiliki kemiripan pada parameter TWI. Sedangkan jika didasarkan pada karakteristik Ruggedness Index kemiripan karakteristik terjadi pada area tangkapan Mudal, Cerme dan Kalicacahan. Analisis parameter Slope menunjukkan bahwa area tangkapan Mudal dan Kalicacahan adalah memiliki kemiripan sedangkan Cerme mirip dengan area tangkapan Sanglor 2.

Analisis fitur permukaan karst berbasis pada data DEM menunjukkan korelasi terhadap parameter kualitas air dalam arah yang positif dan negatif. Nitrat adalah parameter kualitas air dengan kekuatan korelasi yang terkuat pada seluruh mata air amatan. TWI memiliki korelasi positif terhadap nitrat, sedangkan Ruggedness Index dan Slope berkorelasi negatif.

PERNYATAAN

Penelitian ini adalah bagian dari penelitian Dissertasi penulis di Jurusan Geografi, Universitas Gadjah Mada. Terimakasih tak terhingga kepada Prof. Dr. Totok Gunawan, M.S. sebagai promotor, Drs. Projo Danoedoro, M.Sc., Ph. D. dan Dr. Eko Haryono, M.Si. sebagai co-promotor dalam studi ini.

DAFTAR PUSTAKA

B.D. Lindsey, B.G. Katz, M.P. Berndt, A.F. Ardis, and K.A. Skach, 2010.

“Relation between sinkhole density and anthropogenic contaminants in selected carbonate aquifers in the eastern United States,” Environ Earth Sci., Vol. 60, pp. 1073-1090, DOI 10.1007/s12665-009-0525-9.

D. Ford and P. Williams, 2007. “Karst

Hydrogeology and Geomorphology,”

John Wiley & Sons Ltd., England

D. Mulyanto and Surono, 2009. “Pengaruh

topografi dan kesarangan batuan karbonat terhadap warna tanah pada jalur Baron-Wonosari Kabupaten Gunungkidul DIY,” Forum Geografi, Vol. 23, No. 2, pp. 181 – 195,

E. Haryono and M. Day, 2004. “Landform

differentiation within the

Gunungkidul kegel karst Java

Indonesia,” Journal of Cave and Karst Studies, Vol. 66, No. 2, pp. 62-69

M. Hollaus, C. Aubrecht, B. Hofle, K. Steinnocher, and W. Wagner, 2011.

(12)

N. Goldscheider, D. Drew, and S. Worthington, 2007. “Methods in

Karst Hydrogeology,” Taylor & Francis, London,

O. Bonacci, 2009. “Karst landscape

ecohydrology,” Paper: A02,

International Symposium on Water

Management and Hydraulic

Engineering, Macedonia

O.A.C. Junior, R.F. Guimaraes, D.R. Montgomery, and A.R. Gillespie, R.A.T. Gomes, E.S. Martins, N.C. Silva., 2014. “Karst depression using

ASTER, ALOS/PRISM and SRTM-Derived digital elevation models in the Bambui Group Brazil,” Remote Sensing, Vol. 6, pp. 330-351, DOI:10.3390/rs6010330,

S.J. Riley, S.D. DeGloria, and R. Elliot, 1999. “A Terrain ruggedness index

that quantifies topographic

heterogeneity,” Intermountain

Journal of Sciences, Vol. 5, No. 1-4, pp. 23-27

Gambar

Tabel 1. Nilai TWI Dari Area Tangkapan Mata Air Amatan Mata air Maksimal Mean
Gambar 1. Nilai TWI pada 4 Mata Air Amatan
Gambar 2. Ruggedness Index Pada Empat Mata Air Amatan
Tabel 4. Nilai Slope Dari Empat Area Tangkapan Mata Air Amatan Maksimal 42.88
+3

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS KUALITAS HIDUP PENGGUNAAN GABAPENTIN DIBANDINGKAN DENGAN PREGABALIN TERHADAP NYERI NEUROPATIK DI POLI SYARAF RSUD PROVINSI NTB TAHUN 2019 Dengan sukarela menyetujui

 EMITEN  PROPERTI:  Jaya  Real  Property  (JRPT)  Bukukan  Marketing  Sales  Rp490  Miliar.  Emiten  properti  PT  Jaya  Real  Property  Tbk.  membukukan 

Senyawa glikosida sianogenik pada umbi singkong mengalami proses oksidasi oleh enzim linamarase maka akan dihasilkan glukosa dan asam sianida (HCN) yang ditandai

Pengaruh Asimetri Informasi terhadap Praktik Manajemen Laba pada Company Perbankan Publik yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.. Artikel yang Dipresentasikan

FEDMIN committees and Muslim community leaders. The vision of those centers was to produce future leaders for their own communities and for the region as a whole. They believed

Hasil analisis deskriptif ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki status gizi kurang, asupan bahan makanan yang dikonsumsi dalam keseharian dan

Didalam penjelasan Dokumen Pengadaan yang berisi gambar – konstruksi, ketentuan pelaksanaan bestek diharapkan Penyedia betul – betul teliti didal penjelasan

[r]