• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Morfologi Dan Molekuler Antar Generasi Pada Bawang Merah (Allium Cepa L. Aggregatum Group).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Morfologi Dan Molekuler Antar Generasi Pada Bawang Merah (Allium Cepa L. Aggregatum Group)."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN MOLEKULER

ANTAR GENERASI PADA BAWANG MERAH

(

Allium

cepa

L. Aggregatum group)

DINA FITRIANA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Morfologi dan Molekuler antar Generasi pada Bawang Merah (Allium cepa L. Aggregatum group) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

DINA FITRIANA. Identifikasi Morfologi dan Molekuler antar Generasi pada Bawang Merah (Allium cepa L. Aggregatum group). Dibimbing oleh SOBIR.

Perbanyakan bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) secara generatif menggunakan true shallots seed (TSS), kemudian secara vegetatif menggunakan umbi (bulb). Bawang merah merupakan tanaman yang menyerbuk silang, perbanyakan secara generatif dapat menimbulkan segregasi. Perbanyakan secara klonal akan menurunkan produktivitas akibat degenerasi. Segregasi dan degenerasi dapat menimbulkan variasi pada varietas bawang merah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi variasi pada tiga generasi bawang merah akibat pola perbanyakannya. Dalam percobaan digunakan penanda morfologi dan penanda molekuler. Pengamatan morfologi bawang merah dilakukan di Kebun Percobaan Pasir Kuda, sementara analisis molekuler dengan menggunakan ISSR dilakukan di Laboratorium Molekuler PKHT. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan morfologi, sementara itu tingkat polimorfisme pada analisis molekuler hingga 26.67%.

Kata kunci: analisis gerombol, degenerasi, ISSR, PCR

ABSTRACT

DINA FITRIANA. Morphological and Molecular Identification Inter Generation in Shallot (Allium cepa L. Aggregatum group). Supervised by SOBIR.

Shallots multiplication generatively using true shallots seed (TSS), then vegetatively using bulbs. Shallots are cross-pollinated plants, generative propagation encountered problems due to segregation. Meanwhile, a decreace in productivity by clonal propagation will occur due to degeneration. Segregation and degeneration causing variation in shallots. The aims of this research was to identify variations in three generations of shallot, as result of its multiplication pattern. Morphological markers and molecular markers was used in this experiment. Morphological observation done at Pasir Kuda Experimental Field, while ISSR molecular analysis conducted at Molecular Laboratory of PKHT. Statistical analysis shows that there are differences in morphology characters, while the level of polymorphism in molecular analysis is up to 26.67%.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN MOLEKULER

ANTAR GENERASI PADA BAWANG MERAH

(

Allium cepa

L. Aggregatum group)

DINA FITRIANA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 ini ialah identifikasi morfologi dan molekuler bawang merah, dengan judul Identifikasi Morfologi dan Molekuler antar Generasi pada Bawang Merah (Allium cepa L. Aggregatum group).

Terima kasih penulis sampaikan kepada

1. Prof Dr Ir Sobir, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang banyak memberikan masukan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi, 2. Dr Awang Maharijaya, SP, MSi dan Dr Ir Asep Setiawan, MS selaku dosen

penguji atas saran dan masukan penulisan skripsi ini,

3. Mbak Pipit, Bapak Baisuni, dan Bapak Enjai atas bantuannya di laboratorium dan di lapangan,

4. Keluarga AGH 48 atas dukungan semangatnya, serta

5. Ayah, Ibu, dan keluarga lainnya atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Botani Bawang Merah 2

Kultivar (Varietas) 3

PCR 3

Penanda Molekuler ISSR 4

METODE 4

Waktu dan Tempat 4

Bahan dan Alat 5

Metode Percobaan 5

Prosedur Percobaan 6

Pengamatan 6

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Umum Percobaan 8

Karakter Kuantitatif 8

Karakter Kualitatif 9

Analisis Molekuler 11

Analisis Gerombol 13

KESIMPULAN DAN SARAN 14

Kesimpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 17

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

1Daftar primer ISSR yang digunakan 5

2Karakter kuantitatif tajuk bawang merah 8

3Karakter kuantitatif umbi bawang merah 9

4Karakter kualitatif tajuk dan umbi bawang merah 10

DAFTAR GAMBAR

1PCR pada ISSR 4

2Tajuk setiap kombinasi generasi dan bentuk umbi 10 3Kluster umbi setiap kombinasi generasi dan bentuk umbi 11

4Hasil visualisasi DNA setelah amplifikasi 12

5Dendogram berdasarkan karakter morfologi dan molekuler 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Individu umbi setiap kombinasi perlakuan 17

2 Tabel data iklim wilayah Bogor 18

3 Matriks ketidakmiripan antar kombinasi generasi dan bentuk umbi

berdasarkan karakter morfologi 18

4 Matriks ketidakmiripan antar kombinasi generasi dan bentuk umbi

berdasarkan analisis molekuler 18

5 Kombinasi generasi dan bentuk umbi pada percobaan 18 6 Deskripsi bawang merah aksesi PKHT berdasarkan identifikasi

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) di wilayah tropis lebih populer dibandingkan bawang bombai. Bawang bombai dapat ditumbuhkan di dataran tinggi wilayah tropis, tetapi bawang merah yang menghasilkan kluster umbi yang kecil lebih banyak ditanam petani di dataran rendah (Currah 2002). Bawang merah menjadi komoditas hortikultura yang penting di Indonesia. Harga bawang merah sangat fluktuatif dan kebutuhan bawang merah hampir selalu dipenuhi oleh bantuan impor (Kementan 2013). Permasalahan utama bawang merah disebabkan produksinya yang tidak merata sepanjang tahun. Bawang merah di Indonesia kebanyakan ditanam di lahan sawah. Pada musim basah petani lebih memilih untuk menanam padi daripada bawang merah sehingga di pasaran tidak terdapat pasokan bawang merah yang cukup, kemudian pada musim kering produksi bawang merah meningkat kembali. Terlepas dari hal tersebut, sistem produksi bawang merah di Indonesia juga belum terprogram dengan baik. Perbanyakan bawang merah di Indonesia dilakukan secara vegetatif. Aturan mengenai batas generasi umbi bawang merah yang dapat digunakan sebagai bahan tanam belum jelas, padahal perbanyakan secara vegetatif dapat menimbulkan penurunan produktivitas akibat degenerasi klonal. Degenerasi pada kultivar klonal utamanya terjadi karena asal perbanyakan tanaman telah terinfeksi bakteri atau virus, dan degenerasi lain disebabkan mutasi alami (Brown dan Caligari 2008).

Pola perbanyakan bawang merah diawali dengan produksi benih botani bawang merah atau true shallots seed (TSS), kemudian dilanjutkan dengan perbanyakan secara vegetatif menggunakan umbi. Bawang merah merupakan tanaman yang menyerbuk silang (Rabinowitch dan Kameenetsky 2002), oleh karena itu penggunaan TSS menemui permasalahan akibat adanya segregasi (Permadi 1994). TSS dapat menghasilkan umbi yang ukurannya hampir sama dengan bawang bombai, dengan tingkat kepedasan dan kualitas penyimpanan yang baik, tetapi ukuran, bentuk, warna, dan kematangannya belum homogen (Grubben 1994).

Segregasi dan degenerasi pada perbanyakan bawang merah dapat menimbulkan variasi pada varietas bawang merah, padahal dalam Permentan No.37 tahun 2006 disebutkan bahwa seluruh varietas tanaman harus memiliki ciri keseragaman. Varietas merupakan satu kelompok tanaman yang serupa dengan ciri struktural dan penampilan yang dapat diidentifikasi berbeda dari varietas lain dalam spesies yang sama (Poehlman dan Sleper 1995). Keseragaman berkaitan dengan tingkat dan jenis variasi yang terlihat (biasanya fenotipik) antar tanaman dalam varietas yang sama (Brown dan Caligari 2008). Variasi apapun harus dapat diprediksi dan dapat dideskripsikan. Variasi harus dapat diterima secara komersial dan frekuensi kejadiannya tidak lebih besar dari yang telah didefinisikan.

(18)

2

repeat (ISSR). Menurut Shu et al. (2012) ISSR adalah wilayah yang berada di antara sekuens mikrosatelit atau SSR (simple sequences repeat), yang dapat diamplifikasi menggunakan sekuens SSR sebagai primer. Studi keragaman genetik pada spesies Allium dengan menggunakan analisis ISSR telah dilakukan oleh Smolik et al. (2007) dan Mukherjee et al. (2013), dengan hasil yang menunjukkan polimorfisme yang tinggi. Studi keragaman genetik bawang merah di Indonesia juga telah dilakukan Arifin et al. (2000) dan Soegianto et al. (2011) dengan masing-masing menggunakan analisis SSR dan RAPD (randomly amplified polymorphic DNAs). Namun demikian, studi keragaman genetik bawang merah antar generasi dengan menggunakan penanda molekuler ISSR belum pernah dilakukan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi keragaman morfologi dan molekuler dalam dan antar generasi pada bawang merah.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian adalah tidak terdapat keragaman morfologi dan molekuler dalam dan antar generasi pada bawang merah.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Bawang Merah

Menurut Hanelt (1990) dalam Rabinowitch dan Kamenetsky (2002) Allium ascalonicum selama bertahun-tahun telah salah digunakan sebagai literatur untuk bawang merah, karena pertama kali nama tersebut digunakan untuk spesies Allium liar. Hanelt pada 1990 membagi Allium cepa yang dibudidayakan ke dalam dua kelompok besar hortikultura, yaitu kelompok common onion dan kelompok aggregatum. Bawang merah termasuk dalam kelompok aggregatum dengan nama ilmiah Allium cepa L. Aggregatum group.

Umbi (bulb) bawang merah lebih kecil dari kelompok common onion (bawang bombai), karena pada bawang merah bulb dengan cepat membelah dan secara lateral membentuk kluster (Brewster 2008). Batang bawang merah, yang berada di dalam tanah, memadat membentuk piringan pada dasar tanaman, atau disebut sebagai basal plate (Brewster 2008, Rabinowitch dan Kamenetsky 2002). Pada bagian tengah batang terdapat tunas apikal. Setiap daun terdiri atas blade (helai daun) dan sheath (pelepah). Pelepah berkembang mengelilingi titik tumbuh, dan pada akhirnya menutupi daun yang lebih muda dan tunas apikal (Brewster 2008).

(19)

3 bombai sama-sama memerlukan induksi dingin untuk pembungaan, dengan suhu optimum 5 – 10oC. Bunga bawang merah dan bawang bombai serupa secara morfologi, namun perkembangan bunga pada bawang merah dapat disertai perkembangan tunas lateral.

Kultivar (Varietas)

Varietas adalah subdivisi dari spesies. Varietas merupakan satu kelompok tanaman yang serupa dengan ciri struktural dan penampilan yang dapat diidentifikasi berbeda dari varietas lain dalam spesies yang sama (Poehlman dan Sleper 1995). Kultivar (atau varietas) juga dapat didefinisikan sebagai sebuah kelompok yang terdiri atas satu atau lebih genotipe yang memiliki kombinasi karakter yang memberikan keunikan keseragaman, dan kestabilan (distictness, uniformity, dan stability, atau disingkat DUS) (Brown dan Caligari 2008).

Keunikan sering didefinisikan sebagai karakter dasar morfologi yang tidak banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Saat dirilis untuk diproduksi, kultivar harus benar-benar baru dan unik, berbeda dari kultivar yang telah ada. Kultivar baru harus dapat dipastikan belum pernah didaftarkan sebelumnya. Keseragaman berkaitan dengan tingkat dan jenis variasi yang terlihat (biasanya fenotipik) antar tanaman dalam kultivar yang sama. Variasi apapun harus dapat diprediksi dan dapat dideskripsikan. Variasi harus dapat diterima secara komersial dan frekuensi kejadiannya tidak lebih besar dari yang telah didefinisikan. Jumlah variasi yang diizinkan bergantung pada negara tempat kultivar dirilis. Sementara itu, stabilitas pada kultivar merujuk pada kebenaran deskripsi kultivar ketika kultivar tersebut diperbanyak (Brown dan Caligari 2008).

PCR

Proses replikasi DNA telah dimanfaatkan dalam PCR (polymerase chain reaction) untuk memperoleh salinan sekuens DNA yang diinginkan. Replikasi DNA di dalam sel menggunakan template DNA, dan dimulai oleh enzim DNA polimerase. Proses ini hanya terjadi ketika sebuah primer menempel pada DNA, selanjutnya enzim akan mulai menambahkan nukleotida. Dalam PCR, reaksi yang sama terjadi. Amplifikasi DNA tersebut menggunakan dua primer oligonukleotida yang cocok dengan ujung 5’ ataupun 3’ sekuens DNA (Chahal dan Gosal 2002).

(20)

4

Penanda Molekuler ISSR

Inter simple sequence repeats (ISSR) merupakan metode berbasis PCR yang pertama kali dikembangkan oleh Zietkiewicz et al. (1994). ISSR adalah daerah genom yang berada di antara daerah berulang sederhana (simple sequence repeats atau disingkat SSR, atau microsatelit). Pada dasarnya daerah SSR terdapat dalam jumlah banyak pada genom eukariotik. Zietkiewicz et al. (1994) mendemonstrasikan penggunaan SSR untuk mengamplifikasi ISSR. Primer yang digunakan berupa oligonukleotida. Percobaan Zietkiewicz et al. (1994) menggunakan primer (CA)n dengan 2 – 4 residu nukleotida.

Gambar 1 PCR pada ISSR menurut Zietkiewicz et al. (1994)

ISSR banyak digunakan untuk mempelajari keragaman genetik tanaman seperti pada manggis (Widiastuti et al. 2012), pisang (Naipospos et al. 2014), juga anggrek (Romeida et al. 2012). Smolik et al. (2007) melakukan studi keragaman genetik terhadap enam aksesi spesies Allium, yaitu A. cepa var. cepa, A. tuberosum, A. ascalonicum, A. fistulosum, dan A. cepa var. proliferum. Penelitiannya dengan menggunakan 30 primer ISSR. Primernya terdiri atas 17 – 18 pasang basa dengan variasi pengulangan di-, tri-, tentra-, dan pentanukleotida. Dari 30 primer yang digunakan, 16 primer menunjukkan polimorfisme. Selanjutnya, Mukherhjee et al. (2013) menggunakan RAPD dan ISSR untuk mempelajari keragaman genetik dan mengklarifikasi hubungan phylogenetic beberapa spesies Allium. Pada studinya, primer RAPD maupun ISSR menunjukkan polimorfisme yang tinggi untuk kelompok bawang bombai (A. cepa var. cepa), secara berurut yaitu 77.23% dan 91.66%. ISSR juga menunjukkan tingkat polimorfisme yang lebih tinggi (75.67%) dibandingkan RAPD (61.68%) untuk bawang putih (A. sativum).

METODE

Waktu dan Tempat

(21)

5 Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah aksesi bawang merah PKHT yang terdiri atas tiga generasi yaitu BM22 (generasi nol), BM20 (generasi satu), dan generasi dua (BM17). Umbi-umbi yang berbentuk bulat (B) dan lonjong (L) dipilah dalam setiap generasi. Umbi bulat pada generasi dua dibedakan menjadi bulat besar (BB) dan kecil (BK). Terdapat 7 kombinasi perlakuan yaitu bawang merah generasi nol berbentuk bulat (BM22B), generasi nol berbentuk lonjong (BM22L), generasi satu berbentuk bulat (BM20B), generasi satu berbentuk lonjong (BM20L), generasi dua berbentuk bulat besar (BM17BB), generasi dua berbentuk bulat kecil (BM17BK), dan generasi dua berbentuk lonjong (BM17L). Bahan lain yang digunakan meliputi media tanam, yaitu campuran tanah, sekam, dan pupuk kandang (1:1:1), PGPR, polybag, pupuk SP-36, Urea, dan KCl. Peralatan yang digunakan meliputi alat-alat pertanian pada umumnya, meteran, jangka sorong, dan chlorophyll meter (at leaf).

Bahan yang dibutuhkan untuk isolasi DNA antara lain daun muda bawang merah, buffer ekstraksi (CTAB 10%, EDTA 0.5 M pH 8.0, Tris-HCl 1 M pH 8.0, NaCl 5 M), merkaptoetanol 1%, pasir kuarsa, polyvinylpoly-pyrrolidone, kloroform:isomasil alkohol (24:1), isopropanol dingin, buffer TE (Tris-HCl 1 M pH 8.0, EDTA 0.5 M), dan alkohol 70%. Bahan untuk teknik PCR meliputi 4 primer ISSR (Tabel 1), PCR mix (GoTaq Green Master), dan air bebas ion. Bahan elektroforesis meliputi gel agarosa, loading dye, lambda, DNA ladder 1 kb, buffer TAE (Tris base, asam asetat, EDTA), etidium bromida 1%, dan aquades. Sementara itu, alat yang digunakan dalam kegiatan analisis molekuler meliputi alat-alat yang digunakan untuk isolasi DNA meliputi tabung mikro, seperangkat mortar, tip pipet mikro, pipet mikro, vorteks, sentrifus, waterbath, lemari es, dan alat PCR. Alat lain yang digunakan adalah seperangkat alat elektroforesis dan UV Transiluminator yang digunakan untuk visualisasi hasil elektroforesis.

Tabel 1 Daftar primer ISSR yang digunakan

Primer Suhu annealing (oC) 5’ –3’

Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) satu faktor dengan generasi dan bentuk umbi sebagai perlakuan. Setiap polybag ditanami 2 – 3 umbi dari setiap perlakuan. Dalam percobaan ini terdapat tiga ulangan, sehingga terdapat 21 satuan percobaan. Model linier aditif yang digunakan adalah sebagai berikut.

Yij= μ + Ui +Kj + Gij

Yij : Nilai hasil pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j μ : Rataan umum

Ui : Pengaruh generasi dan bentuk umbi ke-i Kj : Pengaruh pengelompokan ke-j

(22)

6

Prosedur Percobaan

Media tanam berupa campuran tanah, arang sekam, dan pupuk kandang (1:1:1), serta pupuk SP-36 dipersiapkan tiga hari sebelum tanam. Pupuk susulan berupa Urea dan KCl diaplikasikan pada 15 dan 30 hari setelah tanam. Polybag ditempatkan di bawah rumah plastik. Penyiraman dilakukan satu kali setiap dua hari. Penyiangan dilakukan setiap minggu. Pengamatan organ vegetatif selain umbi dilakukan saat pertumbuhan vegetatif telah sempurna (2 bulan setelah tanam). Pemanenan pada saat daun rebah.

Isolasi DNA

Isolasi DNA yang dilakukan menggunakan metode CTAB dengan penambahan polyvinilpoly-pyrolidone dan merkaptoetanol. DNA diperoleh dari daun muda bawang merah. Daun muda bawang merah bersama polyvinilpoly-pyrolidone dan pasir kuarsa digerus sampai halus pada mortar. Hasil gerusan ditambahkan buffer ekstraksi (telah dipanaskan dan dicampurkan dengan merkaptoenanol 1%). Campuran dipanaskan pada waterbath pada suhu 65 oC selama 60 menit. Campuran ditambahkan larutan kloroform:isoamil alkohol (24:1) dan dikocok kuat-kuat (vorteks), kemudian disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 11 000 rpm. Supernatan dipipet ke tabung lain dan ditambahkan isopropanol dingin, dikocok perlahan hingga homogen, lalu disimpan di lemari es selama satu hari. Cairan tersebut disentrifus kembali dengan kecepatan 11 000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dengan hati-hati, sehingga endapan (pelet DNA) di bawah tabung tidak ikut terbuang. Pelet DNA dicuci dengan alkohol 70%, dengan cara disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 11 000 rpm. Supernatan dibuang, sementara pelet DNA dikeringanginkan. Pelet DNA ditambahkan buffer TE setelah dikeringanginkan. DNA total dicek untuk mengetahui sampel berisi DNA atau tidak. DNA sebanyak 5 μL diambil dari setiap sampel, dicampurkan dengan loading dye sebanyak 2 μL pada parafilm. Campuran dipipet pada gel agarose (0.8%), dielektroforesis selama 15 menit pada tegangan 50 volt. Gel direndam pada etidium bromida, lalu dibilas dengan aquades. Hasil dilihat dengan menggunakan UV Transiluminator.

Amplifikasi DNA dan Elektroforesis dielektroforesis selama 47 menit pada tegangan 50 volt bersama DNA ladder 1 kb pada gel agarosa 1.2%. Gel kemudian direndam dalam etidium bromida dan dibilas dengan akuades. Pola pita hasil amplifikasi divisualisasi dengan menggunakan UV Transiluminator.

Pengamatan

(23)

7 Karakter pengamatan tersebut adalah:

1. Jumlah daun pada setiap batang semu

2. Perilaku tajuk (tegak, tegak semi tegak, semi tegak, semi tegak-mendatar, mendatar)

3. Intensitas warna hijau tajuk 4. Kandungan klorofil (at leaf unit)

5. Lengkungan tajuk (tidak ada atau sangat lemah, sedang, gelap) 6. Panjang daun (diukur pada daun terpanjang)

7. Diameter daun (diukur pada daun terpanjang)

8. Panjang batang semu (diukur sampai daun hijau paling atas) 9. Diameter batang semu (diukur pada pertengahan titik panjang)

10.Tingkat membelah menjadi bagian-bagian umbi (tidak ada atau sangat lemah, lemah, sedang, kuat, sangat kuat)

11.Jumlah umbi tanaman-1

18.Bentuk umbi pada ujung akar (melengkung, rata, agak naik, membulat, agak miring, sangat miring)

19.Warna dasar pada kulit umbi kering (putih, abu-abu, hijau, coklat, merah muda, merah)

20.Intensitas warna dasar kulit umbi kering (terang, sedang, gelap) Analisis Data

(24)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Percobaan

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan PKHT Pasir Kuda, Desa Pasir Mas, Kecamatan Ciomas, Bogor. Kebun berada pada ketinggian 260 mdpl. Suhu rata-rata bulanan selama percobaan berkisar 25.2 – 26.3oC, sementara kelembapan relatif berkisar 45 – 87% (BMKG 2015). Bawang merah ditanam di bawah rumah plastik sehingga curah hujan dianggap kurang penting. Menurut Balitsa (2005) bawang merah sangat peka terhadap air, sehingga penyiraman dilakukan satu kali dalam dua hari. Di wilayah tropis bawang merah baik ditanam di daerah dengan kisaran suhu 25 – 32oC dan kelembapan relatif 50 – 70%. Kelembapan relatif di kebun percobaan sedikit lebih tinggi, namun secara umum tanaman masih dapat tumbuh dengan baik. Tidak terdapat serangan hama ataupun penyakit yang berarti selama periode penelitian. Bawang merah generasi dua, dipanen lebih awal (72 hari setelah tanam), sementara bawang merah generasi nol dan satu dipanen lebih lama (77 hari setelah tanam).

Karakter Kuantitatif

Terdapat 6 karakter kuantitatif yang diamati pada tajuk, 2 karakter di antaranya menunjukkan perbedaan, yaitu panjang daun dan panjang batang semu. Bawang merah generasi satu cenderung menghasilkan daun dan batang semu lebih pendek dibanding dua generasi lainnya. Dalam generasi yang sama tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk kedua karakter tersebut, kecuali pada generasi dua. Bawang merah berbentuk bulat besar pada generasi dua memiliki daun yang lebih pendek dibanding bawang merah berbentuk bulat kecil, namun bawang merah berbentuk bulat besar ataupun kecil tidak menghasilkan panjang daun yang berbeda secara signifikan dengan bawang merah yang berbentuk lonjong. Berdasarkan Tabel 2, tidak terdapat penurunan performa tajuk bawang merah dengan penggunaan umbi sampai generasi dua sebagai bahan tanam. Tabel 2 Karakter kuantitatif tajuk bawang merah

Perlakuan JDPBSa PD DD PBS DBS KKD

(25)

9 Pengamatan pada umbi dilakukan terhadap 4 karakter kuantitatif, dan 2 karakter di antaranya menunjukkan perbedaan, yaitu karakter jumlah umbi tanaman-1 dan tinggi umbi (Tabel 3). Generasi nol menghasilkan 5 – 6 umbi tanaman-1, lebih sedikit dibanding dua generasi lainnya. Pada setiap generasi, jumlah umbi tanaman-1 dari bawang merah berbentuk lonjong lebih sedikit dibanding jumlah umbi yang dihasilkan bawang merah berbentuk bulat, meskipun pada generasi nol tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Bawang merah berbentuk bulat pada generasi satu dan dua menghasilkan sekitar 10 – 11 umbi tanaman-1. Penggunaan bawang merah sampai generasi dua sebagai bahan tanam tidak menimbulkan penurunan jumlah umbi tanaman-1.

Tabel 3 Karakter kuantitatif umbi bawang merah

Perlakuan JUPTa TU DU RTDU tinggi diameter umbi-1); angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.

Produksi bawang merah dengan menggunakan umbi berukuran kecil akan menghasilkan beberapa umbi berukuran besar, sementara penggunaan umbi berukuran besar akan menghasilkan anakan kecil dalam jumlah banyak (Messiaen dan Rouamba 2004). Umbi generasi nol dan umbi-umbi yang berbentuk lonjong pada generasi satu ataupun dua berukuran kecil (Lampiran 5), sehingga diduga tidak mampu menyediakan cadangan makanan yang cukup untuk mendukung pertumbuhan anakan yang banyak. Berdasarkan hasil percobaan, tidak terdapat indikasi bahwa umbi berukuran kecil akan menghasilkan beberapa anakan dengan ukuran besar. Ukuran umbi (tinggi dan diameter umbi) dari bawang merah yang berbentuk lonjong ataupun bulat pada setiap generasi tidak berbeda secara signifikan. Berdasarkan percobaan, penggunaan bawang merah sampai generasi dua sebagai bahan tanam juga tidak menimbulkan penurunan ukuran umbi.

Karakter Kualitatif

(26)

10

Tabel 4 Karakter kualitatif tajuk dan umbi bawang merah

Perlakuan PTa KT IWHT DUM IWDKUK

BM22B semi tegak sedang terang sedang sedang

BM22L semi tegak sedang terang sedang sedang

BM20B tegak lemah gelap kuat terang

BM20L tegak lemah gelap sedang terang

BM17BB tegak sedang gelap kuat sedang

BM17BK tegak sedang gelap kuat sedang

BM17L tegak sedang gelap sedang sedang

a

PT: perilaku tajuk, KT: kelengkungan tajuk, IWHT: intensitas warna hijau tajuk, DUM: derajat umbi membelah, IWDKUK: intensitas warna dasar kulit kering umbi kering.

Umbi generasi nol memiliki tajuk yang semi tegak sementara generasi lain memiliki tajuk yang tegak. Kelengkungan tajuk dapat dilihat dari tingkat patahan pada daun bawang merah. Bawang merah generasi satu memiliki kelengkungan tajuk yang lemah, sementara generasi satu dan dua kelengkungannya sedang (Gambar 2).

Gambar 2 Tajuk setiap kombinasi generasi dan bentuk umbi

Umbi generasi nol dan dua memiliki kulit kering umbi berwarna merah dengan intensitas yang sedang, sementara umbi yang dihasilkan generasi satu intensitas warnanya terang (Gambar 3). Derajat pembelahan umbi terkait dengan jumlah umbi tanaman-1 (Tabel 3). Derajat pembelahan yang kuat menunjukan jumlah anakan yang banyak. Aksesi bawang merah yang diuji memiliki derajat membelah sedang sampai kuat.

Umbi berbentuk bulat ataupun lonjong sama-sama menghasilkan anakan yang berbentuk bulat dan lonjong. Bentuk umbi terkait dengan jumlah umbi yang terdapat pada kluster. Kompetisi ruang tumbuh antar individu umbi terjadi pada kluster bawang merah. Jumlah umbi yang banyak pada kluster menimbulkan

BMG22B

BMG17BB BMG17BK BMG17L

BMG20L BMG20B

(27)

11 penyempitan ruang tumbuh, sehingga umbi-umbi yang dihasilkan lebih banyak yang berbentuk lonjong. Sebaliknya, kluster dengan anakan lebih sedikit menghasilkan umbi berbentuk bulat lebih banyak. Umbi-umbi berbentuk bulat kebanyakan ditemukan pada bagian terluar kluster bawang merah, karena pertumbuhannya lebih sedikit dibatasi oleh umbi lain.

Gambar 3 Kluster umbi setiap kombinasi generasi dan bentuk umbi

Karakter lain yang diamati meliputi bentuk umbi pada bagian yang mendekati akar, bentuk umbi pada bagian yang mendekati batang semu, dan posisi diameter terluas umbi. Anakan yang berbentuk lonjong dan bulat memiliki bentuk yang berbeda pada bagian bagian yang mendekati batang semu dan akar. Umbi berbentuk bulat akan membulat pada bagian tersebut, sementara umbi yang berbentuk lonjong agak miring. Anakan yang berbentuk lonjong ataupun bulat memiliki diameter terluas pada bagian yang mendekati akar.

Analisis Molekuler

Variasi genetik dapat dikenali pada tingkat molekuler yang didasarkan pada perubahan DNA dan pengaruhnya terhadap fenotipe. Penanda molekuler memiliki karakter terdapat dimana-mana, bebas dari pengaruh lingkungan, dan menunjukan polimorfisme yang tinggi (Brown dan Caligari 2008). Penanda molekuler yang digunakan dalam percobaan adalah ISSR. ISSR adalah daerah genom yang berada di antara daerah berulang sederhana. Daerah ini termasuk sekuens DNA nonfungsional karena tidak mengkode protein. Amplifikasi daerah ISSR dengan menggunakan sekuens SSR. Keberadaan SSR dapat dijadikan penanda keberadaan suatu gen (Sobir dan Syukur 2015). Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi daerah ISSR pada percobaan terdiri atas 18 – 19 pasang basa dengan pengulangan dinukleotida (Tabel 1). Ukuran sekuens DNA (pita) yang dihasilkan berkisar 250 – 1 500 pasang basa (base pairs, disingkat bp) (Tabel 5).

BMG22B

BMG17BB BMG17BK BMG17L

BMG20L BMG20B

(28)

12

Tabel 5 Jumlah pita hasil amplifikasi DNA bawang merah dengan empat primer Primer Ukuran pita

Berdasarkan pola pita hasil amplifikasi sekuens DNA, hampir tidak terdapat perbedaan. Jumlah pita antara 4 – 6 pita. Hanya terdapat 5 pita polimorfik dari 19 pita yang dihasilkan. 4 dari 14 pita monomorfik dihasilkan oleh primer PKBT 2. Primer PKBT 2 menghasilkan pita yang seluruhnya monomorfik (Gambar 4).

A. B.

C. D.

Gambar 4 Hasil visualisasi DNA setelah amplifikasi dengan primer PKBT 1 (A), PKBT 2 (B), PKBT 6 (C), dan PKBT 11 (D); M: marker (1 kb DNA ladder), 1: BM17L, 2: BM17BB, 3: BM17BK, 4: BM20L, 5: BM20B, 6: BM22L, 7: BM22B

Variasi pada daerah penempelan primer menimbulkan pita polimorfik. Amplifikasi tidak terjadi apabila susunan basa primer tidak komplemen dengan sekuens DNA target. Mukherhjee et al. (2013) menggunakan RAPD dan ISSR untuk mempelajari keragaman genetik beberapa spesies Allium. Pada studinya, primer RAPD maupun ISSR menunjukkan polimorfisme yang tinggi untuk kelompok bawang bombai (A. cepa var. cepa), secara berurut yaitu 77.23% dan 91.66%. ISSR juga menunjukkan tingkat polimorfisme yang lebih tinggi (75.67%) dibandingkan RAPD (61.68%) untuk bawang putih (A. sativum). Pada dasarnya setiap generasi bawang merah yang digunakan dalam percobaan berasal dari varietas yang sama. Oleh karena itu, tingkat polimorfisme yang dihasilkan cukup rendah (26.67%). Naipospos et al. (2014) juga pernah melakukan identifikasi molekuler dengan menggunakan primer ISSR pada pisang yang telah disubkultur sebanyak 6 kali, dan hasilnya tidak menunjukan perbedaan pola pita DNA.

M 1 2 3 4 5 6 7 M 1 2 3 4 5 6 7

(29)

13 Namun demikian, polimorfisme yang terdapat antar kombinasi generasi dengan bentuk umbi menunjukan masih terdapat keragaman dalam aksesi bawang merah yang digunakan.

Analisis Gerombol

Pembagian satu set objek yang heterogen ke dalam kelompok yang relatif homogen dilakukan dalam analisis gerombol. Objek-objek yang berada dalam suatu kelompok memiliki kemiripan dibandingkan kelompok yang lain (Hoft et al. 1999). Analisis gerombol pada percobaan dibuat berdasarkan karakter morfologi dan molekuler (Gambar 5). Hasil analisis gerombol berdasarkan karakter morfologi menunjukkan kombinasi generasi dan bentuk umbi bawang merah dapat dibedakan dalam dua kelompok, dimana umbi generasi nol dan dua menggerombol, berbeda kelompok dengan generasi satu pada koefisien ketidakmiripan 60%.

Gambar 5 Dendogram berdasarkan karakter morfologi (kiri) dan molekuler (kanan)

Antar kombinasi perlakuan cukup bervariasi secara morfologi, analisis molekuler juga menunjukan masih terdapat perbedaan. Hasil pengelompokan menggunakan data molekuler menunjukan, pada koefisien ketidakmiripan 50%, aksesi bawang merah dapat dibedakan ke dalam dua kelompok. Pola pengelompokan tersebut sejalan dengan analisis gerombol berdasarkan karakter morfologi, dimana bawang merah generasi nol dan dua menggerombol, berbeda kelompok dengan bawang merah generasi satu. Namun demikian, analisis molekuler menunjukan bawang merah generasi nol berbentuk lonjong dan generasi dua berbentuk lonjong sama secara genetik. Secara morfologi kedua kombinasi tersebut berbeda hingga 49.9%, namun secara molekuler ketidakmiripannya 0% (Lampiran 3 dan Lampiran 4). Penanda morfologi mudah digunakan, akan tetapi memiliki beberapa kekurangan seperti tidak dapat selalu digunakan pada awal perkembangan tanaman, seringkali berasosiasi dengan pengaruh delesi (albino), sering menunjukkan sifat dominan dan resesif, dan ekspresinya dipengaruhi lingkungan tumbuh (Brown dan Caligari 2008). Aksesi bawang merah dalam percobaan cukup bervariasi secara morfologi, namun secara molekuler setiap individu memiliki kemiripan yang tinggi.

(30)

14

Aksesi bawang merah yang digunakan berasal dari varietas yang sama. Varietas merupakan satu kelompok tanaman yang serupa dengan ciri struktural dan penampilan yang dapat diidentifikasi berbeda dari varietas lain. Terdapat variasi pada aksesi bawang merah yang digunakan, meskipun dalam tingkat yang relatif rendah. Umbi generasi nol ditanam dari biji botani bawang merah. Bawang merah adalah tanaman yang menyerbuk silang, segregasi dapat menimbulkan variasi pada umbi generasi nol. Variasi pada generasi lebih lanjut dapat berasal dari efek segregasi yang terus terpelihara selama perbanyakan vegetatif dan degenerasi yang disebabkan mutasi alami. Tidak terdapat indikasi bahwa umbi generasi lebih lanjut akan mengalami perubahan lebih besar akibat mutasi alami, karena generasi dua (generasi paling lanjut dalam percobaan) justru berada satu kelompok dengan generasi nol.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Karakter-karakter morfologi antar kombinasi generasi dan bentuk umbi pada bawang merah menunjukan perbedaan, yaitu karakter perilaku tajuk, intensitas warna hijau daun, panjang daun, panjang batang semu, jumlah umbi tanaman-1, tinggi umbi, tingkat membelahnya umbi, dan intensitas warna kulit kering umbi. Penurunan performa umbi bawang merah tidak terjadi dengan penggunaan umbi sampai generasi dua sebagai bahan tanam. Umbi berbentuk lonjong menghasilkan anakan lebih sedikit dibanding umbi yang berbentuk bulat dalam setiap generasi. Analisis molekuler menunjukkan tingkat polimorfisme bawang merah mencapai 26.67%. Analisis gerombol berdasarkan karakter morfologi dan molekuler menunjukkan generasi nol dan dua menggerombol, berbeda kelompok dengan umbi generasi satu.

Saran

(31)

15

[Balitsa] Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 2005. Budidaya Bawang Merah. Bandung (ID): Balitsa.

[BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 2015. Data Klimatologi untuk Bulan November 2014 – Januari 2015 di Bogor, Jawa Barat.

Brewster JL. 2008. Onion and other vetegable Alliums. Second Edition. Wallingford (GB): CAB International.

Brown J, Caligari DS. 2008. An Introduction to Plant Breeding. Oxford (GB): Blackwell Publishing.

Chahal GS, Gosal SS. Principles and Procedures of Plant Breeding. Biotechnology and Conventional Approaches. New Delhi (IND): Narosa Publishing House.

Currah L. 2002. Onions in the tropics: cultivars and country reports. Di dalam: Rabinowitch HD, Currah L, editor. Allium Crop Science: Recent Advances. Wallingford (GB): CAB International.

Fritsch RM, Friesen N. 2002. Onions in the tropics: cultivars and country reports. Di dalam: Rabinowitch HD, Currah L, editor. Allium Crop Science: Recent Advances. Wallingford (GB): CAB International.

Graigner J, Madden D. 1993. The polymerase chain reaction: turning needles into haystacks. Di dalam: Chahal GS, Gosal SS. Principles and Procedures of Plant Breeding. Biotechnology and Conventional Approaches. New Delhi (IN): Narosa Publishing House.

Grubben GJH. 1994. Constraints for shallot, garlic, and welsh onion in Indonesia: a case study on the evolution of allium crops in the equatorial tropics. Acta Horticulturae. 358: 333–339.

Hanelt P. 1990. Taxonomy, evolution and history. Di dalam Rabinowitch HD, Currah L, editor. Allium Crop Science: Recent Advances. Wallingford (GB): CAB International.

Hoft M, Barik SK, Lykke AM. 1999. Quantitative Ethnobotany: Applications of Multivariate and Statistical Analyses. Paris (FR): UNESCO.

[Kementan] Kementerian Pertanian. 2013. Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol.4 No.1 Tahun 2013. Jakarta (ID): Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian.

Mukherjee A, Sikdar B, Ghosh B, Banerjee A. 2013. RAPD and ISSR analysis of some economically important species, varieties, and cultivars of genus Allium (Alliaceae). Tuk J Bot. 37: 605–618.

Messiaen CM, Rouamba A. 2004. Allium cepa L. Di dalam: Plant Research of Tropical Africa 2: Vegetables. Grubben GJH, Denton OA, editor. Wageningen (NL): PROTA Foundation.

(32)

16

Naktuinbouw. 2010. Calibration Book Onion and Shallot. Roelofarendsveen (NL): Naktuinbouw.

Permadi AH. 1994. Allium production and research status in Indonesia. Acta Horticulturae. 358: 87–93.

Poehlman JM, Sleper DA. 1996. Breeding Field Crops. Ames (US): Lowa State University Press.

Rabinowitch HD, Kamenetsky R. 2002. Shallot (Allium cepa, Aggregatum Group). Dalam Rabinowitch HD, Currah L, editor. Allium Crop Science: Recent Advances. Wallingford (GB): CAB International

Romeida A, Sutjahjo SH, Purwito A, Sukma D, Rustikawati. 2012. Variasi genetik mutan anggrek Spathoglottis plicata Blume. berdasarkan marker ISSR. J. Agron Indonesia. 40(3): 218–224.

Shu QY, Frostet BP, Nakagawa H. 2012. Plant Mutation Breeding and Biotechnology. London (GB): CAB International and FAO.

Smolik M, Rzepta-Plevnes D, Kowaleczys K, Grabiec Marta. 2007. Study of genetic diversity of the onion species by ISSR-PCR analysis. Biotechnologia. 6(1): 13–21.

Sobir, Syukur M. 2015. Genetika Tanaman. Bogor (ID): IPB Press.

Soegianto A, Sugiharto AN, Windiastika G. 2011. Molecular identification of shallot progenitors generated from true seeds by pcr based techniques. J Agric Food Tech. 1(8): 145–148.

[UPOV] Internasional Union for the Protection of New Varieties of Plants. 2008. Guidelines for the Conduct of Tests for Distinctness, Homogeneity and Stability: Onion, Echalion; Shallot; Grey Shallot.

Widiastuti A, Sobir, Suhartanto MR. 2012. Analisis keragaman genetik manggis (Garcinia mangostana diiradiasi dengan sinar gamma berdasarkan penanda ISSR. Bioteknologi. 10(1): 15–22.

(33)

17

LAMPIRAN

Lampiran 1 Individu umbi setiap kombinasi perlakuan

BMG22B

BMG17BB BMG17BK

BMG17L BMG20L BMG20B

(34)

18

Lampiran 2 Tabel data iklim wilayah Bogor (BMKG 2015)

Bulan Suhu rata-rata

(oC)

Curah hujan (mm bulan-1)

Kelembaban relatif (%)

November 2014 26.3 673.2 64

Desember 2014 26.3 209.5 45

Januari 2015 25.2 251.0 87

Lampiran 3 Matriks ketidakmiripan antar kombinasi generasi dan bentuk umbi berdasarkan karakter morfologi

BM22B BM22L BM20B BM20L BM17BB BM17BK BM17L BM22B 0.0000

BM22L 0.1518 0.0000

BM20B 0.6637 0.6792 0.0000

BM20L 0.5831 0.5219 0.2710 0.0000

BM17BB 0.4617 0.5287 0.4784 0.6042 0.0000

BM17BK 0.4735 0.6062 0.5582 0.6697 0.1292 0.0000

BM17L 0.4122 0.4999 0.6022 0.4386 0.3393 0.2852 0.0000

Lampiran 4 Matriks ketidakmiripan antar kombinasi generasi dan bentuk umbi berdasarkan analisis molekuler

BM22B BM22L BM20B BM20L BM17BB BM17BK BM17L BM22B 0.0000

BM22L 0.2000 0.0000

BM20B 0.6000 0.4000 0.0000

BM20L 0.8000 0.6000 0.2000 0.0000

BM17BB 0.4000 0.2000 0.2000 0.4000 0.0000

BM17BK 0.6000 0.4000 0.4000 0.6000 0.2000 0.0000

BM17L 0.2000 0.0000 0.4000 0.6000 0.2000 0.4000 0.0000

Lampiran 5 Kombinasi generasi dan bentuk umbi pada percobaan; A: BM22B, B: BM22L, C: BM20B, D: BM20L, E: BM17BB, F: BM17BK, G: BM17BK

A. B. C. D.

(35)

19 Lampiran 6 Deskripsi bawang merah aksesi PKHT berdasarkan identifikasi

morfologi pada percobaan

Jumlah daun batang semu-1 : 4 – 5

Perilaku tajuk : Semi tegak, tegak Kelengkungan tajuk : Lemah, sedang Intensitas warna hijau tajuk : Terang, gelap

Kandungan klorofil : 62.4 – 69.1 at leaf unit

Panjang daun : 29.8 – 38.1 cm

Panjang batang semu : 5.1 – 7.2 cm

Diameter daun : 4.0– 4.5 mm

Diameter batang semu : 4.3 – 5.0 mm Jumlah umbi tanaman-1 : 5 – 11 umbi Derajat umbi membelah : Sedang, kuat Warna kulit kering umbi : Merah

Intensitas warna kulit kering umbi : Terang, sedang Bentuk umbi secara longitudinal : Lonjong, bulat

Bentuk umbi mendekati batang : Agak miring, membulat Bentuk umbi mendekati akar : Agak miring, membulat Posisi diameter terluas umbi : Mendekati akar

Tinggi umbi : 24.7 – 30.5 mm

Diameter umbi : 16.5 – 19.5 mm

(36)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bogor, tanggal 7 Mei 1993, dari pasangan Dodi Permana dan Aminah, putri kedua dari dua bersaudara. Penulis lulus tahun 2011 dari SMA Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri Undangan di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Gambar

Tabel 2  Karakter kuantitatif tajuk bawang merah
Tabel 3  Karakter kuantitatif umbi bawang merah
Tabel 4  Karakter kualitatif tajuk dan umbi bawang merah
Gambar 3  Kluster umbi setiap kombinasi generasi dan bentuk umbi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sidik Ragam Jumlah Helaian Daun Tanaman Bawang Merah (helai) pada Perlakuan Varietas dan Pemotongan Umbi Bibit. Umur 2 MST

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan karakteristik termofisik dari bawang merah (daun dan umbi) yang terdiri atas kadar air, nilai difusivitas panas,

Pada oleoresin bawang rnerah aktivitas tertinggi dihasilkan dari kornbinasi perlakuan pengupasan, nisbah bahan dan pelarut 1 5 , serta lama pengadukan 30

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh tinggi bedengan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah, mengetahui pengaruh pupuk organik dan

Sebaliknya pada perlakuan yang berasal umbi-umbi yang berukuran kecil meskipun jumlah anakannya lebih sedikit namun mampu membentuk ukuran umbi yang lebih besar,

Untuk mendukung kegiatan budidaya tanaman bawang merah maka informasi mengenai gejala penyakit, intensitas serangan, keberadaan patogen dalam tanah, daerah sebaran

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis patogen yang berasosiasi dengan bawang merah sakit hawar daun bakteri.Penelitian dilakukan dengan metode isolasi dan

Minyak atsiri dihasilkan oleh proses biokimia flavor, dimana flavor memiliki prekursor atau bahan dasar yang bereaksi dengan enzim spesifik dari bawang merah yang