• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PENYULUHAN STUDI KASUS SOSIALISASI BENCANA GUNUNGAPI TALANG, SUMATRA BARAT SUPRIYATI ANDREASTUTI Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EVALUASI PENYULUHAN STUDI KASUS SOSIALISASI BENCANA GUNUNGAPI TALANG, SUMATRA BARAT SUPRIYATI ANDREASTUTI Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENYULUHAN

STUDI KASUS SOSIALISASI BENCANA GUNUNGAPI TALANG,

SUMATRA BARAT

SUPRIYATI ANDREASTUTI Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

Sari

Sosialisasi bencana gunungapi kepada masyarakat merupakan salah satu usaha mitigasibencana jangka panjang untuk menumbuhkan kesadaran terhadap resiko bencana. Konsep dan metoda yang tepat diperlukan untuk membentuk masyarakat yang mandiri dan tanggap dalam menghadapi resiko bencana. Erupsi G. Talang tangal 12 April 2005 telah memberikan pembelajaran dan menumbuhkan kesadaran baik terhadap masyarakat maupun pihak Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi untuk meningkatkan kualitas informasi, koordinasi serta mengetahui kekurangan penyelenggaraan proses evakuasi. Kesadaran masyarakat untuk melakukan pembenahan dan pelatihan kebencanaan merupakan modal yang utama dalam membentuk manajemen resiko bencana berbasis masyarakat (community based disaster risk management).

Pendahuluan

Penyebaran informasi merupakan faktor yang penting dalam mitigasi bencana karena berkaitan dengan keselamatan publik. Secara umum, definisi dari mitigasi bencana adalah segala usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana (korban jiwa dan kerugian harta benda). Mulyadi, dkk, (2006), membagi mitigasi bencana menjadi jangka panjang dan jangka pendek. Mitigasi jangka panjang merupakan segala usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak dari bencana dan dilakukan jauh sebelum bencana terjadi. Sedangkan mitigasi jangka pendek adalah tindakan untuk mengurangi penderitaan manusia maupun kerugian harta benda.

Sebagai salah satu sarana dari proses penanggulangan bencana jangka panjang, maka

penyebaran informasi kebencanaan kepada masyarakat perlu konsep dan metoda yang tepat agar informasi bersifat sistimatis, sederhana namun tepat sasaran. Beberapa unsur pokok yang perlu dipertimbangkan dalam penyebaran informasi kebencanaan kepada masyarakat adalah pemahaman karakter bencana dari daerah yang terkena atau berpotensi terkena bencana, latar belakang budaya, dan tingkat pemahaman masyarakat dalam menerima informasi.

(2)

merupakan hal yang pokok untuk dipelajari dan dikembangkan.

Dengan mengetahui kondisi geologi daerah yang bersangkutan maka dapat diperoleh gambaran tataan tektonik dari daerah tersebut. Pemahaman terhadap tataan tektonik suatu daerah adalah penting untuk mengetahui kondisi struktur dan proses geologi yang terjadi. Selanjutnya informasi ini berguna untuk memahami bencana geologi yang terjadi di suatu daerah. Sebagai contoh untuk memahami bencana erupsi gunungapi perlu mengetahui tataan tektonik di daerah tersebut karena tataan tektonik yang berbeda akan berpengaruh pada karakter erupsi dan kemungkinan faktor pemicunya. Gunungapi di Talang, daerah Sumatra Barat diketahui mengalami peningkatan sesudah terjadinya gempa tektonik di daerah tersebut. Selain itu dengan mempelajari sejarah kegiatannya dari variasi endapan yang dihasilkan maka dapat diketahui karakter erupsinya (tingkat erupsi, sifat/tipe erupsi dan jenis bahayanya). Dengan memahami karakter erupsinya maka bahaya yang ditimbulkan dapat diidentifikasi. Prosedur ini dilakukan sebelum menyiapkan sarana penanggulangan bahayanya. Dengan demikian bencana yang diakibatkan dapat dikontrol. Dalam melakukan identifikasi bahaya sangat perlu untuk melibatkan orang-orang yang potensial terkena bencana itu sendiri (OHSW, Hazard Management). Karena karakter dan perubahan yang terjadi dari masyarakat tersebut

(budaya, tingkat hidup, maupun tingkat kepadatan penduduk) akan mempengaruhi mereka dalam menanggapi bencana.

Sebagai contoh, sifat gotong royong dan kebersamaan merupakan salah satu karakter budaya masyarakat di sekitar G. Merapi, Jawa Tengah. Penyelenggaraan pernikahan yang melibatkan kebersamaan banyak orang di Desa Turgo, di tepi K. Boyong pada saat terjadi erupsi G. Merapi 22 November 1994 telah menyebabkan sekitar 69 orang meninggal. Penentuan zona-zona bahaya pada saat peningkatan aktivitas sangat penting dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dalam hal ini Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian yang menangani langsung aktivitas G. Merapi agar kejadian serupa tidak terulang.

Faktor lain adalah kebutuhan ekonomi. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, masyarakat yang tinggal di sekitar gunungapi dalam mencari nafkah cenderung mendekati sumber bahaya. Hal ini terjadi baik dengan melakukan penggalian pasir di sepanjang sungai yang merupakan alur utama lahar atau awan panas atau dengan mencari rumput untuk ternak peliharaan di lereng atas gunungapi tersebut.

(3)

budaya, degradasi lingkungan, kurangnya kesadaran dan informasi, perang serta kerusuhan sipil. Karena berkaitan dengan penyebaran informasi, maka dalam artikel ini hanya satu hal yang akan dibahas, yaitu masalah peningkatan kesadaran dan penyebaran informasi kepada masyarakat dalam kaitannya dengan kebencanaan.

Usaha Mitigasi Bencana melalui Penyebaran

Informasi

Sosialisasi kebencanaan melalui penyebaran informasi telah banyak dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terkait dengan bencana gunungapi, gempa, gerakan tanah dan tsunami. Sosialisasi kebencanaan dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyuluhan kebencanaan dilakukan secara langsung dengan memberikan informasi melalui sarana audio visual di daerah-daerah rawan bencana yang berpotensi untuk tertimpa bencana. Selain melakukan penyuluhan langsung, informasi kebencanaan juga dilakukan melalui penyebaran brosur, buku, leaflet dan sosialisasi Peta Kawasan Rawan Bencana.

Artikel ini membahas khusus tentang evaluasi penyebaran informasi kebencanaan gunungapi. Untuk saat ini sosialisasi kebencanaan gunungapi ditekankan pada gunungapi yang mempunyai frekuensi erupsi yang tinggi. Penyebaran informasi yang diberikan mencakup sosialisasi tentang

gunungapi terkait dengan manfaat, bahaya, dan dampak yang ditimbulkan serta cara-cara menghindari bahayanya.

(4)

Gambar 1. Diagram Alir informasi aktivitas gunungapi.

Untuk memahami makna dari status aktivitas gunungapi dan bahaya yang ditimbulkannya, maka dilakukan sosialisasi kebencanaan gunungapi pada masyarakat yang tinggal di sekitar gunungapi aktif. Aktivitas sosialisasi dilakukan pada saat status aktivitas gunungapi Normal atau Waspada. Lokasi sosialisasi kebencanaan dipilih pada daerah-daerah rawan bencana yang berpotensi terkena dampak erupsi.

Kendala dalam Penyebaran Informasi

Kegunungapian

Secara umum terdapat beberapa kendala dalam penyampaian sosialisasi kebencanaan kepada masyarakat, antara lain lokasi penyuluhan yang tepat tidak selalu dapat didatangi, karena daerah lokasi yang akan disuluh adalah rekomendasi dari Pemda, lokasi penyuluhan yang terpencar dan mencakup gunungapi di seluruh Indonesia, sedangkan frekuensi penyuluhan terbatas, sehingga penyebaran informasi masih belum maksimal. Untuk mendapatkan lokasi yang tepat perlu koordinasi dengan Pemda setempat. Biasanya lokasi yang lebih sesuai akan diajukan setelah suatu daerah menerima sosialisasi.

(5)

membentuk masyarakat di daerah Sleman lebih tanggap dalam menghadapi bencana.

Untuk mengetahui tingkat pemahaman dan kebutuhan informasi masyarakat, dilakukan evaluasi melalui kuisioner yang disebarkan kepada peserta sosialisasi. Responden diambil dari peserta sosialisasi kebencanaan gunungapi yang dilakukan di G. Talang pada tanggal 20 Februari 2008. Peserta terdiri atas masyarakat umum, tokoh masyarakat dan unsur pelaksana penanggulangan bencana. Hasil kuisioner memperlihatkan beberapa problem yang muncul pada penyebaran informasi (Tabel 1).

Alasan dilakukannya evaluasi di daerah ini, karena G. Talang mempunyai intensitas erupsi yang tinggi. Gunung ini terletak sekitar 60 km di sebelah timur Kota Padang, Sumatra Barat. Sepanjang tahun 2001-2008, telah terjadi beberapa kali peningkatan aktivitas di G.Talang (2597m), yaitu tahun 2001, 2003, 2005, 2007. Pada tahun 2005, gunungapi yang terletak di Kabupaten Solok, Sumatra Barat ini meletus. Peningkatan aktivitas G. Talang pada saat itu berakhir dengan erupsi yang terjadi pada tanggal 12 April 2005. Kejadian ini juga diikuti oleh pengungsian masyarakat yang tinggal di 5 kecamatan di sekitar G. Talang (Kecamatan Lembang Jaya, Danau Kembar, Bukit Sundi, Kubung, Lembah Gumanti dan Kecamatan Gunung Talang). Pengungsi saat itu berjumlah lebih dari 25,000 orang. Kejadian erupsi ini tidak hanya memberikan pelajaran bagi pihak Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Geologi tetapi juga pelaksana penanggulanan bencana (Pemda) dan masyarakat. Sosialisasi bencana gunungapi yang dilakukan oleh Tim PVMBG pada tanggal 20 Februari 2007 terhadap masyarakat di Kabupaten Solok telah memberikan beberapa masukan yang penting baik bagi pihak PVMBG maupun Pemda setempat untuk lebih mengembangkan diri (Tabel 1).

Usaha Peningkatan Pemahaman terhadap

Bencana

Secara umum, pemahaman kebencanaan di Kabupaten Solok cukup memadai. Namun, perlu pembaharuan dalam memberikan informasi agar dapat lebih dipahami. Beberapa solusi untuk peningkatan pemahaman masyarakat tercantum dalam Tabel 1 dan 2. Agar penyebaran informasi berjalan secara efisien, maka diperlukan beberapa persyaratan antara lain jenis materi yang disampaikan, kualitas penyuluh, cara penyampaian, bahasa yang digunakan dan sistimatika penyampaian. Materi yang disampaikan hendaknya menggunakan bahasa yang umum dipakai dan sederhana agar mudah dipahami. Selain itu juga diperlukan kualitas penyuluh yang mampu memahami peserta sosialisasi karena akan berpengaruh pada cara penyampaiannya.

(6)

informasi bencana memerlukan penyuluh yang mampu memahami karakter pendengarnya baik dari sisi budaya/kebiasaan maupun latar belakangnya. Penyampaian informasi dengan menggunakan bahasa setempat dan sesuai dengan kebiasaan/budaya setempat akan lebih mengena, karena berkaitan dengan kebiasaan sehari-hari.

Materi yang dibutuhkan berkaitan dengan kebencanaan gunungapi adalah jenis dan karakteristik bahaya, dampak bencana dan cara menghindari bahaya. Karena setiap gunungapi mempunyai karakteristik yang berbeda, maka

informasi yang diberikan kepada masyarakat juga berbeda tergantung lokasi gunungapi dimana mereka tinggal. Identifikasi jenis bahaya yang dihadapi oleh masyarakat sangat diperlukan dalam memberikan penyuluhan karena pemahaman akan lebih fokus sesuai yang dengan kenyataan yang akan dihadapi. Sebagai contoh, gunungapi dengan potensi letusan yang mengeluarkan abu dan awanpanas serta kemungkinan bahaya lanjutan seperti lahar, maka pemahaman tentang karakteristik bahaya tersebut dan cara menghindarinya perlu diutamakan.

Tabel 1. Problem dalam sosialisasi kebencanaan gunungapi di G. Talang, Kabupaten Solok,Sumatra Barat dan solusinya.

Problem Indikator Solusi/Capaian yang diinginkan

Informasi kebencaanaan *

• Sistimatika penjelasan • Materi yang disampaikan • Bahasa yang digunakan • Cara penyampaian

Informasi yang diperlukan **

• Jenis bahaya • Karakteristik bahaya • Dampak

• Cara menghindarinya

Peningkatan pengetahuan * • Kontinuitas informasi Pemutahiran data/informasi

Peningkatan kerjasama - • Penentuan jalur evakuasi Lokasi pengungsian Peningkatan kualitas sumber daya

manusia *

• Sosialisasi dilakukan pada masyarakat umum, aparat, tokoh masyarakat, pelaksana penanggulangan bencana Pelatihan kebencanaan

(simulasi bencana) -

• Melatih koordinasi antar petugas

(7)

Selain informasi tentang kebencanaan gunungapi, masyarakat juga perlu memahami makna dari status aktivitas gunungapi. Informasi yang akurat dari tenaga ahli diperlukan dalam memberikan rekomendasi kepada masyarakat. Selanjutnya bagaimana menyampaikan dan menggunakan informasi tersebut kepada publik tidaklah sederhana. Konsistensi dalam memberikan informasi merupakan faktor utama untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat.

Lebih lanjut, dalam melakukan penanggulangan bencana yang melibatkan masyarakat diperlukan pemahaman bahaya gunungapi yang disampaikan kepada masyarakat baik melalui sarana langsung (penyuluhan) ataupun melalui media (audio dan visual) serta pelatihan (gladi lapang) untuk melakukan evakuasi. Latihan proses evakuasi ini penting untuk memahami jalur-jalur dan lokasi pengungsian, karena jalur-jalur yang disiapkan berkaitan dengan karakter bahaya yang dihadapi. Dalam penyuluhan dan pelatihan perlu dikembangkan pemahaman bahaya dan cara-cara menghindari bahaya secara praktis. Sebagai contoh, bagaimana cara menghindari bahaya abu, awanpanas, gas dan lain-lain. Pengetahuan praktis ini perlu pelatihan agar masyarakat terbiasa dan terlatih dalam menghadapi bencana.

Salah satu faktor penting untuk mengatasi kegagalan dalam memberikan informasi kepada masyarakat adalah akurasi data dan konsistensi

dalam memberikan informasi. Tingkat akurasi data dipengaruhi oleh data yang diperoleh dari pemantauan dan pengolahannya. Hal ini selain tergantung pada kecanggihan peralatan juga keahlian dari pengolah data. Konsistensi dalam memberikan informasi bahaya yang akan dihadapi ini sangat penting agar masyarakat yang menerima informasi tersebut tidak bingung.

Menyiapkan Manajemen Bencana Berbasis

Masyarakat

(8)

Tabel 2. Sarana untuk peningkatan pemahaman bencana dan keluarannya

KEPERLUAN KELUARAN

Tahapan sosialisasi

•Masyarakat tahu bencana • Masyarakat memahami bencana • Masyarakat sadar bencana

•Masyarakat tanggap terhadap bencana

Sarana pengungsian

• Jalur pengungsian •Lokasi pengungsian •Sarana kesehatan •Air bersih, MCK •Dapur umum

Sarana evakuasi •Perbaikan jalan

Sarana transportasi (kendaraan)

Sistim peringatan dini •Tradisional

Berteknologi tinggi

Pembuatan peta penunjang •Peta Kawasan Rawan Bencana Peta Zona Resiko

Pengungsian • Tegantung dari arah erupsi (bersifat sektoral)

Pembuatan brosur/leaflet petunjuk praktis

•Jenis bahaya • Dampak bahaya

• Cara menghindari bahaya

Pembuatan Sistim Peringatan Dini • Peralatan yang dapat digunakan untuk penyampaian informasi

Dalam melakukan penyebaran informasi di daerah rawan bencana perlu diarahkan pada peningkatan kualitas pemahaman dan kesadaran masyarakat secara menyeluruh, intensif dan menerus sehingga terbentuk suatu masyarakat yang mandiri, responsif namun bertanggungjawab dalam menghadapi bencana. Tahap terakhir dari proses ini adalah melibatkan masyarakat dalam proses penanggulangan bencana agar berperan aktif. Karena peningkatan kualitas pelaksana penanggulangan bencana atau tokoh masyarakat saja tidak cukup efektif untuk membentuk masyarakat yang sadar bencana. Keterlibatan masyarakat, pemahaman bencana, kesadaran serta respon

yang merata dari setiap anggota masyarakat serta kerjasama dari masyarakat yang bersangkutan dalam dalam penanggulangan bencana akan menciptakan pengelolaan manajemen bencana berbasis masyarakat yang baik.

Beberapa tahapan kondisi masyarakat dalam kaitannya dengan pemahaman bencana dapat dilihat pada Tabel 2 poin 1. Untuk membentuk masyarakat yang tanggap bencana perlu pemahaman dan kesadaran akan risiko bahaya yang dihadapi.

(9)

contoh di daerah Sleman, lereng selatan Merapi telah diterapkan program wajib latih mulai tahun 2008. Program ini mewajibkan satu orang dari setiap keluarga untuk mengikuti wajib latih kebencanaan. Sebagai langkah awal adalah memberikan pelatihan kepada perwakilan anggota masyarakat (Training of Trainer, TOT) yang kemudian akan memberikan pelatihan lanjutan kepada masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat agar mandiri dan tanggap terhadap bencana tidak hanya dilakukan melalui kegiatan sosialisasi tetapi juga melalui pelatihan kebencanaan. Dengan pelatihan ini maka mayarakat akan memahami tindakan yang harus dilakukan pada saat terjadi bencana, diantaranya mengatasi kepanikan dan melakukan koordinasi untuk menyelamatkan diri melalui jalur-jalur evakuasi yang telah disediakan menuju lokasi pengungsian. Dengan pelatihan ini maka orang akan berusaha menolong diri sendiri dan orang lain untuk menghindari bahaya dengan benar.

Selain itu perlu dipasang sistim peringatan dini untuk memudahkan dalam memberikan informasi. Sistim ini berupa sirine dan digunakan pada saat terjadi peningkatan status aktivitas dari Siaga (Level III) ke Awas (Level IV, tertinggi), yang menyatakan bahwa semua orang yang tinggal di daerah terancam bencana diharuskan mengungsi. Penentuan daerah ancaman dan jalur-jalur bahaya dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigai Bnecana Geologi. Sedangkan instruksi untuk mengungsi

dilakukan oleh Pemda setempat. Status aktivitas gunungapi sendiri dibagi menjadi 4 tingkatan, dari yang terendah yaitu Normal, Waspada, Siaga dan Awas.

(10)

Kesimpulan

Penyebaran informasi dalam upaya penanggulangan bencana telah dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi baik melalui penyuluhan, seminar, penyelenggaraan kolokium hasil penyelidikan dan pembuatan buku, brosur maupun leaflet. Selain itu juga dilakukan pembuatan Peta Kawasan Rawan Bencana dan proses sosialisasinya dalam usaha memberikan pemahaman kepada masyarakat.

Penyebaran informasi agar dapat berjalan secara efektif memerlukan metoda yang tepat sesuai dengan sasaran masyarakat yang dituju. Pada masyarakat pendidik, tokoh masyarakat atau masyarakat umum atau aparat penanggulangan bencana akan berbeda metode yang disampaikan.

Keberhasilan penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi bencana untuk menghasilkan pemahaman pada masyarakat tidak cukup hanya dengan memberikan penjelasan dan informasi mengenai jenis bahaya, dampak maupun cara menghindarinya, tetapi juga melalui proses pelatihan bencana/gladi lapang. Untuk melakukan pelatihan bencana/proses evakuasi ini diperlukan pemahaman yang cukup dari resiko bencana dan kesadaran serta tanggung jawab masyarakat dalam menanggapi dan menghindari bahaya itu sendiri. Sehingga proses penyelamatan diri saat evakuasi dapat berlangsung secara efektif.

(11)

Saran

Berkaitan dengan usulan peningkatan kerjasama dan perbaikan koordinasi antar petugas pelaksana penanggulangan bencana ataupun lintas sektoral maka perlu dilakukan kerjasama penentuan jalur dan lokasi evakuasi permanen. Penentuan ini didasarkan pada Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi yang dibuat oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Penentuan ini tentunya juga mempertimbangkan perkem-bangkan sifat dan arah erupsi yang akan berpengaruh pada daerah ancaman.

Daftar Pusatka

Disaster Management Training Programme, PBB (DMTP, Modul Pelatihan Manajemen Bencana),

http://www.undmtp.org.

Occupational Health, Safety and Welfare (OHSW, Hazard management), http://www.unisa.edu.au/ohsw/proced ure/hazard.asp

Mulyadi, E., Abdurachman, O., Hilman, P.M., dan Priatna, 2006, Mengenal Konsep Penanganan Bencana, Bahaya Geologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Indonesia, Warta Geologi, Juni.

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir informasi aktivitas gunungapi.
Tabel 1. Problem dalam sosialisasi kebencanaan gunungapi di G. Talang, Kabupaten Solok,Sumatra Barat dan solusinya
Tabel 2. Sarana untuk peningkatan pemahaman bencana dan keluarannya

Referensi

Dokumen terkait

Apabila transaksi yang dilakukan oleh nasabah bertentangan dengan ketentuan Bank Indonesia ataupun tidak sesuai dengan batas kewajaran maka hal tersebut

Dalam proses Customer Due Diligence (CDD), bank wajib untuk mengelompokkan nasabahnya sesuai dengan tingkat resiko terjadinya pencucian uang berdasarkan analisis terhadap

Dari ketiga model Road Infrastructure for Economic Growth (RIEG) tersebut melalui hasil uji Determinasi diperoleh besarnya pengaruh infrastruktur jalan terhadap Produk Domestik

Tesis dengan judul “ SUPERVISI AKADEMIK KEPALA MADRASAH (Studi Pada MTs Darul Huffaz Lampung Kabupaten Pesawaran)” ditulis oleh : Subhan, NPM: 11522030008, Program

Pada proyek akhir ini juga menggunakan sensor rotary encoder untuk menghitung jumlah perputaran poros roda motor yang nantinya output pada rotary encoder yang

Pada pengubahan sebuah gambar menjadi grayscale dapat dilakukan dengan cara mengambil semua pixel pada gambar kemudian warna tiap pixel akan diambil informasi mengenai 3 warna

The development of sport is a part of an effort to enchance the quality of indonesian, which is specialized in enhancing the physics and spirits of all people, character,

Penelitian ini didasarkan pada fenomena yang terjadi yaitu adanya penurunan jumlah kunjungan wisatawan pada tahun 2011 ke kawasan obyek wisata ekowisata yang