TINJAUAN PUSTAKA
Bawang Merah (Allium cepa) 1. Potensi Bawang merah
Salah satu komoditas yang mempunyai potensi untuk dibudidayakan pada
lahan tropis adalah bawang merah (Allium cepa L.). Bawang merah merupakan
salah satu jenis sayuran yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia
setelah cabai dan kacang panjang (Djuariah dan Sumiati, 2003). Sebagai salah
satu komoditas sayuran yang secara ekonomis menguntungkan dan mempunyai
prospek pasar yang luas, bawang merah cukup banyak digemari oleh masyarakat,
terutama sebagai bumbu penyedap masakan, namun dapat pula sebagai bahan
obat, seperti: untuk menurunkan kadar kolesterol, sebagai obat terapi,
anti oksidan, dan antimikroba (Randle, 1997).
Kulit bawang merah berpotensi sebagai bahan baku pestisida nabati. Hal
ini dikarenakan ketersediaan bawang merah yang melimpah, terlihat dari produksi
bawang merah tahun 2010 yang mencapai 1.049.000 ton, dan data tahun 2011
dengan realisasi angka sementara mencapai 564.000 ton (BPS, 2011).
Proses pengolahan bawang merah sebelum dipasarkan yaitu proses
penjemuran tumbuhan bawang merah dibawah terik matahari selama
±
2 hari,pembersihan dari tanah yang menempel dan akar. Setelah itu bawang merah
disimpan dan selama penyimpanan bawang merah akan mengering dan kulit
terluar bawang merah tersebut akan mudah terkelupas (Rukmana, 1994). Umbi
hal ini memperlihatkan bahwa kulit bawang merah mempunyai senyawa aktif
yang melindungi umbinya.
Gambar 1. Bawang merah beserta kulitnya
2. Senyawa Kimia Bawang merah
Bawang merah memiliki karakteristik senyawa kimia, yaitu senyawa kimia
yang dapat merangsang keluarnya air mata jika bawang merah tersebut disayat
pada bagian kulitnya dan senyawa kimia yang mengeluarkan bau yang khas
(Lancaster dan Boland, 1990; Randle, 1997). Zat kimia yang dapat merangsang
keluarnya air mata disebut lakrimator, sedangkan bau khas dari bawang merah disebabkan oleh komponen volatile(minyak atsiri). Minyak atsiri dihasilkan oleh proses biokimia flavor, dimana flavor memiliki prekursor atau bahan dasar yang bereaksi dengan enzim spesifik dari bawang merah yang kemudian menghasilkan
berbagai jenis zat kimia antara lain lakrimator, minyak atsiri, asam piruvat, dan
amonia (Lancaster dan Boland, 1990).
Bawang merah mengandung senyawa–senyawa yang dipercaya berkhasiat
sebagai antiinflamasi dan antioksidan seperti kuersetin yang bertindak sebagai
agen untuk mencegah sel kanker. Kuersetin, selain memiliki aktivitas sebagai
berinteraksi dengan reseptor estrogen (ER) tipe II dan menghambat enzim tirosin
kinase. Kandungan lain dari bawang merah diantaranya protein, mineral, sulfur,
antosianin, kaemferol, karbohidrat, dan serat (LIPI, 2010). Dari hasil skrining
fitokimia, didapatkan hasil bahwa ekstrak umbi bawang merah (Allium cepa L.)
mengandung senyawa flavonoid selain senyawa alkaloid, polifenol,
seskuiterpenoid, monoterpenoid, steroid dan triterpenoid serta kuinon
(Soebagio, dkk., 2007).
Kulit bawang merah banyak ditemukan sebagai limbah petani bawang
merah. Kandungan kimia aktif dimaksudkan sebagai komponen aktif biologi
terhadap manusia maupun hewan dan tumbuhan. Kandungan kimia aktif biologi
dapat bersifat racun jika digunakan pada dosis yang tinggi, dengan demikian
secara in vivo kematian suatu hewan percobaan dapat dipakai sebagai alat pemantau penapisan awal kandungan kimia aktif suatu bahan alam terhadap
ekstrak, fraksi maupun isolat. Namun pengujian ini masih bersifat umum oleh
karena itu perlu dilakukan uji lain yang lebih terarah untuk mengetahui aktivitas
spesifiknya (Meyer, 1982).
Ekstraksi
Hartati, dkk. (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap tingkat ketahanan kayu dari serangan faktor perusak yaitu faktor luar
dan faktor dalam. Faktor luar berkaitan dengan kondisi lingkungan dimana kayu
tersebut digunakan, sedangkan faktor dalam adalah pengaruh komponen kimia
dari kayu yang bersangkutan. Dalam hal ini yang menjadi perhatian yakni
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan
atau cairan dengan bantuan pelarut. Campuran bahan padat maupun cair
(biasanya bahan alami) seringkali tidak dapat atau sulit dipisahkan dengan metode
pemisah mekanik, misalnya karena komponennya bercampur secara homogen.
Campuran bahan yang tidak dapat atau sukar dipisahkan dengan metode
pemisahan mekanik adalah dengan metode ekstraksi (Tohir, 2010). Ekstrak
tumbuh-tumbuhan yang berasal dari kayu, kulit, daun, bunga, buah atau biji,
diperkirakan berpotensi mencegah pertumbuhan jamur ataupun menolak kehadiran
serangga perusak.
Ekstraksi merupakan peristiwa pemindahan massa zat aktif yang semula
berada dalam sel ditarik oleh pelarut sehingga terjadi larutan zat aktif dalam
pelarut tersebut. Pada umumnya ekstraksi akan bertambah baik bila permukaan
serbuk simplisia yang bersentuhan dengan pelarut makin luas. Dengan demikian,
makin halus serbuk simplisia, seharusnya makin baik ekstraksinya. Tetapi dalam
pelaksanaannya tidak selalu demikian karena ekstraksi masih tergantung juga
pada sifat fisik dan kimia simplisia yang bersangkutan.
Campuran bahan padat maupun cair (biasanya bahan alami) seringkali
tidak dapat atau sulit dipisahkan dengan metode pemisah mekanik, misalnya
karena komponennya bercampur secara homogen. Campuran bahan yang tidak
dapat atau sukar dipisahkan dengan metode pemisahan mekanik adalah dengan
metode ekstraksi (Tohir, 2010).
Ekstraksi bisa dilakukan dengan maserasi. Maserasi merupakan cara yang
sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel dalam
mengandung zat-zat aktif sehingga zat aktif akan larut. Adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel, maka larutan yang pekat di desak
keluar. Pelarut yang digunakan dapat berupa air, etanol, air dan etanol atau pelarut
lain. Keuntungan cara ekstraksi ini, adalah cara pengerjaan atau peralatan yang
digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugiannya adalah
waktu pengerjaannya lama dan ekstraksi kurang sempurna (Ahmad, 2006).
Browning (1967) mendefinisikan zat ekstraktif sebagai zat-zat dalam kayu
yang mudah larut dalam pelarut netral atau pelarut organik. Zat ekstraktif ini
bukan merupakan bagian struktural dinding sel kayu, tetapi sebagai zat pengisi
rongga sel. Selanjutnya Findlay (1978) berpendapat bahwa selain disusun oleh
tiga unsur utama (lignin, selulosa, hemiselulosa) terdapat pula sejumlah kecil
bahan atau unsur yang disebut ekstraktif yang bisa diperoleh melalui ekstraksi.
Harun dan Labosky (1985), menyatakan bahwa efektifitas ekstraktif kulit
kayu dalam memperlambat aktivitas rayap dan pertumbuhan jamur tidak hanya
tetgantung pada sifat racun yang ada pada ekstraktif tersebut tetapi juga
disebabkan oleh konsentrasinya.
Sjostrom (1998) menggolongkan ekstraktif kedalam tiga sub grup, yaitu:
a. Komponen alifatik meliputi: alkena, alkohol, lemak, asam lemak, lemak
(etergliserol), malam (waxes), dan suberin (polystelides).
b. Terpene dan Terpenoid dapat mengandung gugus hidroksil, karbonil, karboksil
dan ester. Salah satu contoh dari terpenoid adalah poliprenol.
c. Senyawa fenolik sangat heterogen dan dibedakan atas lima golongan yakni
tannin terhidrolisis, tannin terkondensasi (flavonoid), lignin, stilbena, tropolon.
yang terdapat di dalam xylem, namun fenolik ini mempunyai fungsi sebagai
fungisida secara efektif melindungi kayu dari serangan organisme perusak.
Selain itu juga meningkatkan pewarnaan pada kayu.
Findlay (1978) menjelaskan bahwa zat ekstraktif memberi karakteristik
warna tersendiri dan memberi ketahanan alami pada kayu. Lebih lanjut dikatakan
bahwa beberapa kayu dari hutan tropika mengandung zat ekstraktif yang bersifat
racun, seperti alkaloid yang secara tetap menyebabkan iritasi atau menyebabkan
gatal-gatal bagi orang yang menyentuhnya.
Biotermitisida Alamiah
Insektisida adalah pestisida khusus yang digunakan untuk membunuh
serangga dan invertebrata lain. Secara harfiah insektisida berarti pembunuh
serangga, berasal dari Bahasa Latin “cida” yang berarti pembunuh. Istilah
pestisida mempunyai arti yang lebih luas, yang berarti pembunuh pest (organisme pengganggu) secara umum. Selain insektisida, yang tergolong
pestisida adalah akarisida (pembunuh tungau), herbisida (pembunuh gulma),
fungisida (pembunuh jamur), dan nematisida (pembunuh nematoda). Kelompok
pestisida lain bahkan mempunyai nama yang lebih khusus, misalnya aphisida
(pembunuh kutu aphid) dan termitisida bila digunakan untuk rayap. Semua
pestisida ini digunakan untuk pengendalian, pencegahan atau penolakan suatu
organisme penganggu (pest) (Natawiria, 1973).
Akhir-akhir ini telah berkembang pemanfaatan bahan-bahan alamiah yang
lebih ramah lingkungan sebagai material dasar termisida. Isolasi dan identifikasi
keawetan yang tinggi telah banyak dilakukan misalnya: ekstrak kayu sonokeling
dan nyatoh (Suparjana, 2000), ekstrak kayu tanjung dan kayu sawo kecik
(Anisah, 2001), resin damar mata kucing (Sari, dkk., 2004), dan ekstrak kulit
pucung (Sari dan Hadikusumo, 2004).
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman
atau tumbuhan. Pestisida nabati bisa dibuat secara sederhana yaitu dengan
menggunakan hasil perasan, ekstrak, rendaman atau rebusan bagian tanaman baik
berupa daun, batang, akar, umbi, biji ataupun buah. Pestisida atau biotermitisida
sangat diperlukan dalam pengendalian hama sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi, oleh karena itu daya
bunuh in vivo dari senyawa terhadap organisme hewan dapat digunakan untuk
menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas dan juga memonitor
fraksi bioaktif selama fraksinasi dan pemurnian. Salah satu organisme yang sesuai
untuk hewan yang menyerang kayu yakni rayap (Natawiria, dkk., 1973).
Pengumpanan adalah salah satu teknik pengendalian rayap tanah yang
ramah lingkungan. Dilakukan dengan menginduksikan racun slow action ke
dalam umpan, dengan sifat trofalaksisnya kayu tersebut dimakan rayap pekerja
dan disebarkan ke dalam koloninya. Teknik pengumpanan selain untuk
mengendalikan juga dapat digunakan untuk mempelajari keragaman rayap.
Pemakaian teknik pengumpanan apabila dibandingkan dengan teknik
pengendalian rayap yang lain memiliki keunggulan yaitu tidak mencemari tanah,
sasaran bersifat spesifik, dan memudahkan pengambilan sampel (French, 1994).
Selain itu prinsip metode ini adalah memanfaatkan salah satu perilaku rayap, yaitu
melalui mekanisme saling menyuap dan saling menjilat antar anggota koloni,
khususnya rayap pekerja.
Rayap
1. Rayap sebagai Organisme Perusak
Rayap merupakan serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Isoptera
dan terutama terdapat di daerah-daerah tropika. Di Indonesia rayap tegolong ke
dalam kelompok serangga perusak kayu. Rayap merupakan salah satu jenis
serangga dalam ordo Isoptera. Dalam siklus hidupnya, rayap mengalami proses
metamorfosis bertahap atau gradual, dari telur kemudian nimfa akan menjadi
dewasa melalui beberapa bentuk perubahan instar (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).
Kerusakan akibat serangan rayap tidak kecil. Binatang kecil yang tergolong ke
dalam binatang sosial ini, mampu menghancurkan bangunan yang berukuran
besar dan menyebabkan kerugian yang besar pula (Kadarsah, 2005).
Rayap selalu hidup dalam satu kelompok yang disebut koloni dengan pola
hidup sosial. Satu koloni terbentuk dari sepasang laron (alates) betina dan jantan
yang melakukan kopulasi dan mampu memperoleh habitat yang cocok yaitu
bahan berselulosa untuk membentuk sarang utama. Koloni rayap dapat juga
terbentuk dari fragmen koloni yang terpisah dari koloni utama karena sesuatu
bencana yang menimpa koloni utama itu. Individu betina pertama yang dapat kita
sebut ratu meletakkan beribu-ribu telur yang kemudian menetas dan berkembang
menjadi individu-individu yang polimorfis, sub kelompok yang berbeda bentuk
individu–individu muda (pradewasa) yang biasa disebut nimfa atau larva
(Prianto, dkk., 2006).
Rayap termasuk ke dalam ordo isoptera, mempunyai 7 (tujuh) famili
termitidae yang merupakan kelompok rayap tinggi. Rayap merupakan serangga
pemakan kayu (Xylophagus) atau bahan-bahan yang mengandung selulosa. Rayap
juga hidup berkoloni dan mempunyai sistem kasta dalam kehidupannya. Kasta
dalam rayap menurut Nandika, dkk., (2003), terdiri dari 3 (tiga) kasta yaitu :
- Kasta prajurit, kasta ini mempunyai ciri-ciri kepala yang besar dan penebalan yang nyata dengan peranan dalam koloni sebagai pelindung koloni terhadap
gangguan dari luar. Kasta ini mempunyai mandible yang sangat besar yang digunakan sebagai senjata dalam mempertahankan koloni.
- Kasta pekerja, kasta ini mempunyai warna tubuh yang pucat dengan sedikit kutikula dan menyerupai nimfa. Kasta pekerja tidak kurang dari 80-90 %
populasi dalam koloni. Peranan kasta ini adalah bekerja sebagai pencari makan,
memberikan makan ratu rayap, membuat sarang dan memindahkan makanan
saat sarang terancam serat melindungi dan memelihara ratu.
- Kasta reproduktif, merupakan individu-individu seksual yang terdiri dari betina yang bertugas bertelur dan jantan yang bertugas membuahi betina. Ukuran tubuh
ratu mencapai 9 cm atau lebih.
Menurut Nandika dan Tambunan (1990), dalam hidupnya rayap
mempunyai beberapa sifat yang penting untuk diperhatikan yaitu:
1. Sifat Trophalaxis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul saling menjilat serta
2. Sifat Cryptobiotic, yaitu sifat rayap untuk menjauhi cahaya. Sifat ini tidak
berlaku pada rayap yang bersayap (calon kasta reproduktif) dimana mereka
selama periode yang pendek di dalam hidupnya memerlukan cahaya (terang).
3. Sifat Kanibalisme, yaitu sifat rayap untuk memakan individu sejenis yang
lemah dan sakit. Sifat ini lebih menonjol bila rayap berada dalam keadaan
kekurangan makanan.
4. SifatNecrophagy, yaitu sifat rayap untuk memakan bangkai sesamanya.
Setiap jenis rayap memiliki perbedaan wilayah jelajah yang dipengaruhi
oleh karakteristik rayap, kualitas habitat, dan kemampuan bergerak
(mobilitas rayap). Semakin banyak sumber makanan yang tersedia di tempat
hidupnya, wilayah jelajah rayap menjadi lebih sempit. Berbeda dengan tempat
tinggal yang jarang sumber makanannya, rayap akan bergerak menjelajah wilayah
yang lebih luas. Karena itu, tidak mengherankan jika rayap bisa beraktivitas jauh
dari sarang utamanya (koloninya). Di lapangan sering ditemukan adanya serangan
rayap di gedung bertingkat di lantai 40, padahal sarang rayap berada jauh di
bawah gedung (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).
Rayap mempunyai ukuran tubuh yang lebih kecil sehingga luas
permukaan luar tubuh rayap relatif lebih besar untuk bersentuhan dengan
insektisida. Bagian kutikel pada tubuh rayap yang terdapat pori dan lubang keluar
kelenjar epidermis dan sensila berperan penting dalam melewatkan insektisida ke
dalam tubuh rayap (Nandika dan Tambunan, 1990).
Aktivitas makan rayap juga berbeda-beda bergantung jenis rayapnya.
Rayap mempunyai simbion pada usus belakang. Jumlah dan tipe simbion
tingkah laku mencari makan, ketergantungan terhadap faktor lingkungan,
komposisi simbiotik dari usus, ketahanan terhadap zat beracun akan merangsang
aktivitas makan rayap (Supriana, 1985).
2. Rayap Tanah
Rayap merusak bangunan tanpa memperdulikan kepentingan manusia.
Rayap mampu merusak bangunan gedung, bahkan juga menyerang dan merusak
buku-buku, kabel listrik dan telepon, serta barang-barang yang disimpan. Rayap
untuk mencapai sasaran dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa
sentimeter (cm), menghancurkan plastik, kabel penghalang fisik lainnya. Apapun
bentuk konstruksi bangunan gedung (slab, basement atau cawal space) rayap dapat menembus lubang terbuka atau celah pada slab, disekitar celah kayu atau
pipa ledeng, celah antara pondasi dan tembok maupun pada atap kuda-kuda
(Nandika, dkk., 2003).
Coptotermes termasuk jenis rayap yang cepat menyesuaikan diri dengan keadaan yang berbeda dari habitat aslinya. Sarang Coptotermes sebenarnya di dalam tanah, namun bila habitat aslinya diganggu maka koloni rayap akan
mempertahankan hidupnya dengan menggunakan sisa-sisa kayu, kayu-kayu
terbakar dan tonggak-tonggak sebagai bahan makanannya. Bahkan rayap
Serangan rayap tanah menurut Kadarsah (2005) dapat ditandai dengan
adanya :
1. Tanda awal adalah pemunculan swarmer atau sayap yang tersebar dalam
jumlah banyak.
2. Adanya liang kembara (shelter tube) yang dibangun rayap di atas pondasi
dinding, dalam celah antara sejumlah struktur atau pada kayu yang terserang.
3. Kerusakan dalam kayu (internal damage) kadang dideteksi dengan alat tajam
atau dipukul permukaan untuk mendeteksi perbedaan suara (bergema).
Ciri-ciri rayap Coptotermes sp. adalah antena terdiri dari 15 segmen, segmen kedua dan segmen keempat sama panjangnya. Mandibel berbentuk seperti
arit dan melengkung diujungnya. Batas antara sebelah dalam dari mandibel kanan
sama sekali rata. Panjang kepala dengan mandibel 2,46-2,66 mm, panjang kepala
tanpa mandibel 1,56-1,68 mm, lebar kepala 1,40-1,44 mm dengan lebar pronotum
1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm, panjang badan 5,5-6 mm, bagian
abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai duri. Abdomen berwarna putih
kekuning-kuningan (Nandika, dkk., 2003).
Nandika dan Husaeni (1991), menyatakan bahwa kasta pekerja rayap jenis
Coptotermes curvignathus yang mewarna putih pucat mampu membentuk saluran-saluran yang ditutupi oleh tanah yang melekat pada tembok maupun kayu.
Disamping sebagai tempat perlindungan dari predator dan sinar matahari juga
tanah tersebut berfungsi untuk mempertahankan kelembaban dan suhu sehingga
keadaan seperti habitat aslinya yang jauh di daalam tanah dapat tetap terkendali.
fontanel yang dapat mengeluarkan aksudat seperti susu yang berguna untuk
melumpuhkan musuhnya. Mandibulanya bewarna merah kecoklatan, berbentuk
seperti arit dan melengkung di ujungnya.
Rayap Coptotermes curvignathus merupakan rayap perusak yang menimbulkan tingkat serangan yang paling ganas. Rayap mampu menyerang
hingga ke lantai atas suatu banguanan bertingkat. Rayap ini akan masuk ke dalam
kayu sampai bagian tengah yang memanjang searah dengan serat kayu melalui
lubang kecil yang ada di permukaan kayu. Ada perilaku unik yang dilakukan
rayap ini ketika menyerang kayu yaitu bagian luar kayu yang diserang tidak rusak
(Prasetiyo dan Yusuf 2005).
Permukaan tubuh rayap secara keseluruhan disebut integumen. Integumen
rayap memiliki tiga fungsi utama yaitu sebagai kulit (penutup tubuh), kerangka
(eksoskeleton) dan cadangan makanan. Sebagai kulit integumen dapat melindungi
tubuh dari ketersediaan air, serangan patogen maupun ion-ion dan menjaga
(konservasi) panas pada tubuh. Selain itu, integumen dapat memberikan warna