• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Produksi Benih Botani Bawang Merah (Allium cepa var. ascalonicum L.) Menggunakan Benzil Amino Purin dan ZnSO4 di Dataran Rendah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Produksi Benih Botani Bawang Merah (Allium cepa var. ascalonicum L.) Menggunakan Benzil Amino Purin dan ZnSO4 di Dataran Rendah."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN PRODUKSI BENIH BOTANI BAWANG

MERAH (

Allium cepa

var.

ascalonicum

L.) MENGGUNAKAN

BENZIL AMINO PURIN DAN ZnSO4 DI DATARAN RENDAH

RATNA ARRULLIA WATI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peningkatan Produksi Benih Botani Bawang Merah (Allium cepa var. ascalonicum L.) Menggunakan Benzil Amino Purin dan ZnSO4 di Dataran Rendah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015 Ratna Arrullia Wati NIM A24100036

(4)
(5)

ABSTRAK

RATNA ARRULLIA WATI. Peningkatan Produksi Benih Botani Bawang Merah (Allium cepa var. ascalonicum L.) Menggunakan Benzil Amino Purin dan ZnSO4 di Dataran Rendah. Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI dan RINI ROSLIANI.

Allium cepa var. ascalonicum L merupakan tanaman sayuran yang pada umumnya diproduksi secara vegetatif. Perbanyakan secara generatif menggunakan biji (true shallot seed atau TSS) lebih menguntungkan tetapi belum banyak dikembangkan. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi benzil amino purin (BAP) dan ZnSO4 yang tepat untuk meningkatkan pembungaan, produksi, dan mutu TSS di dataran rendah pada ketinggian 100 m dpl. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) 2 faktor dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah aplikasi konsentrasi BAP terdiri atas 0, 50, dan 150 ppm. Faktor kedua adalah ZnSO4 terdiri atas 0 kg ha−1, 1 kg ha−1, 2 kg ha−1, dan 3 kg ha−1. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif bawang merah tidak dipengaruhi oleh BAP, melainkan dipengaruhi aplikasi ZnSO4. Aplikasi 100 ppm BAP atau 3 kg Zn ha−1 meningkatkan bobot umbi bawang merah. Aplikasi BAP 50 ppm atau 1 kg Zn ha−1 meningkatkan persentase viabilitas serbuk sari, sementara jumlah serbuk sari tidak dipengaruhi oleh BAP dan ZnSO4. Aplikasi BAP 50 ppm pada umbi yang sudah divernalisasi dapat meningkatkan pembungaan dan produksi TSS, tetapi tidak memengaruhi mutu TSS.

Kata kunci: pembungaan, serbuk sari, TSS, vernalisasi

ABSTRACT

RATNA ARRULLIA WATI. Increasing Seed Production of Onion (Allium cepa var. ascalonicum L.) Using Benzyl Amino Purin and ZnSO4 in Lowland Area. Supervised by ENDAH RETNO PALUPI and RINI ROSLIANI.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PENINGKATAN PRODUKSI BENIH BOTANI BAWANG

MERAH (

Allium cepa

var.

ascalonicum

L.) MENGGUNAKAN

BENZIL AMINO PURIN DAN ZnSO4 DI DATARAN RENDAH

RATNA ARRULLIA WATI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang sudah dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Juli 2014 ialah Peningkatan Produksi Benih Botani Bawang Merah (Allium cepa var. ascalonicum L.) Menggunakan Benzil Amino Purin dan ZnSO4 di Dataran Rendah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Endah R. Palupi, MSc dan Ir Rini Rosliani, MSi selaku pembimbing skripsi, serta Ibu Nurma, Ibu Ineu, Ibu Yanti, selaku staf di laboratorium benih dan penyakit Balitsa, serta Pak Memed sebagai teknisi Balitsa yang telah banyak memberi saran pelaksanaan di lapang maupun pengujian mutu benih dan serbuk sari bawang merah. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Asep dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Bapak Cucu beserta staf Kebun Percobaan Buah Subang, yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik, seluruh keluarga, teman-teman paguyuban mahasiswa Sragen−Bogor (PMSB), keluarga mahasiswa Sragen (KMS) Regional Jabodetabek, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Botani Bawang Merah 2

Pembungaan Bawang Merah 2

Produksi dan Mutu Benih Botani (TSS) Bawang Merah 3

Benzil Amino Purin (BAP) 4

Unsur Mikro Seng (ZnSO4) 4

METODE 5

Tempat dan Waktu Penelitian 5

Bahan Penelitian 5

Peralatan Penelitian 5

Metode Penelitian 6

Prosedur Percobaan 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Hasil dan pembahasan 9

KESIMPULAN DAN SARAN 20

Kesimpulan

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 24

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

1 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap tinggi tanaman bawang merah pada 10, 17, 24, dan 31 hari setelah tanam (HST) di Subang 10 2 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap jumlah daun bawang

merah pada 10, 17, 24, dan 31 hari setelah tanam (HST) 11 3 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap jumlah anakan bawang

merah pada 10, 17, 24, 31, 72 hari setelah tanam (HST) dan bobot

basah umbi (g) per tanaman di Subang 12

4 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap umur berbunga pertama, presentase tanaman berbunga (%), jumlah umbel per tanaman, dan jumlah bunga per umbel bawang merah di Subang 13 5 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap viabilitas serbuk sari

dan jumlah serbuk sari per antera bawang merah di Subang 15 6 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap jumlah kapsul per umbel,

pembentukan kapsul (%), dan jumlah TSS per umbel di Subang 16 7 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap bobot TSS per umbel

(g), bobot TSS per tanaman (g), dan bobot TSS per plot (g) di Subang 17 8 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap bobot 100 butir (g), daya

berkecambah (%), indeks vigor (%), dan KCT (% hari-1) di Subang 18 9 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap potensi tumbuh

maksimum (%) TSS di dataran rendah Subang 19

DAFTAR GAMBAR

1 Penyakit moler dengan ciri umbi busuk (a) dan hama ulat Spodoptera

exigua (b) pada bawang merah 9

2 Serangga pada tanaman bawang merah: lebah hitam besar (a); lalat (b) 10 3 Pembentukan kapsul: tanpa BAP (a); BAP 50 ppm (b); BAP 100 ppm

(c) 16

4 Kecambah normal benih bawang merah: akar primer tidak kerdil (anak panah); kotiledon panjang, tidak tebal, serta lekukan jelas (kepala anak

panah) 19

DAFTAR LAMPIRAN

1

Deskripsi bawang merah varietas Bima Brebes

24

2 Suhu, kelembaban, dan curah hujan rata-rata di dataran rendah Subang

pada bulan Maret sampai Juni 2014 24

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum L.) telah lama dibudidayakan para petani karena memiliki peluang cukup baik. Rata-rata konsumsi tahun 2011 sebesar 2.36 kg per kapita per tahun, meningkat menjadi 2.76 kg per kapita per tahun 2012 (Kementerian PPN 2013). Ketersediaan produk tanaman ini harus dijaga sepanjang tahun karena terus menerus dibutuhkan.

Pada umumnya produksi bawang merah dilakukan secara vegetatif yaitu menggunakan umbi bibit. Kelemahan penggunaan umbi bibit sebagai bahan tanam antara lain umumnya membawa penyakit tular umbi yang mengakibatkan penurunan produktivitas. Selain itu budidaya juga memerlukan biaya penyediaan umbi yang tinggi, mencapai 40% dari biaya produksi (Sumarni et al. 2012), karena kebutuhan umbi bibit mencapai 1–1.2 ton ha-1 (Rosliani et al. 2012). Kendala lainnya adalah kesulitan dalam distribusi karena volume bawang yang besar dan tidak tahan lama disimpan (sekitar 3−4 bulan).

Alternatif lain yang dapat dikembangkan dalam produksi bawang merah adalah menggunakan benih botani (true shallot seed atau TSS). TSS ini memiliki keunggulan yaitu kebutuhan biji untuk produksi cukup rendah yaitu sekitar 5−7 kg ha-1 (Basuki 2009). Volume kebutuhan biji yang lebih rendah, dapat mengurangi biaya penanganan benih dan biaya distribusi, sehingga biaya produksi lebih rendah. Produksi benih botani (TSS) terutama di dataran rendah mengalami beberapa kendala yaitu pembungaan dan produksi biji yang masih rendah. Hilman et al. (2014) melaporkan bahwa produksi TSS di dataran tinggi Lembang (1 250 m dpl) lebih tinggi dibandingkan dengan di dataran rendah Subang (100 m dpl). Produksi TSS di dataran tinggi mencapai 0.68 g per tanaman, sedangkan di dataran rendah sebesar 0.09 g per tanaman. Perbedaan produksi tersebut dipengaruhi oleh tingkat pembungaan (jumlah tanaman berbunga, jumlah umbel per tanaman, jumlah bunga per umbel, jumlah kapsul per umbel) di Lembang yang lebih tinggi dibandingkan dengan Subang. Rosliani et al. (2013) melaporkan dengan aplikasi benzil amino purin (BAP) 50 ppm, pembungaan bawang merah di dataran rendah Subang dapat meningkat. Hilman et al. (2014) menambahkan bahwa bobot benih 100 butir yang dihasilkan di dataran rendah lebih baik dibandingkan di dataran tinggi.

Unsur seng (Zn) membantu dalam pembentukan ikatan senyawa organik kompleks dan mengatur penggunaan air secara efisien. Zn memiliki peran penting

untuk enzim−enzim dalam sintesis triptopan yang merupakan prekusor dari IAA

(indolasetat acid), yang mana lebih dikenal sebagai auksin utama pada tanaman (Gardner et al. 1991). Penambahan Zn dengan dosis 3 kg ha−1 dapat meningkatkan jumlah daun, tinggi tanaman, diameter umbi, dan berat basah umbi bawang merah (Abedin et al. 2012). Pertumbuhan vegetatif yang lebih baik diharapkan dapat meningkatkan pembungaan dan produksi TSS. Seng sulfat atau lignosulfat mudah larut dalam air dan merupakan sumber Zn yang baik untuk tanaman (Camberato & Maloney 2012).

(18)

2

Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan konsentrasi BAP yang tepat untuk meningkatkan pembungaan dan produksi TSS di dataran rendah.

2. Mendapatkan dosis ZnSO4 yang tepat untuk meningkatkan produksi dan mutu TSS di dataran rendah.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Bawang Merah

Tanaman bawang merah merupakan kelompok famili Liliaceae yang berasal dari Asia Tengah (Tazhikistan dan Afganistan) (Novak et al. 1986). Budidaya bawang merah dapat dilakukan hampir diseluruh wilayah Indonesia. Daerah sentra produksi bawang merah adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara, Yogyakarta, Sumatera Barat, Bali, dan Sulawesi Selatan (Ditjen PPHP 2006). Pengusahaan bawang merah sekitar 50% terpusat di Jawa Tengah yaitu Brebes, sedangkan sekitar 19.4% di Jawa Timur yaitu Kabupaten Nganjuk dan Probolinggo. Sementara, di Jawa Barat terkonsentrasi di Kabupaten Cirebon (Rachmat et al. 2012).

Tanaman bawang merah berakar serabut dan dangkal, membentuk rumpun dengan tinggi tanaman sekitar 20–40 cm, berbatang semu yang terbentuk dari kelopak daun yang saling membungkus. Pangkal kelopak daun akan membengkak yang akhirnya akan menjadi umbi lapis dan pada bagian pangkal umbi lapis membentuk cakram atau batang sebenarnya (Sudarmanto 2009). Bagian lain dari tanaman bawang merah adalah daun yang berbentuk bulat kecil dan memanjang seperti pipa, berwarna hijau muda.

Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk yang muncul dari cakram melalui ujung umbi. Malai bawang merah berbentuk umbel yang mengandung 50–200 kuntum bunga. Pada bunga yang sama, kemasakan putik dan benang sari tidak serempak, oleh karena itu penyerbukan sendiri tidak akan berhasil, sehingga harus menyerbuk silang (Sudarmanto 2009).

Pembungaan Bawang Merah

Tanaman bawang merah pada umumnya mampu berbunga dengan baik di dataran tinggi dibandingkan di dataran rendah. Umumnya, tanaman bawang merah berbunga pada umur 35–40 HST (Sumarni et al. 2012). Menurut Hilman et al. (2014), pembungaan bawang merah varietas Bima di dataran rendah terjadi pada 30–33 HST, sedangkan di dataran tinggi pembungaan bawang merah terjadi lebih awal yaitu 14–19 HST, namun fase pembungaan berikutnya dataran rendah lebih singkat dibandingkan dataran tinggi.

(19)

3 perlakuan suhu rendah atau vernalisasi juga membantu pembungaan bawang merah. Jasmi et al. (2013) melaporkan bahwa tanaman bawang merah di dataran rendah daerah Bantul Yogjakarta tidak berbunga meskipun umbi telah divernalisasi. Hasil tersebut diduga disebabkan oleh terlalu tinggi curah hujan ketika pembungaan. Hasil yang berbeda terjadi di Bangladesh (19 m dpl), yang dilaporkan oleh Ami et al. (2013) bahwa umbi divernalisasi 5 0C menghasilkan 250.20 bunga per umbel dan 8.3 umbel per tanaman lebih banyak dibandingkan kontrol. Fahrianty (2013) melaporkan bahwa vernalisasi berperan dalam meningkatkan pembungaan bawang merah di dataran rendah (Dramaga) maupun di dataran tinggi (Jasinga, Bogor). Perlakuan suhu 10 0C selama 30 hari pada umbi yang ditanam di dataran rendah mampu meningkatkan jumlah tanaman berbunga sebesar 100%. Selain itu, persentase pembentukan buah, bobot umbel per tanaman, jumlah umbel per rumpun, dan jumlah bunga per umbel meningkat dibandingkan dengan kontrol, berturut-turut 73.89%, 1.87 g, 1.92 umbel, dan 88.09 bunga per umbel. Rosliani et al. (2013) melaporkan bahwa di dataran rendah (Subang), pembungaan bawang merah dapat ditingkatkan dengan pemberian 50 ppm benzil amino purin.

Produksi dan Mutu Benih Botani (TSS) Bawang Merah

Ketersediaan TSS sebagai bahan tanam masih sangat terbatas karena produksi TSS yang rendah. Peningkatan produksi TSS dapat dilakukan dengan meningkatkan pembungaan atau pembentukan biji. Peningkatan pembentukan biji dapat dilakukan dengan meningkatkan serangga penyerbuk yang mengunjungi bunga. Menurut Sumarni et al. (2011) populasi serangga penyerbuk dapat ditingkatkan dengan menanam tanaman tagetes atau caisim hingga berbunga di sekitar tanaman bawang merah. Peningkatan populasi serangga penyerbuk dapat meningkatkan produksi TSS.

Tanaman bawang dengan atraktan berupa caisim menghasilkan 39.22 biji per umbel, sedangkan dengan tagetes sebanyak 32 biji per umbel. Tanaman caisim juga menghasilkan kapsul lebih banyak (22.77 buah per umbel) daripada tanaman tagetes (15.71 buah per umbel) (Sumarni et al. 2011).

(20)

4

Benzil Amino Purin (BAP)

Benzil amino purin atau (BAP) merupakan salah satu kelompok zat pengatur tumbuh (ZPT) yang berperan dalam merangsang pembungaan, merangsang pembelahan maupun meregenerasi sel. Aplikasi ZPT golongan sitokinin tersebut lebih efektif dilakukan ketika tunas generatif baru muncul. Pada fase tersebut kondisi pistil dan benang sari belum terbentuk, sehingga memungkinkan dapat memanipulasi organ reproduktif (Agustiani 2012).

Aplikasi sitokinin berupa benziladenin (BA) pada tanaman Jojoba meningkatkan jumlah bunga setiap cabang dengan memperbesar ukuran meristem aksilar. Peningkatan produksi bunga tersebut tidak diikuti dengan peningkatan jumlah biji per tanaman disebabkan banyak bunga yang gugur (Prat et al. 2008). Pan dan Xu (2010) melakukan aplikasi BA dengan konsentrasi 160 ppm pada tanaman jarak pagar dapat meningkatkan total jumlah bunga maupun produksi biji. Agustiani (2012) melaporkan aplikasi BA 160 ppm mampu menghasilkan bunga betina jarak pagar sebanyak 16.3 bunga per malai, lebih besar 4.9 lipat dari kontrol, dan meningkatkan persentase pembentukan buah sebesar 80−89%, namun tidak menunjukkan pengaruh terhadap jumlah dan bobot biji per buah. Tingginya persentase pembentukan buah diduga yang menyebabkan kompetisi akumulasi cadangan makanan, sehingga pengisian biji tidak optimum. Rosliani et al. (2013) melaporkan aplikasi BAP 50 ppm mampu meningkatkan pembungaan bawang merah di dataran rendah Subang. Selain pada pembungaan, aplikasi BAP berpengaruh terhadap pertumbuhan dibeberapa tanaman. Nurjanah et al. (2014) menjelaskan bahwa aplikasi BAP 25–50 ppm tanpa coumarin dapat meningkatkan tinggi tanaman kentang mencapai 81.56 cm.

Unsur Mikro Seng (ZnSO4)

Seng atau Zn merupakan salah satu unsur hara mikro esensial untuk tanaman. Kandungan unsur Zn total di dalam tanah berkisar 10−300 mg kg-1, sedangkan kandungan Zn pada tanaman berkisar 25−150 ppm. Ketersediaan Zn lebih tinggi pada kondisi pH rendah (minimum 5.5–7) dan akan menurun apabila terjadi peningkatan pH (Munawar 2011). Unsur Zn berperan dalam membentuk ikatan senyawa organik kompleks, mengatur penggunaan air yang efisien, dan berperan pada metabolisme karbohidrat. Selain itu Zn mampu membentuk triptopan yang merupakan senyawa dasar dalam pembentukan auksin, sehingga akan berperan selama perkecambahan, pembelahan, dan pembesaran sel. Seng sulfat atau lignosulfat mudah larut dalam air dan merupakan sumber seng yang baik untuk tanaman (Camberato & Maloney 2012).

(21)

5 kapsul sebesar 73.1% atau sebesar 4.5% dari kontrol. Selain itu juga meningkatkan jumlah biji (582.3 butir) dan daya berkecambah sebesar 90.1%. Yagi et al. (2006), melaporkan bahwa dengan peningkatan pemberian dosis Zn hingga 28.56 g kg-1 benih sorgum menyebabkan penurunan daya berkecambah sebesar 9.2%.

Aplikasi seng dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Tinggi maksimum (50.5 cm) tanaman bawang merah di Pakistan diperoleh dari tanaman dengan pemberian seng sebesar 10 kg ha-1, sedangkan terendah diperoleh pada tanaman tanpa aplikasi Zn (44.63 cm) (Khan et al. 2007). Abedin et al. (2012) melaporkan dengan aplikasi 3 kg Zn ha-1 pada tanaman bawang merah di Bangladesh menghasilkan jumlah daun (12 helai) dan tinggi tanaman (56.69 cm) lebih besar dari pada tanaman kontrol.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Buah (Balitbu) Subang, Jawa Barat dengan ketinggian tempat 100 m dpl dan di Laboratorium Benih Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang, Jawa Barat dari bulan Maret−Juli 2014.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan yaitu umbi bawang merah varietas Bima yang tergolong tanaman sukar berbunga secara alami, namun sesuai dibudidayakan di dataran rendah (Lampiran 1). Umbi yang digunakan berukuran 5–7 g sejumlah 576 umbi. Bahan lainnya adalah pupuk kandang ayam yang diberikan dengan dosis 10 ton ha−1, pupuk SP−36 250 kg ha−1, dolomit 1 ton ha-1, pupuk NPK (16−16−16) 600 kg ha−1, boron (2 kg ha−1) (Rosliani et al. 2013), dan furadan. Bawang merah ditanam dalam polibag (sejumlah 192 buah) dan diletakkan pada bedengan yang telah dilapisi mulsa hitam perak serta diberi naungan plastik putih. Kemudian menggunakan udang busuk untuk menarik lalat sebagai serangga penyerbuk. Viabilitas serbuk sari diamati dengan mengecambahkan dalam larutan PGM (Pollen Germination Medium) (Schreiber & Dresselhaus 2003), sedangkan pengujian daya berkecambah benih dilakukan dengan metode uji di atas kertas dengan substrat kertas.

Peralatan Penelitian

(22)

6

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan 2 faktor yaitu pemberian BAP dengan 3 taraf (0 ppm, 50 ppm, 100 ppm) dan aplikasi ZnSO4 sebanyak 4 taraf (0, 1, 2, 3 kg Zn ha−1). Penelitian dilakukan dengan 4 ulangan sehingga didapatkan 48 satuan percobaan dengan 12 tanaman per satuan percobaan. Jumlah total tanaman yang ditanam adalah 576 bibit. Berdasarkan teori dari Gomez and Gomez (1995), model linier aditif yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yijk= µ + αi + βj+ k+ (β )jk + ijk Keterangan :

Yijk : respon perlakuan

µ : rataan umum

αi : pengaruh kelompok ke-i

βj : pengaruh pemberian BAP ke-j

k : pengaruh pemberian ZnSO4 ke-k

(β )jk : interaksi antara pengaruh pemberian BAP dan ZnSO4

Εijk : galat percobaan

Data kuantitatif yang diperoleh diuji dengan uji F, apabila hasil menunjukkan pengaruh nyata, dilakukan uji lanjut dengan metode DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%.

Prosedur Percobaan

Persiapan bibit

Umbi bawang merah varietas Bima berukuran sekitar 5–7 g per umbi, telah divernalisasi pada suhu 10 0C dalam cool storage selama 4 minggu.

Persiapan lahan

Sebanyak 4 bedeng berukuran 1.5 x 11 m2 yang dilanjutkan dengan pemasangan mulsa hitam dan plastik naungan. Media tanam yang digunakan per polibag berupa campuran 8 kg tanah, 12 g dolomit, 120 g pupuk kandang ayam, dan 3 g SP−36. Campuran tersebut diaduk kemudian dimasukkan ke dalam polibag.

Penanaman

Umbi bawang merah ditanam di dalam polibag yang sehari sebelumnya telah disiram dan diletakkan di bedengan yang ternaungi. Umbi ditanam sebanyak 3 umbi per polibag dengan menancapkan umbi sampai sepertiga bagian atas masih terlihat.

Pemupukan

(23)

7 Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan 1 hari sekali dengan menjaga media tidak terlalu basah. Embun yang menempel di ujung daun pada waktu pagi hari (sekitar 06.00 WIB) dibersihkan dengan cara disemprot air untuk mencegah inokulum penyakit bercak ungu.

Pengendalian hama terutama ulat daun dilakukan sejak awal fase pertumbuhan tanaman. Perangkap kuning diletakkan di dalam bedengan sebagai perangkap serangga perusak tanaman. Penyiangan dan pengendalian gulma dilakukan setiap hari apabila terdapat gulma yang muncul.

Aplikasi BAP dan ZnSO4 Perlakuan kontrol tidak diberi ZnSO4.

Panen

Pemanenan umbel bawang merah dilakukan ketika kapsul telah berwarna kuning kecoklatan, biji berwarna hitam, dan sudah merekah 1 atau 2 kapsul dalam 1 umbel. Pemanenan dilakukan dengan memotong tangkai umbel, kemudian pengeringan dengan menjemur umbel di ruangan terbuka sekitar 1 minggu.

Panen umbi dilakukan ketika panen umbel telah selesai. Umbi yang telah dipanen ditimbang, kemudian dijemur selama sekitar 1 minggu.

Pengamatan

Pertumbuhan bawang merah

Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan terhadap 5 tanaman contoh secara acak yang dilakukan dari umur 10 hari setelah tanam (HST) sampai 31 HST. Pengamatan meliputi:

1. Tinggi tanaman (cm): diukur dari atas permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi dengan menggunakan penggaris.

2. Jumlah daun (helai): menghitung banyaknya daun muda sampai daun tua yang masih hijau dan tidak layu disetiap rumpun.

3. Jumlah anakan: menghitung jumlah anakan yang terbentuk pada setiap rumpun.

4. Bobot basah umbi: menimbang bobot basah umbi bawang merah setiap rumpun menggunakan timbangan analitik.

Pembungaan dan pembentukan biji bawang merah Pengamatan meliputi :

1. Persentase tanaman berbunga 2. Jumlah umbel per tanaman 3. Jumlah bunga per umbel

(24)

8

6. Jumlah TSS per umbel 7. Bobot TSS per umbel 8. Bobot TSS per tanaman 9. Bobot TSS per plot

Mutu benih

Pengamatan dilakukan di laboratotium benih, meliputi:

1. Bobot 100 butir benih yaitu dengan menimbang berat 100 butir benih secara acak.

2. Daya berkecambah (%). Pengujian menggunakan substrat kertas. Pengecambahan diulang 4 kali dengan 25 butir setiap ulangan menggunakan metode uji di atas kertas, dan dilakukan pada suhu 20 0C (ISTA 2014) menggunakan alat pengecambah tipe S−6920−C. Penghitungan menggunakan rumus:

Keterangan:

KN hitungan I : Kecambah normal pengamatan pertama (6 HST) KN hitungan II: Kecambah normal pengamatan ke-2 (12 HST)

3. Indeks vigor (%). Penghitungan dilakukan berdasarkan persentase jumlah kecambah normal pada hitungan pertama terhadap jumlah benih yang ditanam. Penghitungan dengan rumus:

4. Kecepatan tumbuh (%). Pengamatan berdasarkan jumlah kecambah normal yang tumbuh dari hari pertama sampai hari terakhir pengamatan (umur 12 HST). Penghitungan menggunakan rumus:

KCT =

5. Potensi tumbuh maksimum (%). Pengamatan berdasarkan banyaknya kecambah normal maupun abnormal pada hitungan terakhir.

Viabilitas serbuk sari

Pengamatan dilakukan dengan menghitung persentase serbuk sari yang berkecambah yaitu munculnya tabung serbuk sari minimal sepanjang diameter serbuk sari. Penghitungan viabilitas menggunakan rumus:

(25)

9 Jumlah serbuk sari

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat haemocytometer. Prosedur yang dilakukan adalah dengan meneteskan larutan serbuk sari ke haemocytometer, kemudian menghitung jumlah serbuk sari dengan bantuan mikroskop pada perbesaran 40x.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan Pembahasan

Kondisi umum penelitian

Penanaman dilakukan awal bulan Maret 2014 pada saat intensitas curah hujan tinggi sebesar 442 mm bulan-1 (Lampiran 2). Curah hujan yang tinggi menyebabkan kelembaban udara juga tinggi, sehingga dapat memicu serangan penyakit moler yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. dengan ciri-ciri daun layu dan menguning serta umbi busuk (Gambar 1a), sehingga perlu dilakukan penyulaman. Penyakit lain yang menyerang adalah bercak ungu pada tangkai bunga yang disebabkan oleh Alternaria porri. Serangan tersebut disebabkan oleh adanya embun yang menempel di ujung daun. Pengendalian terhadap penyakit tersebut dilakukan dengan penyemprotan air ke ujung daun setiap pagi hari, sehingga penyebaran dapat terkendali. Selain penyakit, serangan hama berupa ulat bawang (Spodoptera exigua) (Gambar 1b) dan thrips. Pengendalian terhadap hama tersebut yaitu dengan memotong bagian daun yang terserang dan menyemprotkan insektisida.

Proses awal pembungaan, ditandai dengan munculnya tunas umbel (antara 20−28 HST) yang terbungkus oleh selaput umbel yang berwarna hijau muda. Selaput umbel tersebut kemudian pecah, sehingga akan terlihat kuntum-kuntum bunga yang kemudian akan mekar. Selama periode pembungaan terdapat beberapa serangga yaitu lalat kecil, lebah hitam besar, dan lebah kecil yang diduga membantu dalam proses penyerbukan (Gambar 2). Serangga penyerbuk berupa lalat hijau juga sengaja diupayakan mengunjungi bawang merah dengan bantuan atraktan berupa udang busuk yang digantungkan diantara tanaman bawang.

a b

Gambar 1 Penyakit dan hama yang menyerang bawang merah: busuk umbi (a); hama ulat Spodoptera exigua (b)

(26)

10

Pertumbuhan tanaman

Pemberian benzil amino purin (BAP) dan ZnSO4 tidak menunjukkan interaksi yang berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman bawang merah yang diamati pada umur 10, 17, 24, dan 31 hari setelah tanam (HST). Aplikasi BAP tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman bawang. Rata−rata tinggi tanaman mengalami peningkatan dari umur 10 HST sekitar 21.6 cm dan mencapai 36.8 cm pada umur 31 HST (Tabel 1). Rachmawati (2008) melaporkan pemberian beberapa konsentrasi BAP (50, 100, dan 150 ppm) pada tanaman cabai juga tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman cabai. Tidak berperannya BAP dalam peningkatan tinggi tanaman bawang merah diduga karena zat pengatur tumbuh golongan sitokinin tersebut lebih berperan dalam pembelahan sel.

Sebaliknya, aplikasi ZnSO4 berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman Tabel 1 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap tinggi tanaman bawang

merah pada 10, 17, 24, dan 31 hari setelah tanam (HST) di Subang*

Perlakuan Tinggi tanaman (cm)

10 HST 17 HST 24 HST 31 HST Konsentrasi BAP (ppm)

0 21.1 27.6 31.3 35.8

50 21.9 28.9 32.8 37.4

100 21.7 29.3 32.7 37.3

Rata-rata 21.6 28.6 32.2 36.8

Dosis ZnSO4 (kg ha-1)

0 19.8 b 27.4 b 31.0 b 33.8 c

1 21.3 ab 28.4 ab 31.4 b 36.8 bc

2 22.1 a 28.9 ab 32.7 ab 37.3 b

3 22.8 a 29.7 a 34.0 a 39.4 a

BAP x ZnSO4 tn tn tn tn

KK (%) 8.72 6.91 7.52 7.68

*

Angka-angka pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); tn: tidak nyata

a b

(27)

11 bawang merah. Tinggi tanaman bawang merah meningkat seiring dengan peningkatan dosis ZnSO4 yang diberikan (Tabel 1). Aplikasi 3 kg Zn ha−1 menghasilkan tanaman tertinggi sebesar 39.4 cm pada umur 31 HST. Peningkatan pertumbuhan tanaman tersebut diduga karena Zn yang diberikan mendorong pembentukan triptopan yang akan disintesis menjadi auksin (Salisbury & Ross 1995) yang dapat mendorong pemanjangan sel. Peningkatan tinggi tanaman akibat pemberian Zn juga terjadi pada penelitian Janmohammadi et al. (2012) yang melaporkan bahwa unsur hara Zn mampu meningkatkan tinggi tanaman kacang−kacangan.

Jumlah daun tanaman bawang merah tidak dipengaruhi oleh aplikasi BAP, karena fungsi dari BAP bukan untuk pembentukan daun melainkan mendorong pembentukan tunas (Rohmah 2012). Rata-rata jumlah daun pada umur 10 HST adalah 9.6 helai dan mencapai 16.4 helai pada 24 HST (Tabel 2). Penambahan jumlah daun sudah berakhir pada 24 HST, walaupun tinggi tanaman (Tabel 1) masih terus bertambah.

Aplikasi berbagai dosis ZnSO4 meningkatkan jumlah daun bawang merah. Jumlah daun pada tanaman kontrol (0 kg Zn ha-1) lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman yang diberi ZnSO4.Jumlah daun terus bertambah seiring dengan peningkatan dosis ZnSO4 yang diberikan (Tabel 2). Pada umur 10 HST jumlah daun berkisar 9.0−10.0 helai. Pengaruh aplikasi ZnSO4 mulai terlihat pada 17 HST sampai 31 HST yang menunjukkan jumlah daun bawang merah terus meningkat dengan pemberian berbagai dosis ZnSO4. Peningkatan jumlah daun tersebut diduga disebabkan oleh kemampuan Zn dalam mensintesis auksin di tunas ujung. Auksin yang terbentuk mendorong pemanjangan batang dan daun. Data ini memberikan indikasi bahwa fase vegetatif mulai berakhir (31 HST) dan menuju fase generatif.

Tabel 2 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap jumlah daun bawang merah pada 10, 17, 24, dan 31 hari setelah tanam (HST)*

Perlakuan Jumlah daun (helai) per tanaman

10 HST 17 HST 24 HST 31 HST

(28)

12

Aplikasi BAP tidak memengaruhi jumlah anakan (Tabel 3), namun rata-rata jumlah anakan meningkat dari 4.2 anakan pada umur 10 HST menjadi 4.9 anakan pada 17 HST. Anakan tidak mengalami penambahan jumlah selama 24−31 HST, tetapi peningkatan jumlah terlihat pada 72 HST (panen) yaitu menjadi 5.5 anakan. Kecenderungan pengaruh yang sama terlihat pada pemberian berbagai dosis ZnSO4 yang tidak memengaruhi jumlah anakan bawang merah. Rata-rata jumlah anakan terus mengalami peningkatan berkisar 4.3−5.6 anakan pada saat panen.

Sebaliknya, aplikasi secara tunggal BAP dan ZnSO4 memengaruhi bobot basah umbi per tanaman. Bobot basah umbi per tanaman terus meningkat dengan peningkatan konsentrasi BAP. Aplikasi 100 ppm BAP pada tanaman bawang merah menunjukkan bobot basah umbi tertinggi yaitu 30.07 g atau meningkat sebesar 30.9% dari tanaman kontrol. Aplikasi ZnSO4 sebesar 3 kg ha-1 menghasilkan bobot basah umbi per tanaman terbesar yaitu 28.39 g atau meningkat sebesar 27.51% dari tanaman kontrol. Abedin et al. (2012) melaporkan bobot basah umbi tanaman bawang merah meningkat dengan pemberian 3 kg Zn ha-1 sebesar 26.52 g. Seperti halnya aplikasi 3 kg Zn ha-1 pada tanaman bawang merah oleh Alam et al. (2010) yang meningkatkan bobot umbi menjadi 26.52 g atau meningkat 22.32% lebih besar dari tanaman kontrol.

Penambahan BAP tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman bawang merah dan jumlah anakan, namun memengaruhi bobot Tabel 3 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap jumlah anakan bawang

merah pada 10, 17, 24, 31, 72 hari setelah tanam (HST) dan bobot basah umbi (g) di Subang*

Perlakuan

Jumlah umbi anakan per tanaman Bobot basah umbi (g) per berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); tn: tidak nyata; tr:hasil transformasi;

b

(29)

13 basah umbi per tanaman (Tabel 3). Sebaliknya, aplikasi ZnSO4 3 kg Zn ha-1 mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan bobot basah umbi per tanaman, namun tidak memengaruhi jumlah anakan.

Pembungaan

Aplikasi BAP dan ZnSO4 tidak menunjukkan adanya interaksi yang berpengaruh terhadap pembungaan dan pembentukan kapsul. Aplikasi BAP memberikan pengaruh terhadap semua parameter komponen pembungaan, bertolak belakang dengan aplikasi ZnSO4 yang tidak memengaruhi pembungaan.

Aplikasi BAP memperlambat munculnya bunga pertama sekitar 2−3 hari lebih lambat dari tanaman kontrol. Vernalisasi umbi telah menginduksi inisiasi bunga, sehingga tanaman dapat berbunga pada 22.5 HST (Tabel 4).

Tanaman yang tidak diberi BAP hanya sedikit yang berbunga (5.73%) dibandingkan dengan yang diberi BAP (25.52−32.81%). Peran suhu rendah (vernalisasi) terlihat pada persentase berbunga tanaman kontrol sebesar 5.73% (Tabel 4). Kemampuan berbunga tersebut diduga akibat vernalisasi (10 0C selama 4 minggu) pada umbi. Rosliani et al. (2013) melaporkan bahwa peningkatan konsentrasi BAP dari 50−200 ppm mampu meningkatkan persentase tanaman bawang merah untuk berbunga berkisar 28.9−39.4%. Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah bunga per umbel dan jumlah umbel per tanaman juga dipengaruhi oleh aplikasi BAP. Jumlah bunga yang dihasilkan tanaman kontrol sebanyak 25.1 bunga per umbel dan meningkat menjadi 28.3−34.7% pada tanaman yang diberi BAP 50 dan 100 ppm. Sharma et al. (2009) melaporkan Tabel 4 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap umur berbunga pertama,

presentase tanaman berbunga (%), jumlah umbel per tanaman, dan jumlah bunga per umbel bawang merah di Subang*

Perlakuan

Angka-angka pada kolom yang sama disetiap perlakuan dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); tn: tidak nyata; tr:hasil

(30)

14

penambahan BAP pada konsentrasi 50 ppm tanaman Lilium menghasilkan jumlah bunga per tanaman lebih tinggi dibandingkan kontrol. Bertambahnya jumlah bunga tersebut disebabkan terjadinya peningkatan aktivitas meristem oleh sitokinin, sehingga meningkatkan pembelahan sel. Pengaruh sitokinin terhadap pembungaan juga dilaporkan oleh Werner et al. (2001) yang menunjukkan adanya peningkatan jumlah bunga pada tanaman tembakau oleh sitokinin.

Aplikasi BAP meningkatkan jumlah umbel per tanaman bawang merah. Rata-rata jumlah umbel pada tanaman kontrol adalah 0.1 umbel per tanaman, sementara tanaman yang diberi perlakuan BAP 50 dan 100 ppm, menghasilkan umbel per tanaman 6−8 kali lipat lebih banyak dari pada tanaman kontrol (Tabel 4). Semakin tinggi konsentrasi BAP yang diberikan, maka semakin meningkat jumlah umbel per tanaman. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rosliani et al. (2013) yang menunjukkan bahwa pemberian BAP 50−200 ppm dapat meningkatkan persentase tanaman berbunga di dataran rendah Subang hingga >150%. Namun demikian jumlah umbel per tanaman yang dihasilkan pada penelitian ini masih tergolong rendah, karena rendahnya persentase tanaman yang berbunga.

Kedua penelitian yang dilakukan di tempat yang sama dengan curah hujan yang berbeda menghasilkan jumlah umbel per tanaman yang relatif sama. Berdasarkan hasil tersebut diduga kemampuan BAP dalam peningkatan jumlah umbel per tanaman di dataran rendah tergolong rendah. Rosliani et al. (2012) melaporkan rata−rata jumlah umbel per tanaman di dataran tinggi Lembang mencapai 3.4 umbel per tanaman. Perbedaan jumlah umbel yang terbentuk antara dataran rendah dan tinggi tersebut diduga lebih dipengaruhi oleh suhu. Suhu yang diperlukan tanaman bawang untuk membantu pembungaan berkisar 10−17 0C. Menurut Khokhar (2009) suhu di dataran tinggi relatif rendah sehingga menyebabkan terjadinya inisiasi pembungaan, sedangkan di dataran rendah dengan suhu relatif tinggi menyebabkan terjadi devernalisasi. Namun demikian pemberian BAP dapat menginduksi terjadinya inisiasi pembungaan sehingga tanaman tetap dapat berbunga.

Viabilitas dan jumlah serbuk sari per antera

Pemberian berbagai konsentrasi BAP dan ZnSO4 tidak menunjukkan adanya interaksi yang berpengaruh terhadap viabilitas dan jumlah serbuk sari per antera bawang merah. Viabilitas serbuk sari ditunjukkan oleh kemampuan serbuk sari untuk berkecambah, yaitu dengan membentuk tabung sari. Aplikasi BAP dapat meningkatkan viabilitas serbuk sari, tetapi tidak memengaruhi jumlah serbuk sari per antera. Aplikasi BAP meningkatkan viabilitas serbuk sari sekitar 43.3−51.7% (Tabel 5). Peningkatan viabilitas serbuk sari diharapkan dapat meningkatkan produksi benih.

(31)

15

perlakuan Zn dosis tinggi diduga karena penurunan aktivitas enzim esterase dan respirasi. Selain itu, diduga akibat menurunnya proses metabolisme sehingga menyebabkan tidak semua mikrospora mampu tumbuh dengan baik.

Jumlah serbuk sari per antera tidak dipengaruhi oleh BAP maupun ZnSO4, dengan rata-rata antara 861.1 sampai 876.6 butir per antera. Sharma et al. (1990) menyebutkan bahwa pemberian Zn sebelum perkembangan antera atau sebelum mikrospora terbentuk dapat meningkatkan viabilitas serbuk sari, yang dipengaruhi oleh kemampuan tanaman untuk menyerap Zn. Aplikasi Zn melalui daun pada jagung mampu meningkatkan ukuran antera dan perkecambahan serbuk sari, tetapi tidak meningkatkan jumlah serbuk sari per antera.

Produksi TSS

Aplikasi BAP meningkatkan persentase pembentukan kapsul per umbel (Gambar 3). Tanpa aplikasi BAP, tanaman menghasilkan 9.6 kapsul per umbel, sementara dengan aplikasi BAP meningkatkan jumlah kapsul menjadi 20.2−22.2 kapsul per umbel (Tabel 6), meningkat sebesar 56.76% dari tanaman kontrol. Peningkatan jumlah kapsul tersebut disebabkan oleh peningkatan jumlah bunga per umbel dan peningkatan viabilitas serbuk sari (Tabel 4). Hasil yang sama juga ditunjukkan pada persentase pembentukan kapsul. Tanaman yang tidak diberi perlakuan BAP hanya mampu menghasilkan kapsul sebesar 26.99%. Persentase pembentukan kapsul tertinggi diperoleh dari perlakuan BAP 100 ppm yaitu Tabel 5 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap viabilitas serbuk sari dan

jumlah serbuk sari per antera bawang merah di Subang* Perlakuan Viabilitas serbuk sari

(32)

16

sebesar 78.76%, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan BAP 50 ppm, sebesar 69.86%. Peningkatan pembentukan kapsul dengan perlakuan BAP mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah TSS per umbel. Tanpa aplikasi BAP, tanaman hanya menghasilkan TSS 23.9 butir per umbel, dengan aplikasi BAP meningkat sebesar 54.0−64.5% menjadi 52−67.4 butir per umbel.

Pemberian berbagai dosis ZnSO4 tidak meningkatkan produksi TSS. Rata−rata jumlah kapsul per umbel sebanyak 17.13 kapsul. Pemberian ZnSO4 juga tidak memengaruhi jumlah TSS per umbel, rata-rata sebanyak 47.78 butir per umbel. Rendahnya pembentukan TSS per umbel disebabkan oleh rendahnya persentase pembentukan kapsul per umbel dengan rata−rata 58.5% (Tabel 6). Salama et al. (2012) melaporkan pemberian 2−3 kg Zn ha-1 pada tanaman tomat meningkatkan pembentukan buah sekitar 59.1−67.6%. Pemberian ZnSO4 diduga mampu meningkatkan metabolisme dan biosintesis auksin. Oleh karena itu, peningkatan produksi TSS melalui peningkatan persentase pembentukan kapsul perlu diupayakan.

Tabel 6 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap jumlah kapsul per umbel, pembentukan kapsul (%), dan jumlah TSS per umbel di Subang*

Perlakuan Jumlah kapsul berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); tn: tidak nyata; tr:hasil transformasi

Gambar 3 Pembentukan kapsul: tanpa BAP (a); BAP 50 ppm (b); BAP 100 ppm (c)

b

(33)

17 Hasil analisis ragam menunjukkan tidak ada interaksi antara BAP dan ZnSO4 namun analisis statistik secara tunggal menunjukkan BAP memengaruhi bobot TSS per umbel, per tanaman, dan per plot (Tabel 7). Aplikasi 50−100 ppm BAP mampu meningkatkan bobot TSS. Peningkatan bobot TSS per umbel sebesar 0.184−0.186 butir atau meningkat sebesar 60.87−61.29% dibandingkan tanaman kontrol. Sementara peningkatan bobot TSS per tanaman mencapai 1.9−2.4 kali lipat dibandingkan tanaman kontrol (0.093 g). Sama halnya dengan bobot TSS per plot yang meningkat sebesar 50.88−62.43% atau sebesar 2.04−5.43 kali lipat dibandingkan tanaman kontrol (0.115 g). Walaupun perlakuan BAP meningkatkan produksi TSS, namun peningkatan bobot TSS tersebut masih cukup rendah yang disebabkan oleh rendahnya jumlah umbel per tanaman (0.1−0.8 umbel per tanaman) (Tabel 4). Rata−rata jumlah umbel per plot yang dipanen juga rendah yaitu 2.8 umbel, sehingga menyebabkan rendahnya rata−rata bobot TSS per plot yaitu 0.420 g. Hasil bobot TSS per plot yang diperoleh Rosliani et al. (2013) di tempat yang sama dengan pemberian berbagai konsentrasi BAP sebesar 1.138 g.

Aplikasi berbagai dosis ZnSO4 tidak meningkatkan produksi TSS (Tabel 7). Rata-rata bobot TSS per umbel sebesar 0.147 g, sedangkan rata-rata bobot TSS per tanaman sekitar 0.161 g.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produksi TSS sangat berfluktuasi dan dipengaruhi oleh kondisi iklim. Kelembapan udara yang tinggi (87%) (Lampiran 2) juga menyebabkan perkembangan umbel terganggu, disebabkan adanya cendawan Alternatia porri atau bercak ungu.

Tabel 7 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap bobot TSS per umbel (g), bobot TSS per tanaman (g), dan bobot TSS per plot (g) di Subang*

(34)

18

Mutu TSS

Aplikasi BAP dan ZnSO4 tidak menunjukkan interaksi yang memengaruhi mutu TSS, begitu pula dengan aplikasi secara tunggal (Tabel 8), kecuali pada persentase potensi tumbuh maksimum TSS (Tabel 9). Aplikasi BAP tidak berpengaruh terhadap rata−rata bobot 100 butir, yaitu sebesar 0.358 g, sedangkan penelitian Rosliani et al. (2013) menghasilkan rata−rata bobot 100 butir TSS lebih besar, yaitu 0.395 g. Bobot TSS yang lebih rendah ini (9.37%) diduga dipengaruhi oleh suhu udara di Subang bulan Mei−Juni 2014 lebih rendah (berkisar 26.6−27 0

C) (Lampiran 2) dibandingkan ketika penelitian dibulan yang sama tahun 2012 (berkisar 28.28−28.81 0C). Hasil penelitian ini memperkuat penelitian Hilman et al. (2014) yang menjelaskan bahwa suhu yang lebih tinggi dapat memperbaiki mutu TSS. Rata−rata daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh juga tidak dipengaruhi oleh aplikasi BAP, berturut-turut sebesar 70.51%, 39.83%, dan 9.85 % hari-1.

Kecambah normal Allium cepa dicirikan dengan adanya akar primer yang tidak kerdil, memiliki kotiledon yang panjang, tidak tebal serta membentuk lekukan yang jelas (Gambar 4). Kecambah bawang merah yang tidak memiliki akar primer meskipun terdapat banyak akar sekunder tergolong abnormal (Ditjen Tanaman Pangan 2005). Daya berkecambah TSS tanpa aplikasi ZnSO4 tidak berbeda nyata pengaruhnya dengan aplikasi ZnSO4 dosis 1−3 kg ha-1, berkisar 61.33−75.33%. Rata−rata daya berkecambah TSS sebesar 70.17% lebih rendah dibandingkan daya berkecambah TSS yang dihasilkan oleh Rosliani et al. (2013) Tabel 8 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap bobot 100 butir (g), daya

(35)

19

yaitu 75.44%. Berdasarkan standar sertifikasi mutu benih dari Direktorat Bina Perbenihan (2007), daya berkecambah minimum benih bawang merah adalah 75%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa daya berkecambah benih yang memenuhi standar persyaratan mutu hanya diperoleh dari aplikasi 1 kg Zn ha-1. Rendahnya daya berkecambah TSS yang diperoleh diduga karena benih tidak diberi pra perlakuan (suhu rendah).

Kekuatan tumbuh TSS untuk membentuk kecambah normal ditunjukkan oleh peubah indeks vigor yang tidak dipengaruhi oleh aplikasi berbagai dosis ZnSO4 (Tabel 8). Rata−rata indeks vigor sebesar 39.56%, yang memberi indikasi kecambah normal kuat yang mampu tumbuh pada 6 HST sebesar 39.56 %.

Kecepatan tumbuh maksimum (KCT) TSS tanpa aplikasi ZnSO4 tidak berbeda nyata dengan aplikasi 1−3 kg Zn ha-1. Kecepatan tumbuh maksimum berkisar 9.41−10.65% hari-1, dengan rata-rata sebesar 9.90% hari-1.

Potensi tumbuh maksimum (PTM) TSS dipengaruhi oleh interaksi antara aplikasi BAP dengan ZnSO4 (Tabel 9). Pada tanaman tanpa aplikasi BAP, perlakuan ZnSO4 1−2 kg ha-1 meningkatkan PTM sekitar 29.4−33.3% dari kontrol. Akan tetapi, peningkatan dosis ZnSO4 3 kg ha−1 menyebabkan penurunan PTM menjadi setara dengan 0 kg Zn ha-1. Selanjutnya, pada tanaman dengan aplikasi 50 ppm BAP, pemberian ZnSO4 sebesar 0−2 kg ha−1 meningkatkan PTM, sedangkan 3 kg Zn ha−1 menurunkan PTM. Pada tanaman yang diberi perlakuan BAP 100 ppm, pemberian ZnSO4 tidak memengaruhi PTM benih bawang merah. Hasil tersebut menjelaskan bahwa peningkatan PTM menggunakan 50 ppm setara dengan pemberian 1−2 kg Zn ha-1.

Tabel 9 Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap potensi tumbuh maksimum (%) TSS di dataran rendah Subang*

BAP (ppm) ZnSO4 (kg ha

-1 )

0 1 2 3

0 60 c 90 a 85 ab 60 c

50 89 a 91 a 87 ab 64 bc

100 85 ab 79 abc 78 abc 87 ab

*

Angka-angka pada kolom dan baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)

(36)

20

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi BAP dan ZnSO4 tidak memengaruhi mutu fisik benih yang ditunjukkan oleh bobot 100 butir dan mutu fisiologi benih sebagaimana ditunjukkan oleh daya berkecambah, indeks vigor, serta kecepatan tumbuh benih.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Aplikasi BAP 50 ppm pada umbi bawang merah yang telah divernalisasi meningkatkan produksi TSS melalui peningkatan persentase tanaman berbunga, jumlah bunga per umbel, jumlah umbel per tanaman, viabilitas serbuk sari, jumlah kapsul per umbel, persentase pembentukan kapsul, jumlah TSS per umbel, bobot TSS per umbel, per tanaman, dan per plot. Aplikasi 1 kg Zn ha-1 meningkatkan viabilitas serbuk sari, namun tidak memengaruhi bobot benih 100 butir, daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh benih. Perlakuan BAP 50 ppm yang dikombinasikan ZnSO4 sampai 2 kg ha−1 dapat meningkatkan potensi tumbuh maksimum TSS.

Saran

Pemberian BAP dapat dikombinasikan dengan zat lain yang lebih murah, sehingga dapat diterima dengan mudah oleh petani. Selain itu, persentase pembentukan kapsul perlu ditingkatkan misalkan dengan introduksi serangga yang membantu penyerbukan.

DAFTAR PUSTAKA

Abedin J, Alam N, Hossain J, Ara AN, Haque F. 2012. Effect of micronutrients on growth and yield of onion under calcareous soil environment. IJB. 02(8):p 95–101.

Agustiani D. 2012. Penggunaan BAP (benzyl amino purin) dalam meningkatkan bunga betina jarak pagar (Jatropha curcas L.) [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Alam MN, Abedin MJ, Azad MAK. 2010. Effect of micronutrients on growth and yield of onion under calcareous soil environment. J of Plant Science. 1(3):56−61.

Ami EJ, Islam MT, Farooque AM. 2013. Effect of vernalization on seed production of onion. Agriculture, forestry, and fisheries. 2(6):212-217. Basuki RS. 2009. Analisis kelayakan teknis dan ekonomis teknologi budidaya

(37)

21 Camberato J, Maloney S. 2012. Zinc deficiency in corn. Soil Fertility Update. Purdue University Departement of Agronomy. [Internet]. Tersedia pada: http: www.soilfertility.info/zincDeficiencyCorn.pdf.

Direktorat Perbenihan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2005. Evaluasi Kecambah: Pengujian Daya Berkecambah. Jakarta (ID): Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura.

Direktorat Perbenihan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2007. Pedoman Sertifikasi dan Pengawasan Peredaran Mutu Benih. J`akarta (ID): Direktorat Bina Perbenihan.

[DitjenPPHP] Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2006. Roadmap pasca panen, pengolahan, dan pemasaran hasil bawang merah. Jakarta (ID): DitjenPPHP.

Fahrianty D. 2013. Peran vernalisasi dan zat pengatur tumbuh dalam peningkatan pembungaan dan produksi biji bawang merah di dataran rendah dan dataran tinggi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Cetakan ke-1. Herawati S, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press.

Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Sjamsudin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemah dari: Statistical Procedures for Agricultural Research.

Hilman Y, Rosliani R, Palupi ER. 2014. Pengaruh ketinggian tempat terhadap pembungaan, produksi, dan mutu benih botani bawang merah. J Hort. 24(2):154−161.

[ISTA] International Rules for Seed Testing. 2014. The germination test. Switzerland: ISTA

Janmohammadi M, Abdollah J, Naser S. 2012. Influences of micro-nutrients (Zinc and iron) and bio-fertilizer on yield and yield components of chickpea (Cicer arientinum L.) cultivars. Agr & Fors. 57(11):53−66.

Jasmi, Sulistyaningsih E, Indradewa D. 2013. Pengaruh vernalisasi umbi terhadap pertumbuhan, hasil, dan pembungaan bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) di dataran rendah. J Ilmu Pertanian. 16(1):42−57. [Kementerian PPN] Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. 2013.

Rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) bidang pangan dan pertanian 2015-2019. [Internet]. [diunduh 2015 Jan 23]. Tersedia pada: http://www.bappenas.go.id

Khan AA, Zubair M, Bari A, Maula F. 2007. Response of onion (Allium cepa) growth and yield to different levels of nitrogen and zinc in Swat valley. Sarhad J Agric. 23(4): -

Khokhar KM. 2009. Effect of set-size and storage temperature on bolting, bulbing and seed seed yield in two onion cultivars. Scientia Horticulture. 122(2):187−194.

Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID): IPB Press.

Novak FJ, Havel L, Dolezel J. 1986. Onion, Garlic, and Leek (Allium species). Biotechnology in Agriculture and Forestry. 2(1)

(38)

22

Pan BZ, Xu ZF. 2010. Benzyladenine treatment significantly increases the seed yield of the biofuel plant Jatropha curcas. J Plant Growth Regul. 30:166−174.

Patil SB, Vyakaranahal BS, Deshpande VK, Shekhargouda M. 2006. Effect of boron and zinc application on seed yield and quality of sunflower restorer line, RHA-857. Karnataka J Agric. Sci. 19(3):708−710.

Prat L, Botti C, Fichet T. 2008. Effect of plant growth regulators on floral differentiation and seed production in Jojoba (Simmondsia chinensis (Link) Schneider). Industrial Crops and Products. 27:44−49.

Rachmat M, Sayaka B, Muslim C. 2012. Produksi, perdagangan, dan harga bawang merah. [Internet]. [diunduh 2014 Des 12]. Tersedia pada: pse.litbang.pertanian.go.id.pdf.

Rachmawati DD. 2008. Kajian pemakaian mulsa dan konsentrasi benzyl amino purin (BAP) terhadap hasil dan kualitas cabai merah besar (Capsicum annum L.) [tesis]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.

Rohmah I. 2012. Pertumbuhan tunas apikal dan aksilar kultur in vitro ubi kayu terhadap pembungaan, viabilitas serbuk sari, produksi, dan mutu benih bawang merah di dataran rendah . J Hort. 23(4):339−349.

Salama YAM, Hasan N, Saleh SA, Zaki MF. 2012. Zinc amelioration effects on tomato growth and production under saline water irrigation conditions. J of Applied Scien.Research. 8(12):5877−5885.

Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Ed ke−4. Bandung (ID): ITB Press.

Sarker MS. 2011. Effect of zinc and boron on seed production of onion cv. Bari Piaz-1 [tesis]. Bangladesh: Bangladesh Agricultural University.

Schreiber DN, Dresselhaus T. 2003. In vitro pollen germination and transient transformation of Zea mays and other plant species. Plant Molecular Biology Reporte. 21:31−41.

Sharma PM, Chatterjee C, Agarwala. 1990. Zinc deficiency and pollen fertility in maize (Zea mays). Plant & Soil. 122:221−225.

Sharma P, Sharma YD, Gupta YC. 2009. Effect of paclobutrazol and benzyl adenin dipping on oriental Lily hibrids. J Hortl.Sci. 4(2):128−133.

Sumarni N, Setiawan W, Wulandari A, Hasyim A. 2011. Perbaikan teknologi produksi benih bawang merah (TSS) untuk peningkatan seed set (25%). [Internet]. Lembang (ID): BALITSA. [diunduh 2014 Nov 28]. Tersedia pada: balitsa.litbang.pertanian.go.id

Sumarni N, Suwandi, Gunaeni N, Putrasameja. 2012. Perbaikan teknologi produksi TSS (True Shallot seed) untuk meningkatkan pembungaan dan pembijian bawang merah [laporan akhir]. Lembang (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayur.

(39)

23 Tuna AL, Burun B, Yokas I, Coban E. 2001. The effect of heavy metals on pollen germination and pollen tube length in the Tobacco plant. Turk. J Biol. 26(2002):109−112.

Werner T, Motyka V, Strnad M, Schmulling T. 2001. Regulation of plant growth by cytokinin. PNAS. 98(18): 10487−10492.

Wijaya KA. 2008. Nutrisi Tanaman: Sebagai Penentu Kualitas Hasil dan Resistensi Alami Tanaman. Jakarta (ID): Prestasi Pustaka.

Winarto B, Rachmawati F. 2007. Teknik kultur anther pada pemuliaan Anthurium. J Hort. 17(2):127−137.

(40)

24

LAMPIRAN

Lampiran 1 Deskripsi bawang merah varietas Bima Brebes Asal tanaman : Lokal Brebes

Umur : Mulai berbunga 50 hari, panen (60% batang lemas) 60 hari Tinggi tanaman : 34.5 cm (25−44 cm)

Kemampuan : Agak sukar berbunga alami Jumlah anakan : 7−12 umbi per rumpun Bentuk daun : Silindris, berlubang Warna daun : Hijau

Banyak daun : 14−50 helai Bentuk bunga : Seperti payung Warna bunga : Putih

Banyak buah : 60−100 (83) per tangkai Banyak bunga : 120−160 (143) per tangkai Banyak tangkai : 2−4 bunga per rumpun Bentuk biji : Bulat, gepeng, berkeriput Warna biji : Hitam

Bentuk umbi : Lonjong bercincin kecil pada leher cakram Warna umbi : Merah muda

Produksi umbi : 9.9 ton ha-1 umbi kering Susut bobot umbi : 21.5% (basah kering)

Keahanan penyakit : Cukup tahan terhadap busuk umbi (Botrytis asllii) Kepekaan penyakit : Peka busuk ujung daun (Phytophora porri)

Keterangan : Baik utuk dataran rendah

Peneliti : Hendro Sunarjono, Prasodjo, Darliah, Nasran Horizon Arbain

Lampiran 2 Suhu, kelembaban, dan curah hujan rata-rata di dataran rendah Subang pada bulan Maret sampai Juni 2014

Sumber: BMKG, Stasiun klimatologi Darmaga Bogor

Lampiran 3 Kandungan Zn (ppm) pada tanah Latisol setelah aplikasi

Pengamatan Maret April Mei Juni

Suhu rata−rata (0C) 26.0 26.5 27.0 26.6

Kelembapan rata−rata (%) 87.0 85.0 83.0 84.0 Curah hujan rata−rata (mm bulan-1) 442.0 385.0 163.0 104.0

Perlakuan Zn (kg ha-1) Kandungan Zn (ppm)

0 3.03

1 8.26

2 18.43

(41)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sragen Jawa Tengah pada tanggal 03 Maret 1992 sebagai putra pertama dari pasangan Bapak Mujiharno dan Ibu Suharni. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sragen Jawa Tengah pada tahun 2010 dan menjadi mahasiswa di Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB pada tahun yang sama.

Penulis selama menjadi mahasiswa sarjana, aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian sebagai anggota divisi Bina Desa periode 2011/2012. Penulis

Gambar

Gambar 1  Penyakit dan hama yang menyerang bawang merah: busuk
Gambar 2  Serangga pada tanaman bawang merah: lebah
Tabel 2  Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap jumlah daun bawang merah *
Tabel 3  Pengaruh perlakuan BAP dan ZnSO4 terhadap jumlah anakan bawang
+5

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini terdapat dua buah dermaga di kawasan Danau Buatan. Secara umum, dermaga berfungsi sebagai tempat berlabuh kendaraan air, tempat menaikkan dan menurunkan

Hasil penelitian yang telah dilakukan dengan 4 variabel independen dalam pengaruhnya terhadap struktur modal menunjukkan bahwa 2 variabel memiliki pengaruh signifikan terhadap

Dari pengujian beta dapat dilihat bahwa user dapat memahami aplikasi TOBi dengan baik, hal ini sesuai dengan hasil kuesioner yakni 56% responden dapat mengerti tampilan

ide tentang cara menemukan jawaban melaui eksperimen yang akhirnya siswa mampu mengembangkan ide, serta mampu menghubungkan hasil eksperimen dan aplikasinya. Dengan

Hal ini terbukti; (1) Ada perbedaan antara model pembelajaran pratikum melalui pendekatan discovery berbasis inkuiri dengan model pembelajaran pratikum tanpa melalui pendekatan

Keduanya melaksanakan perintah Allah, oleh sebab itulah Iblis tidak mau bersujud kepada Adam dan Fir’aun tidak mau beriman (kepada Nabi Musa) sebagai utusan Allah

Persentase perawat yang memiliki motivasi baik pada penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Titis (2014) yang menemukan bahwa sebagian besar

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.arya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber... DESAIN DAN