• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Lokasi Infark Dengan Mortalitas Pada Pasien Infark Miokard Akut Yang Dirawat Di Ruang Intensive Cardiac Care Unit (Iccu)rsu Dokter Soedarso Pontianak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Lokasi Infark Dengan Mortalitas Pada Pasien Infark Miokard Akut Yang Dirawat Di Ruang Intensive Cardiac Care Unit (Iccu)rsu Dokter Soedarso Pontianak"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 HUBUNGAN LOKASI INFARK DENGAN MORTALITAS PADA

PASIEN INFARK MIOKARD AKUT YANG DIRAWAT DI RUANG INTENSIVE CARDIAC CARE UNIT (ICCU)

RSU DOKTER SOEDARSO PONTIANAK

Teodorus Tomy Saputra1; Infan Ketaren2; Agustina Arundina Triharja Tejoyuwono3

Intisari

Latar belakang. Infark Miokard Akut (IMA) adalah suatu kondisi yang dihubungkan dengan iskemia atau nekrosis pada otot jantung yang terjadi bila sirkulasi ke daerah jantung tersumbat. Lokasi Infark memiliki hubungan yang erat dengan terjadinya mortalitas pada penderita infark miokard akut dan belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan lokasi infark dengan mortalitas di RSU Dokter Soedarso Pontianak. Tujuan. Mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara lokasi infark dengan mortalitas pada pasien Infark Miokard Akut yang dirawat di Ruang

Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) RSU Dokter Soedarso Pontianak.

Metode. Penelitian analitik observasional dengan rancangan cross

sectional yang dilakukan di Unit Rekam Medik RSU Dokter Soedarso

Pontianak dengan menggunakan data rekam medik periode 1 Januari 2012 hingga 31 Desember 2013. Sebanyak 137 sampel penelitian dipilih dengan teknik total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Data dikumpulkan dari rekam medik lalu dianalisis dengan menggunakan uji statistik chi-square. Hasil. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lokasi infark dengan kejadian mortalitas pada penderita infark miokard akut (p=0,942). Kesimpulan. Lokasi infark tidak berhubungan dengan kejadian mortalitas pada pasien infark miokard akut.

Kata kunci: infark miokard akut, lokasi infark, mortalitas

1) Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat

2) Departemen Kardiologi, Rumah Sakit Umum dr. Soedarso Pontianak, Kalimantan Barat

3) Departemen Kedokteran Komunitas, Keluarga dan Kesehatan Masyarakat, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat

(2)

2 ASSOCIATION BETWEEN INFARCT LOCATION AND MORTALITY IN ACUTE MYOCARDIAL INFARCTION HOSPITALIZED PATIENTS AT

INTENSIVE CARDIAC CARE UNIT (ICCU) IN RSU DOKTER SOEDARSO PONTIANAK

Teodorus Tomy Saputra1; Infan Ketaren2; Agustina Arundina Triharja Tejoyuwono3

Abstract

Background. Acute Myocardial Infarction (AMI) is a clinical syndrome results from occlusion of a coronary artery, with resultant death of cardiac myocytes in the region supplied by artery. Infarct location is closely associated with the incidence of mortality in acute myocardial infarction patients and until now there are no researchs about the association between infarct location and mortality in RSU Dokter Soedarso Pontianak. Objective. To find out whether there is association between infarct location with mortality in acute myocardial infarction hospitalized patients

atIntensive Cardiac Care Unit (ICCU) in RSU Dokter Soedarso Pontianak.

Method. This research was an observasional study with cross sectional design conducted at Medical Record Unit, RSU Dokter Soedarso

Pontianak by using the medical record data from 2012, 1st January to

2013, 31st December. A total of 137 samples were selected by total

sampling technique based on inclusion and exclusion criteria. Data were obtained by medical record to the research subject would be analyzed

using chi-square test. Result. There is no significant correlation between

the infarct location with the incidence of mortality (p=0.942). Conclusion.

Infarct location is not associated with the incidence of mortality in acute myocardial infarction patients.

Keyword : acute myocardial infarction, infarct location, mortality

1) Medical Faculty, Tanjungpura University, Pontianak, West Kalimantan 2) Department of Cardiology, RSU Dokter Soedarso, Pontianak, West

Kalimantan

3) Department of Public Health, Medical Faculty, Tanjungpura University, Pontianak, West Kalimantan

(3)

3 PENDAHULUAN

Infark miokard akut (IMA) adalah suatu kondisi yang dihubungkan dengan iskemia atau nekrosis pada otot jantung yang terjadi bila sirkulasi ke daerah jantung tersumbat.1 Iskemia terjadi akibat oklusi dari arteri koroner sehingga pasokan darah kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan jantung dan mengakibatkan kematian sel otot jantung.2 Infark miokard akut merupakan salah satu spektrum klinis dari sindrom koroner akut (SKA).3

WHO melaporkan bahwa penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian yang diakibatkan oleh penyakit tidak menular. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan terjadinya peningkatan prevalensi penyakit jantung di Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 melaporkan prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia menurut diagnosis dan gejala sebesar 1,5 %. Kalimantan Barat memiliki prevalensi sebesar 0,9 %. Data Register Pelayanan Rawat Inap Ruang Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso menunjukkan jumlah pasien yang mengalami kenaikan sejak tahun 2011 hingga tahun 2013, yaitu 112 orang pada tahun 2011, 117 orang pada tahun 2012, dan 142 orang pada tahun 2013.9

Banyak penelitian yang menyatakan bahwa lokasi infark berhubungan dengan kejadian mortalitas. Isomaki et al10 mendapatkan adanya hubungan lokasi infark pada penderita infark miokard akut dengan angka mortalitas. Geltman et al11 menyatakan bahwa infark anterior memiliki mortalitas lebih tinggi. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Pompi12 yang menunjukkan lokasi infark tersering pada kelompok kasus adalah anterior (38,75%) dengan kejadian mortalitas sebesar 42,7%. Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis merasa perlu melakukan penelitian untuk mencari hubungan lokasi infark yang terjadi dengan mortalitas pada pasien infark miokard akut yang dirawat di

(4)

4 ruang Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso Pontianak.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross

sectional. Penelitian ini dilakukan di Unit Rekam Medik Rumah Sakit

Umum Dokter Soedarso Pontianak. Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien infark miokard akut yang dirawat di ruang Intensive Cardiac

Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Umum dokter Soedarso Pontianak dengan

jumlah sampel sebanyak 137 sampel penelitian yang memenuhi kriteria penelitian. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara total sampling. Data dari penelitian ini dikumpulkan melalui rekam medik dan diuji dengan menggunakan uji statistik chi-square. Peneliti melakukan analisis univariat dan bivariat terhadap variabel yang disertakan di dalam penelitian, yaitu lokasi infark, usia, jenis kelamin, lama perawatan, komplikasi, mortalitas, dan lokasi infark terhadap mortalitas.

HASIL

Hasil pada penelitian ini diperoleh sebanyak 137 pasien yang memenuhi kriteria penelitian. Gambaran karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian

Variabel Jumlah (n) Persen (%) Usia 30-38 tahun 7 5,1 39-47 tahun 15 10,9 48-56 tahun 50 36,5 57-65 tahun 34 24,8 66-74 tahun 25 18,2

(5)

5 Lanjutan« 75-83 tahun 5 3,6 84-92 tahun 0 0 93-101 tahun 0 0 102-110 tahun 1 0,7 Jenis Kelamin Laki-laki 107 78,1 Perempuan 30 21,9 Lama Perawatan <= 7 hari 105 76,6 > 7 hari 32 23,4 Lokasi Infark Anterior 79 57,7 Inferior 58 42,3 Komplikasi Tanpa komplikasi 72 52,6 Syok kardiogenik 26 19,6 Gagal jantung 22 16,1

Edema paru akut 6 4,4

Aritmia 5 3,6

Syok kardiogenik dan gagal jantung 2 1,5 Syok kardiogenik dan edema paru akut 4 2,9 Mortalitas

Mortal 35 25,5

Non-mortal 102 74,5

Sumber: Data Primer, 2014

Karakteristik subjek penelitian ini menggambarkan bahwa rentang usia dominan pasien yang dirawat di Ruang Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) RSU Dokter Soedarso Pontianak adalah usia 48-56 tahun (36,5%), berjenis kelamin laki-laki (78,1%), lama perawatan terbanyak <= 7 hari

(6)

6 (76,6%) dengan lokasi infark terbanyak adalah anterior (46%) dan inferior (38%). Lebih banyak pasien yang tidak mengalami komplikasi (52,6%) dan komplikasi terbanyak yang terjadi adalah syok kardiogenik (19,6%) dan gagal jantung (16,1%). Lebih banyak pasien yang tidak mortal (74,5%).

Analisis untuk mencari hubungan antara variabel lokasi infark dengan mortalitas dilakukan dengan menggunakan uji hipotesis

chi-square yang dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Hubungan Lokasi Infark dengan Mortalitas

Lokasi Infark Mortal Non-mortal Jumlah P

Anterior 20 59 79

0,942

Inferior 15 43 58

Jumlah 35 102 137

Analisis untuk mencari hubungan antara variabel lokasi infark dengan mortalitas dilakukan dengan menggunakan uji hipotesis

chi-square yang dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hubungan Lokasi Infark dengan Lama Perawatan Lokasi Infark <= 7 hari > 7 hari Jumlah P

Anterior 59 20 79

0,527

Inferior 46 12 58

Jumlah 105 32 137

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapatkan 83,8% subjek (115 orang) dengan

XVLD • WDKXQ GHQJDQ NHORPSRN UHQWDQJ XVLD \DQJ GRPLQDQ DGDODK XVLD

48-56 (Tabel 4.1). Hasil ini sesuai dengan penelitian Delima et al.,13 yang mendapatkan 62,1% subjek penelitian berusia di atas 44 tahun. Pada penelitian tersebut, didapatkan risiko menderita penyakit jantung cenderung meningkat dengan bertambahnya usia (meningkat hingga di

(7)

7 atas 2,2 kali setelah usia 55 tahun). Hal ini juga sesuai dengan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan tahun 2013 yang menyatakan bahwa kecenderungan prevalensi penyakit jantung meningkat dengan bertambahnya usia.7,8 Hal ini didukung oleh penelitian

Ting et al.,14 yang mendapatkan bahwa terjadi peningkatan jumlah pasien

berusia di atas 50 tahun yang dirawat di Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) karena infark miokard akut. Pada penelitian tersebut didapatkan usia dapat menjadi penentu prediktor terjadinya kematian dan gagal jantung. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya risiko aterosklerosis dengan bertambahnya usia. Hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik.15

Pada penelitian ini didapatkan subjek penelitian laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu sebanyak 78,1% (Tabel 4.2). Hal ini terjadi karena laki-laki lebih rentan mengalami proses aterosklerosis dibandingkan perempuan. Hal ini diduga disebabkan oleh efek protektif dari hormon estrogen yang dimiliki oleh perempuan.15,16 Hal ini juga disebabkan oleh dominasi populasi perokok oleh laki-laki dibandingkan perempuan, di mana merokok merupakan penyebab terjadinya disfungsi endotel. Selain itu, merokok juga menyebabkan peningkatan adhesi dan agregasi trombosit, peningkatan kadar fibrinogen, spasme arteri, dan menurunkan kapasitas oksigen darah yang meningkatkan proses terjadinya aterosklerosis.8,17,18 Hasil tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Delima et al.,13 yang mendapatkan bahwa perempuan cenderung berisiko 1,57 kali menderita penyakit jantung dibandingkan laki-laki. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan tahun 2013 juga menyatakan bahwa prevalensi penyakit jantung dijumpai lebih tinggi pada perempuan.7,8 Hal ini dapat disebabkan karena populasi perempuan pada penelitian tersebut berada pada rentang usia

menopause yang mengakibatkan sudah hilangnya faktor protektif

(8)

8 juga disebabkan oleh tingginya prevalensi penyakit hipertensi dan diabetes mellitus pada perempuan karena prevalensi penderita hipertensi dan diabetes mellitus lebih tinggi pada perempuan.8,15,16

Pada penelitian ini didapatkan jumlah subjek penelitian dengan lama perawatan kurang dari sama dengan 7 hari lebih besar sebanyak 76,6% (Tabel 4.3). Hal ini sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) Ruang Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) RSU dr. Soedarso Pontianak yang menyatakan bahwa lama perawatan pasien dengan Infark Miokard Akut di Ruang Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) selama 7 hari.19 Selain itu, biasanya pengobatan antikoagulan pada pasien infark miokard akut diberikan minimal selama lima hari tergantung pada kondisi klinis pasien tersebut. Selain itu, lama perawatan yang lebih singkat ini juga dapat disebabkan oleh pengobatan yang jauh lebih baik dengan tatalaksana yang cepat dan tepat sehingga jarang terjadi komplikasi yang menyebabkan lama perawatan lebih panjang karena belum stabilnya kondisi klinis pasien.

Pada penelitian ini didapatkan subjek penelitian dengan lokasi infark yang paling banyak terjadi adalah anterior sebanyak 57,7% (Tabel 4.4). Hasil ini sesuai dengan penelitian Stone et al.,20 yang mendapatkan lokasi infark tersering adalah anterior (40%). Pada penelitiannya didapatkan pasien dengan lokasi infark inferior lebih banyak ditemukan pada perokok aktif dan pasien dengan lokasi infark anterior lebih banyak ditemukan pada pasien dengan diabetes mellitus. Sejalan dengan hasil tersebut,

Thanavaro et al.,21 juga mendapatkan lokasi infark tersering adalah

anterior (55,3%). Dalam penelitiannya didapatkan pasien dengan lokasi infark anterior lebih banyak ditemukan pada pasien dengan diabetes mellitus dan lokasi infark inferior lebih banyak ditemukan pada perokok aktif. Telah banyak terbukti bahwa konsumsi tembakau berdampak pada status kesehatan. Orang yang merokok lebih dari 20 batang tembakau/hari memiliki risiko 6x lebih besar terkena infark miokard dibandingkan dengan bukan perokok. Namun demikian tidak hanya

(9)

9 perokok saja yang berisiko mendapatkan penyakit-penyakit tersebut, tetapi masyarakat banyak yang terpapar oleh asap rokok yang kita kenal dengan passive smoking. Telah terbukti bahwa passive smokers pun berisiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler, kanker paru, asthma, dan penyakit paru lainnya.22 Pada penelitian ini prevalensi pasien dengan riwayat perokok aktif dan diabetes mellitus tidak didapatkan karena tidak semua data di rekam medik dituliskan faktor risiko tersebut.

Pada penelitian ini didapatkan jumlah subjek penelitian yang tidak mengalami komplikasi lebih besar daripada yang mengalami komplikasi yaitu 72 orang (52,6%). Komplikasi yang terjadi adalah syok kardiogenik (19,6%), gagal jantung (16,1%), edema paru akut (4,4%), aritmia (3,6%), syok kardiogenik dan edema paru akut (2,9%), serta syok kardiogenik dan gagal jantung (1,5%) (Tabel 4.5). Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Ting et al.,14 yang mendapatkan jumlah subjek penelitian yang tidak mengalami komplikasi lebih besar daripada yang mengalami komplikasi yaitu sebesar 49,5%. Pada penelitian tersebut, komplikasi yang umumnya terjadi adalah gagal jantung (37,8%), ventrikel takikardi (8,1%), atrial fibrilasi (7,9%), dan blok jantung total (5,8%). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Tarigan.,23 yang mendapatkan komplikasi yang dialami oleh penderita sindroma koroner akut dengan nilai troponin T tinggi adalah syok kardiogenik (54,3%), ventrikel takikardi (14,3%), edema paru (9,6%), bradiaritmia, AV blok dan ventrikel ekstrasistol (5,7%). Komplikasi yang terjadi biasanya berhubungan dengan lokasi infark. Infark anterior secara umum berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kiri dan disfungsi miokardium secara umum yang dapat menyebabkan gagal jantung kongestif, kardiomegali dan syok kardiogenik. Sedangkan infark inferior/posterior umumnya memiliki kerentanan yang lebih besar terjadinya bradiaritmia dan gangguan konduksi.21

Pada penelitian ini didapatkan jumlah mortalitas subjek penelitian sebanyak 25,5% (Tabel 4.6). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Stone et al.,20 yang mendapatkan rendahnya kejadian

(10)

10 mortalitas di rumah sakit (4%-9%). Hasil ini dapat disebabkan oleh terapi reperfusi yang semakin baik pada pasien infark miokard akut. Terapi reperfusi dapat mengembalikan aliran koroner pada arteri yang berhubungan dengan area infark, mengurangi ukuran infark, dan menurunkan mortalitas jangka panjang. Terapi reperfusi terdiri dari terapi fibrinolitik dan Percutaneous Coronary Intervention (PCI). Terapi fibrinolitik lebih awal (door-drug <30 menit) berhasil mengembalikan aliran normal koroner pada 50-60% kasus dan dapat membatasi luasnya infark, fungsi ventrikel normal, dan mengurangi angka kematian. Sedangkan

Percutaneous Coronary Intervention (PCI) dapat mengembalikan aliran

normal sampai 90% kasus.3 Mortalitas yang terjadi selama masa perawatan di rumah sakit dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain usia, jenis kelamin, luasnya area infark, dan komplikasi yang dialami.

Pada penelitian ini dilakukan uji chi-square untuk mencari hubungan antara lokasi infark dengan kejadian mortalitas dan diperoleh nilai p sebesar 0,942 (Tabel 4.7). Data ini memenuhi syarat untuk uji chi-square karena tidak didapatkan sel dengan nilai expected kurang dari 5. Berdasarkan hasil uji statistik ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lokasi infark dengan kejadian mortalitas. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Linden24 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara lokasi infark dengan mortalitas pada pasien infark miokard akut. Pada penelitiannya juga dilakukan perbandingan mortalitas yang terjadi antara infark anterior dan posterior dan didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kejadian mortalitas.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Goldberg et al.,25 yang menunjukkan bahwa lokasi infark tidak berhubungan dengan prognosis pada pasien dengan infark miokard akut.

Goldberg et al menyatakan bahwa prognosis pasien lebih berhubungan

dengan jumlah kerusakan sel miokardium karena hal tersebut akan menentukan perluasan dari daerah infark atau pelepasan enzim jantung

(11)

11 yang akan menentukan prognosis pasien tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Thanavaro et al.,21 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna secara independen antara lokasi infark dengan kejadian mortalitas pada pasien infark miokard akut. Menurut hasil analisis multivariat dengan metode regresi logistik yang dilakukan dalam penelitiannya didapatkan dua hal yang menjadi penentu outcome klinis pada pasien infark miokard akut yaitu kadar puncak enzim jantung dan lokasi infark. Didapatkan bahwa kadar puncak enzim jantung lebih berpengaruh terhadap prognosis pasien infark miokard akut, terutama mortalitas karena pada keadaan ini terjadi penurunan fungsi ventrikel kiri (kardiomegali, gagal jantung kongestif atau syok kardiogenik) dan kejadian disritmia atrial atau disritmia ventrikular. Penjelasan mengenai kontribusi independen dari lokasi infark terhadap prognosis pasiennya belum diketahui. Lokasi infark lebih berpengaruh terhadap kejadian infark ventrikel kanan yang dihubungkan dengan kerusakan ventrikel kiri pada infark miokard inferior.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Isomaki et al.,10 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara lokasi infark dengan kejadian mortalitas. Hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Kennedy et al.,26 yang mendapatkan adanya hubungan lokasi infark

dengan prognosis jangka pendek dan prognosis jangka panjang pasien infark miokard akut. Pada penelitiannya didapatkan prognosis jangka pendek dan prognosis jangka panjang pada pasien dengan lokasi infark anterior lebih buruk daripada infark inferior/posterior. Infark anterior secara umum berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kejadian disfungsi miokardium yang secara sekunder menyebabkan gagal jantung kongestif dan kardiomegali. Faktor ini yang mempengaruhi prognosis jangka panjang pada pasien infark miokard akut. Sedangkan infark inferior/posterior umumnya berhubungan dengan jumlah kerusakan miokardium yang lebih sedikit tetapi memiliki kerentanan yang lebih besar

(12)

12 terjadinya bradiaritmia dan gangguan konduksi. Faktor ini tidak mempengaruhi survival selama masa perawatan di rumah sakit.

Hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Marik et al.,27 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara mortalitas dengan lokasi infark dengan nilai p=0,005 (p<0,05). Adanya hubungan ini menjelaskan bahwa adanya hubungan antara lokasi infark dengan kejadian mortalitas. Pada penelitian ini juga menunjukkan prognosis jangka pendek pada pasien dengan infark miokard akut anterior lebih buruk daripada pasien dengan infark miokard akut inferior (18,3% vs 10,5%).

Pada penelitian ini dilakukan uji chi-square untuk mencari hubungan antara lokasi infark dengan lama perawatan di rumah sakit dan diperoleh nilai p sebesar 0,527 (Tabel 4.8). Data ini memenuhi syarat untuk uji

chi-square karena tidak didapatkan sel dengan nilai expected kurang dari 5.

Berdasarkan hasil uji statistik ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lokasi infark dengan lama perawatan. Hal ini dapat disebabkan karena lebih banyaknya pasien yang tidak mengalami komplikasi sehingga kondisi klinis pasien lebih baik dan menjadikan lebih sedikitnya lama perawatan pasien di ruang Intensive

Cardiac Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Umum dr. Soedarso Pontianak.

Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Stone et al.,20 yang mendapatkan bahwa pasien dengan lokasi infark anterior memiliki kondisi klinis yang buruk dibandingkan lokasi infark inferior sehingga menyebabkan lama perawatan yang lebih panjang hingga kondisi klinis pasien menjadi lebih stabil.

KESIMPULAN

Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lokasi infark dengan kejadian mortalitas pada pasien Infark Miokard Akut yang dirawat di Ruang Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso Pontianak.

(13)

13 DAFTAR PUSTAKA

1. Hartanto, Huriawati. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC; 2002. 2. Boyle AJ, Jaffe AS. Acute Myocardial Infarction. In: Crawford MH,

editor. Current Diagnosis & Treatment: Cardiology, 3rd edition. San Fransisco: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2009; 51-72.

3. Karo-Karo S., Rahajoe AU., Sulistyo S., Kosasih A. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut Indonesia. Edisi 2012. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI); 2012; 60-76.

4. Alwan, A., Armstrong, T., Bettcher, D., et al. Global status report on noncommunicable diseases 2010. Geneva: WHO Press. 2011; 1-28. 5. Mendis S., Puska P., dan Norrving B. (ed). Global Atlas on

Cardiovascular Disease Prevention and Control: Death and Disability Due to CVDs (Heart Attacks and Strokes). Geneva: WHO Press; 2011.

6. Minino AM., Murphy SL., Xu J., dan Kochanek KD. National Vital Statistics Reports (NVSS). United States: Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, Division of Vital Statistic; 2011; 59: 10.

7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.

8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2013. 9. Buku Register Pelayanan Rawat Inap Ruang Intensive Cardiac Care

Unit (ICCU) Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso Pontianak Periode Tahun 2011-2013.

(14)

14 10. Isomaki, H., Takala, T., dan Rasanen, O. Influence of The Site of

Myocardial Infarction on Mortality Rate. Acta med. Scand: 1969; 185: 227-230.

11. Geltman EM., Ehsani AA., Campbell MK., Schechtman K., Roberts R., Sobel BE. The Influence of Location and Extent of Myocardial Infarction on Long-Term Ventricular Dysrhythmia and Mortality.

American Heart Association, Inc. Circulation: 1979; 60: 805-814.

12. Pompi. Leukositosis Pada Pasien Infark Miokard Akut Dengan Mortalitas Di Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Umum Dr. Soedarso Periode 1 Januari 2005-31 Desember 2009 [Skripsi]. Pontianak: Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura; 2010.

13. Delima., Mihardja, L., Siswoyo, H. Prevalensi dan Faktor Determinan Penyakit Jantung di Indonesia. Bul. Penelit. Kesehat; 2009; 37(3): 142-159.

14. Ting, P., Chua, TSJ., Wong, A., Sim, LL., Tan, VWD., Koh, TH. Trends in Mortality from Acute Myocardial Infarction in the Coronary Care Unit. Ann Acad Med Singapore; 2007; 36: 974-979.

15. Oepangat, E., 2011, Faktor Resiko Aterosklerosis Dalam: Rahasto, P. dan Priatna, H. (ed), Aterosklerosis dan Trombosis, Perhimpunan Dokter Kardiovaskular (PERKI) Cabang Banten, Banten.

16. Robbins, SL., Cotran, RS., Kumar, V., Dalam: Pendit, BU. (alih bahasa). Buku Ajar Patologi, Vol 7, edisi 7. Hartanto, H., Darmaniah, N., Wulandari, N. (editor). Jakarta: EGC; 2007; Vol 2.

17. Prasad, DS., Das, BC. Physical Inactivity : A Cardiovascular Risk Factor. Indian J Med Sci [serial online] 2009 [cited 2014 Jun 19]; 63: 33-42. Available from: http://www.indianjmedsci.org/text.asp? 2009/63/1/33/ 49082.

18. Bray, GA. Medical Consequences of Obesity, J. Clin. Endocr. Metab., 2008; 89(6): 2583±2589.

(15)

15 19. Tim Penyusun. Standar Operasional Ruang Intensive Cardiac Care

Unit (ICCU) Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso Pontianak. 2009; 15 Int/5,1,27

20. Stone, PH., Raabe, DS., Jaffe, AS., Gustafson, N., Muller, JE., Turi, ZG., et al. Prognostic Significance of Location and Type of Myocardial Infarction: Independent Adverse Outcome Associated with Anterior Location. J Am Coll Cardiol: 1988; 11: 453-63.

21. Thanavaro, S., Kleiger, RE., Province, MA., Hubert, JW., Miller, JP., Krone, RJ., et al. Effect of Infarct Location on The In-Hospital Prognosis of Patients with First Transmural Myocardial Infarction.

American Heart Association, Inc. Dallas. Circulation: 1982; 66:

742-747.

22. Gondodiputro, S. Bahaya Tembakau dan Bentuk-Bentuk Sediaan Tembakau. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. 2007; 1-18.

23. Tarigan, E. Hubungan Kadar Troponin-T dengan Gambaran Klinis Penderita Sindroma Koroner Akut. USU Repository. 2003; 11.

24. Linden, L. Prognostic Aspect of Myocardial Infarction. Acta Med

Scand. 1952; 143: 464.

25. Goldberg, RJ., Kennedy, HL., Szklo, M., Tonascia, J. Prognosis of Anterior Myocardial Infarction Revisited. (Abstr). Am. J. Cardiol. 1979; 43: 370.

26. Kennedy, HL., Goldberg, RJ., Szklo, M., Tonascia, JA. The Prognosis of Anterior Myocardial Infarction Revisited: A Community-wide Study.

Journal of Clin. Cardiol. 1979; 2: 455-460.

27. Marik, PE., Lipman, J., Eidelman, IJ., dan Erskine, PJ. Clinical Prediction of Early Death in Acute Myocardial Infarction: Prospective Study. S. Afr. Med J. 1990; 77: 179-182.

Gambar

Tabel 2. Hubungan Lokasi Infark dengan Mortalitas

Referensi

Dokumen terkait

• Sumber daya manusia adalah unsur terpenting dalam organisasi, maka pemeliharaan hubungan yang kontinu dan serasi dengan karyawan menjadi sangat penting. • Hal-hal penting

Tujuan dari penelitian ini adalah membangun sebuah sistem yang mampu menerjemahkan suatu kalimat teks berbahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan aturan yang

Berdasarkan hasil penelitian Amalia (2013), pemanfaatan protein pada pakan buatan menggunakan enzim papain mendapatkan dosis terbaik yang dapat digunakan dalam

Dari segi pengiriman barang, penulis menemukan bahwa perusahaan telah ada perubahan didalam proses mengirim barang yang terdapat satu orang yang dipercaya untuk

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sikap kemandirian siswa pada siklus I sebanyak 84,1% dengan kriteria mandiri dan pada siklus II sebanyak 98,75%, sehingga mengalami

Pada bagian ini ditunjukan respon dari frekuensi tegangan terbangkit generator set terhadap perubahan beban, arus beban untuk menunjukkan perubahan beban dan

Berbeda dengan Imâm Mâlik yang hidup di Madinah, sebuah daerah yang kehidupan masyarakatnya masih sangat sederhana dan lebih bernuansa kampung dan merupakan

Penelitian daerah fokus keong dilakukan di tiga wilayah endemis schistosomiasis di Indonesia yaitu Dataran Tinggi Napu dan Bada Kabupaten Poso dan Dataran Tinggi Lindu Kabupaten