• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KEBAKAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KEBAKAR"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KEBAKARAN HUTAN

DI GROBOGAN

NAZARIA RAHMAWATI PUTRI Nazariaputri01@students.unnes.ac.id

Abstrak

Pada hari Jumat tanggal 14 September hutan jati milik Perhutani di wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwodadi terbakar. Kebakaran terjadi pada dua lokasi, dengan total luas lahan 1,9 hektare yang hangus akibat dilalap si jago merah. Peristiwa pertama terjadi di Petak 31 RPH Bandung BKPH Bandung, Kecamatan Ngaringan, seluas 0,8 hektare, yang terjadi pada pukul 17.00. Adapun peristiwa kedua, yang terjadi di Petak 158 b2 RPH Sendangpakelan BKPH Sambirejo, Kecamatan Wirosari, dengan luas lahan 1,1 hektare, pada pukul 18.30. Administratur KPH Purwodadi mengatakan kebakaran di KPH Bandung terjadi karena unsur kesengajaan, dimana seseorang dengan sengaja membakar daun kering dan seresah di bawah tegakan pohon jati. Tujuan orang itu membakar untuk membersihkan laham, sehingga dapat ditanamin jagung. Kebakaran hutan kedua terjadi di tepi jalan Wirosari-Purwodadi kemungkinan seseorang yang membuang puntung rokok sembarangan dan musim kemarau sehingga juga bisa memicu timbulnya kebakaran. Karena di dekat lokasi terdapat warung pedagang kelapa yang berjualan di tepi jalan. Kebakaran tersebut berhasil dipadamkan oleh petugas dan masyarakat, dalam waktu satu jam 30 menit. Petugas membuat ilaran atau sekat, agar api tidak menjalar. Dalam menghentikan laju api hanya menggunakan alat sederhana. Puluhan pedagang juga terlihat bersiaga di sekitar warung, untuk mengantisipasi api tidak menjalar ke warung. Menurut salah seorang pedagang, di sekitar warung terdapat banyak tumpukan batok kelapa yang sudah kering, sehingga diperlukan antisipasi agar api tidak menjalar. Kebakaran tersebut tidak membuat pohon jati mati. Pasalnya api tidak sampai tinggi membakar ranting-ranting pohon. Pohon jati tetap dapat hidup setelah kebakaran terjadi.

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

(3)

begitu saja, maka tidak akan menutup kemungkinan akan semakin bertambah kebakaran hutan yang akan terjadi negara ini. Tegakkan aturan-aturan yang berlaku di negara ini. Jangan membebaskan manusia-manusia merusak menimbulkan dampak luas. Dan biasanya, kebakaran hutan yang disebabkan oleh faktor alam tidak menimbulkan kerugian sebesar kebakaran hutan yang disebabkan oleh kesengajaan manusia. Beberapa faktor alamiah kebakaran hutan yang terjadi seperti adanya cuaca yang panas dan suhu udara. Kebakaran hutan yang terjadi di Desa Grobogan adalah karena adanya unsur kesengajaan manusia dan adanya faktor alamiah yang tidak bisa dihindari oleh siapapun. Kebakaran hutan jati bisa terjadi di Desa Grobogan karena adanya seseorang yang dengan sengaja membakar hutan jati tersebut dengan tujuan untuk membersihkan lahan di sekitar hutan dan selanjutnya akan digunakan untuk menanami jagung. Hutan jati yang dibakar tersebut adalah hutan jati milik dari Perhutani bukanlah kepunyaan dari orang tersebut. Manusia itu dengan sengaja membakar hutan tanpa memikirkan dampak yang dapat ditimbulkan dari kebakaran hutan tersebut. Selain seorang yang dengan sengaja membakar hutan ada juga manusia yang dengan sengaja membuang puntung rokok disekitar hutan. Tanpa disadari hal tersebut juga dapat menyebabkan kebakaran hutan, apalagi ditambah dengan musim yang sedang kemarau dan cuaca yang panas. Dalam hal ini terjadinya kebakaran hutan juga dapat memberikan berbagai pengaruh baik bagi hutan itu sendiri maupun masyarakat sekitar.

(4)

masyarakat terhadap peraturan yang berlaku. Di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada Pasal 69 ayat 1 huruf (h) melarang seseorang untuk membuka lahan dengan cara dibakar. Meskipun Indonesia memiliki banyak sekali peraturan yang melarang pembakaran hutan, pada kenyataannya yang terjadi dilapangan penegakan hukum peraturan tersebut masih sangat lemah. 1Jika kebakaran dikaitkan dengan moral maka dapat disimpulkan bahwa memang moral manusia Indonesia saat ini dalam keadaan rendah yang hanya mementingkan kepentingan pribadi semata tanpa memikirkan dampak terhadap lingkungan dan masyarakat setempat. Dalam hal ini Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”) secara eksplisit mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Namun, menurut UU ini, membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan asalkan dengan memperhatikan PPLH yang berbunyi: “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.” Namun dalam ketentuan pembakaran lahan dan pembukaan lahan yang baru harus memperhatikan beberapa ketentuan -ketentuan yang ada. Ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya. Ini artinya, membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan dengan persyaratan tertentu. Adapun ancaman pidana bagi yang melakukan pembakaran lahan adalah penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 10 tahun serta denda antara Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.2 Sejalan dengan UU

PPLH dan UU Perkebunan, aturan lain soal membuka lahan dengan cara membakar dapat kita lihat dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan (“Permen LH 10/2010”). Pasal 4 ayat (1) Permen LH 10/2010:

“Masyarakat hukum adat yang melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimum 2 (dua) hektar per kepala keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal wajib memberitahukan kepada kepala desa”. Namun, pembakaran lahan ini tidak berlaku pada kondisi curah hujan di bawah normal, kemarau panjang, dan/atau iklim kering. Menurut Peraturan Daerah serupa dengan apa yang diatur dalam UU PPLH dan Permen LH 10/2010, ada pula

1 Samsul Inosentius, “Instrumen Hukum Penanggulangan Kebakaran Hutan,

Lahan, Dan Polusi Asap”, Vol. VII, No. 17/I/P3DI/September/2015, hal. 2.

(5)

peraturan daerah setempat yang “membolehkan” membuka lahan dengan cara membakar, namun ada syaratnya.3 Dalam hal ini jelas bahwa ada aturan yang

melindungi kelestarian hutan. Walaupun ada ketentuan-ketentuan yang sudah dijelaskan, manusia tetap harus memperhatikan aturan-aturan yang ada, tidak mengabaikan Undang-Undang yang berlaku. Terhadap hal ini khususnya masalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan dapat terjadi dari beberapa faktor, misalnya karena adanya kelalaian dari manusia, kedatangan musim kemarau, ataupun karena ada bahan bakar.4 menebangi kayu untuk dijadikan kertas, bahan bangunan dan juga furniture. Seperti kasus yang di Desa Grobogan tersebut, manusia membakar hutan jati untuk mengosongkan lahan dan setelah itu akan ditanami jagung. Kebakaran yang terjadi memang belum menjalar menjadi besar, namun kebakaran itu juga dapat merugikan orang lain. Seperti pedagang yang ada di sekitarnya. Dalam kasus ini seharusnya manusia lebih menyadari akan pentingnya menjaga kelestarian hutan untuk masa yang akan datang nanti. Bahkan kerusakan tak sengaja seperti kebakaran hutan yang tiap tahun di musim kemarau selalu terjadi kebakaran hutan yang tak bisa terelakan menambah luasnya kerusakan hutan yang entah kapan bisa direboisasi baik oleh pemerintah maupun masyarakat yang tinggal di sekitar hutan itu. Hutan sebagai paru-paru dunia bahkan ada yang menyebutnya sebagai jantung dari bumi kita ini, selayaknya mendapat perhatian ekstra ketat.Hutan juga harus mendapat perlindungan dan pembelaan jika ada orang-orang atau siapa saja yang akan merusak atau melakukan penebangan baik resmi maupun liar. Dalam pelestarian hutan Pemerintah juga harus proaktif sebagai pelindung hutan. Peran Pemerintah bisa dilaksanakan dalam ketegasan penegakan hukum. Ketegasan Pemerintah dalam kebijakan yang diambil haruslah memikirkan kelestarian hutan. Pemerintah dan para penegak hukum juga harus memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada pelaku pembalakan liar dan para cukong yang berada dibalik pelaku pembalakan liar itu. Pemerintah juga harus menindak tegas orang-orang yang telah melakukan pencurian sumber daya hutan serta para pelaku perusak hutan. Hukum tak pandang bulu, walaupun seorang pejabat kepala daerah yang melakukan harus dihukum seberat-beratnya.5 Penegakan hukum inilah yang jadi pangkal masalah

3 Pasal 4 ayat (3) Permen LH 10/2010

4 Poskas Sagala, 1994, Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia, Yayasan Obor.,

Jakarta, hlm. 210-211.

5 Asteris Meliza Koesuma, “Sengketa Kawasan Hutan Lindung Antara Perhutani

(6)

sehingga pembalak liar dan para backing yang merupakan penegak hukum itu sendiri, cukong dan bahkan kepala daerah tetap melenggang bebas walaupun sudah jelas terbukti melakukan perusakan hutan dengan memberi izin yang menyalahi aturan kelestarian hutan. Masyarakat harus tahu dalam pentingnya kesadaran melindungi hutan sejak dini anak-anak dan remaja harus didik agar sadar dalam melindungi kelestarian hutan. Orang tua dan guru harus terus mengkampanyekan pentingnya hutan agar tertanam dalam bawah sadar mereka bahwa kerusakan hutan akan juga merusak kelangsungan hidup manusia. Jika kesadaran itu sudah tumbuh maka, masyarakat akan saling bekerja sama menjaga kelestarian hutan dan segera melapor atau mencegah dengan sendirinya jika ada orang-orang yang hendak merusak atau menebang pohon-pohon di hutan di sekitar mereka.6

KESIMPULAN

Kebakaran hutan merupakan kasus yang sangat sering terjadi pada setiap tahunnya. Kebakaran hutan juga bisa disebabkan oleh kesengajaan manusia atau juga karena faktor alam. Namun biasanya, kebakaran hutan yang disebabkan oleh faktor alam tidak menimbulkan kerugian sebesar kebakaran hutan yang disebabkan oleh kesengajaan manusia. Seperti kasus kebakaran hutan jati yang terjadi di Desa Grobokan merupakan kebakaran yang sangat di sengaja oleh manusia dan adanya faktor alam, meskipun dalam kebakaran tersebut total lahan yang hangus sekitar 1,9 hektare dalam hal ini Pemerintah juga harus memberikan penindakan yang tegas. Untuk memberikan efek jera bagi yang melakukannya. Selain merugikan hutan, kebakaran tersebut juga bisa merugikan para pedangan di sekitarnya. Seorang tersebut bisa dikenai sanksi yang lebih tegas. Kalau membuka lahan baru dengan cara membakar

Temanggung”, Unnes Law Journal, Vol. III No. 1/Juni/2014,hlm. 2.

6 Supriadi, 2006, Hukum Lingkungan di Indonesia, Sinar Grafika., Bandung.

(7)

hutan, maka itu bukan cara yang tepat. Seperti yang dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada Pasal 69 ayat 1 huruf (h) melarang seseorang untuk membuka lahan dengan cara dibakar. Pasal 4 ayat (1) Permen LH 10/2010:

“Masyarakat hukum adat yang melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimum 2 (dua) hektar per kepala keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal wajib memberitahukan kepada kepala desa”. Namun, pembakaran lahan ini tidak berlaku pada kondisi curah hujan di bawah normal, kemarau panjang, dan/atau iklim kering. Dengan banyaknya kasus pembakaran hutan yang sangat liar di negara ini, maka pemerintah harus lebih tegas lagi dalam penegakkan hukumnya. Selain penegakkan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah, manusia juga harus ikut serta dalam pelestarian hutan dan melindungi hutan-hutan yang ada disekitar kita. Tidak membiarkan orang lain dalam melakukan perusakan hutan. Karena pelestarian hutan sangatlah penting untuk kehidupan kita di masa depan. Banyak hal yang bisa dilakukan dalam melestarikan hutan, seperti Menghilangkan Kebiasaan Ladang Berpindah-Pindah, bagi masyarakat petani harus dihindari pembukaan lahan hutan untuk pembuatan ladang yang berpindah-pindah. Ini juga penyebab kerusakan hutan yang mungkin masih sering terjadi terutama di daerah-daerah terpencil. Dengan melakukan penanaman pohon juga bisa untuk menumbuhkan rasa melindungi hutan dan mengurangi keursakan hutan. Kerusakan hutan yang disebabkan oleh fakto alamiah memang tidak bisa dihindari namun bisa untuk diantisipasi. Ketika musim kemarau datang, maka manusia harus sadar dengan tidak membuang puntung rokok sembarangan atau menyalakan api di sekitar hutan, karena hal tersebut juga bisa menyebabkan terjadinya kebakaran hutan.

DAFTAR PUSTAKA

Samsul, Inosentius. 2015. “Instrumen Hukum Penanggulangan Kebakaran Hutan, Lahan, Dan Polusi Asap”.

(8)

Poskas, Sagala. 1994. “Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia”.

Asteris, Meliza Koesuma, “Sengketa Kawasan Hutan Lindung Antara Perhutani Dengan Masyarakat Desa Kemloko Kecamatan Tembaraka Kabupaten

Temanggung”.

Supriadi. 2006. “Hukum Lingkungan di Indonesia”.

(9)

LAMPIRAN

Referensi

Dokumen terkait

untuk Reward, Promotion, dan Employee Performance 58 Tabel 4.6 Penilaian Responden Terhadap Variabel Reward 59 Tabel 4.7 Penilaian Responden Terhadap Variabel Promotion 61

Model NHT dalam pembelajaran struktur atom di kelas X SMKN 3 Kota Jambi terlaksana dengan baik oleh guru dengan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran

Pernyataan yang mengungkapkan hobi tokoh Pernyataan yang mengungkapkan hobi tokoh dalam kutipan tersebut terdapat pada kalimat dalam kutipan tersebut terdapat pada kalimat

kegiatan Program peningkatan manajemen dan pelayanan Administrasi Persentase kinerja perkantoran yang baik Bidang pelaksana Uraian Indikator Kinerja 2016 2017 2018 2019

· Avia tour tidak bertanggung jawab atas biaya – biaya tambahan maupun pengembalian uang dari biaya – biaya tour jika peserta tersebut mengalami deportasi atau penolakan

Bahwa dalam rangka untuk kelancaran kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan kegiatan akademik lainnya pada Fakultas Teknik, maka Dekan Fakultas Teknik Universitas Serambi

Untuk mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan yang berkaitan dengan budaya, mau tidak mau peneliti menggunakan wawancara tertutup dengan beberapa informan yang pada

Analisa identifikasi permasalahan ini perlu melihat secara holistik yang melibatkan beberapa aspek secara terintegrasi seperti aspek sosial, ekonomi, budaya, lingkungan,