BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Dasar Skabies
1.1Pengertian Skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite)
Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini
berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau
bersifat mikroskopis. Penyakit skabies sering disebut kutu badan. Penyakit
ini juga mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia
dan sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara langsung yaitu,
melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tak langsung
atau apapun yang pernah dipergunakan penderita dan belum dibersihkan
dan masih terdapat tungau sarcoptesnya. Skabies menyebabkan rasa gatal
pada bagian kulit seperti disela-sela jari, siku, selangkangan. Skabies
identik dengan penyakit anak pondok pesantren, penyebabnya adalah
kondisi kebersihan yang kurang terajaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi
dan kondisi ruangan terlalu lembab dan kurang mendapat sinar matahari
secara langsung. Penyakit kulit scabies menular dengan cepat pada suatu
komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus
dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan
dilakukan pengobatan secara individual maka akan mudah tertular kembali
penyakit skabies (Yosef, 2007).
1.2Epidemiologi
Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang
bervariasi. Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi
skabies sekitar 6 % - 27 % populasi umum dan cenderung tinggi pada
anak-anak serta remaja (Sungkar, 1995).
Suatu survei yang dilakukan pada tahun 1983 diketahui bahwa
disepanjang sungai Ucayali, Peru, ditemukan beberapa desa di mana
semua anak-anak dari penduduk asli desa tersebut mengidap skabies. Pada
tahun 1985, Behl menyatakan bahwa prevalensi skabies pada anak-anak
desa-desa Indian adalah 100%. Di Santiago, Chili, insiden tertinggi
terdapat pada kelompok umur 10-19 tahun (45%) sedangkan di Sao Paolo,
Brazil insiden tertinggi terdapat pada anak yang berusia <9 tahun. Di
India, Gulati melaporkan prevalensi tertinggi pada anak usia 5-14 tahun.
Hal tersebut berbeda dengan laporan Srivatava yang menyatakan
prevalensi skabies tertinggi terdapat pada anak yang berusia <5 tahun. Di
negara maju prevalensi skabies sama pada semua golongan umur
(Barakbah, 2008).
Pada tahun 1975 terjadi wabah skabies di perkampungan Indian di
Kepulauan San Blas, Panama. Penduduk didaerah tersebut hidup dalam
lebih. Pada survei pertama didapatkan prevalensi skabies sebesar 28%
pada suatu kelompok dan pada kelompok yang lain 42%. Dua tahun
kemudian dilakukan survei pada pulau Van lebih besar yang berpenduduk
2.000 orang. Pada survei tersebut ditemukan bahwa 90% penduduk
mengidap skabies. Pada tahun 1986 survei di Indian lainnya berpenduduk
756 orang didapatkan bahwa prevalensi skabies anak-anak yang berumur
10 tahun adalah 61% dan pada bayi yang kurang dari 1 tahun adalah 84%
(Barakbah, 2008)
Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat.
Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia.
Penyakit skabies banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda,
insidennya sama terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies di negara
berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum
dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu endemik dan permulaan
epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun (Harahap, 2000).
Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di
Puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,9%, dan
skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di
Bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734
kasus skabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun
1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi skabies
sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang
1.3Etiologi
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida,
ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes
scabiei var. hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil,
berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau
ini transient, berwarna putih, kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang
betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan
yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron.
Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai
alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir
dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir
dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. Siklus hidup
tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di
atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam
terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah
dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan
2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari
sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini
dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam
waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva
ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3
hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan
sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari (Handoko,
2001).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian
larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut.
Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit
dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan
tungau jantan mati setelah kopulasi (Mulyono, 1986).
Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar
selama lebih kurang 7 – 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang
tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi,
karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang
(Andrianto & Tie, 1989).
1.4Patogenesi
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies,
tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman
atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan
kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu
kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain.
Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi
sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi
1.5Cara Penularan
Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun
kontak tak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung yang
saling bersentuhan atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat tidur,
handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui
hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di Amerika
Serikat dilaporkan, bahwa skabies dapat ditularkan melalui hubungan
seksual meskipun bukan merupakan akibat utama (Brown, 1999).
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan
dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara
bersama-sama disatu tempat yang relative sempit. Apabila tingkat kesadaran yang
dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat
keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang
masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor
lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan
pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan
menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada
(Benneth, 1997).
Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu
tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah
yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta
fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi
langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang
dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk (Meyer,
2000).
1.6Gejala Klinis Skabies
Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan
karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan
panas. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi.
Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, serta
kehidupan di pondok pesantren, sebagian besar tetangga yang berdekatan
akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang
seluruh anggota keluarganya terkena, tetapi tidak memberikan gejala.
Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier). Adanya terowongan
(kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang bewarna putih
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang satu cm,
pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul
infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan
lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan
stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita),
umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah.
Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. Menemukan
lebih stadium hidup tungau ini. Gejala yang ditunjukkan adalah warna
merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya muncul disela-sela
jari, siku, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul gelembung berair
pada kulit. (Mawali, 2000).
1.7Klasifikasi Skabies
Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada
manusia adalah sebagai berikut :(a). Skabies pada orang bersih yang
merupakan skabies pada orang dengan tingkat kebersihannya cukup, bisa
salah didiagnosis karena kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur.
(b). Skabies pada bayi dan anak lesi skabies yang mengenai seluruh tubuh,
termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering
terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan
jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di muka. (c). Skabies yang
ditularkan oleh hewan dapat menyerang manusia yang pekerjaannya
berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan
gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan,
lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dan akan sembuh
sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.(d). Skabies
Nodular terjadi akibat reaksi hipersensitivitas.
Tempat yang sering dikenai adalah genitalia pria, lipatan paha, dan
aksila. Lesi ini dapat menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan,
bahkan hingga satu tahun walaupun telah mendapat pengobatan anti
menyamarkan gejala dan tanda scabies, sementara infestasi tetap ada.
Sebaliknya, pengobatan dengan steroid topikal yang lama dapat pula
menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh
karena penurunan respons imun selular. (f). Skabies terbaring di tempat
tidur merupakan penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa
harus tinggal di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya
terbatas. (g). Skabies krustosa ( Norwegian Scabies), lesinya berupa
gambaran eritodermi, yang disertai skuama generalisata, eritema, dan
distrofi kuku. Krusta terdapat banyak sekali, dimana krusta ini melindungi
sarcoptes scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah menular karena populasi
sarcoptes scabiei sangat tinggi dan gatal tidak menonjol. Bentuk ini sering
salah didiagnosis, malahan kadang diagnosisnya baru dapat ditegakkan
setelah penderita menularkan penyakitnya ke orang banyak. Sering
terdapat pada orang tua dan orang yang menderita retardasi mental
(Down’s syndrome), sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia dan
tabes dorsalis), penderita penyakit sistemik yang berat (leukemia dan
diabetes), dan penderita imunosupresif (Emier, 2007
1.8Diagnosa Skabies
).
Kelainan kulit menyerupai dermatitis, dengan disertai papula,
vesikula, urtika, dan lain-lain. Garukan tangan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Di daerah tropis, hampir setiap
kasus scabies terinfeksi sekunder oleh streptococcus aureus atau
dasar: (1). Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis
lurus atau kelok-kelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm, dan
pada ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula. (2). Tempat
predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan bagian volar,
siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita),
umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria). Pada orang dewasa jarang
terdapat di muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif,
sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi diseluruh permukaan kulit. (3).
Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies topikal yang
efektif. (4). Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu
anggota keluarga menderita gatal, harus dicurigai adanya scabies. Gatal
pada malam hari disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi
sehingga aktivitas kutu meningkat (Mawali, 2000).
Diagnosa skabies dilakukan dengan membuat kerokan kulit pada
daerah yang berwarna kemerahan dan terasa gatal. Kerokan yang
dilakukan sebaiknya dilakukan agak dalam hingga kulit mengeluarkan
darah karena sarcoptes betina bermukim agak dalam di kulit dengan
membuat terowongan. Untuk melarutkan kerak digunakan larutan KOH
10 persen selanjutnya hasil kerokan tersebut diamati dengan mikroskop
dengan perbesaran 10-40 kali. Cara lain adalah dengan meneteskan
minyak immesi pada lesi, dan epidermis diatasnya dikerok secara
perlahan-lahan (Mawali, 2000).
Pengobatan skabies dapat dilakukan dengan delousing yakni
shower dengan air yang telah dilarutkan bubuk DDT (Diclhoro Diphenyl
Trichloroetan). Pengobatan lain adalah dengan mengolesi salep yang
mempunyai daya miticid baik dari zat kimia organic maupun non organic
pada bagian kulit yang terasa gatal dan kemerahan dan didiamkan selama
10 jam. Alternatif lain adalah mandi dengan sabun sulfur/belerang karena
kandungan pada sulfur bersifat antiseptik dan antiparasit, tetapi pemakaian
sabun sulfur tidak boleh berlebihan karena membuat kulit menjadi kering.
Pengobatan skabies harus dilakukan secara serentak pada daerah yang
terserang skabies agar tidak tertular kembali penyakit skabies (Sadana,
2007).
1.10 Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta
syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini
dapat di berantas dan memberikan prognosis yang baik (Harahap, 2000).
2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit skabies
Tinggal bersama dengan sekelompok orang seperti di pesantren berisiko
mudah tertular berbagai penyakit skabies. Penularan terjadi melalui dua faktor
yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
2.1Faktor Internal
Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara
kebersihan dan kesehatan diri sesorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki kebersihan diri baik apabila,
orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi
kebersihan kulit, tangan dan kuku, kebersihan kaki dan kebersihan
genitalia (Badri, 2004).
Banyak manfaat yang dapat di petik dengan merawat kebersihan
diri, memperbaiki kebersihan diri, mencegah penyakit, meningkatkan
kepercayaan diri dan menciptakan keindahan (Wartonah, 2003)
a. Kebersihan Kulit
Kebersihan individu yang buruk atau bermasalah akan
mengakibatkan berbagai dampak baik fisik maupun psikososial.
Dampak fisik yang sering dialami seseorang tidak terjaga dengan
baik adalah gangguan integritas kulit (Wartonah, 2003)
Kulit yang pertama kali menerima rangsangan seperti
rangsangan sentuhan, rasa sakit, maupun pengaruh buruk dari luar.
Kulit berfungsi untuk melindungi permukaan tubuh, memelihara
suhu tubuh dan mengeluarkan kotoran-kotoran tertentu. Kulit juga
penting bagi produksi vitamin D oleh tubuh yang berasal dari sinar
ultraviolet. Mengingat pentingnya kulit sebagai pelindung
organ-organ tubuh didalammnya, maka kulit perlu dijaga kesehatannya
virus, kuman, parasit hewani dan lain-lain. Salah satu penyakit kulit
yang disebabkan oleh parasitadalah Skabies( Juanda, 2000).
Sabun dan air adalah hal yang penting untuk mempertahankan
kebersihan kulit. Mandi yang baik adalah : 1). Satu sampai dua kali
sehari, khususnya di daerah tropis. 2). Bagi yang terlibat dalam
kegiatan olah raga atau pekerjaan lain yang mengeluarkan banyak
keringat dianjurkan untuk segera mandi setelah selesai kegiatan
tersebut. 3). Gunakan sabun yang lembut. Germicidal atau sabun
antiseptik tidak dianjurkan untuk mandi sehari-hari. 4). Bersihkan
anus dan genitalia dengan baik karena pada kondisi tidak bersih,
sekresi normal dari anus dan genitalia akan menyebabkan iritasi dan
infeksi. 5). Bersihkan badan dengan air setelah memakai sabun dan
handuk yang sama dengan orang lain (Webhealthcenter, 2006).
b. Kebersihan tangan dan kuku
Indonesia adalah negara yang sebagian besar masyarakatnya
menggunakan tangan untuk makan, mempersiapkan makanan,
bekerja dan lain sebagainya. Bagi penderita skabies akan sangat
mudah penyebaran penyakit ke wilayah tubuh yang lain. Oleh
karena itu, butuh perhatian ekstra untuk kebersihan tangan dan kuku
sebelum dan sesudah beraktivitas. 1). Cuci tangan sebelum dan
sesudah makan, setelah ke kamar mandi dengan menggunakan
sabun. Menyabuni dan mencuci harus meliputi area antara jari
untuk mengeringkan tangan sebaiknya dicuci dan diganti setiap hari.
3). Jangan menggaruk atau menyentuh bagian tubuh seperti telinga,
hidung, dan lain-lain saat menyiapkan makanan. 4). Pelihara kuku
agar tetap pendek, jangan memotong kuku terlalu pendek sehingga
mengenai pinch kulit (Webhealthcenter, 2006)
c. Kebersihan Kaki
Para santri selalu memakai sepatu setiap hari. Sehingga kaki akan
selalu berada pada tempat tempat yang tertutup. Para santri
dianjurkan menjaga kebersihan kakinya dengan selalu memakai
sepatu dan kaus kaki yang kering agar terhindar dari penyakit kulit
skabies, karena sarkoptis skabie selalu hidup pada tempat-tempat
yang lembab dan tertutup (Webhealthcenter, 2006).
d. Kebersihan Genitalia
Karena minimnya pengetahuan tentang kebersihan genitalia,
banyak kaum remaja putri maupun putra mengalami infeksi di alat
reproduksinya akibat garukan, apalagi seorang anak tersebut sudah
mengalami skabies diarea terterntu maka garukan di area genitalia
akan sangat mudah terserang penyakit kulit skabies, karena area
genitalia merupakan tempat yang lembab dan kurang sinar matahari.
Salah satu contoh pendidikan kesehatan di dalam keluarga, misalnya
bagaimana orang tua mengajarkan anak cebok secara benar. Seperti
penjelasan, bila ia hendak cebok harus dibasuh dengan air bersih.
Apabila salah, pada alat genital anak perempuan akan lebih mudah
terkena infeksi. Penyebabnya karena kuman dari belakang (dubur)
akan masuk ke dalam alat genital. Jadi hal tersebut, harus diberikan
ilmunya sejak dini. Kebersihan genital lain, selain cebok, yang harus
diperhatikan yaitu pemakaian celana dalam. Apabila ia mengenakan
celana pun, pastikan celananya dalam keadaan kering. Selain
kebersihan genital, peningkatan gizi juga merupakan hal yang
penting untuk tumbuh kembang anak. Bila alat reproduksi lembab
dan basah, maka keasaman akan meningkat dan itu memudahkan
pertumbuhan jamur. Oleh karena itu seringlah menganti celana
dalam (Safitri, 2008).
2.1.2 Perilaku
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kebiasaan untuk
menerapkan kebiasaan yang baik, bersih dan sehat secara berhasil
guna dan berdaya guna baik dirumah tangga, institusi-institusi
maupun tempat-tempat umum. Kebiasaan menyangkut pinjam
meminjam yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit menular
seperti baju, sabun mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Dinkes
Prov. NAD,2005).
Salah satu penyebab dari kejadian skabies adalah pakaian
yang kurang bersih dan saling bertukar-tukar pakaian dengan teman
satu kamar. Hal itulah yang tidak diperhatikan serius oleh pimpinan
menghindari penyakit skabies dengan menjaga kebersihan
pakaiannya. Dengan rajin mencuci dan menjemur pakaian sampai
kering dibawah terik matahari. Dan jangan menggunakan pakaian
yang belum kering atau lembab. Biasakan mencuci sedikit tapi
sering (Emier, 2007).
2.2 Faktor Eksternal
2.2.1 Lingkungan
Kebersihan lingkungan adalah kebersiha
tempat tinggal dilakukan dengan cara membersihkan
dan perabot santri, menyapu dan mengepel
kebersihan halaman dan selokan, dan membersihkan jalan di
depan asrama dari sampah (Ponpes, 2007).
Penularan penyakit skabies terjadi bila kebersihan
pribadi dan kebersihan lingkungan tidak terjaga dengan baik.
Faktanya, sebagian pesantren tumbuh dalam lingkungan yang
kumuh, tempat mandi dan WC yang kotor, lingkungan yang
lembab, dan sanitasi buruk (Badri, 2008). Ditambah lagi dengan
perilaku tidak sehat, seperti menggantung pakaian di kamar,
terik matahari, dan saling bertukar pakai benda pribadi, seperti
sisir dan handuk (Depkes, 2007)
2.2.2 Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka
tidak boleh dimandikan. Sehingga skabies sangat mudah
berkembang pada tempat disela-sela tubuh karena tidak
dibersihkan. Padahal jika rajin mandi kemungkinan besar
skabies akan susah berkembang ditubuh manusia. Seharusnya
jika sebagian budaya tidak membolehkan mandi bagi orang
yang sakit maka dapat dibersihkan dengan cara mengelap bagian
tubuh dengan handuk yang basah. Terutama pada tempat-tempat
yang mudah dihinggapi scabies (Muliyono, 1998).
2.2.3 Sosial Ekonomi
Kebersihan diri memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya. Yang menjadi
penghambat saat pencegahan penyakit skabies adalah
keterlambatan atau kurangnya uang kebutuhan yang dikirim
orangtua untuk para santri selama diasrama tiap bulannyaSebagian
dari santri apabila belum mendapatkan kiriman dari orangtuanya
mereka mandi tanpa menggunakan sabun atau sampo. Apabila
saat mandi kurang bersih maka penyakit scabies akan semakin