• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Berpikir Kritis Kebutuhan Elimin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Berpikir Kritis Kebutuhan Elimin"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda.

Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi.

Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi.

Eliminasi urin secara normal bergantung pada satu pemasukan cairan dan sirkulasi volume darah, jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan menurun. Pengeluaran urin juga berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal, yang mempengaruhi kuantitas, urin dan kandungan produk sampah didalam urin.

Tubuh mengeluarkan feses dan beberapa cairan dari tubuh. Pengeluaran feses melalui evakuasi usus besar biasanya menjadi sebuah pola pada usia 30 sampai 36 bulan.

Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah lima tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru yang menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau kurang waspada terhadap anak yang mengalami diare. Misalnya, pada sebagian kalangan masyarakat, diare dipercaya atau dianggap sebagai pertanda bahwa anak akan bertumbuh atau berkembang. Kepercayaan seperti itu secara tidak sadar dapat mengurangi kewaspadaan orang tua. sehingga mungkin saja diare akan membahayakan anak.

(2)

balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur. Data UNICEF memberitakan bahwa 1,5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare.

Angka tersebut bahkan masih lebih besar dari korban AIDS, malaria, dan cacar jika digabung. Sayang, di beberapa negara berkembang, hanya 39 persen penderita mendapatkan penanganan serius.

Diare disebabkan faktor cuaca, lingkungan, dan makanan. Perubahan iklim, kondisi lingkungan kotor, dan kurang memerhatikan kebersihan makanan merupakan faktor utamanya. Penularan diare umumnya melalui 4F, yaitu Food, Fly , Feces, dan Finger.

Oleh karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Sesuai data UNICEF awal Juni 2010, ditemukan salah satu pemicu diare baru, yaitu bakteri Clostridium difficile yang dapat menyebabkan infeksi mematikan di saluran pencernaan. Bakteri ini hidup di udara dan dapat dibawa oleh lalat yang hinggap di makanan.

Sepintas diare terdengar biasa dan sangat umum terjadi. Namun, ini bukan alasan untuk mengabaikannya, dehidrasi pada penderita diare bisa membahayakan dan ternyata ada beberapa jenis yang menular.Diare kebanyakan disebabkan oleh Virus atau bakteri yang masuk ke makanan atau minuman, makanan berbumbu tajam, alergi makanan, reaksi obat, alkohol dan bahkan perubahan emosi juga dapat menyebabkan diare, begitu pula sejumlah penyakit tertentu.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini terdiri dari dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, yang pembahasannya adalah antara lain:

1. Tujuan Umum

Untuk mempelajari proses eliminasi. Serta mengetahui dan mempelajari patofisiologi GE dan rasionalisasi dalam berpikir kritis dalam penulisan asuhan keperawatan pada masalah eliminasi dengan kasus GE / Gastroenteritis.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk memahami konsep pemenuhan kebutuhan eliminasi.

b. Untuk memahami anatomi fisiologi yang berperan dalam proses eliminasi. c. Untuk mampu menjelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi eliminasi. d. Mengetahui Patofisiologi dari Sistem eliminasi.

e. Untuk mengetahui tinjauan teoritis diare.

(3)

g. Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan pada anak dengan diare. h. Untuk mengetahui Intervensi keperawatan pada anak dengan diare. i. Untuk mengetahui Implementasi keperawatan pada anak dengan diare. j. Untuk mengetahui Evaluasi keperawatan pada anak dengan diare.

C. Manfaat Penulisan

(4)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Eliminasi

Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan, penyingkiran, penyisihan. Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Eliminasi pada manusia digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Eliminasi Alvi

Eliminasi Alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Menusia dapat melakukan buang air besar berapa kali dalam satu hari atau satu kali dalam berapa kali. Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga hanya beberapa kali saja dalam satu minggu atau dapat berkali- kali dalam satu hari, biasanya gangguan-gangguan tersebut diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat menjadi masalah yang lebih besar.

2. Eliminasi Urine

Eliminasi urine merupakan suatu proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

1. Sifat fisis air kemih, terdiri dari:

a) Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya.

b) Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.

c) Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya. d) Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.

e) Berat jenis 1,015-1,020.

f) Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).

2. Komposisi air kemih, terdiri dari:

(5)

b) Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan kreatinin.

c) Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat. d) Pagmen (bilirubin dan urobilin).

e) Toksin. f) Hormon.

B. Anatomi Fisiologi Eliminasi Fekal / Alvi

Produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat meneyebapkan masalah pada sistem gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya. Jadi peroses eliminasi tidak terlepas dari sistem pencernaan. Berikut adalah organ tubuh yang berperan dalam proses eliminasi fekal :

1. Mulut

Saluran pencernaan merubah zat-zat makanan secara mekanik dan kimiawi. Semua organ pencernaan bekerja sama untuk memastikan massa atau bolus dari makanan dapat menjangkau daerah penyerapan makanan dengan aman dan efektif.

Pencernaan secara mekanik dan kimiawi dimulai dari mulut. Gigi mengunyah makanan, memecahnya menjadi ukuran tertentu untuk ditelan. Sekresi saliva mengandung enzim seperti: ptialin yang memulai mencerna elemen makanan tertentu. Saliva mencairkan dan melembutkan bolus makanan yang ada di mulut agar lebih mudah ditelan.

2. Esofagus

(6)

10-40 mmHg, sedangkan tekanan lambung 5-10 mmHg. Tingginya tekanan biasanya menyebabkan refluks dari isi lambung ke esophagus. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan spinkter bagian bawah antara lain; antasid yang menurunkan refluks, dan makanan berlemak dan nikotin yang meninggikan refluks.

3. Lambung

Lambung adalah ruang yang berbentuk kantung yang mirip huruf ‘J’, yang terletak diantara esofagus dan usus halus. Lambung dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan perbedaan anatomis, histologist, dan fungsional, diantaranya yaitu ; fundus, dan antrum serta pilorus.

Fungsi terpenting pada lambung adalah menyimpan makanan yang masuk sampai disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan penyerapan yang optimal. Fungsi kedua lambung adalah untuk mensekresikan asam hidroklorida (HCL) dan enzim-enzim yang melalui pencernaan protein. Dalam lambung terdapat empat aspek motilitas lambung, yaitu :

1) Pengisisan lambung 2) Penyimpanan lambung 3) Pencampuran lambung 4) Pengosongan lambung

Tiga faktor terpenting ysng mempengaruhi pengosongan lambung adalah :

a. Lemak

Lemak merupakan perangsang terkuat untuk menghambat motilitas lambung sehingga apabila kita amati kecepatan pengosongan makanan yang sangat berlemak itu memakan waktu kurang lebih 6 jam dibandingkan dengan makanan yang mengandung karbohidrat dan protein itu mungkin telah meninggalkan lambung kurang lebih 3 jam yang lalu.

b. Asam lambung

(7)

c. Hipertonisitas

Pada pencernaan molekul protein dan kanji dilumen duodenum, dibebaskan sejumlah besar molekul asam amino dan glukosa. Apabila kecepatan penyerapan molekul-molekul asam amino dan glukosa tersebut tidak seimbang dengan kecepatan pencernaan protein dan karbohidrat maka molekul-molekul dalam jumlah besar tersebut tetap berada didalam kimus dan akan meningkat osmolaritas isi duodenum, apabila hal ini terus berlanjut maka secara refleks pengosongan lambung akan dihambat hingga proses penyerapan mengimbangi proses pencernaan.

4. Usus Halus

Selama proses pencernaan chyme meninggalkan lambung dan memasuki usus halus. Usus halus merupakan suatu saluran yang diameternya 2,5 cm dan panjangnya 6 m. Usus halus terdiri dari 3 bagian : duodenum, jejenum, ileum. Chyme tercampur dengan enzim pencernaan (seperti empedu dan amilase) ketika berjalan melewati usus halus. Segmentasi (berganti-gantinya kontraksi dan relaksasi dari otot polos) mengaduk chyme untuk selanjutnya memecah makanan untuk dicerna ketika chyme diaduk, gerakan peristaltik berhenti sementara agar absorpsi terjadi. Chyme berjalan dengan lambat di saluran cerna untuk diabsorpsi. Banyak makanan dan elektrolit yang diabsorpsi di usus halus. Enzim dari pankreas (amilase) dan empedu dari kandung empedu. Usus memecah lemak, protein dan karbohidrat menjadi elemen-elemen dasar. Hampir seluruh makanan diabsorpsi oleh duodenum dan jejenum. Ileum mengabsorpsi beberapa vitamin, zat besi dan garam empedu. Jika fungsinya terganggu, proses pencernaan berubah secara drastis. Contoh : inflamasi, bedah caesar,atau obstruksi dapat mengganggu peristaltik, mengurangi ares absorpsi, atau memblok jalan chyme.

5. Usus Besar

Bagian bawah dari saluran gastrointestinal adalah usus besar (kolon) karena diameternya lebih besar dari usus halus. Bagaimanapun panjangnya antara 1,5-1,8 cm adalah lebih pendek. Usus besar terbagi atas caecum, kolon, dan rektum. Ini adalah organ penting dari eliminasi fekla :

(8)

Chyme yang diabsorpsi memasuki usus besar pada sekum melalui katup ileocecal, dimana lapisan otot sirkular mencegah regurgitasi (makanan kembali ke usus halus).

b) Kolon

Chyme yang halus ketika memasuki kolon volume airnya berkurang. Kolon terdiri dari ascending, transverse, descending, & sigmoid. Kolon mempunyai 4 fungsi ; absorpsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Sejumlah besar air dan sejumlah natrium dan clorida diabsorpsi setiap hati. Ketika makanan berjalan melalui kolon, terjadi kontraksi Haustral. Ini sama dengan kontraksi segmental dari usus halus, tetapi lebih lama hingga mencapai 5 manit. Kontraksi menghasilkan pundi-pundi besar di dinding kolon yang merupakan area untuk absorpsi.

Air dapat diabsorpsi oleh kolon dalam 24 jam, rata-rata 55 mEq dari natrium dan 23 mEq dari klorida diabsorpsi setiap hari. sejumlah air yagn diamsorpsi dari chyme tergantung dari kecepatan pergerakan kolon. Chyme biasanya lembut, berbentuk massa. Jika kecepatan kontraksi peristaltik cepat (abnormal) berarti ada kekurangan waktu untuk mengabsorpsi air dan feses menjadi encer. Jika kontraksi peristaltik lambat, banyak air yang diabsorpsi dan terbentuk feses yang keras sehingga menyebabkan konstipasi.

Kolon memproteksi dirinya sendiri dengan mengeluarkan sejumlah mucous. Mucous biasanya bersih sampai buram dengan konsistensi berserabut. Mucous melumasi kolon, mencegah trauma pada dinding dalam. Pelumas adalah sesuatu yagn penting di dekat distal dari kolon dimana bagiannya menjadi kering dan keras.

Fungsi sekresi dari kolon membantu dalam keseimbanan elektrolit. Bicarbonat disekresi untuk pertukaran clorida. Sekitar 4-9 mEq natrium dikeluarkan setiap hari oleh usus besar. Berubahnya fungsi kolon dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.

(9)

C. Proses Perkemihan Dan Defekasi 1. Peroses Defekasi

Bila bahan fecal memasuki rectum maka dinding rectum akan teregang dan menimbulkan imfuls aferens yg disalurkan melalui fleksus mienterikus dan menimbulkan gelombang peristaltik dikolon desenden, sigmoid yang mendorong bahan fekal melalui anus. Bila gelombang peristaltik sampai dianus, spingter ani eksternus dihambat (reseftve relaxation) dan bila spingter ani eksternus melemas terjadi tindakan defekasi. Tetapi refleks ini sangat lemah yg harus diperkuat oleh refleks lain yang meliputi segmen sakral medula spinalis.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Eliminasi

Setiap orang memiliki keibasaan eliminasi yang berbeda-beda. Ada yang menghambat ada juga yang memperlancar. Semua itu di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu.

a. Faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal 1) Umur

Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun.

Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.

2) Diet

(10)

Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.

3) Cairan

Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.

4) Tonus Otot

Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi. Aktivitasnya juga merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chyme sepanjang colon. Otot-otot yang lemah sering tidak efektif pada peningkatan tekanan intraabdominal selama proses defekasi atau pada pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari berkurangnya latihan (exercise), imobilitas atau gangguan fungsi syaraf.

5) Faktor Psikologi

Dapat dilihat bahwa setres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.

6) Gaya Hidup

(11)

digunakan pada pola defekasi yang ireguler. Ketersediaan dari fasilitas toilet, kegelisahan tentang bau, dan kebutuhan akan privacy juga mempengaruhi pola eliminasi feses. Klien yang berbagi satu ruangan dengan orang lain pada suatu rumah sakit mungkin tidak ingin menggunakan bedpan karena privacy dan kegelisahan akan baunya.

7) Obat–obatan

Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi.

Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare.

8) Prosedur Diagnostik

Prosedur diagnostik tertentu, seperti sigmoidoscopy, membutuhkan agar tidak ada makanan dan cairan setelah tengah malam sebagai persiapan pada pemeriksaan, dan sering melibatkan enema sebelum pemeriksaan. Pada tindakan ini klien biasanya tidak akan defekasi secara normal sampai ia diizinkan makan.

Barium (digunakan pada pemeriksaan radiologi) menghasilkan masalah yagn lebih jauh. Barium mengeraskan feses jika tetap berada di colon, akan mengakibatkan konstipasi dan kadang-kadang suatu impaksi.

9) Anastesi Dan Pembedahan

Anastesi umum menyebabkan pergerakan colon yang normal menurun dengan penghambatan stimulus parasimpatik pada otot colon. Klien yang mendapat anastesi lokal akan mengalami hal seperti itu juga.

(12)

usus yang mencerminkan otilitas intestinal adalah suatu hal yang penting pada manajemen keperawatan pasca bedah.

10) Nyeri

Klien yang mengalami ketidaknyamanan defekasi seperti pasca bedah hemorhoid biasanya sering menekan keinginan untuk defekasi guna menghindari nyeri. Klien seperti ini akan mengalami konstipasi sebagai akibatnya.

11) Iritan

Zat seperti makanan pedas, toxin baklteri dan racun dapat mengiritasi saluran intestinal dan menyebabkan diare dan sering menyebabkan flatus.

12) Gangguan Syaraf Sensorik Dan Motorik

Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisamembatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkter ani.

D. Patofisologi Eliminasi

Setiap orang beresiko mengalami masalah eliminasi, berikut adalah jenis-jenis penyakit yang timbul akibat gangguan eliminasi:

1. Patofisiologi eliminasi fekal

Banyak yang mengalami atau beresiko mengalami masalah eliminasi akibat sterees emosional, perubahan fisiologi pada saluran GI, perubahan struktur usus melalu pembedahan, perogram terapi lain dan gangguan yang mengganggu defekasi. Berikut ini adalah beberapa masalah eiminasi fekal.

a. Konstipasi

(13)

kotoran yang sulit dan meningkatnya usaha atau tegangan dari otot-otot volunteer pada proses defekasi Ada banyak penyebab konstipasi :

1) Kebiasaan buang air besar yang tidak teratur

Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah kebiasaan b.a.b yang tidak teratur. Refleks defekasi yang normal dihambat atau diabaikan, refleks-refleks ini terkondisi untuk menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan, keinginan untuk defekasi habis.

Anak pada masa bermain bisa mengabaikan refleks-refleks ini ; orang dewasa mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan.

Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu menggunakan bedpan atau karena proses defekasi yang sangat tidak nyaman. Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk menghindari konstipasi adalah membiasakan b.a.b teratur dalam kehidupan.

2) Penggunaan laxative yang berlebihan

Laxative sering digunakan untuk menghilangkan ketidakteraturan buang air besar. Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek yang sama dengan mengabaikan keinginan b.a.b – refleks pada proses defekasi yang alami dihambat. Kebiasaan pengguna laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat, sejak mereka mengalami efek yang semakin berkurang dengan penggunaan yang terus-menerus (toleransi obat).

3) Peningkatan stres psikologi

Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara diare dan konstipasi.

4) Ketidaksesuaian diet

(14)

proses defekasi. Makan rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di saluran cerna. Meningkatnya asupan cairan dengan makanan seperti itu meningkatkan pergerakan makanan tersebut.

5) Obat-obatan

Banya obat menyebabkan efek samping kponstipasi. Beberapa di antaranya seperti ; morfiin, codein, sama halnya dengan obat-obatan adrenergik dan antikolinergik, melambatkan pergerakan dari colon melalui kerja mereka pada sistem syaraf pusat. Kemudian, menyebabkan konstipasi yang lainnya seperti: zat besi, mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang.

6) Latihan yang tidak cukup

Pada klien yang pada waktu yang lama otot secara umum melemah, termasuk otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi. Secara tidak langsung kurangnya latihan dihubungkan dengan kurangnya nafsu makan dan kemungkinan kurangnya jumlah serat, yang penting untuk merangsang refleks pada proses defekasi.

7) Umur

Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada orang tua turut berperan menyebabkan defekasi.

8) Proses penyakit

Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi, beberapa di antaranya obstruksi usus, nyeri ketika defekasi berhubungan dengan hemorhoid, yang membuat orang menghindari defekasi; paralisis, yang menghambat kemapuan klien untuk buang air besar; terjadinya peradangan pelvik yang menghasilkan paralisis atau atoni pada usus.

(15)

intratorakan dan intrakranial. Pada beberapa tingkatan, tingkatan ini dapat dikurangi jika seseorang mengeluarkan napas melalui mulut ketika regangan terjadi. Bagaimanapun, menghindari regangan merupakan pencegahan yang terbaik.

b. Impaksi Feses

Impaksi feses dapat didefenisikan sebagai suatu massa atau kumpulan yang mengeras, feses seperti dempul pada lipatan rektum. Impaksi terjadi pada retensi yang lama dan akumulasi dari bahan-bahan feses. Pada impaksi yagn gawat feses terkumpul dan ada di dalam colon sigmoid. Impaksi feses ditandai dengan adanya diare dan kotoran yagn tidak normal. Cairan merembes keluar feses sekeliling dari massa yang tertahan. Impaksi dapat juga dinilai dengan pemeriksaan digital pada rektum, selama impaksi massa yang mengeras sering juga dapat dipalpasi.

Diare yang bersama dengan konstipasi, termasuk gejala yang sering tetapi tidak ada keinginan untuk defekasi dan nyeri pada rektum. Hadirnya tanda-tanda umum dari terjadinya penyakit ; klien menjadi anoreksia, abdomen menjadi regang dan bisa juga terjadi muntah.

Penyebab dari impaksi feses biasanya kebiasaan buan gair besar yang jarang dan konstipasi. Obat-obat tertentu juga berperan serta pada impaksi. Barium digunakan pada pemeriksaan radiologi pada saluran gastrointestinal bagian atas dan bawah dapat menjadi faktor penyebab, sehingga setelah pemeriksaan ini hasil pengukuran diperoleh untuk memastikan pergerakan barium.

Pada orang yang lebih tua faktor-faktor yang beragam dapat menyebabkan impaksi; asupan cairan yang kurang, diet yang kurang serat, rendahnya aktivitas, melemahnya tonus otot.

Pemeriksaan digital harus dilakukan dengan lembut dan hati-hati karena perangsangan pada nervus vagus di dinding rektum dapat memperlambat kerja jantung pasien.

c. Diare

(16)

mengurangi waktu untuk usus besar mereabsorbsi air dan elektrolit. Sebagian orang mengeluarkan kotoran dengan frekuensi yang meningkat, tetapi bukan diare, dikatakan diare jika kotoran tidak berbentuk dan cair sekali. Pada orang dengan diare dijumpai kesulitan dan ketidakmungkinan untuk mengontrol keinginan defekasi dalam waktu yang lama.

Diare dengan ancaman tidak terkontrolnya buang air besar merupakan sumber dari perhatian dan rasa malu. Sering, spasmodik dan kram abdomen yang sangat sakit berhubungan dengan diare. Kadang-kadang klien mengeluarkan darah dan lendir yang banyak ; mual dan muntah juga bisa terjadi. Pada diare persisten,secara umum bisa terjadi perluasan iritasi pada daerah anus ke daerah perineum dan bokong. Fatique, kelemahan, malaise dan berat badan yang berkuran gmerupakan dampak dari diare yang berkepanjangan.

Ketika penyebab diare adalah iritasi pada saluran intestinal, diare diperkirakan sebagai mekanisme pembilasan sebagai perlindungan. Itu bisa menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit dalam tubuh, bagaimanapun, itu bisa berkembang menjadi sesuatu yang menakutkan dalam waktu yang singkat, terutama pada bayi dan anak kecil.

Tabel: hal yang sering menjadi penyebab diare

8. Penyakit pada kolon 9. Sindrom malabsorpsi

 Peningkatan pergerakan intestinal dan sekresi mukus

 Inflamasi dan infeksi pada mukosa mengarah pada pertunbuhan yang berlebih dari mikroorganisme yang normal pada intestinal

 Iritasi pada mukosa intestinal  Iritasi pada mukosa intestinal

 Pencernaan makan dan minuman yang inkomplit

 Peningkatan pergerakan intestinal dan sekresi mukus

 Mengurangi absorpsi cairan

(17)

10. Penyakit Chrohn

d. Fecal Inkontinesia

Inkontinen berhubungan dengan berkurangnya kemampuan voluntar untuk untuk mengontrol feses dan keluarnya gas melalui spinkter ani. Inkontinen bisa juga terjadi pada waktu yagn spesifik, seperti setelah makan, atau bisa juga terjadi ireguler.

Fecal inkontinen secara umum berhubungan dengan terganggunya fungsi spinkter ani atau suplai syarafnya, seperti pada beberapa penyakit neuromuskular, trauma sumsum tulang belakang, dan tumor pada otot spinkter ani external.

Fecal inkontinen merupakan suatu masalah distres emosional yang akhirnya dapat mengarah pada isolasi sosial.

Orang-orang yang menderita ini menarik diri ke dalam rumah mereka atau jika di rumah sakit mereka menarik diri ke batas dari ruangan mereka untuk meminimalkan rasa malu berhubungan dengan ketidakbersihan diri. Fecal inkontinen asam mengandung enzim-enzim pencernaan yang sangat mengiritasi kulit, sehingga daerah di sekitar anus harus dilindungi dengan zinc oksida atau beberapa salap pelindung lainnya. Area ini juga harus dijaga tetap bersih dan kering.

e. Flatulence

Udara atau gas di saluran gastrointestinal disebut flatus.

Ada 3 sebab utama flatus :

1) Kerja dari bakteri dalam chyme di usus besar 2) Udara yang tertelan

3) Gas yang berdifusi dari pembuluh darah ke dalam intestinal

(18)

timpanites. Jumlah udara yang besar dan gas-gas lainnya juga dapat berkumpul di perut, dampaknya pada distensi gaster.

Pada orang dewasa biasanya terbentuk 7-10 liter flatus pada ususba besar setiap 24 jam. Gas-gas tersebut termasuk ; CO2, H2, N2. Beberapa gas yang ditelan sebagian besar dihembuskan melalui mulut dengan erutcation (bersendawa). Gas-gas yang terbentuk pada usus besar sangat sedikit diabsorbsi, melalui kapiler-kapiler intestinal ke dalam sirkulasi. Flatulence dapat terjadi pada colon, bagaimanapun bisa juga dari beragam penyebab yang lain seperti ; pembedahan abdomen, anastesi dan narkotika. Jika gas tidak dapat dikeluarkan dari anus mungkin penting untuk memasukkan sebuah rectal tube atau menyediakan suatu enema yang dapat mengalirkan kembali untuk menggerakkan gas tersebut.

Penyebab umum dari flatulence dan distensi adalah konstipasi. Codein, barbiturat dan obat-obat lain yang dapat menurunkan motilitas intestinal dan tingkat kecemasan sehubungan dengan besarnya jumlah udara yang tertelan. Sebagian besar orang mempunyai pengalaman dengan flatilence dan distensi setelah memakan makanan tertentu yang mengandung gas seperti kacang buncis, kol.

(19)

f. Hemorhoid

Hemorhoid sering juga disebut wasir, yaitu adanya pelebaran pembuluh darah vena di anus, dapat terjadi secara internal dan eksternal. Internal terjadi pada canal anus, dimana venanya berada. Eksternal hemorhoid prolapsus melalui pembukaan anus dan dapat dilihat di sana. Hemorhoid dapat terjadi dari dampak meningkatnya tekanan pada daerah anus, sering terjadi karena konstipasi kronik, peregangan selama defekasi, kehamilan dan obesitas.

Beberapa hemorhoid tidak mempunyai gejala, pada lainnya dapat juga menyebabkan nyeri, gatal-gatal, dan kadang-kadang perdarahan. Hemorhoid sering diobati secara konservatif dengan astringent (menciutkan jaringan) dan anastesi lokal (untuk mengurangi nyeri). Kotoran yang lebih lunak bisa mengurangi iritasi selama defekasi. Pada beberapa kasus hemorhoid dibuang dengan pembedahan.

E. Pengertian dan Patofisiologi Gastroentritis

1.

Pengertian Diare

Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.

Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.

Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.

(20)

Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu, berlangsung kurang dari 14 hari, dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir dan darah.

b. Diare Persisten

Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.

c. Diare kronis

Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.

2. Patofisiologi Diare

Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor di antaranya pertama faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus meneyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.

Kedua faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.

Ketiga faktor makanan, ini terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare. Keempat, faktor psikologis dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare (Hidayat, 2006:12).

3. Etiologi

(21)

Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).

a. Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.

b. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.

c. Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.

d. Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).

4. Manifestasi klinis

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul).

Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

(22)

5. Pemeriksaan Diagnostik

a.

Pemeriksaan tinja.

b.

Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup, bila memungkinkan.

c.

Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.

d.

Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik.

6. Penatalaksanaan

Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam mengatasi pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau oral rehidration solution (ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan. Pemberian ini segera apabila gejala diare sudah mulai timbul dan kita dapat melakukannya sendiri di rumah. Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru dilakukan setelah gejala dehidrasi nampak.

Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit secara intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau dengan kata lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada sebagian masyarakat yang enggan untuk merawat-inapkan penderita, dengan berbagai alasan, mulai dari biaya, kesulitam dalam menjaga, takut bertambah parah setelah masuk rumah sakit, dan lain-lain. Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan respon time untuk mengatasi masalah diare semakin lama, dan semakin cepat penurunan kondisi pasien kearah yang fatal.

Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain ORS. Apabila kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus penyebab diare dapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease).

Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia lamblia, Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional, artinya antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman.

(23)

7. Komplikasi

Menurut Broyles (1997) komplikasi diare ialah: dehidrasi, hipokalemia, hipokalsemia, disritmia jantung (yang disebabkan oleh hipokalemia dan hipokalsemia), hiponatremia, dan shock hipovolemik.

F. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer at al, 1996). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu, sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktek keperawatan dari ANA (American Nursing Association). (Nursalam, 2001.Hal : 17)

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, pemeriksaan fisik. Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah:

1. Identitas klien.

2. Riwayat keperawatan.

a. Awalan serangan: Awalnya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat,nafsu makan kurang kemudian timbul diare.

b. Keluhan utama: Feces semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.

3. Riwayat kesehatan masa lalu.

(24)

Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.

5. Kebutuhan dasar.

a. Pola eliminasi: akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.

b. Pola nutrisi: diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien.

c. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.

d. Pola hygiene: kebiasaan mandi setiap harinya.

e. Aktivitas: akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.

6. Pemerikasaan fisik.

a. Pemeriksaan psikologis: keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat.

b. Pemeriksaan sistematik :

1) Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.

2) Perkusi : adanya distensi abdomen. 3) Palpasi : Turgor kulit kurang elastic. 4) Auskultasi : terdengarnya bising usus. c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang.

d. Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.

e. Pemeriksaan penunjang.

f. Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.

(25)

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (A. Carpenito, 2000. (Nursalam. 2001. Hal : 35 ).

NANDA menyatakan bahwa bahwa diagnosa keperawatan adalah “keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual dan potensial sebagai, dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat”.

Diagnosa yang mungkin muncul :

a. Defisit volume cairan b.d kehilangan cairan secara aktif. b. Resiko kerusakan integritas b.d ekresi atau BAB sering.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake makanan.

d. Ansietas b.d perubahan status kesehatan

3. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan diartikan sebagai rencana tindakan keputusan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuannya terpenuhinya kebutuhan pasien.

Perencanaan meliputi beberapa tahap yaitu : a. Menentukan prioritas masalah.

Masalah yang perlu segera dipecahkan mendapat prioritas utama. Pertimbangan untuk menentukan prioritas masalah adalah :

1) Prioritas tertinggi diberikan kepada masalah kesehatan yang mengancam kehidupan dan keselamatan pasien.

2) Masalah yang sedang dihadapi diberi perhatian lebih dahulu daripada masalah yang mungkin (potensial).

(26)

3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake makanan.

4) Ansietas b.d perubahan status kesehatan b. Menentukan Tujuan atau Kriteria Hasil

Tujuan keperawatan hasil yang ingin dicapai dari asuhan keperawatan yang direncanakan.

c. Menentukan Rencana Tindakan

Penyusunan rencana tindakan harus secara jelas dan singkat rencana tindakan itu sendiri adalah langkah menentukan tindakan keperawatan yang akan dilakukan oleh perawat dalam rangka menolong pasien untuk mencapai suatu tujuan keperawatan.

d. Rasional

Merupakan dasar atau landasan dari tindakan keperawatan yang dilaksanakan pada pasien masalah tersebut diatas maka prioritas, tujuan kriteria hasil dan rasionalisasi dari diare.

e. Rencana Asuhan Keperawatan

1. Dx.1 Defisit volume cairan b.d kehilangan kehilangan volume cairan secara aktif.

Tujuan: Kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan frekuensi BAB dalam batas normal

1) Mengukur TTV

2) Mengkaji keadaan umum ps 3) Memberikan cairan lewat infus 4) Mengukur balance cairan 5) Mengkaji BAB

6) Menimbang popok 7) Mengukur bising usus

2. Dx.2 : Resiko Kerusakan integritas kulit b.d ekresi atau BAB sering. Tujuan : Kebutuhan integrasi kulit terpenuhi dengan perkusi jaringan baik 1) Menganjurkan pasien menggu nakan pakaian yang longgar

2) Menghindari kerutan pada tempat tidur

3) Menjaga kebersihan kulit pasien agar tetap bersih dan kering 4) Memonitor kulit akan adanya kemerahan

(27)

3. Dx.3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake makanan.

Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

1) Mengkaji apakah ada alergi makanan

2) Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

3) Menganjurkan kepada pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C 4) Memonitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori pasien

5) Memonitoring BB pasien

6) Memonitoring kegiatan atau aktivitas pasien 7) Memonitoring turgor kulit

8) Memonitoring adanya muntah dan mual

9) Mencatat adanya edema, hiperemik, hipertonik papilla lidah dan cavitas oral

4. Implementasi

Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang telah direncanakan sebelumnya.

Diagnosa Implementasi Evaluasi (data

subjektif dan data objektif ) Defisit volume cairan b.d

kehilangan cairan secara aktif.

 Mengukur TTV

 Mengkaji keadaan umum ps  Memberikan cairan lewat

 Memonitor kulit akan adanya kemerahan

 Mengoleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah

Data subjektif:

(28)

yang tertekan

 Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

 Menganjurkan kepada pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

 Memonitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori pasien  Memonitoring BB pasien  Memonitoring kegiatan atau

aktivitas pasien

 Memonitoring turgor kulit  Memonitoring adanya muntah

dan mual

 Mencatat adanya edema, hiperemik, hipertonik papilla lidah dan cavitas oral

Data subjektif:

Data objektif:

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan sejauhmana tujuan tersebut tercapai. Bila ada yang belum tercapai maka dilakukan pengkajian ulang, kemudian disusun rencana, kemudian dilaksanakan dalam implementasi keperawatan lalau dievaluasi, bila dalam evaluasi belum teratasi maka dilakukan langkah awal lagi dan seterusnya sampai tujuan tercapai.

Yang perlu di evaluasi pada penderita diare adalah:

a. Kebutuhan cairan bisa terpenuhi dan tanda – tanda dehidrasi tidak muncul b. Kebutuhan integrasi kulit terpenuhi atau tidak

(29)

BAB III

KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan Gastroenteritis 1. Pengkajian

a. Identitas Pasien Nama Anak : Arya

Umur : 4 bulan

Jenis kelamin : laki-laki

Alamat : Kulim Jalan Harapan Raya Tanggal Masuk : 23 oktober 2012

Diagnosa medis : gastroenteritis

(30)

Umur : 35 tahun Pekerjaan : wiraswasta Pendidikan : SMA Suku bangsa : sunda

Alamat : Kulim Jalan Harapan Raya

Nama Ibu : Ny. Novi

Umur : 31 tahun

Pekerjaan : wiraswasta Pendidikan : SMA Suku bangsa : sunda

Alamat : Kulim Jalan Harapan Raya

b. Keluhan Utama

Alasan masuk dengan keluhan BAB berlendir sudah 4 hari yang lalu. BAB yang sedikit tapi sering sekitar 7-8 kali perhari. Pasien masuk via IGD Rujukan dr. Arya Bunda.

c. Keadaan Umum

Tingkat kesadaran compos mentis, panjang badan 65 cm, BB 6 kg, LILA 35 cm, lingkar kepala 6 cm, TTV: Suhu: 38,50 C, Nadi 140 x/menit, RR 46 x/menit, keluhan lain BAB berlendir dan berdarah serta encer.

d. Riwayat Kesehatan

Keluhan utama BAB encer dan berlendir,sehari bisa 7-8 kali. Keluhan sudah ada 4 hari sebelum pasien masuk RS, faktor pencetus adalah alergi susu sapi. Pada riwayat kesehatan dahulu tidak ada penyakit berat dan tidak ada dioperasi, keluarga tidak ada penyakit menular atau keturunan.

(31)

Imunisasi belum lengkap, imunisasi yang didapat adalah BCG, DPT, Polio, imunisasi yang belum didapat adalah Campak, waktu imunisasi adalah sebelum dirawat di RS.

f. Psikososial

Hubungan dengan anggota keluarga anak sangat dekat dengan ayah dan ibunya. pasien tidak ada teman sebaya. karakter periang.

g. Riwayat Tumbuh Kembang

Motorik halus, motorik kasar, kognitif dan bahasa berkembang dengan baik.

h. Jenis Kebutuhan

1) Makanan, pada kondisi sehat makan teratur, makanan air tajin, 3x/ hari. selama sakit pasien tidak diperbolehkan minum susu sapi oleh dokter, intake inadekuat, mengisap puting susu lemah, ASI diberikan tidak adekuat, ibu jarang menyusui bayinya.

2) Cairan, selama sehat pasien minum susu teratur, selama sakit masukan oral sebayak 300cc dan pemasukan parenteral sebanyak 250 cc total 550 cc.

3) Eliminasi, selama sehat frekuensi BAK 5-6 kali perhari, warna kuning bening bau khas, jumlah 350- 400 cc/ hari. selama sakit frekuensi 6-7 kali perhari, warna kuning, bau khas, tidak terpasang kateter, ada tahana waktu BAK, px tampak mengedan saat BAK. BAB selama sehat 1 x / hari, konsistensi lembek, mengikuti bentuk kolon. warna dan bau tidak terkaji. waktu sakit BAB 7-8 x / hari dengan konsistensi encer, tidak mengikuti bentuk kolon, warna kuning kemerahan, bau amis, jumlah tidak terkaji, ada lendir dan darah, pasien tampak mengedan saat BAB dan meringis, tidak ada pemakaian laksatif. 4) Tidur, selama sehat pola tidur teratur, malam 9-10 jam, siang 1,5 jam, jumlah

jam tidur 11,5 jam. waktu sakit, pola teratur, malam 9-10 jam, siang 11,5 jam, 5) Kebutuhan bermain, waktu sehat, jenis permainan tepuk tangan frekuensi

sering jika pasien tidak bisa tidur, 16 menit tiap bermain, teman bermain ibu pasien. waktu sakit permainan sama.

(32)

1) kepala : lingkar kepala 6 cm, distribusi rambut hanya dibagian atas saja tekstur rambut halus, warna hitam, tidak ada lesi, wajah agak pucat.

2) Mata : mata simetris, mata cekung, palpebra tidak ada pembengkakan, konjungtiva agak pucat, sclera tidak ikterik, ukuran pupil 2 cm, reaksi pupil +/ + kiri dan kanan..

3) Hidung : hidung simetris, warna sama dengan kulit sekitar, bersih, septumdan konka hidung tidak ada kelainan, tidak ada sekret dan polip.

4) Telinga: posisi sejajar kiri dan kanan, tidak ada secret, membrane timpani tidak ada peradangan, ketajaman penuh. Tidak ada nyeri aurikel dan mastoid. 5) Mulut : simetris, bersih, bibir normal, gigi belum lengkap, tonsil normal. 6) Thorak / dada paru : bentuk normal chest, simetris, pernafasan dada, gerakan

paru simetris, ekspansi dada simetris, taktil fremitus teraba, sura paru sonor, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.

7) Jantung: iktus kordis tidak terlihat, precordial fraction rub tidak terlihat, iktus kordis teraba, batas jantung jelas dan tidak ada pembesaran, suara organ jantung pekak, bunyi jantung S1 dan S2 terdengar, intensitas S1>S2 dan bunyi reguler.Tidak ada bunyi jantung tambahan.

8) Abdomen dan anus : abdomen bentuk soepel, simetris, warna sama dengan kulit sekitar, tidak ada lesi dan asites. Bising usus 38 x / menit, bunyi bruit tidak terdengar. Suara abdomen tympani, tidak terdapat massa dan pembesaran, titik mc burney tidak ada nyeri, tanda peritonitis tidak ada. Palpasi dalam pada hepar dan limpa tidak terdapat pembesaran dan nyeri. Warna anus merah muda / kemerah-merahan. terdapat lesi, tidak ada fistula dan hemoroid.

9) Genitalia : simetris, tidak terpasang kateter dan tidak ada kelainan.

10) Ektremitas dan punggung : punggung tidak ada lesi, tidak ada nyeri dan kelainan tulang belakang. Ekstremitas simetris, tidak ada edema dan deformitas tulang. Palpasi tulang dan sendi normal. Kekuatan otot 5. Tidak ada keterbatasan gerak.

11) Kulit: kulit lembab, turgor elastisitas, tekstur elastic, tidak ada kemerah merah.

j. Pemeriksaan Neurologis

(33)

k. Hasil Pemeriksaan Diagnostic

1) Pemeriksaan Hb = 9,8 gr% ( 24 Sep 2014) 2) Pemeriksaan Hb = 10,2 gr% ( 25 Sep 2014) 3) Pemeriksaan Hb = 10,7 gr% ( 26 Sep 2014)

l. Terapi Yang Diberikan (tanggal 24 September 2014) Luminal 2 x 15 mg

Oralit 50 mg tiap mencret Diet ML 700 kkal

IVFD Kaen IIIB 28 tts / i

(Tanggal 25 September 2014) Luminal 2 x 15 mg

Oralit 50 mg tiap mencret Diet ML 700 kkal

IVFD Kaen IIIB 28 tts / i

(Tanggal 26 September 2014) Luminal 2 x 15 mg

Oralit 50 mg tiap mencret Diet ML 700 kkal

IVFD Kaen IIIB 28 tts / i

2. Analisa Data

(34)

1. DO:

 Turgor kulit kembali > 2

detik

 Bising usus : 38x/menit

DS:

 Terdapat lesi dibagian

anus

adanya iritasi pada daerah anus

menjadi 6 kg dalam 3 hari

(35)

 Keluarga mengakatakan

klien tidak diberi minum ASI

3. Diagnosa Keperawatan

a. Defisit volume cairan b.d kehilangan cairan aktif

b. Resiko kekurangan integritas jaringan kulit b.d eksresi atau BAB sering

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake cairan dapat teratasi dengan KH :  Mempertahankan urine output

sesuai dengan usia dan BB  Nadi dan suhu dalam batas kekurangan integritas dapat teratasi dengan KH :

 Tidak ada luka/lesi pada kulit

 Perfusi jaringan baik

 Integritas kulit yang baik bias

(36)

3 Ketidakseimb

 BB ideal sesuai tinggi badan

 Tidak ada tanda-tanda

malnutrisi

 Tidak terjadi penurunan berat

badan yang berarti

 kaji apakah ada alergi

makanan

 kolaborasi dengan

ahli gizi untuk

 monitor BB pasien  monitor kegiatan atau

aktivitas pasien  monitor turgor kulit  monitoring adanya

(37)

37

 Memberikan cairan

lewat infus

 Mengukur balance

cairan

 Mengkaji BAB

 Menimbang popok

 Mengukur bising usus

S : keluarga klien mengatakan anak sudah tidak terlalu rewel

O : RR = 25 x/menit

II  Menganjurkan pasien

menggu nakan pakaian yang longgar

 Menghindari kerutan

pada tempat tidur

 Menjaga kebersihan

kulit pasien agar tetap bersih dan kering

 Memonitor kulit akan

adanya kemerahan

 Mengoleskan lotion

atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan

S : keluarga mengatakan iritasi pada anus sudah mulai mengering O : keadaan kulit lembab , mukosa bibir tidak kering

 Berkolaborasi dengan

ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

 Menganjurkan kepada

pasien untuk

meningkatkan protein dan vitamin C

 Memonitor jumlah

nutrisi dan kandungan

 Memonitoring turgor

S : keluarga klien mengatakan klien sudah mau minum susu formula O : BB = 6,1 kg

(38)

6. S.O.A.P

Hari/tanggal/jam Dx S.O.A.P

Sabtu, 5 agustus 2013 /19.00 WITA

I S : keluarga mengatakan frekuensi BAB sudah berkurang

O: BAB 3-4x/hari dengan konsistensi encer berampas

A: Belum teratasi P : Lanjutkan Intervensi Sabtu, 5 agustus 2013

/19.00 WITA

II S : keluarga klien mengatakan lesi pada anus sudah membaik

O : kulit tidak kering lagi A : intervensi teratasi

P : pertahankan kondisi pasien Sabtu, 5 agustus 2013

/19.00 WITA III

S : keluarga klien mengatakan klien sudah mulai mau minum air tajin

O : BB klien terus mengalami peningkatan A : intervensi terlaksana

P : lanjutkan intervensi

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Studi Kasus

Pada studi kasus yang kami pelajari. Kami menemukan berbagai masalah yang berhubungan dengan diare. Hal-hal tersebut sangat berkaitan dengan materi yang kami temukan sebelumnya. Hal-hal tersebut seperti tanda dan gejala diare. Tanda dan gejala tersebut sering kita jumpai pada pasien anak yang menderita diare atau pada pasien anak yang di duga menderita diare.hal – hal tersebut seperti ;

1. Lemah dan BAB berlebihan

Pada teori dan kasus terdapat keluhan yaitu lemah dan BAB yang berlebihan, karena pada usus penderita terdapat bakteri yang menginfeksi dinding usus penderita kemudian mengalami BAB yang berlebihan sehingga penderita menjadi lemah.

(39)

Pada teori dan kasus terdapat keluhan yaitu terdapat lesi di bagian anus, kulit kering dan bibir pecah – pecah, karena pada penderita kehilangan banyak cairan sehingga tubuh kekurangna cairan yang membuat kerusakan integritas jaringan kulit.

3. Anemis dan Penurunan Berat Badan

Pada teori dan kasus terdapat keluhan yaitu wajah pucat dan terjadi penurunan BB dari 6,5 Kg menjadi 6 Kg dalam waktu 3 hari pada, karena asupan gizi penderita yang kurang ( tidak diberi minjum ASI ).

B. Diagnosa Keperawatan

1. Pada teori dan kasus terdapat persamaan diagnosa pertama yaitu, Defisit volume cairan b.d kehilangan cairan secara aktif karena dinding usus terinfeksi yang disebabkan oleh bakteri. Misalnya : Shigella, Salmonella, dan E Coli.

2. Pada teori dan kasus terdapat persamaan diagnose kedua yaitu, Resiko Kerusakan Integritas Jaringan Kulit b.d Ekresi karena banyaknya cairan yang hilang disebabkan oleh BAB yang terlalu sering.

3. Pada teori dan kasus terdapat persamaan diagnosa ke tiga yaitu, Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Intake Makanan. Karena asupan gizi yang kurang dari kebutuhan tubuh.

(40)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Diare akut adalah buang air besar lembek atau bahkan dapat berupa air saja, dengan atau tanpa darah dan lendir, dengan frekuensi tiga kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam, dan berlangsung kurang dari 14 hari.

Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu : faktor infeksi, faktor Malabsopsi, faktor makanan dan juga faktor psikologis. Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah: Gangguan Osmotik, Gangguan sekresi dan Gangguan motilitas usus.

(41)

B. Saran

Dengan banyaknya kasus diare pada anak, yang diakibatkan oleh factor-faktor tertentu, terutama yang berhubungan dengan lingkungan. Maka perlu menjadi perhatian bersama dalam upaya menghindarkan dan mencegah terhadap penyebab terjadinya diare pada anak serta penangan yang efektif dan efisien dalam menangani kasus klien dengan diare.

Disamping itu, perawat sebagai salah satu profesi kesehatan yang mempunyai peran penting dalam pelayanan kesehatan yang profesional, terutama dalam perawatan pada anak penderita diare. Maka, bagi mahasiswa keperawatan harus mampu menguasai asuhan keperawatan pada pasien anak penderita diare.

DAFTAR PUSTAKA

A.H. Markum, 1991, Buku Ajar Kesehatan Anak, jilid I, Penerbit FKUI

Ngastiyah, 997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Price & Wilson 1995, Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Ed.4, EGC, Jakarta

Suharyono, 1986, Diare Akut, lembaga Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta

Whaley & Wong, 1995, Nursing Care of Infants and Children, fifth edition, Clarinda company, USA.

(42)

NANDA2012 - 2014

http://staff.ui.ac.id/internal/1308050290/publikasi/fluidbalance.pdf

http://sites.google.com/site/asidosis/Home/keseimbangan-cairan-elektrolit

http://id.wikipedia.org/wiki/Diare

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2009/10/20/diare-buang-buang-air-mencret-17133.html

http://pantirapih.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=164:diare-pada-anak&catid=54:kesehatan-ibu-dan-anak&Itemid=99

http://penyebabdiare.com/

A.H. Markum, 1991, Buku Ajar Kesehatan Anak, jilid I, Penerbit FKUI

Ngastiyah, 997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Price & Wilson 1995, Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Ed.4, EGC, Jakarta

Suharyono, 1986, Diare Akut, lembaga Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta

Whaley & Wong, 1995, Nursing Care of Infants and Children, fifth edition, Clarinda company, USA.

Kusuma, Hardi & Amin Huda Nurarif , 2012, Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Nanda NIC – NOC 2012, Media hardy, Yogyakarta

NANDA2012 - 2014

http://staff.ui.ac.id/internal/1308050290/publikasi/fluidbalance.pdf

(43)

http://id.wikipedia.org/wiki/Diare

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2009/10/20/diare-buang-buang-air-mencret-17133.html

http://pantirapih.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=164:diare-pada-anak&catid=54:kesehatan-ibu-dan-anak&Itemid=99

Referensi

Dokumen terkait

a. Nilai Pagu Dana s.d. Nilai Pagu Dana di atas Rp. Nilai Pagu Dana di atas Rp. Nilai Pagu Dana di atas Rp. Nilai Pagu Dana di atas Rp. Nilai Pagu Dana di atas Rp. Nilai Pagu Dana

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui respon perumbuhan tinggi, diameter batang, jumlah daun, dan total luas daun, bibit kelapa sawit di pembibitan

Tujuan Pembuatan Aplikasi Pemesanan Tiket menggunakan web service ini agar mempermudah proses pemesanan tiket , pembatalan tiket dan cetak bukti tiket yang

Oleh itu, faktor peramal seperti faktor demografi jantina dan pendidikan, sikap pengguna terhadap risiko kemalangan, norma subjektif pengguna, tanggapan kawalan pengguna,

model dalam penelitian ini adalah suatu kerangkan konseptual mengenai rancangan tindakan yang sistematis pada tahapan-tahpan yang diterapkan atau dipergunakan dalam

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar pengamatan yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi kemampuan tanaman menyerap timbal (Pb) dan

Metodologi yang digunakan dalam menghitung biaya O&M PLTN besar kecil adalah dengan menghitung komponen biaya O&M seperti biaya administrasi umum pegawai dan manajemen,

Apakah Anda sering makan fast food lebih dari satu macam dalam satu kali makan.. Apa saja makanan cepat