• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Karakteristik Termofisik Bawang Merah (Allium cepa var.ascalonicum)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Karakteristik Termofisik Bawang Merah (Allium cepa var.ascalonicum)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN KARAKTERISTIK TERMOFISIK

BAWANG MERAH (

Allium cepa

var

.ascalonicum

)

ARFANDIWANGSA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Karakteristik Termofisik Bawang Merah (Allium cepa var.ascalonicum) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Arfandiwangsa

(4)

ABSTRAK

ARFANDIWANGSA. Penentuan Karakteristik Termofisik Bawang Merah (Allium cepa var.ascalonicum). Dibimbing oleh DYAH WULANDANI

Informasi tentang karakteristik termofisik bawang merah perlu diketahui untuk mengoptimalkan pasca panen bawang merah baik perlakuan pendinginan maupun pemanasan, serta untuk mengoptimalkan penggunaan energi selama pasca panen. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan karakteristik termofisik dari bawang merah (daun dan umbi) yang terdiri atas kadar air, nilai difusivitas panas, konduktivitas panas, massa jenis, dan panas jenis serta mendapatkan model persamaan matematis hubungan kadar air terhadap nilai termofisik bawang merah. Pengeringan daun dan umbi bawang merah selama 6 hari menghasilkan nilai panas jenis, konduktivitas panas dan massa jenis yang berbanding lurus dengan perubahan kadar air dalam bahan terutama pada pengeringan daun bawang merah. Difusivitas panas bawang merah ditentukan menggunakan metode numerik dari data suhu pendinginan umbi bawang merah yang menghasilkan data difusivitas 1.433 x 10-8 m2/s dengan ketepatan rata-rata sebesar 93.37 %.

Kata kunci: termofisik, bawang merah, kadar air, daun, umbi

ABSTRACT

ARFANDIWANGSA. The Determination of Thermo-Physical Properties of Red Onion (Allium cepa var.ascalonicum). Supervised by DYAH WULANDANI Information about thermo-physical properties of red onion are needed to know to optimize post-harvest treatment of onions both cooling and drying, as well as to optimize the use of energy during the post-harvest process. The study was to determine the thermo-physical properties of red onion (leaves and tubers) which consist of water content, thermal diffusivity, thermal conductivity, density, and specific heat as well as to obtain a mathematical equation model of the water content towards the thermo-physical properties of red onion. Drying leaves and onion tubers for 6 days obtained in specific heat values, thermal conductivity and density which were proportional to the decrease in the material water content, especially on the dehydration process of red onion leaves. Red onion thermal diffusivity was determined using a numerical method of cooling temperature data of onion tubers which produce data thermal diffusivity 1.433 x 10-8 m2/s with a mean accuracy average of 93.37%.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

PENENTUAN KARAKTERISTIK TERMOFISIK

BAWANG MERAH (

Allium cepa

var

.ascalonicum

)

ARFANDIWANGSA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Penentuan Karakteristik Termofisik Bawang Merah (Allium cepa var.ascalonicum)

Nama : Arfandiwangsa NIM : F14080020

Disetujui oleh:

Diketahui oleh:

Dr.Ir.Desrial, M.Eng Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subha ahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 sampai Desember 2013 ini ialah sifat termofisik bahan pertanian, dengan judul Penentuan Karakteristik Termofisik Bawang Merah (Allium cepa var.ascalonicum).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Dyah Wulandani selaku pembimbing, Bapak Dr Ir Desrial, serta Bapak Dr Ir Edy Hartulistiyoso yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada penyandang dana hibah penelitian (hibah penelitian dasar untuk bagian melalui dana BOPTN tahun 2013) yang telah membantu dalam hal pendanaan selama kegiatan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Suharto dari laboratorium Teknik Energi Terbarukan IPB dan teman-teman Magenta 45 (Mahasiswa Teknik Mesin dan Biosistem IPB angkatan 45) yang telah membantu selama pengumpulan data. Selain itu, tidak lupa penulis sampaikan ungkapan terima kasih kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

DAFTAR SIMBOL viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

METODE 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Alat dan Bahan 3

Prosedur Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Kadar Air Daun dan Umbi Bawang Merah 12

Konduktivitas Panas Daun dan Umbi Bawang Merah 14

Massa Jenis Daun dan Umbi Bawang Merah 16

Panas Jenis Daun dan Umbi Bawang Merah 17

Difusivitas Panas Daun dan Umbi Bawang Merah 20

SIMPULAN DAN SARAN 23

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 26

(10)

DAFTAR TABEL

1 Persyaratan umum umbi bawang merah 2

2 Persyaratan khusus umbi bawang merah 2

3 Perkembangan kadar air daun dan umbi bawang merah selama

pengeringan 12

4 Perubahan konduktivitas panas daun dan umbi bawang merah terhadap

kadar air 14

5 Perubahan massa jenis daun dan umbi bawang terhadap kadar air 16 6 Perubahan panas jenis daun dan umbi bawang merah terhadap kadar air 18 7 Data fisik dan perlakuan pendinginan umbi bawang merah 20 8 Data perkembangan distribusi suhu pendinginan dalam umbi bawang

(percobaan 1) 21

9 Difusivitas panas umbi bawang merah (percobaan 1) 22 10 Suhu ukur (U), suhu hitung (H) dan ketepatan (K) pendugaan suhu

umbi bawang merah (percobaan 1) 22

11 Nilai difusivitas panas dan ketepatan rata-rata pada umbi bawang merah 23

DAFTAR GAMBAR

1 Perbandingan kedalaman titik pengukuran (atas) dan penampang melintang lokasi titik pengukuran pada umbi bawang (bawah) 5 2 Skema tahapan perlakuan pendinginan untuk mendapatkan nilai

difusivitas panas umbi bawang merah 6

3 Pengeringan bawang merah metode penjemuran 7

4 Skema perlakuan pendinginan dan pengeringan untuk penentuan nilai

termofisik bawang merah 8

5 Hubungan antara waktu (m) dan jarak radial (n) dalam penyelesaian

persamaan numerik 10

6 Perbandingan kadar air umbi dan daun bawang merah selama

pengeringan 13

7 Hubungan antara kadar air dan konduktivitas panas daun bawang merah 15 8 Hubungan antara kadar air dan konduktivitas panas umbi bawang

merah 15

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bahan dan peralatan penelitian 27

2 Kadar air daun bawang merah 28

3 Kadar air umbi bawang merah 29

4 Konduktivitas panas daun dan umbi bawang merah 30 5 Perbandingan nilai konduktivitas panas bawang merah hasil

pengukuran thermal conductivity meter dan Persamaan Sweat 30 6 Hasil pengukuran bulk density daun bawang merah 31 7 Hasil pengukuran bulk density umbi bawang merah 32 8 Data perkembangan suhu air dingin dan air panas (heat capacity) 33 9 Grafik perkembangan suhu air (heat capacity) 33

10 Perhitungan heat capacity kalorimeter 34

11 Data perkembangan suhu air hasil pengukuran panas jenis daun bawang

merah (hari ke-0) 35

12 Grafik perkembangan suhu air hasil pengukuran panas jenis daun

bawang merah (hari ke-0) 35

13 Perhitungan panas jenis daun bawang merah (hari ke-0) 36 14 Data perkembangan suhu air hasil pengukuran panas jenis umbi bawang

merah (hari ke-0) 37

15 Grafik perkembangan suhu air hasil pengukuran panas jenis umbi

bawang merah (hari ke-0) 37

16 Perhitungan panas jenis umbi bawang merah (hari ke-0) 38 17 Perubahan panas jenis daun dan umbi bawang merah terhadap waktu

pengeringan 39

18 Data perkembangan distribusi suhu dalam umbi bawang merah 40 19 Data suhu ukur (U), suhu hitung (H) dan Ketepatan (K) pendugaan

umbi bawang merah 41

20 Difusivitas umbi bawang merah 42

(12)

DAFTAR SIMBOL

C1 = Panas jenis air, kJ/kgoC

Cp = Panas jenis, kJ/kgoC

Cs = Panas jenis sampel, kJ/kgoC

dt = Rentang waktu pengukuran, menit (tabel 8)

Δ r = Kenaikan pengukuran jarak, meter

Δ T = Kenaikan pengukuran suhu, oC

Δ t = Kenaikan pengukuran waktu, detik Hc = Kapasitas panas calorimeter

k = Konduktivitas panas, W/moC Mbb = Kadar air basis basah, %bb

Mbk = Kadar air basis kering, %bk

M0 = Massa awal bahan, gram

M1 = Massa akhir bahan, gram

r = Jarak pengukuran, m Ta = Suhu awal sampel, oC

Te = Suhu kesetimbangan, oC

To = Suhu awal air, oC

Tx = Suhu akhir pada periode kesetimbangan, oC

Ti = Suhu rata – rata pada periode awal, oC

Tf = Suhu rata – rata pada periode akhir, oC

Tr = Faktor koreksi

V = Volume wadah, m3 Ws = Berat sampel, kg

W1 = Berat air yang ditambahkan, kg

Wc = Massa kalorimeter, kg

W2 = Massa produk penuh dan wadah, kg (pers. 12)

W1 = Massa wadah, kg (pers. 12) x = Jumlah interval waktu

∑ T = Jumlah suhu pada beberapa interval periode kesetimbangan, oC

α = Difusivitas panas, m2/s

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produk pertanian merupakan produk yang mudah rusak sehingga diperlukan kegiatan penanganan pascapanen yang lebih baik untuk memperpanjang umur simpan. Menurut Rizvi (2005), perlakuan pendinginan adalah salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan serta mempertahankan kualitas produk dengan syarat suhu, waku dan parameter pendinginan lainnya sesuai dengan karakteristik produk yang didinginkan. Demikian juga dengan perlakuan panas baik melalui pemanasan atau pengeringan produk untuk menurunkan kadar air produk dengan tujuan menekan pertumbuhan mikroorganisme yang mampu merusak kualitas produk selama penyimpanan.

Karakteristik termofisik (thermo-physical properties) merupakan karakteristik produk pertanian yang perlu diketahui dalam merancang peralatan atau proses suatu sistem pendinginan maupun pemanasan yang baik dan tepat pada setiap produk pertanian. Hal ini berkaitan dengan proses pindah panas yang terdapat pada perlakuan pendinginan dan pemanasan produk. Sifat panas akan menentukan karakteristik perubahan suhu produk sehingga dapat ditentukan pula tingkat kebutuhan energi dan waktu perlakuan secara tepat, sehingga kerusakan produk pertanian pada saat penanganan pascapanen dapat dihindarkan. Selain itu, waktu proses ini juga dapat menjadi acuan dalam upaya penghematan energi pada proses pasca panen produk pertanian. Data - data karakteristik panas bahan berupa difusivitas panas, panas jenis, massa jenis, konduktivitas panas, dan kadar air merupakan data yang dibutuhkan sebagai parameter penting dalam merancangan sebuah sistem pendinginan maupun pengeringan bahan pertanian.

Bawang merah (Allium cepa var.ascalonicum) merupakan salah satu produk pertanian yang berguna sebagai bahan obat-obatan dan bahan penyedap rasa. Bawang merah, seperti bawang putih termasuk kelompok Alliaceae dan berasal dari Asia Tengah. Bawang merah di budidayakan oleh para petani di daerah Brebes, Jawa Tengah. Pada tahun 2004, konsumsi bawang merah penduduk Indonesia mencapai 725.00 ton, dan terus meningkat sekitar 5% setiap tahunnya sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan berkembangnya industri makanan (Kementan 2006). Namun peningkatan konsumsi bawang merah ini tidak setara dengan peningkatan produksi bawang merah yang dihasilkan oleh petani. Penanganan teknologi pascapanen bawang merah oleh petani masih dilaksanakan secara tradisional sehingga kehilangan hasil cukup tinggi. Penanganan pasca panen tersebut menghasilkan mutu dan kuantitas yang rendah dibandingkan dengan bawang merah impor.

(14)

tersebut, umbi bawang merah dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas super, kelas mutu 1 dan kelas mutu 2. Pembagian kelas mutu umbi tersebut didasarkan pada kesesuaian umbi bawang merah terhadap dua persyaratan mutu yaitu persyaratan umum dan persyaratan khusus seperti yang diuraikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1 Persyaratan umum umbi bawang meraha

No. Persyaratan

1. umbi sehat dan utuh 2. penampilan segar 3. padat (firm) 4. layak konsumsi

5. bersih, bebas dari kotoran 6. bebas dari hama dan penyakit

7. bebas dari kerusakan akibat perubahan suhu yang ekstrim 8. bebas dari kerusakan karena kelembaban yang berlebihan 9. bebas dari bau asing

10. bentuk, warna dan rasa sesuai karakteristik varietasnya 11. memenuhi ketentuan devitalisasib

12. umbi dipanen setelah memenuhi kriteria panen sesuai karakteristik varietas dan lokasi tanam

13. diameter minimum umbi sebesar 1.5 cm

a

Persyaratan umum berlaku untuk semua kelas mutu bawang merah; bKetentuan panjang

tangkai umbi minimum 2 cm dari leher umbi dan umbi bebas dari tunas dan akar.

Tabel 2 Persyaratan khusus umbi bawang merah

Kelas mutu Persyaratan

Kelas super Bebas dari kerusakan

Kelas 1 Kerusakan 10 % dari jumlah Kelas 2 Kerusakan 15 % dari jumlah

Data-data sifat termofisik bawang merah jenis varietas Bima belum pernah dilakukan, oleh karena itu penentuan sifat termofisik pada daun dan umbi bawang merah perlu dilakukan. Penentuan karakteristik termal bawang merah ini terdiri atas pengukuran konduktivitas panas (k), massa jenis dan panas jenis (Cp) dari daun dan umbi bawang merah dengan memberikan perlakuan pengeringan. Sedangkan karakteristik difusivitas panas bawang merah hanya diukur pada umbi bawang merah dengan perlakuan pendinginan. Perlakuan difusivitas ini didasarkan pada pengamatan pasca panen yang dilakukan oleh petani bawang dimana hanya bagian umbi bawang yang diberi pelakuan pendinginan sebagai perlakuan pasca panen setelah proses pengeringan.

Perumusan Masalah

(15)

energi yang didasarkan pada perlakuan suhu bahan dan waktu proses pada saat penanganan pascapanen produk pertanian. Karakteristik produk pertanian yang diteliti meliputi parameter kadar air, panas jenis (Cp), konduktivitas panas (k), massa jenis dan difusivitas panas umbi dan daun bawang merah.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan karakteristik termofisik dari daun dan umbi bawang merah (Allium cepa var.ascalonicum) melalui pengukuran kadar air, nilai difusivitas panas (α), konduktivitas panas (k), massa jenis (ρ) dan panas jenis (Cp) bahan. Selain itu, penelitian ini bertujuan mendapatkan model persamaan matematis hubungan dan pengaruh kadar air terhadap nilai termofisik (konduktivitas panas, massa jenis dan panas jenis) pada pengeringan daun dan umbi bawang merah.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah membuat acuan dalam merancang sistem atau alat pascapanen bawang merah berupa informasi kondisi optimum bahan pada saat penanganan pasca panen yang sesuai dengan standar mutu dipersyaratkan.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober – Desember 2013 bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah bawang merah varietas Bima dari bagian umbi dan daun bawang. Bahan yang digunakan tergolong bawang merah segar. Peralatan yang digunakan selama penelitian terbagi atas dua yaitu peralatan utama dan pendukung. Peralatan utama yaitu oven pengering tipe SS-204DD, lemari pendingin Ebara OSK, termokopel tipe CC, hybrid recorder Yokogawa model 30813, cawan petri, kalorimeter, thermal conductivity meter merek Kemtherm QTM-D3, dan timbangan digital DJ series. Sedangkan peralatan pendukung yaitu talenan, pisau, ember, termos es, kalkulator dan alat tulis.

Prosedur Penelitian

Kegiatan penelitian terdiri atas kegiatan persiapan bahan, perlakuan pendinginan dan pengeringan bahan, dan analisis data.

(16)

Persiapan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang merah segar dan masih memiliki struktur lengkap, yakni terdiri atas umbi dan daun. Pada kegiatan persiapan bahan, bahan dibagi atas dua perlakuan yaitu bahan untuk perlakuan pendinginan dan bahan untuk perlakuan pengeringan. Bahan untuk perlakuan pendinginan terdiri atas umbi bawang merah segar yang siap disimpan didalam lemari pendingin, sementara bahan untuk perlakuan pengeringan terdiri atas 4 ikat yang berbobot 7 kg bawang merah proporsional (memiliki umbi dan daun) yang siap dimasukkan kedalam oven pengering.

Perlakuan Pendinginan dan Pengeringan Bahan

Penentuan Difusivitas Panas dengan Perlakuan Pendinginan

Perlakuan pendinginan pada bawang merah dilakukan untuk menentukan difusivitas panas dari umbi bawang merah dan difokuskan pada sifat pindah panas yang terserap dalam umbi selama pendinginan. Hal ini berdasarkan Setiawan (1980) menyatakan bahwa difusivitas panas digunakan untuk menentukan laju penurunan suhu selama proses pendinginan. Oleh karena itu, banyak penelitian sebelumnya yang menggunakan perlakuan pendinginan dalam menentukan nilai difusivitas suatu bahan, contohnya penentuan difusivitas panas semangka oleh Harsitokrumi (1987) dan pepaya oleh Syarif (2001).

Pada penelitian ini, difusivitas panas bawang merah ditentukan dengan metode numerik. Difusivitas panas dengan metode numerik ditentukan dengan analisis numerik dari data suhu pendinginan umbi bawang.

(17)

Gambar 1 Perbandingan kedalaman titik pengukuran (atas) dan penampang melintang lokasi titik pengukuran pada umbi bawang (bawah)

Pendinginan umbi berlangsung selama 60 menit dalam lemari pendingin bersuhu 5 oC. Pencatatan data suhu pendinginan umbi yang muncul di layar

hybrid recorder dilakukan setiap 5 menit sekali. Data suhu pendinginan pada setiap titik pengukuran kemudian di analisis menggunakan analisis numerik. Analisis numerik biasa digunakan untuk menentukan konduksi panas yang terjadi pada benda yang bentuknya tidak teratur atau kondisi batasnya berubah menurut waktu (Holman 1984).

Nilai difusivitas yang digunakan adalah 3 nilai difusivitas panas umbi yang memenuhi syarat dari 6 nilai difusivitas panas umbi berdasarkan 6 buah umbi yang diukur. Adapun skema tahapan perlakuan pendinginan untuk mendapatkan nilai difusivitas dengan metode numerik dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan kedalaman titik pengukuran: a = titik 0 cm dari pusat umbi

b = titik 0.4 cm dari pusat umbi c = titik 0.9 cm dari pusat umbi d = titik 1.3 cm dari pusat umbi e = titik 1.7 cm dari pusat umbi

(18)

Gambar 2 Skema tahapan perlakuan pendinginan untuk mendapatkan nilai difusivitas panas umbi bawang merah

Penentuan Panas Jenis, Massa Jenis dan Konduktivitas Panas dengan Perlakuan Pengeringan

Pengeringan merupakan perlakuan pemanasan pada bawang merah dengan tujuan untuk mendapatkan bawang dengan kadar air tertentu serta untuk mendapatkan nilai-nilai sifat termofisik pada setiap kadar air tertentu. Nilai termofisik tersebut antara lain nilai konduktivitas panas, panas jenis dan massa jenis. Perlakuan pengeringan bawang merah dilakukan dengan mengeringkan bawang merah dalam struktur lengkap, yaitu memiliki daun dan umbi. Hal ini berdasarkan kegiatan pengeringan bawang merah konvensional yang dilakukan oleh petani bawang, dimana perlakuan pengeringan ini bertujuan untuk melindungi umbi bawang dari udara panas pengeringan sehingga mampu mempertahankan zat volatile umbi bawang dan mempertahankan mutu bawang merah pada saat penyimpanan. Zat volatil merupakan senyawa sulfida yang terdapat dalam umbi dan mampu memberikan aroma khas pada umbi bawang merah.

Sortasi Mulai

Timbang

Pasang termokopel

Pendinginan

Baca data suhu

Analisis numerik

Nilai difusivitas panas

(19)

Pada penelitian ini, pengeringan menggunakan oven pengering. Pengeringan dengan menggunakan oven pengering memiliki kisaran suhu antara 25 oC sampai 32 oC. Kisaran suhu ini disesuaikan dengan suhu yang terdapat di lapangan pada saat petani melakukan pengeringan bawang merah dengan bantuan sinar matahari (Gambar 3).

Gambar 3 Pengeringan bawang merah metode penjemuran

Pengeringan bawang merah dilakukan dengan menempatkan 4 ikat bawang merah yang berbobot 7 kg kedalam oven selama 6 hari dengan lama pengeringan hariannya 8 jam per hari. Pengukuran termofisik ini dilakukan setelah proses pengeringan selama 8 jam dengan mengambil daun dan umbi bawang sebagai bahan pengukuran, sehingga terdapat 12 data perulangan pengukuran termofisik yang terdiri atas 6 data termofisik daun dan 6 data termofisik umbi. Namun sebelum proses pengeringan (hari ke-1 pengeringan), dilakukan pengukuran termofisik daun dan umbi bawang merah yang masih segar sebagai data awal termofisik bahan. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki 7 data pengukuran termofisik umbi dan daun bawang merah.

Pengukuran termofisik dengan perlakuan pengeringan ini terdiri atas pengukuran massa jenis, panas jenis, dan konduktivitas panas. Pengukuran massa jenis daun dan umbi bawang merah dilakukan melalui pengukuran bulk density, yaitu perbandingan massa tumpukan bahan terhadap volume wadah yang telah diketahui massa wadahnya. Pengukuran bulk density daun bawang menggunakan wadah silinder sedangkan umbi menggunakan wadah persegi panjang.

Pengukuran panas jenis daun dan umbi bawang merah dilakukan menggunakan metode pencampuran dalam kalorimeter yang dihubungkan dengan

hybrid recorder. Pengukuran konduktivitas panas daun dan umbi bawang merah ditentukan menggunakan alat thermal conductivity meter. Prinsip pengukuran dengan alat ini adalah membaca nilai konduktivitas panas dari bahan yang disimpan dalam sebuah wadah melalui sebuah probe. Namun pada penelitian ini, daun dan umbi bawang merah dicacah terlebih dahulu sebelum dimasukkan kedalam wadah untuk memudahkan pembacaan nilai konduktivitas oleh probe.

(20)

Adapun skema penentuan karakteristik termofisik bawang merah dengan perlakuan pendinginan dan pengeringan dapat diuraikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Skema perlakuan pendinginan dan pengeringan untuk penentuan nilai termofisik bawang merah

Analisis Data

a. Perhitungan Kadar Air

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot bahan. Pada penelitian ini, pengukuran kadar air menggunakan metode oven dimana pengurangan berat suatu bahan yang dipanaskan pada kisaran suhu 100 oC sampai 105 oC yang menyebabkan hilangnya air dan zat-zat menguap lainnya sehingga kekurangan berat tersebut dianggap sebagai berat air (SNI 01-2899-1992). Perhitungan kadar air dengan metode oven menggunakan persamaan berikut ini.

- (1)

k - (2)

b. Pengukuran Konduktivitas Panas (k)

Konduktivitas panas adalah sifat termal suatu benda untuk merambatkan panas dalam suatu unit waktu melalui luas penampang tertentu yang diakibatkan oleh adanya perbedaan suhu. Untuk bahan pertanian, besarnya nilai konduktivitas panas (k) dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti struktur sel / fisik, komponen kimia bahan dan kandungan air (Jangam dan Mujumdar 2010). Dalam penelitian ini, konduktivitas panas bahan (k) diukur langsung dengan menggunakan alat

thermal conductivity meter, sedangkan secara tidak langsung dihitung dengan persamaan Sweat (Phomkong et al. 2006).

(3)

Perlakuan: Pendinginan Perlakuan: Pengeringan

Analisis data Analisis data

(21)

c. Penentuan Difusivitas Panas (α)

Menurut Cengel (2003), difusivitas panas adalah sifat bahan pertanian yang digunakan dalam analisis konduksi panas sementara yang dapat menggambarkan laju difusi panas yang melalui bahan pertanian. Nilai difusivitas panas suatu bahan perlu ditentukan karena digunakan untuk memperkirakan waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu pendinginan yang diinginkan oleh suatu bahan pertanian.

Penentuan difusivitas panas umbi bawang merah dilakukan menggunakan metode numerik. Penentuan difusivitas panas dengan metode numerik menggunakan data distribusi perubahan suhu produk selama pendinginan. Data perubahan suhu bahan diambil dari lima titik pengukuran. Secara matematik, proses pengukuran ini telah dirumuskan oleh persamaan Fourier sebagai berikut.

(4) dimana T adalah pengaruh suhu terhadap bentuk geometri dari bahan. Umbi bawang merah diasumsikan berbentuk bulat sehingga persamaannya menjadi: t α - ( ) (5) Menurut Carslaw dan Jaeger (1959), secara numerik nilai α dapat dihitung dengan memecahkan persamaan satu dimensi yang terdapat pada persamaan (5) menjadi persamaan berikut ini.

m n nm- α t ( mn- - nm nm- ) (6) dimana t merupakan beda waktu selama pengukuran dan adalah eda ja ak pada titik-titik pengukuran dalam bahan, Sedangkan nilai H dapat diperoleh pada persamaan berikut.

(7)

dimana T adalah suhu dan r adalah jarak antara titik - titik pengukuran yang terdapat dalam bahan. Untuk mempe oleh nilai α yang sta il, maka penentuan

nilai t dan dilakukan e dasa kan pe samaan (8).

α (8)

Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan pada persamaan (6), dilakukan pemecahan data secara numerik yang diuraikan pada Gambar 5. Pemecahan data tersebut diuraikan dalam bentuk bidang persegi panjang dengan sisinya adalah waktu (m) dan jarak radial (n).

(22)

Gambar 5 Hubungan antara waktu (m) dan jarak radial pengukuran (n) dalam penyelesaian persamaan numerik.

Nilai difusivitas panas (α) yang telah diketahui kemudian diuji ketepatannya dengan cara membandingkan suhu ukur dengan suhu hitungnya. Suhu hitung dapat diketahui dengan menggunakan persamaan berikut ini.

n

Ketepatan nilai α ditentukan dengan melihat perbandingan antara suhu ukur dan suhu hitung dengan menggunakan rumus berikut ini.

kt - | hitung - uku

hitung | (10)

d. Penentuan Massa Jenis (ρ)

Massa jenis merupakan perbandingan massa terhadap volumenya. Menurut Rao et al. (2005) terdapat tiga macam massa jenis yaitu bulk density, apparent density dan true density (solid density). Pada penelitian ini, massa jenis (ρ) yang ditentukan merupakan bulk density dari bahan yaitu perbandingan massa tumpukan terhadap volume totalnya dimana volume produk didasarkan pada volume bahan beserta rongga udara yang terdapat dalam tumpukan. bulk density

dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

ρ

( - )

(12)

e. Penentuan Panas Jenis (Cp)

Panas jenis suatu bahan didefinisikan sebagai jumlah energi yang dibutuhkan oleh satu satuan berat (m) bahan untuk menaikkan suhunya sebesar satu derajat (Cengel dan Boles 2002). Penentuan panas jenis bahan penelitian ini menggunakan metode pencampuran (Method of Mixture). Prinsip dari metode ini adalah prinsip keseimbangan panas antara bahan dan sistem kalorimeter, dimana

(23)

panas yang diberikan oleh bahan sama dengan panas yang diterima oleh sistem kalorimeter. Metode ini dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut (Mohsenin 1980):

s s( a- e) ( e- o) ( e- o) (13) atau

s ( e- so( ) a- e) ( e- o) (14) dimana harga CcWc dianggap konstan dan dinyatakan sebagai heat capacity dari

kalorimeter (Hc), sehingga persamaan (14) menjadi:

s ( e-s( o) a- e)( e- o) (15)

Heat capacity kalorimeter dapat diuji dengan menggunakan bahan yang telah diketahui panas jenisnya, dalam penelitian ini menggunakan air murni yang mempunyai panas jenis sebesar 4.177 kJ/kg oC pada suhu sekitar 28 oC. Nilai heat capacity (Hc) dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut (Mohsenin

1980):

h h( a- e ) - ( e - o )

( e - o- ) (16)

Penambahan panas dapat terjadi di dalam kalorimeter yang disebabkan adanya pengadukan selama percobaan dan pengaruh udara lingkungan yang mempunyai suhu lebih tinggi akibat pemasukan bahan. Kesalahan yang terjadi dapat diperkecil dengan menggunakan faktor koreksi pindah panas dalam kalorimeter (Tr). Menurut Mohsenin (1980), faktor koreksi terhadap pindah panas

(Tr) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

- o - i f - i

f- i |∑

o -

i| (17)

Persamaan (17) dapat ditentukan dari grafik kenaikan suhu air dalam kalorimeter terhadap waktu setelah dilakukan pencampuran dengan memasukkan nilai Tr kedalam persamaan (15), maka diperoleh persamaan panas jenis bahan

(Cs) sebagai berikut:

s ( e- so( - a - ) e ( )e - o- ) (18) Selain menggunakan metode pencampuran, penentuan panas jenis juga ditentukan menggunakan persamaan Siebel (1892) dalam Mohsenin (1980). Persamaan Siebel digunakan untuk menentukan panas jenis bahan yang memiliki kadar air lebih dari 50 persen.

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air Daun dan Umbi Bawang Merah

Hasil pengukuran nilai kadar air umbi dan daun bawang merah selama 6 hari pengeringan dapat dilihat pada Tabel 3. Data pengukuran ini merupakan data kadar air rata–rata dari pengukuran kadar air daun bawang merah pada Lampiran 2 dan data kadar air umbi bawang merah pada Lampiran 3.

Tabel 3 Perkembangan kadar air daun dan umbi bawang merah selama pengeringan

(25)

Gambar 6 Perbandingan kadar air umbi dan daun bawang merah selama pengeringan

Penurunan kadar air daun bawang merah yang lebih besar dibandingkan umbi bawang merah disebabkan oleh posisi bawang merah pada saat dikeringkan didalam oven. Posisi pengeringan bawang merah dengan menempatkan daun bawang merah diatas umbi dengan tujuan menutupi umbi bawang merah dari suhu lingkungan yang tinggi dapat dilihat pada Gambar 3 dan menjadi acuan dalam melakukan perlakuan pengeringan penelitian ini. Perlakuan pengeringan seperti Gambar 3 ini merupakan perlakuan pengeringan yang biasanya dilakukan oleh petani bawang merah. Hal ini dilakukan untuk mencegah penurunan kadar air umbi bawang merah sehingga mampu menjaga kualitas umbi bawang merah selama penyimpanan maupun pengiriman hingga ke konsumen.

.

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00

0 1 2 3 4 5 6

Ka

da

r

air

(%

bb)

Hari ke-

Daun

Umbi

(26)

Konduktivitas Panas Daun dan Umbi Bawang Merah

Nilai konduktivitas panas daun dan umbi bawang merah dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai konduktivitas tersebut merupakan data rata-rata dari data konduktivitas panas daun dan umbi bawang merah yang tertera pada Lampiran 4.

Tabel 4 Perubahan konduktivitas panas daun dan umbi bawang terhadap kadar air

Waktu kedekatan nilai konduktivitas daun bawang merah dengan nilai konduktivitas bawang putih pada penelitian Saravacos (1992), yaitu sebesar 0.575 W/m.K. Pada pengukuran konduktivitas panas daun dan umbi bawang merah pada Tabel 4 diatas, diperoleh konduktivitas daun bawang merah berkisar antara 0.530 dan 0.755 W/m.K. Sedangkan konduktivitas panas umbi bawang merah berkisar antara 1.871 dan 2.878 W/m.K. Nilai konduktivitas panas umbi ini tidak sesuai dengan penelitian Saravacos (1992) dimana lebih besar dari nilai konduktivitas bawang putih yang merupakan salah satu tanaman dalam kelompok Alliaceae. Hal ini terjadi disebabkan oleh perbedaan suhu bahan pada saat pengukuran konduktivitas panas bawang putih oleh Saravacos (1992) dimana bahan memiliki suhu 8.6 oC, sedangkan bawang merah memiliki suhu 23 oC pada saat pengukuran konduktivitas.

(27)

pengukuran alat memiliki nilai konduktivitas yang lebih besar daripada nilai konduktivitas panas dari hasil perhitungan menggunakan persamaan Sweat. Ketidaksesuaian ini didasarkan pada pengaruh kadar air umbi bawang merah yang banyak terbuang ketika proses pencacahan sehingga menaikkan nilai konduktivitas panas yang terbaca oleh alat. Selain itu, proses pengeringan oven juga berperan dalam penurunan kadar air dan kehilangan kandungan minyak volatile umbi sebesar 98 % dimana kedua komponen ini dapat menaikkan nilai konduktivitas panas bawang (Benhard 1868).

Adapun minyak volatile umbi bawang merah merupakan minyak nabati yang terdiri dari sekumpulan senyawa sulfur yang bersifat aktif, seperti 3,4-dimetiltiopen, metil propenil disulfida, metil trans-propernil disulfida, cis-propenil propil disulfida, 2-metilcis-propenil trisulfida dan 2-cis-propenil propil trisulfida (Brodnist et al. 1971).

Gambar 7 Hubungan antara kadar air dan konduktivitas panas daun bawang merah

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00

K

Gambar 8 Hubungan antara kadar air dan konduktivitas panas umbi bawang merah

(28)

Massa Jenis Daun dan Umbi Bawang Merah

Massa jenis bahan merupakan perbandingan massa bahan per satuan volume. Massa jenis bahan dapat diukur menggunakan 3 metode, yakni metode apparent density, bulk density dan campuran. Pada penelitian ini, massa jenis umbi dan daun bawang merah diukur menggunakan metode bulk density dengan menggunakan persamaan (12). Pengukuran massa jenis bahan dilakukan setelah proses pengeringan. Adapun nilai rata-rata massa jenis umbi dan daun bawang merah diuraikan pada Tabel 5. Data hasil pengukuran bulk density bawang merah (daun dan umbi) dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7.

Tabel 5 Perubahan massa jenis daun dan umbi bawang terhadap kadar air

Waktu dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10 berikut ini.

Gambar 9 Hubungan kadar air dan massa jenis daun bawang merah y = -2.158 + 0.352x

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00

(29)

Gambar 10 Hubungan kadar air dan massa jenis umbi bawang merah Massa jenis adalah massa bahan per satuan volume bahan dimana dalam sebuah bahan terdapat kandungan air sebagai penyusun bahan tersebut, seperti umbi bawang segar yang memiliki kandungan air sebesar 83.33 % dan daun umbi segar sebesar 77.94 %. Kandungan air tersebut menurun akibat proses penguapan pada saat pengeringan, sehingga berdampak pada penurunan massa jenis dalam daun dan umbi bawang. Hal ini dapat diuraikan pada Gambar 9 dan Gambar 10 diatas, dimana terdapat hubungan linier antara peningkatan kadar air terhadap massa jenis pada daun dan umbi bawang merah yang dilengkapi dengan model persamaan matematis hubungan kadar air dan massa jenis pada kedua bahan, yaitu

ρ = -2.158 + 0.352 Mbb untuk daun dan ρ = -281.14 + 13.16Mbb untuk umbi.

Panas Jenis Daun dan Umbi Bawang Merah

Panas jenis bawang merah yang terdiri atas umbi dan daun ditentukan menggunakan metode pencampuran bahan dengan air dalam kalorimeter. Data panas jenis umbi dan daun bawang merah diuraikan pada Tabel 6. Pada tabel tersebut diuraikan panas jenis bahan dalam dua kategori, yaitu panas jenis yang menggunakan suhu koreksi (C1) pada persamaan (18) dan tidak menggunakan

suhu koreksi (C2) pada persamaan (15).

Suhu koreksi diperoleh dengan persamaan (17) yang disimbolkan Tr

merupakan faktor koreksi suhu dengan memperhatikan pengaruh suhu rata-rata periode awal dan periode akhir kesetimbangan suhu setelah bahan dimasukkan kedalam kalorimeter. Adapun contoh pengukuran dan metode perhitungan untuk mendapatkan data panas jenis daun dan umbi bawang merah dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 16. Data pengukuran tersebut diperoleh setelah mendapatkan data perkembangan suhu campuran air dan bahan didalam kalorimeter, seperti yang tertera pada Lampiran 11 dan Lampiran 14. Akan tetapi sebelum menentukan suhu campuran air dan bahan, perlu diketahui terlebih dahulu nilai panas jenis air didalam kalorimeter (heat capacity) seperti yang

74,00 76,00 78,00 80,00 82,00 84,00

(30)

Menurut Mohsenin (1980), faktor koreksi ditentukan untuk memperkecil kesalahan dalam penentuan panas jenis bahan. Hal ini yang menjadi dasar pada penelitian Putri (2008), dimana panas jenis sambiloto dikategorikan dalam dua jenis yaitu dengan menggunakan suhu koreksi dan tidak menggunakan suhu koreksi. Pada penelitian panas jenis sambiloto, diketahui bahwa panas jenis dengan memperhitungkan suhu koreksi lebih kecil dibandingkan panas jenis tanpa memperhitungkan suhu koreksi. Selain itu, penentuan panas jenis dua katergori tersebut juga menjadi acuan untuk membandingkan nilai panas jenis yang mampu mendekati nilai panas jenis sayuran yakni berkisar antara 3.8 sampai 3.9 kJ/kg.K (Rao et al. 2005).

Tabel 6 Perubahan panas jenis daun dan umbi bawang merah terhadap kadar air

Waktu pengeringan

(hari ke - )

Panas jenis bawang merah (J/g.oC)

nilai panas jenis bahan yang menggunakan suhu koreksi Tr; bnilai panas jenis bahan yang tidak

menggunakan suhu koreksi Tr.

Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa panas jenis bawang merah dengan memperhatikan suhu koreksi lebih kecil dibandingkan dengan panas jenis yang tidak memperhatikan suhu koreksi. Selain itu berdasarkan pendekatan terhadap penelitian Rao et al (2005) dimana panas jenis sayuran berkisar antara 3.9 sampai 3.8 kJ/kg.K dan panas jenis bahan pertanian tidak melebihi panas jenis air yaitu sebesar 4.177 J/g.oC (Ogunlowo 1999), maka panas jenis yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah panas jenis yang menggunakan suhu koreksi (C1).

Salah satu contohnya yaitu nilai panas jenis bawang merah rata - rata pada kondisi segar (hari ke-0) yaitu sebesar 3.636 J/g.oC untuk daun dan 3.980 J/g.oC untuk umbi.

(31)

Gambar 11 Hubungan kadar air dan panas jenis daun bawang merah

Gambar 12 Hubungan kadar air dan panas jenis umbi bawang merah Berdasarkan grafik pada Gambar 11 dan Gambar 12 diatas, diketahui bahwa panas daun dan umbi bawang merah bersifat linier positif seiring kenaikan kadar air. Hal ini sesuai dengan persamaan (19), dimana Siebel (1892) mengemukakan adanya hubungan kenaikan panas jenis bahan berdasarkan kadar air yang terkandung dalam bahan terutama pada umbi bawang merah dimana panas jenis rata – rata yang diperoleh lebih besar 3.026 J/g.oC (C1) dan akan terus

meningkat seiring peningkatan kadar air. Hal ini sesuai dengan persamaan Siebel yang menetapkan panas jenis bahan yang memiliki kadar air lebih dari 50 % sebesar 3.349 J/g.oC dan meningkat seiring peningkatan kadar air bahan.

y = 2.304 + 0.018x

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00

P

75,00 76,00 77,00 78,00 79,00 80,00 81,00 82,00 83,00 84,00

(32)

Difusivitas Panas Umbi Bawang Merah

Penentuan nilai difusivitas umbi bawang merah diambil dari umbi yang didinginkan secara satuan. Data fisik dan perlakuan pendinginan umbi bawang merah dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Data fisik dan perlakuan pendinginan umbi bawang merah

Umbi r* Massa Suhu* dt* KA

(cm) (gr) (°C) (menit) (%bb)

Percobaan 1 1.7 10.83 5.0 5 83.33

Percobaan 2 1.7 12.52 5.0 5 85.25

Percobaan 3 1.7 10.68 5.0 5 83.58

*Catatan: dt = rentang waktu pengukuran, Suhu = suhu pendinginan,

r = jari-jari umbi dari kulit ke dasar umbi

Penentuan difusivitas panas dengan metode numerik dilakukan dengan menentukan pola penurunan suhu pada saat pendinginan. Pola penurunan suhu selama pendinginan tersebut kemudian dibuat dalam bentuk grafik penurunan suhu umbi seperti yang diuraikan pada Gambar 13. Grafik penurunan suhu umbi pada Gambar 13 merupakan contoh grafik penurunan suhu umbi pada umbi percobaan 1 yang diperoleh dari data Tabel 8.

(33)

Tabel 8 Data perkembangan distribusi suhu pendinginan dalam umbi bawang umbi bawang merah dengan menggunakan persamaan (6). Hasil perhitungan tersebut menghasilkan data difusivitas panas umbi yang disampaikan pada Tabel 9. Menurut Massusungan (1991), metode numerik memiliki faktor kritis, yaitu pada penentuan jarak antara dua titik pengukuran. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengolahan data yang menggunakan persamaan (8) dan menunjukkan adanya nilai stabilitas yang lebih besar daripada 0.5 pada jarak antara dua titik pengukuran yang lebih kecil daripada 1 cm, karena rata-rata besaran interval pengukuran bawang merah dari pusat ke kulit terluar dari umbi bawang adalah 1.7 cm. Oleh karena itu, nilai difusivitas yang diperoleh tidak dapat digunakan untuk menduga penurunan suhu selama proses pendinginan sehungga suhu duga yang diperoleh menggunakan nilai difusivitas ini akan tidak tepat. Selain itu suhu duga yang diperoleh umumnya lebih besar dari suhu awal pengukuran dimana dalam persamaan (6) disimbolkan .

Menurut Kusdiana (1991), pendugaan nilai α akan le ih aik apa ila perhitungan metode numerik ini menggunakan data suhu dugaan dari kurva sebagai alternatif dari data suhu hasil pengukuran persamaan (6). Data suhu dari kurva tersebut diperoleh menggunakan data grafik suhu pengukuran yang kemudian dibuat persamaan dari grafik tersebut. Suhu dugaan yang diperoleh dari persamaan regresi, yaitu persamaan polynomial pangkat 3. Adapun data suhu hasil perhitungan (H) dengan persamaan polinimial tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.

(34)

Tabel 9 Difusivitas umbi bawang merah (percobaan 1)

Total rata-rata 0.03523 0.13545 0.10195 0.09088

Tabel 10 Suhu ukur (U), Suhu hitung (H), dan Ketepatan (K) pendugaan suhu umbi bawang merah (Percobaan 1)

(35)

Tabel 11 Nilai difusivitas panas dan ketepatan rata-rata pada umbi bawang merah

Percobaan Difusivitas panas

(x 10-8 m²/s) Ketepatan (%)

1 0.1515 90.11

2 0.1372 93.45

3 0.1442 96.56

Rata - rata 0.1443 93.37

Berdasarkan metode perhitungan dengan persamaan polinomial tersebut, diperoleh data difusivitas panas umbi dari ketiga percobaan yang menghasilkan nilai ketepatan suhu yang tinggi seperti yang diuraikan pada Tabel 11. Adapun untuk data pengukuran difusivitas panas percobaan 2 dan percobaan 3 dapat dilihat pada Lampiran 20, sedangkan untuk ketepatan Pada tabel tersebut, ditunjukkan nilai difusivitas umbi yang berkisar dari 0.1372 x 10-8 m²/s sampai dengan 0.1515 x 10-8 m²/s dengan ketepatan suhu rata-rata sebesar 93.37 %. Apabila nilai tersebut dirata-ratakan, maka nilai difusivitas panas umbi bawang merah dengan metode numerik adalah 1.443 x 10-8 m2/s dengan ketepatan 93.37 %.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karakteristik termofisik bahan sangat dipengaruhi oleh jenis dan kandungan bahan spesifik yang ada pada masing-masing jenis bahan. Penelitian ini difokuskan pada penentuan karakteristik termofisik daun dan umbi bawang merah. Nilai kadar air rata-rata daun bawang sebesar 77.94 % pada kondisi segar dan menurun hingga 17.08 % pada kondisi kering (hari ke-6). Sedangkan nilai rata-rata kadar air umbi bawang merah dalam kondisi segar sebesar 83.33 % dan 76.14 % dalam kondisi daun bawang kering (hari ke-6).

Nilai konduktivitas daun bawang merah pada kondisi segar adalah 0.530 W/m.K dan kondisi kering sebesar 0.755 W/m.K. Sedangkan konduktivitas panas umbi bawang merah pada kondisi segar adalah 2.878 W/m.K dan kondisi kering sebesar 2.529 W/m.K. Hubungan kadar air dengan nilai konduktivitas bawang merah, baik daun maupun umbi bawang merah dalam bentuk persamaan linier, dimana peningkatan kadar air berdampak pada peningkatan konduktivitas panas. Hal ini dibuktikan dengan model persamaan matematika k = 0.513 + 0.003Mbb

untuk daun dan persamaan k = -8.533 + 0.137Mbb untuk umbi.

(36)

menyatakan hubungan tersebut diantaranya ρ = -2.158 + 0.352Mbb untuk daun dan

persamaan ρ = -281.14 + 13.16Mbb untuk umbi.

Nilai panas jenis daun dan umbi bawang merah bawang merah pada proses pengeringan mengalami penurunan selama proses pengeringan. Hal ini didasarkan adanya hubungan kadar air yang terkandung dalam daun dan umbi bawang merah yang mempengaruhi panas jenis yang dihasilkan oleh bahan tersebut. Hubungan kadar air ini bersifat linear, dimana panas jenis yang tinggi dihasilkan oleh bahan yang memiliki kadar air yang tinggi. Panas jenis rata-rata daun bawang merah dalam kondisi segar sebesar 3.833 J/g.oC menjadi 2.468 J/g.oC pada kondisi kering. Selain itu, panas jenis rata-rata umbi bawang merah dalam kondisi segar adalah 3.980 J/g.oC dan 3.026 J/g.oC setelah melalui proses pengeringan. Adapun model matematis persamaan hubungan kadar air terhadap panas jenis bawang merah adalah Cp = 2.304 + 0.018Mbb untuk daun dan persamaan Cp = -7.140 +

0.134Mbb untuk umbi.

Difusivitas panas pada umbi bawang merah diperoleh dengan menggunakan metode numerik. Difusivitas panas dengan menggunakan metode numerik sebesar 1.443 x 10-8 m2/s dengan ketepatan 93.37 %.

Saran

Dalam penentuan difusivitas panas umbi bawang merah, perlu dilakukan pada berbagai tingkat kadar air dengan tujuan untuk mengetahui hubungan kadar air terhadap difusivitas panas bahan yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Bernhard RA. 1968. Comparative distribution of volatile aliphatic disulfides derived from fresh and dehydrated onion. J Food Sci. 33(1):298-299.

Brodnist MH, Pascale JV, Derskice LV. 1971. Flavor components of garlic extract.

J Agr Food Chem. 19(2):273-275.

Carslaw HS, Jaeger JC. 1959. Conduction of Heat in Solids Second Edition. New York (US): J Wiley.

Cengel YA, Boles MA. 2002. Thermodynamics: an Engineering Approach 4th Edition. Boston (UK): McGraw-Hill.

Cengel YA. 2003. Heat Transfer a Practical Approach Second Edition. New York (US): McGraw-Hill.

Duncan GA, Bunn JM, Henson WH. 1996. Thermal conductivity of burley tobacco during the cure. ASAE.9(1):36-38.

Harsitokrumi MG. 1987. Difusivitas panas buah semangka [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Heldman DR, Singh RP. 1981. Food Process Engineering. Connecticut (UK): The AVI Publishing Company.

Henderson SM, Perry RL. 1976. Agricultural Process Engineering Third Edition. Connecticut (UK): The AVI Publishing Company.

(37)

Jangam SV, Mujumdar AS. 2010. Drying of foods, vegetables and fruits.J Food Eng. 45(1):181-187.

[Kementan] Kementrian Pertanian. 2006. Evaluasi Hasil Tanaman Padi dan Hortikultura 2006, Direktorat TPHP Kementrian Pertanian. Jakarta (ID): Kementan.

Kusdiana D. 1991. Desain dan uji penampilan bak pendingin air untuk menentukan sifat termofisik bahan pertanian [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Massusungan AA. 1991. Penentuan difusivitas panas mangga (Mangifera indica L) untuk simulasi pendinginan pada mesin pendingin jet uap [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Manalu LP, Kamaruddin A. 1998. Penentuan difusivitas panas dan konduktivitas wortel(Daucus carota L). Bul Keteknik Pert. 12(2):32-35.

Mohsenin NN. 1980. Thermal Properties of Foods and Agriculture Materials. New York (US): Gordon and Breach Science.

Ogunlowo AS. 1999. Thermal conductivity of some vegetable crops as affected by bulk density and moisture content. West Indian J Eng. 22 (1):49-57

Phomkong W, Srzednicki G, Driscoll RH. 2006. Thermophysical properties of stone fruit. J Dry Tech. 24:195-200.

Putri PA. 2008. Pengukuran panas jenis, massa jenis dan konduktivitas panas untuk penentuan difusivitas panas dan porositas sambiloto (Andrographis paniculata (Burn.f) nees) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rao MA, Rizvi SSH, Datta AK. 2005. Engineering Properties of Foods, 3rd

Edition. Singapore (SG): CRC Pr.

Rizvi SSH. 2005. Thermodynamic properties of foods in dehydration. Didalam: Rao MA, Rizvi SSH, Datta AK, editor. Engineering Properties of Foods, 3rd Edition. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Singapore (SG): CRC Pr. hlm 10-15.

Saravacos GD.1965. Freeze-drying rates and water sorption of model food gels. J Food Tech. 19(4):193.

Setiawan Y. 1980. Menentukan difusivitas panas dari buah-buahan berbentuk bulat[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Penentuan Kadar Air (SNI 01-2899- 1992). Jakarta (ID): SNI.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2013. Standar Mutu Bawang Merah (SNI 3159: 2013). Jakarta (ID): SNI.

Sweat VE, Haugh CG. 1974. A thermal conductivity probe for small food sampels. ASAE. 8(1):33-48

Syarif H. 2001. Penentuan difusivitas panas buah pepaya (Carica papaya L) dengan metode tidak langsung dan metode numerik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Syarief R, Halid H. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta (ID): Penerbit Arcan.

(38)

Penulis dilahirkan di Benteng Jampea, Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 14 Desember 1989 dari ayah Sustar dan ibu Bau Asni. Penulis adalah putra pertama dari lima bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Benteng Selayar dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Teknik Pertanian (sebelum berganti nama menjadi Teknik Mesin dan Biosistem), Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dibeberapa organisasi kemahasiswaan yakni Staf Badan Internal DPM TPB IPB pada tahun 2008/2009, Ketua Departemen Kajian Strategis BEM FATETA IPB pada tahun 2009/2010, Staf Komisi 2 DPM FATETA IPB pada tahun 2010/2011 dan Staf Komisi 2 DPM KM IPB pada tahun 2011/2012. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum matakuliah Pendidikan Agama Islam TPB pada tahun 2011/2012 dan aktif mengajar mata kuliah Fisika TPB di bimbingan belajar dan privat mahasiswa. Bulan Juli – Agustus 2011 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Semarang dengan judul Aspek Energi pada Penerapan Mesin Pengolahan Kopi di Pabrik Kopi Banaran, PTPN IX Semarang.

Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa dan forum kepemudaan dan keprofesian, yaitu Penerima Dana Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) DIKTI di bidang Pengembangan Teknologi pada tahun 2009 dan bidang Penelitian pada tahun 2010, Peserta Future Leader Summit 2011 Tingkat Nasional di Semarang pada tahun 2011, Anggota Forum Anggota Muda Persatuan Insinyur Indonesia (FAM PII) cabang Bogor pada tahun 2011/2013 dan

Utusan IPB untuk “The Third Annual Indonesian Student Conference 2012” di

(39)
(40)

Lampiran 1 Bahan dan Peralatan Penelitian

Bawang merah segar Oven pengering Lemari pendingin

Thermal Conductivity Meter Hybrid Recorder & Temokopel tipe CC Kalorimeter

(41)
(42)
(43)

Lampiran 4 Konduktivitas panas daun dan umbi bawang merah Konduktivitas panas daun bawang merah

Hari

Konduktivitas panas umbi bawang merah Hari

Lampiran 5Perbandingan nilai konduktivitas panas bawang merah hasil pengukuran

thermal conductivity meter dan Persamaan Sweat. Konduktivitas panas umbi bawang

Hari ke -

Kadar air Konduktivitas panas umbi (W/m.K)

(44)

Konduktivitas panas daun bawang Hari

ke -

Kadar air Konduktivitas panas daun (W/m.K)

(%bb) Alat ukur Pers. Sweat

(45)
(46)

Lampiran 8 Data perkembangan suhu air dingin dan air panas (heat capacity) Waktu

(detik)

Suhu (oC)

Ulangan 1 Ulangan 2

0 6.0 7.2

60 5.9 7.2

120 6.2 7.4

180 6.4 7.8

240 6.9 8.0

250 18.3 18.8

260 19.1 18.9

270 19.1 18.9

280 19.1 18.9

290 19.1 18.9

300 19.1 18.9

360 19.1 18.9

420 19.2 19.0

480 19.3 19.1

540 19.3 19.1

600 19.4 19.2

650 19.5 19.3

(47)

Lampiran 10 Perhitungan heat capacity kalorimeter

Konten Nilai Satuan

Ulangan 1 Ulangan 2

Ch 4.177 4.177 J/g°C

Cc 4.177 4.177 J/g°C

Wh 70 70 g

Wc 200 200 g

Ta 55 52 °C

To 6.9 8 °C

Tx 19.1 19 °C

Te 19.1 18.9 °C

ΔT 12.1 11 °C

Ti 6.3 7.5 °C

Tf 19.1 19.0 °C

ΔTi 0.0375 0.033

ΔTf 0.029 0.012

∑T 37.4 37.7

X 3 3

Tr 0.0923 0.0472

Hc 21.045 50.365 J/°C

(48)

Lampiran 11 Data perkembangan suhu air hasil pengukuran panas jenis daun

(49)

Lampiran 13 Perhitungan panas jenis daun bawang merah (hari ke-0)

Konten

Nilai

Satuan Ulangan

1

Ulangan 2

C1 4.177 4.177 J/g.°C

Ws 10 10 g

W1 200 200 g

Hc 21.045 50.365 J/°C

Ta 29.4 28.6 °C

To 7.2 8.0 °C

Tx 8.2 8.9 °C

Te 8.1 8.9 °C

ΔT 1.1 1.1 °C

Ti 6.9 7.3 °C

Tf 8.3 9.0 °C

ΔTi 0.0065 0.0136

ΔTf 0.0061 0.0039

∑T 15.9 17.6

x 3 3

Tr 0.0813 0.01825

Cs1 3.304 3.968 J/g.°C

Cs2 3.619 4.047 J/g.°C

Contoh perhitungan (ulangan 1): Hc = 21.045 J/oC

Panas jenis dengan memperhitungkan nilai suhu koreksi (Cs1):

Panas jenis tanpa memperhitungkan suhu koreksi (Cs2) :

(50)

Lampiran 14 Data perkembangan suhu air hasil pengukuran panas jenis umbi

(51)

Lampiran 16 Perhitungan panas jenis umbi bawang merah (hari ke-0)

Konten

Nilai

Satuan Ulangan

1

Ulangan 2

C1 4.177 4.177 J/g°C

Ws 15 15 g

W1 200 200 g

Hc 21.045 50.365 J/°C

Ta 27.5 28.3 °C

To 7.0 7.9 °C

Tx 8.4 9.4 °C

Te 8.4 9.3 °C

ΔT 1.4 1.5 °C

Ti 6.6 7.3 °C

Tf 8.6 9.5 °C

ΔTi 0.0523 0.0625

ΔTf 0.0250 0.0230

∑T 16.7 18.5

x 3 3

Tr 0.0825 0.0945

Cs1 3.922 4.037 J/g.°C

Cs2 4.185 4.351 J/g.°C

Contoh perhitungan (ulangan 1): Hc = 21.045

Panas jenis dengan memperhitungkan nilai suhu koreksi (Cs1):

Panas jenis dengan tanpa memperhitungkan nilai suhu koreksi (Cs2):

(52)

Lampiran 17Perubahan panas jenis daun dan umbi bawang merah terhadap waktu pengeringan.

Panas jenis daun bawang Waktu

(hari ke-)

Panas jenis daun bawang merah (J/g°C)

C1 C2

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 1 ulangan 2

0 3.304 3.968 3.619 4.047

1 2.738 3.849 2.831 3.977

2 2.681 3.707 2.763 3.778

3 2.548 3.604 2.641 3.691

4 2.435 3.208 2.519 3.407

5 2.146 2.746 2.225 2.857

6 2.090 2.657 2.168 2.768

Panas jenis umbi bawang Waktu

(hari ke-)

Panas jenis umbi bawang merah (J/g°C)

C1 C2

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 1 ulangan 2

0 3.922 4.037 4.185 4.351

1 3.947 3.872 4.219 4.197

2 3.049 3.950 3.342 4.238

3 3.670 3.298 3.957 3.615

4 3.233 3.732 3.518 3.994

5 3.268 3.391 3.586 3.647

6 2.468 3.583 2.693 3.810

Keterangan:

C1: nilai panas jenis dengan menggunakan suhu koreksi (Tr)

(53)
(54)
(55)

Gambar

Tabel 1 Persyaratan umum umbi bawang meraha
Gambar 1 Perbandingan kedalaman titik pengukuran (atas) dan penampang melintang lokasi titik pengukuran pada umbi bawang (bawah)
Gambar 2 Skema tahapan perlakuan pendinginan untuk mendapatkan nilai
Gambar 3 Pengeringan bawang merah metode penjemuran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rataan bobot basah umbi per plot (g) tanaman bawang merah terhadap perlakuan vermikompos dan urin domba. Hubungan antara bobot umbi basah per plot bawang merah

Aplikasi BAP 50 ppm pada umbi bawang merah yang telah divernalisasi meningkatkan produksi TSS melalui peningkatan persentase tanaman berbunga, jumlah bunga per

Pada setiap generasi, jumlah umbi tanaman -1 dari bawang merah berbentuk lonjong lebih sedikit dibanding jumlah umbi yang dihasilkan bawang merah berbentuk bulat,

Perlakuan pemotongan umbi memberi pengaruh nyata terhadap jumlah daun bawang merah pada umur 14 HST, berpengaruh sangat nyata pada jumlah daun 42 HST dan tidak

Konstanta laju pengeringan sebagai fungsi suhu dan bobot sampel per tray yang dihasilkan dapat diaplikasikan untuk memprediksi perubahan kadar air bawang merah

tanah sebagai perlakuan dalam penelitian ini tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas umbi bawang merah varietas lembah Palu khususnya tekstur umbi, kadar air umbi,

Tanaman yang memiliki luas daun tinggi akan memperoleh cahaya matahari lebih besar sehingga akan berpengaruh pada bobot basah dan bobot kering umbi bawang merah

•Setelah kering bawang merah diikat/ ombyok / digendel kecil –kecil dengan menggunakan tali dari bamboo yang dianyam agar mudah dalam penyimpanan. •Langkah selanjutya semprot