• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Kewirausahaan Masyarakat Pemulung Pendekatan Fenomenologi terhadap Komunitas Pemulung di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang Kota Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Karakteristik Kewirausahaan Masyarakat Pemulung Pendekatan Fenomenologi terhadap Komunitas Pemulung di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang Kota Bekasi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Karakteristik Kewirausahaan Masyarakat Pemulung

Pendekatan Fenomenologi terhadap Komunitas Pemulung

di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang Kota Bekasi

Soimah STIE Adhy Niaga Mintarti Rahayu

Fakulltas Ukonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang

Abstract: The objective of this study is to determine the characteristics of the entrepreneurial scavengers society: scavengers  (pemulung), pelapak  and   bandar. The  research location  is  at  Bantar Gebang Bekasi waste disposal. The Research used phenomenology qualitative approach. The sampling method is purposive sampling, namely by choosing a sample from the scavengers society members who have had experience of at least 5 years. The data was collected by in-depth interviews and direct observation in the field. Data analysis was conducted qualitatively by exposing the phenomenological meanings implied in the experience of the interviewees. The results of this study find that entrepreneurial characteristics are different for each member of the scavenger community. Characteristics of scavengers are: self-confident, patient and persistent, internal motivation, work in earnest, and hard work; meanwhile the pelapak and bandar have similar entrepreneurial characteristics like what the scavengers have and five other charac-teristics namely: the courage to take risks, good at communication, intelligent reading opportunities, future orientation, and leadership.

Keywords: scavengers, entrepreneurial characteristic, phenomenology

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui karakteristik masyarakat pemulung kewirausahaan: Tenaga pemulung, pelapak dan bandar. Penelitian di lokasi pembuangan sampah Bantar Gebang Bekasi. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi. Metode pengambilan sampel adalah purposive sampling, yaitu dengan memilih sampel dari masyarakat pemulung anggota yang telah memiliki pengalaman minimal 5 tahun. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam dan observasi langsung di lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan mengekspos arti fenomenologis menurut pengalaman orang yang diwawancarai. Hasil penelitian ini menemukan bahwa karakteristik kewirausahaan yang berbeda untuk setiap anggota komunitas pemulung. Karakteristik Tenaga pemulung adalah: kepercayaan diri, kesabaran dan ketekunan, motivasi internal, bekerja dengan sungguh-sungguh, dan kerja keras. Sementara pelapak dan bandar memiliki caracters kewirausahaan yang sama, yaitu lima caracters seperti caracters dari Tenaga pemulung, serta lima caracters, yaitu: keberanian untuk mengambil risiko, pandai berkomunikasi, peluang membaca cerdas, orientasi masa depan dan kepemimpinan.

Kata Kunci: pemulung, karakter kewirausahaan, fenomenologis

Alamat Korespondensi: Soimah, STIE Adhy Niaga

Sampah didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk

(2)

lain ada pihak yang menganggap sampah sebagai barang berguna. Jumlah dan jenis sampah bervariasi untuk setiap rumah tangga. Jumlah rumah tangga akan menentukan jumlah sampah yang harus diangkut oleh Dinas Kebersihan. Pengelolaan dalam pengangkutan sampah menjadi masalah tersendiri karena apabila tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan terjadinya timbunan sampah yang tidak dikehendaki dan pada akhirnya akan mengakibatkan pencemaran lingkungan.

Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah yang diha-silkan. Misalnya, kota Jakarta pada tahun 1985 meng-hasilkan sampah sejumlah 18.500 m3 per hari, pada

tahun 2000 meningkat menjadi 25.700 m3 per hari,

dan DKI Jakarta menghasilkan sampah 44,8 ton per hari pada tahun 2007. Apabila dihitung dalam setahun, maka volume sampah yang dihasilkan oleh Jakarta pada tahun 2007 saja mencapai 170 kali lebih besar daripada Candi Borobudur (volume Candi Borobudur adalah 55.000 m3). Problem sampah tidak hanya

menjadi masalah di kota Jakarta saja melainkan di kota-kota besar lainnya seperti: Surabaya, Semarang, Bandung, Medan dan lain-lain. Masalah sampah merupakan fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak, karena setiap manusia

pasti memproduk sampah, disisi lain masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah. Banyak contoh di beberapa daerah, yaitu sampah tidak dikelola dengan rutin berakibat pada tumpukan sampah yang berdam-pak pada lingkungan dan gangguan kesehatan, bahkan bisa saja terjadi merenggut nyawa dari ledakan gas sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.

Proses kegiatan usaha para pemulung di TPA Wilayah DKI Jakarta (TPA Bantar Gebang-Bekasi) yaitu mengumpulkan berbagai macam bahan/barang bekas, mersortir, menjemur dan mengemas. Penjualan hasil pulungan (produksi) dilakukan bila jumlah bahan yang dikumpulkan sudah cukup banyak. Biasanya penjualan dilakukan berselang waktu 3 hari, dan dijual kepada Lapak atau Bos. Struktur keterkaitan usaha antara pemulung, bandar/lapak/bos dengan industri di lokasi TPA Bantar Gebang dapat dilihat pada Gambar 1.1. Dengan tingkat harga tertentu per kilo-gram masing-masing bahan, para pemulung menerima pendapatan dalam besaran tertentu per hari. Pada Tabel 1.2 disajikan data jenis-jenis dan jumlah bahan yang dikumpulkan, harga masing-masing bahan, modal yang diperlukan, biaya operasional, penerimaan, dan pendapatan rata-rata per individu pemulung per hari dan per bulan.

Permintaan bahan industri

Supply & Pendapatan

Supply, Pendapatan &

Hutang Supply Kebutuhan Pokok & Piutang

Pemasaran

Pembayaran

Keterangan : :

:

Senantiasa berhubungan/bermitra Sesekali berhubungan/bermitra

INDUSTRI PELAPAK/BANDAR

PEMULUNG PELAPAK/BANDAR LAINNYA

(3)

Posisi pemulung dalam usahanya adalah sebagai seorang produsen. Pemulung sebagai produsen sangat diuntungkan karena tidak kesulitan mendapatkan bahan baku dan juga tidak diperlukan biaya pengadaan bahan baku. Keuntungan lainnya bagi pemulung ada-lah bahan/barang bekas yang mereka kumpulkan ha-nya membutuhkan sedikit proses pengolahan untuk menjadi produk siap jual. Fakta di lapangan menun-jukkan proses pengolahan terhadap bahan/barang bekas yang dikerjakan pemulung di TPA Bantar Gebang adalah hanya mengumpulkan, mensortir dan mengepak, selanjutnya bahan/barang dijual kepada Lapak/Bos kecil.

Pada TPA Bantar Gebang, pemulung diorganisir oleh sejumlah Bandar atau Bos. Seorang Bos baik Bos Kecil maupun Bos Besar merekrut sejumlah calon pemulung dan diajak untuk ikut memulung dan menjaga anggota dari Bos dengan tawaran sejumlah jaminan termasuk mendapat pinjaman untuk konsumsi jika diperlukan. Bos telah mengeluarkan sejumlah modal untuk merekrut pemulung dan ia tetap menjalin hubungan baik dengan pemulung anggotanya. Hal ini dimaksudkan agar Bos (pengumpul bahan/barang bekas) tetap terjamin dan lancar. Bos juga menye-diakan tempat tinggal (gubuk) bagi pemulung. Seba-gian Bos tidak memungut sewa tempat tinggal kepada pemulung namun sebagian lagi tetap menyewa dengan nilai sewa Rp. 100.000 per bulan. Pemulung sendiri merasa nyaman dengan pola ini. Pemulung bekerja memulung bahan/barang bekas sampah, mengumpul-kan dan mengepak, kemudian menimbang sebagai hasil produk mereka kepada Bos. Setiap sore hari, Bos telah menyiapkan tenaga kerjanya untuk menimbang hasil produk pemulung.

Penghasilan tersebut merupakan penghasilan seluruh anggota keluarga pemulung karena biasanya pemulung tinggal di lokasi TPA bersama istri dan anak-anaknya, keberadaan istri dan anak-anak pemulung ini dapat membantu pekerjaan suami/kepala keluar-gaanya. Suami bertugas memungut sampah di TPA, sedangkan istri dan anak-anaknya membantu men-sortir, mencuci, dan mengepak.

Fenomena aktifitas pemulung di lokasi TPA Bantar Gebang menunjukkan bahwa dengan adanya usaha pemulungan sampah telah membentuk suatu komunitas tersendiri yang saling bekerjasama dan

ketergantunngan satu sama lain, yaitu pihak-pihak: pemulung (beserta keluarganya), bos kecil (lapak) dan bos besar. Sebagaimana telah diuraikan di atas, masing-masing komponen mayarakat pemulung tersebut tentu memiliki profil yang berbeda-beda. Studi ataupun penelitian yang dilakukan terdahulu seperti: Lestari (2005), Kemeneg UKMK (2008), dan Azhari (2009) telah banyak mengungkap tentang profil para pemulung namun terbatas pada pemulung itu sendiri belum menyajikan profil komunitas pemulung yang lain. Penelitian ini akan mengungkapkan secara leng-kap tentang profil sosial-ekonomi anggota komunitas pemulung pada berbagai tingkatan sosial yang ada di lingkungan masyarakat pemulung, profil sosial-ekonomi tersebut sangat berguna untuk mengetahui perbedaan tingkat keberhasilan usaha ”persampahan” yang dilakukan oleh masing-masing anggota komunitas pemulung.

TINJAUAN PUSTAKA

Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses (Suryana: 2003). Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (create new and different) melalui berfikir kreatif dan inovatif. Lebih lanjut dijelaskan oleh Suryana (2003) bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengelolaan sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda melalui:

• Pengembangan teknologi baru • Penemuan pengetahuan ilmiah baru

• Perbaikan produk barang dan jasa yang ada • Penemuan cara-cara baru untuk menghasilkan

barang lebih banyak dengan sumber daya lebih efisien

(4)

Jiwa dan Sikap Kewirausahaan

Meredith (2002), mengemukakan nilai hakiki penting dari wirausaha adalah:

• Percaya diri (self confidence)

Merupakan paduan sikap dan keyakinan scse-orang dalam menghadapi tugas atau pekerjaan, yang bersifat internal, sangat kreatif dan dinamis dan banyak ditentukan oleh kemampuannya untuk memulai, melaksanakan dan menyelesai-kan suatu pekerjaan.

• Berorientasi tugas dan hasil

Seseorang yang selalu mengutamakan tugas dan hasil, adalah orang yang selalu mengutamakan nilai-nilai motif berprestasi, berorientasi pada laba, ketekunan dan kerja keras.

• Keberanian mengambil risiko

Wirausaha adalah orang yang Icbih menyukai usaha-usaha yang lebih menantang untuk men-capai kesuksesan atau kegagalan daripada usaha yang kurang menantang. Pilihan terhadap risiko tergantung pada:

- Daya tarik setiap alternatif - Kesediaan untuk rugi

Kemungkinan relatif untuk sukses atau gagal. Selanjutnya kemampuan untuk mengambil risiko tergantung dari:

- Keyakinan pada diri sendiri

- Kesediaan untuk menggunakan kemampuan dalam mencari peluang dan kemungkinan untuk memperoleh keuntungan

- Kemampuan untuk menilai situasi risiko secara realitis

• Kepemimpinan

Seorang wirausaha harus memiliki sifat kepe-mimpinan, kepeloporan, keteladanan. la selalu menampilkan produk dan jasa-jasa baru dan berbeda sehingga ia menjadi pelopor baik dalam proses produksi maupun pemasaran. Dan selalu memanfaatkan perbedaan sebagai suatu yang menambah nilai.

• Berorientasi ke masa depan

Wirausaha harus memiliki perspektif dan pan-dangan ke masa depan, kuncinya adalah dengan kemampuan untuk rnenciptakan sesuatu yang barn dan bei liecla clari yang ada sekurang.

• Keorisinilan: Kreativitas dan Inovasi

Wirausaha yang inovatif adalah orang yang memiliki ciri-ciri:

- Tidak pernah puas dengan cara-cara yang dilakukan saat ini, meskipun cara tersebut cukup baik

- Selalu menuangkan imajinasi dalaarn peker-jaannya

- Selalu ingin tampil berbeda atau selalu me-manfaatkan perbedaan aktivitas.

Kompetensi Kewirausahaan

Wirausaha yang sukses pada umumnya adalah mereka yang memiliki kompetensi yaitu: seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan kualitas individu yang meliputi sikap, motivasi, nilai serta tingkah liku yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan/kegiatan. Keterampilan yang harus dimiliki (Suryana, 2003):

Managerial skillConceptual skill

Human skill (keterampilan memaharni, mengerti, berkomunikasi d.m berelasi)

Decision making skill (keterampilan merumus-kan masalah dan mengambil keputusan) • Time managerial skill ( keterampilan mengatur

dan menggunakan waktu) Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kcmam-puan individu yang langsung bcrpengaruli pada kinerja, Kinerja bagi wirausaha merupakan tujuan yang ingin dicapai.

Menumbuhkan Jiwa Wirausaha

(5)

• Melalui seminar-seminar kewirausahaan. Ber-bagai seminar kewirausahaan seringkali diseleng-garakan dengan mengundang pakar clan praktisi kewirausahaan sehingga melalui media ini kita akan membangun jiwa kewirausahaan di diri kita • Melalui pelatihan. Berbagai simulasi usaha biasa-nya dibeiikan melalui pclatihan baik yang dilaku-kan dalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan outdoor). Melalui pelatihan ini, kebera-nian dan ketanggapan kita terhadap dinamika perubahan linghkungan akan diuji dan selalu diperbaiki dan dikembabngkan.

• Otodidak. Melalui berbagai media kita bisa me-numbuhkan semangat berwirausaha. Misalnya melalui biografi pengusaha sukses (sucess story), media televisi, radio majalah koran dan berbagai media yang dapat kita akses untuk menumbuh-kembangkan jiwa wirausaha yang ada di diri kita. Untuk membahas lebih lanjut mengenai. perta-nyaan tersebut, penulis akan mencoba membahas pendapat Suryana (2003) bahwa orang-orang yang memiliki jiwa dan sikap kewirausahaan yaitu: • Percaya diri (yakin, optimis dan penuh komitmen)

Percaya diri dalam menentukan sesuatu, percaya diri dalam menjalankan sesuatu, percaya diri dapat mengatasi berbagai resiko yang dihadapi merupakan faktor yang mendasar yang harus dimiliki oleh wirausaha.

• Berinisiatif (energik dan percaya diri)

Menunggu sesuatu yang tidak pasti merupakan sesuatu yang paling dibenci oleh seseorang yang memiliki jiwa wirausaha.

• Memiliki motif berprestasi (berorientasi hasil dan berwawasan ke depan)

Berbagai target demi mencapai sukses dalam kehidupan biasanya selalu dirancang oleh seorang wirausaha. Bila dihadapkan pada kondisi gagal, mereka akan terus berupaya kembali memper-baiki kegagalan yang dialaminya.

• Memiliki jiwa kepemimpinan (berani tampil ber-beda dan berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan)

Leadership atau kepemimpinan merupakan faktor kunci menjadi wirausahawan sukses. Berani tampil ke depan menghadapi sesiiatu yang baru walaupun penuh resiko. Keberanian ini tentunya dilandasi perhitungan yang rasional.

• Suka tantangan

Ada beberapa kasus mundurnya seorang manajer atau eksekutif dari suatu perusahaan. Apa yang menyebabkan mereka hengkang dari perusaha-annya dan meninggalkan kemapanan sebagai seorang manajer? Sebagian dari mereka ternyata merasa jenuh terus menerus mengemban tugas rutin yang entah kapan berakhirnya. Mereka membutuhkan kehidupan yang lebih dinamis yang selama ini belum mereka dapatkan di perusahaan tempat mereka bekerja. ”Berwirausaha” ternya-ta menjadi pilihan sebagian besar manajer yang sengaja keluar dari ke.mapanannya di perusa-haan. Mengapa ”wirausaha?” Ternyata begitu banyak variasi pekerjaan dan perubahan yang sangat menantang dalam dunia wirausaha.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sebagaimana dikatakan oleh Ruslan (2006) bahwa penelitian kualitatif dapat dipergunakan untuk peneli-tian kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsional organisasi, peristiwa tertentu, pergerakan-pergerakan sosial, dan hubungan kekerabatan dalam kekeluargaan. Bungin (2008) mengemukakan dalam ilmu sosial ada empat teori yang mendasari pende-katan kualitatif, yaitu (1) teori-teori tentang budaya, (2) teori fenomenologis, (3) teori etnomenologi, dan (4) teori interaksi simbolik. Sesuai dengan karakteristik fenomena yang terjadi, penelitian ini menggunakan dasar teori fenomenologis. Teori tersebut berpandang-an bahwa apa yberpandang-ang tampak di permukaberpandang-an, termasuk pola perilaku manusia sehari-hari hanyalah suatu gejala atau fenomena dari apa yang tersembunyi di ”kepala” sang pelaku.

(6)

usaha komunitas pemulung, peneliti berupaya meng-ungkap makna di balik fenomena tersebut atas persepsi komunitas pemulung itu sendiri. Pengumpulan data dikakukan oleh peneliti dengan teknik observasi partisipasi dan wawancara mendalam. Berdasarkan data tersebut peneliti melakukan pemahaman makna terhadap fenomena yang ditampakkan oleh individu yang menjadi informan (narasumber) dengan tidak mengeyampingkan kondisi obyektif yang ada di sekitarnya. Pengumpulan data di sini dilakukan dengan tetap mengacu pada fokus dan tujuan penelitian.

Selain desain penelitian kualitatif dengan pende-katan fenomenologi sebagai desain utama, penelitian ini juga delengkapi dengan survey terhadap sekitar 4352 warga masyarakat pemulung untuk memperoleh gambaran umum tentang tingkat pendidikan, penda-patan, dan beberapa hal terkait dengan pekerjaan masyarakat pemulung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Masyarakat Pemulung di TPA Bantar

Gebang

Sebagian besar pemulung di TPA Bantar Gebang berasal dari luar daerah (kampung) baik dari Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa, dan sebagian kecil merupakan penduduk di sekitar lokasi. Latar belakang kedatangan mereka ke lokasi TPA ini juga beragam, sebagian pemulung mengatakan karena diajak oleh teman atau saudara, sebagian datang dengan sengaja serta sebagian lain karena tidak disengaja. Salah seorang bandar Dana Wijaya mengatakan bahwa motivasi menjadi pemulung adalah karena kebutuhan hidup. Kamin tenaga pemulung berasal dari Karawang ini mengatakan bahwa dirinya datang ke TPA karena ajakan sudaranya. Pada awalnya Kamin tidak tertarik menjadi tenaga pemulung tetapi karena beberapa pertimbangan, yaitu: tidak memiliki pendi-dikan, ketrampilan maupun pemodalan, akhirnya mereka menuruti ajakan saudara/temannya. Sebagai-mana dituturkan oleh Kamin berikut ini:

Pada awalnya saya menjadi pemulung karena diajak oleh saudara, saya ikut ke TPA Bantar Gebang ini daripada di kampung menganggur karena tidak ada pekerjaan, mau bertani di kampung juga tidak memiliki sawah, empang atau ladang, lagi pula juga tidak memiliki uang sebagai modal. Sedangkan pendidikan

maupun ketrampilan juga tidak punya karena tidak sekolah, saya cuma sekolah sampai kelas 3 Sekolah Dasar. Orang tua saya tidak meiliki biaya untuk me-nyekolahkan saya. Sedangkan saya dituntut untuk memenuhi kebutuhan keluarga, terutama kebutuhan pokok yaitu makan dan sandang. Akhirnya sekarang saya menjalani hidup sebagai pemulung. (Kamin, 031010:13.00-15.00)

Pendidikan Masyarakat Pemulung di TPA

Bantar Gebang

Berdasarkan suvey terhadap 4352 pemulung di TPA Bantar Gebang dapat disajikan Profil tingkat pendidikan masyarakat pemulung pada Tabel 6.1.

Masyarakat pemulung di TPA Bantar Gebang memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah kare-na sebagian besar hanya mengenyam pendidikan di tingkat Sekolah Dasar. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tenaga pemulung di TPA Bantar Gebang, mereka mengaku bahwa sebagian besar dari para pemulung itu tidak pernah sekolah sehingga mereka tidak bisa membaca dan menulis, hal ini dikarenakan keterbatasan uang yang dimiliki oleh orangtuanya sehingga tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya. Apalagi waktu kecil mereka lebih sering menghabiskan waktu untuk bekerja membantu orangtua sehingga mereka tidak mempunyai waktu dan kesempatan untuk belajar.

Tabel 1. Pendidikan Masyarakat Pemulung di TPA Bantar Gebang

No Pendidikan Persentase (%)

1 Tidak tamat/tamat Sekolah Dasar

98,86

2 Tidak tamat/tamat Sekolah Lanjutan Pertama

0,97

3 Tidak tamat/tamat Sekolah Lanjutan Atas

0,12

4 Tidak tamat/tamat Sarjana

0,05

Jumlah 100,00

Kondisi ekonomi masyarakat pemulung di TPA

Bantar Gebang

(7)

kesejahteraan, karena tingkat ekonomi masyarakat sangat menentukan kemampuan masyarakat untuk memenuhi segala kebutuhannya. Keadaan ekonomi masyarakat sangat dipengaruhi oleh tingkat penda-patan anggota masyarakat. Dari Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat memu-lung memiliki pendapatan yang sangat kecil meskipun pekerjaan ini bisa memberikan uang setiap harinya. Berdasarkan pengakuan Ta’im bahwa setiap hari dia bisa mendapatkan uang antara Rp 15.000 sampai Rp 25.000, tergantung dari barang-barang bekas yang ia dapatkan. Jika dia mendapatkan kardus, botol-botol bekas, plastik maka ia hanya bisa mendapatkan sedikit uang tapi jika ia mendapat besi, alumunium serta barang barang peralatan memasak lainnya maka dia bisa mendapatkan uang yang banyak karena biasanya barang-barang seperti itu masih mempunyai nilai jual yang tinggi yaitu Rp 7.500/kg dibandingkan dengan sampah plastik hanya Rp 325–Rp 375. Uang yang didapatkan oleh Ta’im setiap harinya kadang-kadang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya sehingga kadang-kadang dia pinjam uang dengan pelapak/pencuci tetapi kalau dia bisa menda-patkan uang yang banyak maka dia akan menyimpan uang itu untuk tabungan (sebagai cadangan yang bisa dia gunakan jika sewaktu-waktu dia butuhkan).

Karakteristik Kewirausahaan Masyarakat

Pemulung di TPA Bantar Gebang

Jiwa wirausaha tampak jelas pada diri para pe-mulung, meskipun tanpa campur tangan Pemerintah namun perdagangan sampah/barang bekas yang dilakukan oleh masyarakat pemulung tetap berjalan lancar. Masing-masing anggota komunitas masyara-kat pemulung menjalankan perannya masing-masing. Pemulung bergerak di lapangan memungut dan men-sortir, Pelapak (Bos Kecil) yang membeli, mencuci dan mengepak, Bandar (Bos Besar) membeli sampah bersih dan smpah tersebut ke industri daur ulang sam-pah. Masing-masing anggota masyarakat pemulung seolah-olah sudah menyadari akan kemampuan diri-nya sehingga mereka bekerja dengan teratur meski-pun tidak ada komando dari atasan.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan, tampak bahwa perbedaan kemampuan mengelola usaha persampahan antara Pemulung, Pencuci/Pelapak (Bos Kecil) dan Bandar (Bos Besar)

tersebut disebabkan oleh perbedaan karakter kewira-usahaan yang dimilikinya.

Percaya Diri

Orang yang mau terjun sebagai pemulung biasa-nya adalah orang yang sudah merasa terjepit dalam masalah ekonomi, mungkin dengan alasan telah mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau karena kegagalan usaha. Profesi sebagai pemulung adalah pilihan terakhir bagi masyarakat pemulung, oleh karena itu diperlukan dukungan percaya diri yang cukup kuat agar usaha tersebut berhasil. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan masyarakat pemulung, terlihat jelas bahwa masing-masing anggota masyarakat pemulung memiliki rasa percaya diri yang cukup kuat. Rasa percaya diri tersebut ditunjukkan dengan sikap optimisme mereka untuk meraih keber-hasilan usahanya.

Sabar dan tekun

Usaha membutuhkan kesabaran dan ketekunan, sabar adalah kata sifat yang diartikan sebagai tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati. Sedangkan tekun dapat diartikan sebagai rajin, keras hati, dan bersungguh-sungguh. Bekerja dan berusaha dengan penuh kesabaran dan ketekunan dapat diartikan dengan bekerja secara bersungguh-sungguh serta tahan dalam menghadapi segala godaan. Dengan demikian warga masyarakat pemulung di TPA Bantar Gebang dapat menunjukkan kerjanya dengan ketekunan serta penuh kesabaran dalam menghadapi segalaj jenis godaan bekerja dengan bersungguh-sungguh dalam mencukupi kebutuhan keluarganya.

Motivasi internal

Motivasi berasal dari kata latin ”movere” yang berarti ”dorongan atau daya penggerak”. Motivasi ini diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Adapun kerja adalah sejumlah Tabel 2. Penghasilan Masyarakat Pemulung di TPA

Bantar Gebang

No Status Penghasilan per bulan (Rupiah)

Jumlah

(orang) Persentase

1 Tenaga Pemulung 600.000 – 1.000.000 4.112 94,48

2 Pelapak/ Pencuci 3.000.000 – 5.000.000 225 5,17

3 Bandar 10.000.000 -15.000.000 15 0,35

(8)

aktivitas fisik dan mental untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan. Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain moti-vasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan.

Kerja sungguh-sungguh

Kerja merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sendiri maupun bersama-sama untuk meng-hasilkan sesuatu bagi orang lain dan secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak positif bagi si pekerja itu sendiri. Kata kunci dari kerja disini

adalah effort (usaha). Jadi ketika kita mengklaim bahwa kita bekerja, maka terlihat nyata adanya usaha untuk mewujudkan kerja tersebut.

Usaha dalam bekerja sering diartikan kerja yang sungguh-sungguh. Ada pengorbanan, tidak selalu memperoleh yang terbaik, namum menikmati proses yang terbaik. Kerja sungguh-sungguh bukan berarti bekerja keras, namun bekerja cerdas (smart work) berlandasan keseimbangan hidup.

Kerja keras

Kerja keras adalah berusaha dengan sepenuh hati dengan sekuat tenaga untuk berupaya mendapat-kan keingingan pencapaian hasil yang maksimal pada umumnya.Tetapi kerja keras jangan di salah artikan untuk tujuan yang negatif, berusaha dengan jujur adil untuk tujuan positif, bekerja keraslah sesuai kemam-puan yang dimiliki dan jangan memaksakan diri nanti-nya dapat menghasilkan hasil yang kurang maksimal, kerja keras juga mempunyai batasan-batasan limit. Kerja keras merupakan salah satu cara yang dapat digunakan bila mana sesuatu hal ingin di capai, kerja keras untuk ini itu, dan yang penting kerja keras dalam konteks yang positif tidak serta merta bekerja keras untuk tujuan yang negatif (malakukan perbuatan me-langgar hukum, merugikan hak asasi orang lain dan merugikan lingkungan di sekitarnya).

Keberanian mengambil resiko

Karakter keberanian mengambil resiko merupa-kan salah satu karakteristik kewirausahaan. Seorang

wirausahawan yang memiliki jiwa keberanian meng-ambil resiko akan berani mengembangkan usahanya walapun harus berhadapan dengan tantangan yang besar serta ada kemungkinan gagalnya. Sebaliknya wirausahawan yang tidak memiliki jiwa keberanian tesebut dibayangi rasa takut akan kegagalan, sebagai-mana dinyatakan oleh Muslimin sebagai berikut:

Saya sudah merasa cukup menjadi pemulung saja, tidak ada keinginan menjadi pelapak/pencuci ataupun bandar karena tanggung jawabnya berat dan harus harus siap menghadapi resiko. Kalau harus jujur saya bisa, tetapi saya tidak bisa ngomong dengan orang atau mengatur orang banyak. Padahal untuk menjadi pelapak/pencuci atau bandar kan harus jujur dan pandai berkomuniasi. Jadi intinya saya tidak siap menghadapi resiko sebagai seorang pelapak/pencuci ataupun Bandar, baik resiko materiil berupa permo-dalan ataupun resiko non materiil yang berupa mental atau kejiwaan.

Keberanian mengambil resiko merupakan ke-mampuan untuk mengambil resiko atas hal-hal yang dikerjakannya (As’ad, 2003), resiko yang diambil adalah resiko yang diperhitungkan dan realistik, sesuai dengan pengetahuan, latar belakang dan pengalaman-nya yang akan meningkatkan kemungkinan keberha-silannya (Zimmerer dan Scarborough, 1998). Wira-usahawan adalah orang yang lebih menyukai usaha-usaha yang lebih menantang untuk mencapai kesuk-sesan atau kegagalan daripada usaha yang kurang menantang.

Wirausaha menghindari situasi risiko yang rendah karena tidak ada tantangan dan menjauhi situasi risiko yang tinggi karena ingin berhasil. Pada situasi ini ada dua alternatif yang harus dipilih yaitu alternatif yang mengangung risiko dan alternatif yang konservatif. Wirausahawan harus bisa memperkirakan kemung-kinan terburuk yang terjadi dalam bisnisnya serta me-nyiapkan solusi penyelesaian masalahnya, hal tersebut dinyatakan oleh Muslimin sebagai berikut:

(9)

bandar. Jadi Bandar fungsinya sebagai jembatan antara pelapak/pencuci dan pemulung dengan industri daur ulang.

Pandai berkomunikasi

Keterampilan komunikasi adalah keterampilan utama yang harus dimiliki untuk mampu membina hubungan yang sehat dimana saja, di lingkungan sosial, sekolah, usaha dan perkantoran, di kebun atau dimana saja. Sebagian besar (kalau tidak semuanya) masalah yang timbul dalam kehidupan sosial adalah masalah komunikasi. Jika keterampilan komunikasi dimiliki maka akan sangat besar membantu meminimalisasi potensi konflik sekaligus membuka peluang sukses. Ingat, salah satu pintu rezeki adalah dari silaturahim (public relations) dan itu hanya dapat dicapai jika kita terampil dalam mengomunikasi sesuatu.

Sebenarnya komunikasi tidak hanya berarti hu-bungan verbal, melainkan lebih dari itu. Komunikasi sesungguhnya terbagi menjadi Komunikasi Visual,  artinya contoh perilaku dalam interaksi lebih dominan mempercepat terjadinya saling pengertian terhadap karakter lawan bicara. Selain itu, Komunikasi Vokal,

yaitu kemampuan mengartikulasikan pikiran dan perasaan. Terkadang kesalahan dalam mengartikula-sikan keinginan akan berdampak fatal terhadap komu-nikasi. Terakhir adalah Komunikasi Verbal, yaitu keterampilan dalam memilih jenis kata dan menata jenis kalimat. Hal ini dipengaruhi oleh budaya dan kebiasaan masyarakat. Jika tidak dicermati akan membahayakan komunikasi.

Pandai membaca peluang

Esensi kewirausahaan yaitu tanggapan yang po-sitif terhadap peluang untuk memperoleh keuntungan untuk diri sendiri dan atau pelayanan yang lebih baik pada pelanggan dan masyarakat, cara yang etis dan produktif untuk mencapai tujuan, serta sikap mental untuk merealisasikan tanggapan yang positif tersebut. Pengertian itu juga menampung wirausaha yang peng-usaha, yang mengejar keuntungan secara etis serta wirausaha yang bukan pengusaha, termasuk yang me-ngelola organisasi nirlaba yang bertujuan untuk mem-berikan pelayanan yang lebih baik bagi pelanggan/ masyarakat.

Berorientasi ke masa depan

Wirausahawan harus memiliki karakter berorien-tasi ke masa depan, yaitu memiliki perspektif dan pandangan ke masa depan sehingga akan selalu ber-usaha untuk berkarya dan berkarsa. Pandangan yang jauh ke depan membuat wirausahawan tidak cepat puas dengan karsa dan karya yang sudah ada seka-rang. Oleh sebab itu, ia selalu mempersiapkannya dengan mencari peluang (Suryana, 2001), kuncinya adalah dengan kemampuan untuk rnenciptakan sesuatu yang baru dan beda dari yang ada sekarang. Wirausahawan selalu berpikir untuk orientasi ke masa depan, seperti pernyataan Atim berikut ini:

Saya merasa pendidikan saya rendah, ketram-pilan tidak punya, sementara kebutuhan hidup semakin besar. Saya melihat masih banyak barang-barang bisa dimanfaatkan yang ada pada sampah di TPA ini, saya bisa memulung barang-barang tersebut untuk dijual. Potensi sampah di TPA ini sangat besar karena me-nampung sampah dari Jakarta, sehingga kalau saya mau bekerja keras saya bisa mendapatkan penghasil-an untuk keperlupenghasil-an sehari-hari bahkpenghasil-an bisa menabung untuk keperluan masa depan keluarga saya.

Ketika jumlah penggangguran semakin mening-kat dan peluang kerja semakin menyempit, masya-rakat pemulung melihat adanya potensi ekonomi pada sampah khususnya sampah yang ada di TPA Bantar Gebang. Para pemulung yang sebagian besarnya berpendidikan rendah melihat bahwa untuk bisa me-manfaatkan potensi ekonomi sampah tidak memerlu-kan teknologi yang sulit, sehingga sekalipun mereka berpendidikan rendah tetap bisa memperoleh sumber penghasilan dari sampah.

Kepemimpinan

(10)

Berdasarkan observasi dan wawancara dengan masyarakat pemulung di TPA Bantar Gebang diper-oleh informasi bahwa karakter kepemimpinan dimiliki oleh pelapak/pencuci dan bandar. Dengan karakter kepemimpinan tersebut pelapak/pencuci maupun ban-dar dapat mengkoordinir dan sekaligus mempegaruhi masyarakat yang bekerjasama dengannya. Seorang pelapak/pencuci mengkoordinir pemulung berjumlah antara 14 sampai 20 orang, apabila pemulung tersebut sudah berkeluarga berarti pelapak/pencuci juga seka-ligus mengkoordinir anggota keluarga yang bersang-kutan. Sebagaimana dituturkan oleh Kamin:

Saya mengkoordinir 14 orang pemulung yang asal dari berbagai daerah, sebagian besar sudah ber-keluarga dan ada sebagian kecil yang masih bujangan. Hasil kerja para pemulung berupa kantong plasti bekas bungkusan atau lainnya semisal botol aqua. Biasanya setiap sore hari dilakukan penimbangan hasil kerja pemulung, tetapi pembayaran dilakukan setiap dua pekan sekali. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para pemulung mengajukan kas bon dengan batasan Rp 20.000 per hari, nanti pengembaliannya dipotong dari hasil pembayaran. Penerimaan masing-masing pemulung setiap 2 pekan sekali bervariasi tergantung pada giat dan tidaknya bekerja. Pemulung sangat berarti buat saya karena tanpa mereka yang saya tidak bisa berbisnis, agar usaha saya bisa lang-geng maka saya harus bisa membina hubungan baik serta sedapat mungkin memenuhi kebutuhan para pe-mulung, ya tentunya disesuaikan dengan kemampuan pemulung itu sendiri. Misalnya: ada pemulung yang ingin beli motor, TV, almari kulkas, maka saya harus dapat mengusahakannya, ya tentunya saya harus lihat dulu bagaimana kerajinan, ketekunan dan hasil kerja-nya selama ini. Kalau ada pemulung yang mengajukan pinjaman dalam jumlah besar biasanya saya bekerjasama dengan bandar saya. (Kamin. 130810: 13.00).

Keberhasilan pelapak/pencuci dalam mengope-rasionalkan roda usahanya sangat tergantung pada kemampuannya membina hubungan baik antara pen-cuci/pelapak dengan para pemulung, agar pemulung dapat bekerja dengan tenang maka pelapak/pencuci harus dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari para pemulung yang berada dalam koordinasinya.

Pola Pengembangan Usaha Informal

Masya-rakat Pemulung di TPA Bantar Gebang

Pekerja informal adalah mereka yang bekerja di sektor informal, yang menurut penafsiran terhadap UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah mereka yang ”bekerja di luar hubungan kerja”, yang berarti tidak ada perjanjian kerja yang mengatur unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Menurut Istilah Umum Depnakertrans, sektor informal diartikan sebagai seluruh usaha komersial dan tak-komersial yang tidak terdaftar (atau kegiatan ekonomi), yang tidak mempunyai struktur organisasi resmi, dan pada umumnya bercirikan: dimiliki oleh keluarga, kegiatan dalam skala kecil, padat tenaga kerja, menggunakan teknologi yang telah diadaptasi, dan adanya ketergan-tungan kepada sumber daya lokal.

Pengetahuan teknis dan ketrampilan bisnis ini oleh Gnyawali dan Fogel (1994) didefinisikan sebagai ability to enterprise, sedang inisiatif didefinisikan sebagai propensity to enterprise (El-Namaki, 1988; Gnyawali & Fogel, 1994). Jadi, menurut Gnyawali dan Fogel, tiga elemen pokok yang mempengaruhi pembentukan kewirausahaan adalah peluang (opportunity), kemauan berwirausaha (propensity to enterprise), dan kemampuan berwirausaha (ability to enterprise). Sinergi dari peluang usaha, kemauan dan kemampuan berwirausaha dari masya-rakat akan meningkatkan kemungkinan seseorang membuka unit usaha baru, tapi belum tentu akan me-wujudkannya, karena pertimbangan pasar, teknologi, kompetensi SDM, akses bahan baku secara berke-lanjutan.

(11)

pemulung menjadi lebih baik, (2) Peningkatan motivasi dan pelatihan masyarakat pemulung, (3) Pemberian kesempatan dalam asuransi kecelakaan dan pemeli-haraan kesehatan, (4) Pemberian kesempatan dalam pendidikan baik formal maupun non formal. Sedang-kan langkah-langkah khusus meliputi pemberian kesempatan melakukan usaha bersama antara lain: (1) Unit simpan pinjam, (2) Pengelolaan unit pencucian sampah, (3) Pengelolaan pengolahan sampah organik menjadi pupuk organik/briket sampah, (4) Pengem-bangan unit daur ulang sampah non organik pada skala kecil-menengah, dan (5) Pengelolaan sarana usaha untuk keperluan sehari-hari.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan terhadap hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

• Alasan awal seseorang menjadi pemulung adalah karena tuntutan kebutuhan hidup (ekonomi), dengan pengertian tidak ada seseorang yang dengan sengaja atau bercita-cita menjadi tenaga pemulung. Sehingga hampir semua tenaga pemu-lung mengatakan bahwa pada awalnya mereka menggeluti profesi tersebut karena keadaan terpaksa, tetapi setelah dirasakan bahwa dengan aktivitas pengelolaan sampah itu mereka dapat menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka akhirnya mereka rela menjadi pemulung dan betah tinggal bertahun-tahun di sekitar lokasi TPA.

Berdasarkan data pada variasi penghasilan terse-but dapat disimpulkan bahwa sebagian besar warga masyarakat pemulung hidup di bawah garis kemis-kinan karena penghasilan per bulannya berada di bawah Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku di Kota Bekasi ataupun Privinsi DKI Jakarta. Sebagian kecil masyarakat pemulung yang memiliki penghasilan di atas UMR adalah para pelapak/pencuci dan bandar. Sehingga untuk menjadi pelapak/pencuci maupun bandar dibutuhkan kemampuan kemampuan berko-munikasi, serta keberanian menanghadapi resiko.

Pemulung yang telah mencapai status pelapak/ pencuci maupun bandar menunjukkan pola kerja keras disertai dengan kesabaran dan ketekunan.

Warga masyarakat pemulung membutuhkan rasa percaya diri yang cukup kuat bahwa dengan usahanya itu mampu menghasilkan pemasukan dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarganya. Rasa percaya diri akan mempengaruhi gagasan, karsa, inisiatif, kreati-vitas, keberanian, ketekunan, semangat kerga, dan kegairahan berkarya.

Dari beberapa kesimpulan tersebut menghasilkan tiga proposisi minor dan satu proposisi mayor berikut ini.

Proposisi minor:

• Para pemulung memulai usaha atas dasar ke-mauan sendiri (motivasi dari dalam diri sendiri), pemulung menciptakan peluang usaha pengelo-laan sampah atas dasar karena keterbatasan pen-didikan dan ketrampilan, penghasilan pemulung masih di bawah Upah Minimum Regional (UMR) dan sekaligus merupakan penghasilan terrendah dibandingkan dengan penghasilan pelapak/pen-cuci dan bandar yang masing-masing memper-oleh penghasilan per bulan melampa/i UMR Kota Bekasi maupun Provinsi DKI Jakarta.

• Tenaga pemulung dapat berkembang menjadi pelapak/pencuci maupun bandar apabila memiliki beberapa sifat manajerial serta didukung dengan upaya-upaya meliputi: kerja keras, kesabaran dan ketekunan, keberanian menghadapi resiko, kemampuan berkomunikasi dan kepemimpinan. • Keberhasilan usaha seorang anggota komunitas pemulung dipengaruhi oleh kelengkapan karakter wirausaha yang dimilikinya. Bandar dan pelapak/ pencuci memiliki karakter wirausaha yang lebih lengkap dibandingkan dengan pemulung. Pemu-lung memiliki karakter percaya diri, berorien-tasikan pada tugas dan hasil, dan keberanian meng-ambil resiko. Sedangkan karakter wirausaha yang dimiliki oleh pelapak/pencuci dan bandar adalah percaya diri, berorientasikan pada tugas dan hasil, keberanian mengambil resiko, kepe-mimpinan, dan berorientasi ke masa depan.

Proposisi mayor:

(12)

dan bersungguh-sungguh, keberanian menghadapi resiko, pandai membaca peluang pandai berkomuni-kasi, kepemimpinan, dan berorientasi ke masa depan.

Implikasi

Praktis

Bagi pemulung

Karakteristik kewirausahaan yang melekat pada masyarakat pemulung perlu dipelihara dan dikem-bangkan, karena telah terbukti dengan karakter kewirausahaan yang dimiliki masyarakat pemulung berhasil menjadikan sampah yang tadinya tak ternilai menjadi komoditi pedagangan yang dapat mendatang-kan manfaat yang cukup besar.

Bagi pemerintah

• Dengan mengacu pada karakteristik kewira-usahaan yang dimiliki masyarakat pemulung, pemerintah dapat mengembangkan program pemberdayaan untuk meningkatkan kesejahte-raan masyarakat pemulung.

• Pemerintah dapat memanfaatkan tenaga masya-rakat pemulung untuk menangani permasalahan sampah tanpa harus menggusur keberadaan pemulung di lokasi TPA sampah.

Teoritis

• Teori tentang karakteristik kewirausahaan telah dikembangkan sebelumnya, antara lain oleh Meredith. (2002) yang mengungkapkan bahwa karakteristik kewirausahaan ada 6 macam, yaitu: percaya diri, berorientasi kepada tugas dan hasil, berani mengambil resiko, kepemipinan, berorien-tasi ke masa depan dan keorisinilan. Sedangkan penelitian ini telah berhasil menemukan tentang karakteristik kewirausahaan komunitas pemulung yang terdiri dari 10 macam, yaitu: percaya diri, kesabaran dan ketekunan, motivasi internal, kerja keras dan bersungguh-sungguh, keberanian mengambil resiko, pandai membaca peluang, pandai berkomunikasi, kepemimpinan, serta berorientasi ke masa depan. Temuan penelitian ini memperkuat teori Meredith. karena empat karakteristik kewirausahaan yang ditemukan pada komunitas pemulung memiliki kesamaan

dengan empat karakteristik kewirausahaan yang diungkapkan oleh Meredith. Sedangkan perbeda-an perbeda-antara hasil penelitiperbeda-an ini dengperbeda-an pendapat Meredith adalah pada karakter keorisinilan dan orientasi pada tugas dan hasil, karena penelitian ini tidak menemukan makna adanya karakter keorisinilan serta orientasi pada tugas dan hasil pada komunitas pemulung. Komunitas pemulung di TPA Bantar Gebang belum atau bahkan tidak ada yang melakukan inovasi untuk merubah bahan-bahan bekas (sampah) menjadi produk/ bahan baru yang memiliki nilai tambah tinggi, me-lainkan hanyalah melakukan aktivitas pemulungan dan perdagangan. Sedangkan mengenai karak-teristik berorientasi kepada tugas dan hasil juga tidak dapat ditemukan dari pengalaman-pengalaman yang diungkapkan oleh masyarakat pemulung. • Proposisi yang dihasilkan dari penelitian ini perlu

ditindak lanjuti dengan penelitian berikutnya agar diperoleh teori baru yang lebih mantab.

Saran

• Potensi sampah di TPA Bantar Gebang sangat besar karena menampung sampah dari DKI Jakarta, maka untuk meningkatkan penghasilan hingga di atas UMR, pemulung disarankan untuk bekerja lebih keras lagi atau berinovasi mengolah sampah agar memiliki nilai jual yang lebih tinggi. • Masyarakat pemulung di TPA Bantar Gebang yang berpenghasilan di bawah UMR jumlahnya cukup besar, maka pemerintah berkewajiban me-ningkatkan kesejahteraan para pemulung tersebut dengan cara memberikan program pemberdaya-an dengpemberdaya-an mengacu pada karakter kewirausa-haan yang dimiliki oleh para pemulung.

DAFTAR RUJUKAN

As’ad, M. 2003. Psikologi Industri: Seri Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty.

Azhari, S.K. 2009. Sketsa Masyarakat Pemulung Kota Bandung. Jurnal Sosioteknologi Edisi 17 Tahun 8, 8 Agustus 2009.

Bungin, H.M.B. 2008. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Elnamaki, M.S.S. 1988. Encouraging Entrepreneurship in

(13)

Gnyawali, Devi, R., and Daniel, S.F. 1994. Enviroment for Entrepreneurship Development: Key Dimensions and  esearch Implications, Entrepreneurship: Theory and Practice.

Kementrian Negara Usaha Kecil Menengah dan Koperasi. 2008. Kajian Model Pengembangan Usaha di Kalangan Pemulung. www.smecda.com/kajian/ files/ PEMULUNG.../6_BAB4JATIBARANG.pdf , diakses pada tanggal 25 Desember 2009.

Lestari, P. 2005. Profil Pemulung di Desa Sukorejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang dan Partisipasinya dalam Menciptakan Kebersihan Lingkungan. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Tidak dipublikasikan.

Meredith, Geoffrey, G. 2002. Kewirausahaan: Teori dan Praktek. Jakarta: PPM.

Ruslan, R. 2006. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suryana. 2003. Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat

dan Proses Menuju Sukses. Salemba Empat. Jakarta. Undang Undang Republik Indonesia (UURI) Nomor 18 Tahun 2008. 2008. Tentang Pengelolaan Sampah.

http://www.menlh.go.id/dokumen_sampah/ diakses pada tanggal 25 Desember 2009.

Gambar

Gambar 1.1 Struktur Keterkaitan usaha antara Pemulung, Bandar/Lapak dengan Industri di TPA Bantar Gebang

Referensi

Dokumen terkait

Usaha preventif pada masa neonatus, bayi dan balita dapat dilakukan dengan memberi pujian dan respon terhadap segala usaha anak untuk mengeluarkan suara, serta memberi tanda

Pada bleaching in-office, aplikasi 35% hidrogen peroksida tidak menghasilkan perubahan morfologi pada email, Penelitian lain dengan metode dan bahan yang sama,

Keyword dari konsep ini adalah Apealling Harmony of Kudus dipilih sebagai kunci dalam konsep karena mengandung arti sebagai wahana lokasi wisata dari sebuah keselarasan yang

Mudah tersinggung dan apalagi jika sudah mulai menopause pada wanita maka akan mengalami banyak masalah psikologis antara lain kecemburuan yang tinggi terhadap

Hasil Penelitian menunjukan kemampuan guru merancang pembelajaran dengan metode kerja kelompok pada materi koperasi terlihat dari adanya peningkatan perencanaan

daerah. Keberhasilan model manajemen tergantung pada inisiatif kebijakan yang tepat, kelancaran implementasi, komitmen sumber daya dan koordinasi yang tepat

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DIALOG BAHASA INDONESIA MELALUI PENERAPAN MODEL RESPONS VERBAL DILENGKAPI DENGAN GAMBAR Studi Kuasi Eksperimen pada Kelas X SMA Al-Ma’arif

Hasil desain Pasar Terban yang baru merubah kondisi yang tidak representaive menjadi pasar yang lebih menarik dan lebih representative karena ; Desain Pasar Terban