• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERIZINAN TEMPA USAHA WARALABA DI PEMERINTAH KOTA METRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERIZINAN TEMPA USAHA WARALABA DI PEMERINTAH KOTA METRO"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PERIZINAN PENDIRIAN TEMPAT USAHA WARALABA DI PEMERINTAH KOTA METRO

(Jurnal)

Oleh:

AFIF ISHAR

1212011014

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

Judul Skripsi :PERIZINAN TEMPA USAHA WARALABA DI PEMERINTAH KOTA METRO

Nama Mahasiswa :AFIF ISHAR No Pokok Mahasiswa :1212011014

Bagian :Hukum Administrasi Negara

Fakultas :Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. HS. Tisnanta, S.H.,M.H. Sri Sulastuti, S.H.,M.Hum. NIP 19610903 198702 1 001 NIP 19620727 198703 2 004

2. Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara

(3)

ABSTRAK

PERIZINAN PENDIRIAN TEMPAT USAHA WARALABA DI PEMERINTAH KOTA METRO

Oleh

Afif Ishar, Dr. HS. Tisnanta, S.H., M.H., Sri Sulastuti, S.H., M.Hum. Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung, 35145 e-mail: Afifishar712@gmail.com

Bisnis usaha waralaba di Kota Metro sudah sangat menjamur, mulai dari toko swalayan, rumah makan dan jenis usaha waralaba lainya. Pedagang kecil di wilayah pelosok Kota Metro semakin terjepit, hal ini karena usaha waralaba semakin menguasi pelosok Kota Metro. Lantaran menjamurnya usaha waralaba tersebut, tidak menutup kemungkinan gulung tikar. Dalam rumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana oreantasi pengaturan waralaba di wilayah pemerintah kota metro dan Bagaimana implementasi kebijakan perizinan waralaba di wilayah di pemerintah kota Metro.

Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan,

selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa realitas yang menjadi dasar perlunya kebijakan atas perizinan pendirian tempat usaha waralaba dikarenakan perkembangan liberalisasi perdagangan tersebut memungkinkan terjadinya persaingan bebas antara pelaku usaha kecil dan pengusaha yang bermodal besar, yang mana apabila kondisi ini dibiarkan, UMKM pada akhirnya akan bangkrut. Oleh karena itu, perlu kiranya diciptakan iklim investasi domestik yang kondusif dalam upaya penguatan perdagangan berskala kecil di dalam negeri agar UMKM dapat menjadi penyangga ekonomi nasional.

Saran dalam penelitian ini adalah: Terlalu panjangnya birokrasi yang harus dilalui mengenai permohonan perizinan ini sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi maka dari itu terkait mekanisme permohonan perizinan setidaknya dipermudah agar izin tempat usaha waralaba yang ada di Kota Metro dapat mendapatkan izin dan juga yang tidak kalah penting adalah penambahan sumber daya manusia sebagai pengawas dan pengendali dari pihak pemerintah daerah.

(4)

ABSTRACT

FRANCHISE ESTABLISHMENT PERMIT BY LOCAL GOVERNMENT IN METRO CITY

By :

Afif Ishar, Dr. HS. Tisnanta, S.H., M.H., Sri Sulastuti, S.H., M.Hum. Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung, 35145 e-mail: Afifishar712@gmail.com

Franchise business in Metro City has been thriving, starting from conveniece store, restaurant and any other kind of Franchise. Small business owners in Metro’s sub-district been

progressively getting more squeezed, this problem is caused by Franchise domination at any corner of Metro City. Because of the rapid growth itself, it does not conclude the possibility of going out of business. As the problems in this research are fomulated in the following : “How is the orientation of Franchise Regulations under local government in Metro City?” “How is the implementation of Franchise Agreement Registration in Metro City?”

The approach methods regarding of the issues used here are Juridicial, Empirical and Normative Approach. The data collecting progress was conducted by theoritical study and social field study, followed by analyzing the data qualitatively.

The results and discussions in the research shows that in the reality, it became the base of the need of concerning Franchise Regulations regarding the growth of trading liberalization itself, it may potentially causing unrestrained competition between small businesses and corporates, if this conditon was left that way, it could make UMKM (Usaha Menengah, Kecil dan Mikro ) go bankcrupt. Therefore, it is such an obligatory to create a condusive domestic investment scene as an attempt to amplify local small businesses as national economy support.

This reseach suggests : Awfully long progress of birocration that have to be go through regarding of the permit application is one of the factors that have effect so related to the permit application mechanism, the progress should be way more convenient so Franchisee get the permit and adding more human resources to manage and observe by the local government is not less important.

(5)

I. PENDAHULUAN

Dalam perkembangan waralaba terutama masalah merek sangat pesat dan banyak dipasaran indonesia. Karna waralaba merupakan strategi pemasaran yang sangat menjanjikan, maka bukan tidak mungkin menjamur dan tersebar di berbagai pelosok daerah indonesia. Tentunya hal ini menjadi suatu permasalahan dalam keberlangsungan kegiatan usaha.

Beragamnya jenis – jenis usaha waralaba tentunya terdapat kesenjangan antara pedagang kecil dan pemilik – pemilik modal besar.Terbatasnya akses terhadap faktor modal, informasi, dan teknologi baik dari segi kepemilikannya, maupun dari segi distribusinya.Sebagai akibat terbatasnya akses ini, peningkatan fungsi dan peran serta posisi pasar tradisional yang juga sangat terbatas dibandingkan dengan pasar modern.Konsentrasi kegiatan perekonomian yang memperlebar jurang kesenjangan, sehingga menimbulkan persaingan tidak sehat.

Beberapa hal dapat mendasari beralihnya konsumen dari toko atau pasar tradisional ke minimarket,di antaranya adalah tempat yang lebih bersih serta barang-barang kebutuhan yang disediakan lebih lengkap dan berkualitas, serta konsumen dapat memilih sendiri barang kebutuhannya. Agar keberadaan waralaba dapat dikontrol, waralaba tidak serta merta bebas didirikan begitu saja, diperlukan izin agar waralaba dapat didirikan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Izin juga dapat dimaksudkan dalam mencapai berbagai tujuan tertentu.1

Persaingan usaha yang baik seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap pelaku usaha harus dipegang teguh agar tidak timbul

1Rooseno Hardjowidigdo, 1993, Perspektif

Pengaturan Perjanjian Franchise, Makalah Pertemuan Ilmiah Tentang Usaha Franchise dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi, Jakarta, BPHN, hlm 5

masalah – masalah yang akan menimbulkan kerugian di salah satu pihak. Haruslah dibuat suatu peraturan tentang waralaba yang konkrit di setiap daerah – daerah agar tercipta kegiatanusaha yang sehat dan saling menguntungkan terhadap semua pelaku usaha.

Hubungan kerjasama antara kedua belah pihak disahkan dalam sebuah ikatan perjanjian atau kesempatan.Pihak pemberi waralaba dapat memberikan arahan atau bimbingan tentang teknis usaha, manajemen maupun dari segi marketing produk kepada pihak penerima waralaba. Sedangkan dari penerima waralaba harus membayar sejumlah dana sebagaimana kesepakatan antara kedua belah pihak yang telah disepakati sebelumnya.2

Dalam mekanisme waralaba di Indonesia, Peraturan pemerintah nomor 42 tahun 2007 tentang waralaba mengatur mengenai kriteria, perjanjian waralaba, kewajiban pemberi waralaba, pendaftaran waralaba, pembinaan dan pengawasan, serta sanksi bagi pelaku usaha waralaba. Agar tidak terjadinya kesenjangan antara pelaku usaha kecil, menengah, maupun besar.

Peraturan - peraturan seperti Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Waralaba, Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba, yang juga menjadi tolak ukur terhadap pelaksanaan kegiatan waralaba. Adapun dalam hal tersebut harus mengacu pada pasal 17 UU nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat juga mengatur tentang adanya larangan praktek monopoli oleh pedagang besar, dalam hal ini adalah pemilik modal besar.3

2Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA,

LLM.2013, HUKUM BISNIS (konsep & kajian kasus).Malang, Setara Pres. Hlm 68

(6)

Esensi pengaturan terhadap waralaba sesungguhnya ditujukan pada perlindungan usaha kecil, Namun dalam prakteknya beragam jenis – jenis usaha waralaba tentunya terdapat kesenjangan antara pedagang kecil dan pemilik – pemilik modal besar.Terbatasnya akses terhadap faktor modal, informasi, dan teknologi baik dari segi kepemilikannya maupun dari segi distribusinya.Sebagai akibat terbatasnya akses ini, peningkatan fungsi dan peran serta posisi pasar tradisional yang juga sangat terbatas dibandingkan dengan pasar modern.Konsentrasi kegiatan perekonomian yang memperlebar jurang kesenjangan, sehingga menimbulkan persaingan tidak sehat.

Adapun kemudian dibutuhkan suatu instrumen yang secara spesifik mengatur mengenai kegiatan waralaba tersebut, salah satunya adalah perizinan.Izin dapat didefenisikan dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas yakni merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi.Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga.4

Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan.Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang.Ini menyangkut perkenaan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya.5

4Ridwan H.R, HUKUM ADMINISTRASI

NEGARA, PT. RajaGrapindo Persada, Jakarta, Hlm. 200

5Adrian Sutedi, 2010, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 168

Sedangkan dalam arti sempit yakni pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekedarnya.6

Hal pokok pada izin dalam arti sempit adalah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenaan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenaan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu/ dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan.7

Instrumen perizinan digunakan untuk mengarahkan/ mengendalikan (aturan) aktifitas tertentu, mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan oleh aktifitas tertentu, melindungi objek-objek tertentu, mengatur distribusi benda langka, seleksi orang dan/atau aktifitas tertentu.Dengan tujuan yang demikian maka setiap izin pada dasarnya membatasi kebebasan individu.Dengan demikian wewenang membatasi hendaknya tidak melanggar prinsip dasar negara hukum, yaitu asas legalitas.8

Pemerintah baik pusat maupun daerah yang memiliki fungsi regulator (pengaturan) terhadap permasalahan – permasalahan yang berkembang pada masyarakat, hendaknya bisa segera tanggap terhadap fenomena perkembangan pasar modern sebagai dari akibat adanya

6Ridwan H.ROp.cit Hal 201 7Ibid.Hal202

(7)

liberalisai perdagangan.Pada kenyataannya pemberian izin waralaba diberbagai daerah justru menimbulkan dampak yang negatif terutama bagi keberlangsungan pasar tradisional dan pengusaha kecil lainnya terutama aspek sosial budaya serta dampak negatifnya bagi pedagang kecil dan pasar tradidional yang disekitarnya yang pada akhirnya mengancam eksistensi pelaku ekonomi bermodal kecil tersebut.

Pada perkembangannya bisnis usaha waralaba di Kota Metro sudah sangat menjamur, mulai dari toko swalayan, rumah makan dan jenis usaha waralaba lainya.Pedagang kecil diwilayah metro semakin terjepit, hal ini karena usaha waralaba Indomaret, Alfamart semakin menguasi pelosok Kota Metro.Bila hal ini tidak segera dihentikan dapat berdampak pada pedagang tradisional, sehingga jangan sampai permasalahan kedepan semakin berkembang dan berlarut–larut sudah ada dimana–mana dan berdampak pada warung kecil.Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan suatu pengawasan terhadap jenis usaha waralaba di Kota Metro, agar kegiatan pengelolaan waralaba di Kota Metro dilakukan dengan terarah, dan memperhatikan kepentingan usaha mikro kecil, menegah, terutama pedagang kecil dan pasar tradisional.

Hal inilah yang menjadi landasan peneliti mengambil bahasan tentang Perizinan Tempat Usaha Waralaba Di Pemerintah Kota Metro

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah orientasi pengaturan waralaba di Pemerintah Kota Metro? 2. Bagaimanakah implementasi

kebijakan perizianan waralaba di Pemerintah Kota Metro?

II. METODE PENELITIAN Peneliti menggunakan pendekatan masalah dengan cara normatif empiris. Suatu penelitian hukum normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama, menelaah hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi hukum, pandangan dan doktrin-doktrin hukum, peraturan dan sistem hukum.9

Penelitian hukum empiris dilakukan dengan meneliti secara langsung ke lapangan untuk melihat secara langsung penerapan peraturan perundang-undangan atau antara hukum yang berkaitan dengan penegakan hukum, serta melakukan wawancara dengan beberapa responden yang dianggap dapat memberikan informasi mengenai pelaksanaan penegakan hukum tersebut.

2.1 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

1. Data primer adalah data yang bersumber dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi di Kota Bandar Lampung, yaitu:

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang bersumber dari buku-buku ilmu hukum dan tulisan-tulisan hukum lainnya.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang bersumber dari kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, majalah, surat kabar dan jurnal penelitian hukum serta bersumber dari bahan-bahan yang didapat melalui internet.

9

(8)

2.2 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan (library research) atau studi dokumen.

Studi kepustakaan dilakukan peneliti dalam rangka memperoleh data sekunder yang dilaksanakan dengan cara membaca, mempelajari, mengutip dan merangkum data yang berasal dari literatur-literatur, jurnal penelitian hukum atau bahan lainnya berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

b. Studi lapangan (field research)

Studi lapangan dilakukan dengan teknik wawancara (interview) yang bertujuan untuk mengumpulkan data dengan cara mengajukan pertanyaan kepada informan penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara, sehingga tanya jawab dan diskusi menjadi lebih terarah sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian.

Pengolahan data dilakukan setelah data yang dibutuhkan terkumpul, baik berupa dari primer maupun data sekunder.

2.3 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara analisis kualitatif, yaitu dengan cara menguraikan secara terperinci hasil penelitian dalam bentuk kalimat-kalimat sehingga diperoleh gambaran yang jelas dari jawaban permasalahan yang dibahas guna dibuat rangkuman untuk pembahasan pada bab-bab berikutnya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Gambaran Umum Pendirian

Tempat Usaha Waralaba Di Pemerintah Kota Metro

Melalui Peraturan Daerah kota Metro Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro Tahun 2011 – 2031. Di dalam pasal 4 peraturan

Daerah Kota Metro Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro 2011 – 2031 ini menyatakan bahwa penataan ruang wilayah Kota Metro bertujuan untuk mewujudkan ruang Kota Metro sebagai Kota pendidikan yang berbudaya dan bertaraf nasional. Yangmana dari Peraturan Daerah tersebut menyiratkan untuk memberikan ruang bagi para pelaku usaha waralaba atau pada pelaku usaha pada umumnya untuk berkembang dan menjadi salah satu solusi atas tumbuh kembangnya ekonomi kerakyatan yang terpadu dan merata meliputi pembedayaan pelaku usaha.

Dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan kegiatan usaha, ketentuan yang selanjutnya diatur dalam pasal 28 ayat 3 huruf h Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro Tahun 2011 – 2031 Tentang Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya salah satu yaitu peruntukan sektor informasi. Peruntukan sektor informasi kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (3) huruf b meliputi UKM dan Pusat Perbelanjaan.

Penjelasan dari Peraturan Kota Metro Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro Tahun 2011 – 2031 pasal 39 ayat (1) adalah pembangunan ruang untuk sektor informal dikembangkan bertujuan untuk menampung dan mengakomodir kegiatan pelaku usaha sebagai bagian dalam pengembangan sektor perdagangan sebagai penanganan dibidang ketenagakerjaan yang dapat menjadi permasalahan sosial akibat meningkatnya angka pencari kerja baik dari kota maupun pendatang dari desa.

(9)

keamanan, dan keselamatan, keserasian, keselarasan, keseimbangan, keadilan, transparansi, akuntabilitas, keberdayagunaan, keberhasilgunaan, serta kebersamaan dan kemitraan sesuai dengan visi Kota Metro yaitu “ Mewujudkan Kota Metro sebagai kota penddikan yang unggul dan masyarakat yang sejahtera “

Dengan demikian, Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah, harus memiliki peran sangat mendasar dalam menentukan arah pemerintahan. hal ini untuk menghindari adanya celah bagi pihak lain untuk masuk dan menyalahgunakan peran yang dimilikinya. Apabila hal ini terjadi maka secara politik negara akan lemah karena intervensi kekuatan politik diluar dirinya yang melamahkan negara dengan kekuatan lain yang secara ekonomi kekuatan modal luar mengganggu sumber daya alam yang dimiliki oleh negara.

Apabila kekuatan ekonomi luar dapat digunakan untuk mencapai kesejahteraan rakyat , maka terbentuklah suatu negara yang maju dan berkembang. Sumber daya ekonomi suatu negara adalah suatu aset yang paling rentan, apalagi dalam konteks perdagangan bebas. Berbagai tingkat dan ukuran pengusaha mengambil mamfaat dari ruang yang disediakan oleh pemerintah untuk mencari keuntungan. Di dalamnya ada pelaku usaha mikro kecil dengan aneka usaha kecil yang mengisi apa yang disebut sektor informal dan pelaku usaha menengah dan besar mengisi sektor formal. Dalam domain pasar bebas, lingkungan kompetesi yang sempurna dari setiap pelaku usaha dan tingginya kedaulatan pembeli dan konsumen dapat menciptakan kestabilan harga dan kenyamanan dalam berusaha.10

Namun dalam perkembangannya, persaingan penuh yang diharapkan terjadi tidak selamanya berjalan sesuai dengan harapan. Bahkan kedaulatan pembelipun

10Pat Devine, 1995, Demokrasi dan Perencanaan Ekonomi, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, hal 29

sepenuhnya tidak tercipta begitu saja karena lemahnya akses konsumen untuk memantau produksi yang dipasaarkan. Akibatnya harga tidak stabil dan persaingan menjadi tidak sehat. Korban utama dari persaingan yang tidak adil ini adalah pelaku usaha kecil dan mikro atau sektor informal.11

Pemerintah turut andil dalam menyelenggarakan GoodGovernance di daerah yang merupakn cita – cita yang menjadi visi setiap penyelenggaraan pemerintahan. Secara sederhana, good governance dapat diartikan sebagai prinsip dalam mengatur pemerintahan yang memungkinkan layanan publiknya efesien, sistem pengadilannya bisa diandalkan, dan administrasinya bertanggungjawab pada publik. Menurut Hardijanto, pengertian governance mengandung makna yang lebih luas dari pada goverment, karena tidak hanya mengandung arti sebagai proses pemerintahan, tetapi termasuk didalamnya mencakup mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan sektor negara, masyarakat, dan swasta.12

Daerah berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, swasta mendorong terciptanya lapangan pekerjaan dan pendapatan masyarakat, dan masyarakat berfungsi mewadahi interaksi sosial politik, memobilisasi kelompok sosial untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, sosial, dan politik. Sedangkan goverment hanya mengacu pada mekanisme suatu pengelolaan berdasarkan kewenangan tertinggi.13

Ada sembilan asas umum pemerintaha yang baik (good governance principle), yang selama ini menjadi acuan bagi literatur, yaitu:14

11Ibid hal 31

12Dr. Panji Santosa, Msi. 2008, Administrasi Publik (Teori dan Aplikasi Good Governance), Bandung, Refika Aditama, hal. 55

(10)

1) Asas kecermatan formal. 2) Fairplay.

3) Perimbangan.

4) Kepastian hukum formal. 5) Kepercayaan.

6) Persamaan. 7) Kecermatan.

8) Asas keseimbangan.

Setiap pejabat publik berkewajiban memberikan jaminan bahwa dengan berurusan dengan penyelenggara daerah, setiap masyarakat pasti akan memperoleh kejelasan tentang tenggang waktu, hak, kewajiban, dan lain – lain. Sehingga adanya jaminan bagi masyarakat dalam memperoleh keadilan, khususnya dalam berhadapan dengan penyelenggara daerah sebagai pembuat dan pelaksana kebijakan publik. Dengan demikian dalam rangka good governance, setiap pejabat publik berkewajiban memberikan perlakuan yang sama bagi setiap warga masyarakat dalam menjalankan fungsi sebagai pelayan publik (equality before the law).15

Birokrasi yang berorientasi prestasi mampu menciptakan pelayanan yang prima, mengutamakan kemanfataan dari pada hasil, dan berorientasi pada pada tujuan yang telah ditetapkan bersama. Sistem penyediaan pelayanan publik yang biasanya ditangani melalui mekanisme administratif, menjadi suatu penyediaan publik yang berdasarkan intensif pasar. Untuk itu budaya birokrasi harus dapat membangun tumbuhnya budaya demoklrasi.16

Seorang birokrat dituntut untuk berfikir enterprenuership, inovatif, dan kreatif dalam melaksanakan tugas – tugasnya namun tanpa perlu melanggar aturan yang sudah ada di birokrasi pemerintahan. Diperlukan selain strategi yang tepat, pemehaman aturan yang baik, keberanian yang cukup, namun terutama dapatnya dipertanggungjawabkan tujuan atau

15Ibid hal 59 16Ibid hal 60

manfaat kebijakan yang diambil setiap birokrat. Banyaknya aturan yang saling tumpang tindih, akan membuat seorang birokrat terhalang untuk berbuat yang terbaik dalam menjalankan tugas. Kebijakan itu kemudian dapat merugikan masyarakat umumnya, diantaranya pelaku ekonomi.17

Dalam pandangan ekonomi khususnya, birokrasi adalah salah satu penentu utama dalam suksesnya kebijakan – kebijakan pembangungan ekonomi yang akan dilaksanakan oleh para pelaku ekonomi, terutama para pengusaha, kelompok masyarakat produktif lainnya, termasuk lembaga – lembaga pembiayaan, bahkan bagi lembaga ekonomi pemerintah sendiri.18

Untuk mengatasi hal ini, dibutuhkan suatu pengawasan untuk menata agar kompetesi berjalan secara adil, sehingga semua yang mempunyai kedudukan dan peranan yang sama. Demikian juga dalam melakukan usaha, pelaku usaha kecil dimungkinkan bersaing dengan pelaku usaha besar yang memiliki modal nyaris tanpa batas akibat kemudahan akses kepada pihak perbankan dan agunan yang beraneka ragam. Disinilah peran pemerintah diharapkan hadir membantu menyelesaikan dan mencipkan iklim usaha yang adil bagi keduanya. Sektor formal cukup penting untuk diperhatikan, namun sektor informal jauh lebih penting untuk lebih diperhatikan karena daya serapnya yang sangat tinggi akan tenaga kerja yang tak mampu diserap oleh sektor formal.19

Keberadaan pedagang kecil di Kota Metro masih bertahan, toko – toko kecil masih menjadi pilihan masyarakat untuk belanja kebutuhan sehari – hari. Pemerintah Kota Metro harus mengadakan pembenahan agar para pedagang kecil tetap bertahan

17Dr. Marsuki, SE., DEA. 2010, Potret Ekonomi Politik Indonesia, Jakarta, Mitra Wacana, Media, hal 83

18Ibid, hal 85

(11)

dilingkungan masyarakat. Atas dasar itu, dengan adanya perizinan tempat usaha waralaba diharapkan dapat mengatur tata kelola pelaku usaha kecil, menengah, dan besar. Adanya pertumbuhan jenih usaha waralaba salah satunya toko swalayan di Kota Metro yang mulai berkembang, maka yang harus dilakukan adalah membuat kebijakan dan penempatannya sesuai dengan tata ruang wilayah Kota Metro.

Dengan adanya penataan perizinan pendirian tempat usaha waralaba diwilayah Kota Metro yang berkualitas dan berbasis kearifan lokal, maka tentu saja kelebihan toko swalayan diatas dalam memanjakan konsumen jauh diatas kemampuan toko – toko kecil. Pendekatan yang tidak partisipasif telah menyebabkan pengelolaan yang tidak sinergis. Proses pemoderanan pedagang kecil untuk berjualan digedung baru serta untuk menarik para pedagang untuk berjualan didalam area pertokoan disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor – faktor tersebut adalah keadaan yang mengubah kultur yang menyebabkan kesulitan para pedagang kecil, bermodal kecil, dan pola permodalan harian untuk bertahan didalam area gedung baru. Pilihan ini ditempuh oleh pedagang berkaitan dengan belanja masyarakat (konsumen) yang tidak mau direpotkan oleh kesulitan akses pedagang.20

Hal ini yang perlu diperhatikan adalah adanya pedagang yang memilih berjualan ditrotoar dan area jalan raya. Kebijakan pemerintah dalam membangun sistem perdagangan yang bernuansa modern yang dibagi distribusinya menjadi kios – kios tersebut kemudian memiliki harga yang tinggi dimana pedagang kecil tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk membeli kios – kios tersebut. Bahkan dengan mencicil sekalipun kemampuan pedagang kecil tersebut masih terbatas.

20Disdag.metrokota.go.id

Meningkatnya toko swalayan diakibatkan oleh beberapa faktor:

1) Masyarakat kelas menengah kebawah dibutuhkan akses pasar yang murah dan dekat.

2) Meningkatkan mingrasi dari desa ke kota. Disisi lain adalah

meningkatnya daya tarik kota (pull factor) dimana kota terus

mempercantik diri dengan

pembangunan dan infrastruktur dan fasilitas publik bagi masyarakat. 3) Krisis ekonomi 1997 telah

mengakibatkan ambruknya sektor ekonomi formal yang

menyebabkan terjadinya

rasionalisasi pemutusan hubungan kerja (PHK) disektor ekonomi kota yang tinggi dan menuntut mereka memilih sektor informal untuk bertahan hidup.

4) Mudahnya memperoleh modal usaha.

3.2 Orientasi Pengaturan Perizinan Tempat Usaha Waralaba Di Pemerintah Kota Metro

(12)

Melalui instrumen penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam perumusan kebijakan pemberian izin terhadap tempat usaha waralaba di Pemerintah Kota Metro untuk mengatasi permasalahan hukum dalam penyelanggaraan pendirian tempat usaha waralaba di Kota Metro. Hukum itu sendiri harus dipatuhi, hukum itu juga harus diterima secara inter-subjektif oleh para targetnya. Legitimasi yang berasal dari penerimaan inter-subjektif tersebut memberikan daya ikat dan memperhatikan kearifan lokal masyarakat.21

Dalam konteks perizinan tempat usaha waralaba diwilayah Pemerintah Kota Metro diatur tentang konteks sosiologis dari para pemegang kepentingan, yaitu pemerintah, pelaku usaha, dan kegiatan masyarakat Pada umumnya. Mengingat bahwa ketersedian informasi publik merupakan hak masyarakat dan kewajiban pemerintah untuk menyediakannya. Pemerintah yang terbuka dan berdampak sosiologis dimana kepercayaan pada pemerintahannya dapat memperkokoh jalannya pemerintahan.

Pemerintah Kota Metro harus menata pendirian perizinan tempat usaha waralaba untuk melindungi pelaku usaha kecil dan menengah. Penataan dilakukan dengan tetap berpedoman dengan kebijakan tata ruang wilayah agar keberadaan toko dan pasar swalayan tidak mngakibatkan ketidakadilan bagi pedagang kecil. Penataan dilakukan dengan mekanisme izin yang kewenangannya berada pada walikota. Jangan sampai keberadaan toko modern dan Mall menjamur sampai mengganggu keindahan kota dan mengurangi daya tarik pedagang – pedagang kecil yang tidak diperhatikan dengan baik. Dalam konteks ini, diharapkan pada masa yang akan datang melalui kerjasama berbagai pihak perlu

21Phillipe Nonet dan Phillip Selznick, 2008, Hukum Responsif, cet, kedua, Bandung, Nusa Media, hlm 84

dibangun sebuah kesepakatan bersama dari setiap pelaku usaha kecil.

Dalam melaksanakan perlindungan hukum terhadap pelaku usaha kecil, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Peraturan Presiden ini mengatur mengenai kemitraan dan perizinan serta pembinaan. Aspek yang diatur melalui Peraturan Presiden diatas meliputi definisi, zonasi, kemitraan, perizinan, syarat perdagangan, kelembagaan pengawas, dan sanksi. Permasalahan zonasi, Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk mengatur didasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang mengacu pada Undang – Undang Tata Ruang.

Peranan perizinan dalam era pembangunan yang terus menerus berlangsung ternyata amatlah penting untuk terus ditingkatkan, apalagi dalam era globalisasi dan industrialisasi, kita melihat bahwa semua pembangunan yang dijalankan tiada maksud lain selain untuk membawa perubahan dan pertumbuhan yang fundamental dimana sektor industri akan dominan yang ditunjang oleh sektor pertanian yang tangguh.22

Demikian pula dalam dunia bisnis atau dunia usaha, perizinan jelas memegang peranan yang sangat penting bahkan bisa dikatakan perizinan dan pertumbuhan dunia usaha bisa dikatakan sebagai dua sisi mata uang yang saling berkiatan. Dunia usaha tidak akan berkembang tanpa adanya izin yang jelas menurut hukum, dan izin berfungsi karena dunia usaha membutuhkannya. Dunia usaha akan berkembang bila izin yang diberikan mempunyai satu kesatuan yang pasti,

(13)

sehingga perizinan dan dunia usaha dapat bekerja dengan nyaman.23

Masalah perizinan dan masalah kemudahan dalam berusaha harus mampu menciptakan iklim usaha yang bergairah. Kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi yang dilakukan terhadap dunia usaha merupakan salah satu cara, maka salah satu langkah yang cukup

menunjang adalah dengan

memberlakukannya Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) seperti dalam Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan.24

Faktor perizinan seringkali menjadi sorotan masyarakat bila dirasa mengalami kesulitan dan hambatan dalam mengembangkan usahanya. Prinsip dasar yang perlu dipegang dalam masalah perizinan dan kewajiban dunia usaha adalah bahwa dalam setiap kegiatan usaha diperlukan adanya izin. Dengan adanya izin, seseorang atau badan hukum, dapat mempunyai serangkaian hak dan kewajiban yang membuatnya dapat menikmati dan mengambil manfaat untuk keuntungan usahanya. Pemerintah dapat pula mengambil langkah pertimbangan keterbatasan dan jasa kestabilan untuk memelihara persaingan usaha yang sehat dengan membatasi pemberian izin usaha.25

Keterbatasan peluang yang diberikan berikut perimbangan kestabilan ekonomi untuk menjaga terselenggaranya persaingan yang sehat, maka penerbitan izin dibatasi, walaupun permintaan izin terus meningkat. Hal ini berakibat harga izinpun meningkat. Akan lebih parah lagi dengan izin tersebut prospek keuntungan yang akan diperoleh cukup besar dan meyakinkan, apalagi dengan pemberian

23Nicholas Hendry, 1995, Administrasi Negara dan Masalah – Masalah Publik, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hal 45

24Saul M. Katz, 1992, Modernisasi Administrasi untuk Pembangunan Nasional, Jakarta, Rineka Cipta, hal 18

25Ibid hal, 19

izin dapat diciptakan kedudukan monopoli / oligopoli bagi pemilik izin tersebut.26

Sebagai kompensasi atas izin yang diperoleh karena kenikmatan bagi keuntungan usahanya. Para usahawan akan dibebani dengan seperangkat kewajiban seperti pemenuhan persyaratan yang harus dipatuhi, persyaratan menyampaikan informasi yang harus dipatuhi, persyaratan menyampaikan informasi dan persyaratan laporan tentang kemajuan usahanya dan seterusnya.27

Macam – macam perizinan dalam dunia bisnis, bisa meliputi perizinan disektor pemerintahan umum, sektor agraria / pertanahan, sektor perindustrian, sektor usaha / perdagangan, sektor pariwisata, sektor pekerjaan umum, sektor pertanian, sektor kesehatan, sektor sosial dan sektor – sektor lainnya. Betapa banyaknya perizinan diberbagai faktor yang harus dimiliki oleh setiap pengusaha sebelum menjalankan bisnisnya.28

Begitu peliknya masalah perizinan, pemerintah telah mengeluarkan peraturan yaitu Inpres No. 5 Tahun 1984 tanggal 11 April 1984 tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Pengendalian Perizinan Dibidang Usaha. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menyederhanakan sistem perizinan yang begitu banyak berikut pelaksanaannya. Dikeluarkannya pedoman ini dimaksudkan guna menunjang berhasilnya pelaksanaan pembangunan yang bertumpu pada trilogi pembangunan yaitu pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, stabilitas nasional yang sehat dan dinamis, serta pemerataan pembangunan dan hasil–hasilnya.

26Ibid hal 20 27Ibid hal 22

(14)

Dalam masalah dunia bisnis, ada 4 (empat) masalah izin yang terkait, yaitu:29

1) Adanya bentuk dan jenis izin yang diselenggarakan umumnya secara bertahap, yang diawali dengan letter of intentuntuk mendapatkan izin prinsip yang kemudian dikenal dengan adanya izin sementara, izin tetap dan izin perluasan.

2) Adanya badan hukum yang dipersyaratkan dalam perizinan sehingga dapat berbagai kemungkinan badan hukum berdasarkan ketentuan hukum yang berbeda.

3) Adanya bidang kegiatan industri yang dalam pemberian izinnya dibedakan antara bidang yang dikelola oleh departemen – departemen seperti perindustrian, pertanian, pertambangan, dan energi, serta departemen – departemen lainnya.

4) Dibidang perdagangan pada dasarnya izin diterbitkan oleh departemen perdagangan, namun dipersyaratkan pula untuk mendapatkan rekomendasi dari departemen terkait, sehingga jalurnhya menjadi lebih panjang.

Berkaitan dengan permasalahan izin diatas, maka untuk memperoleh izin itu srendiri, biasanya diperlukan persyaratan yang selalu mengacu pada lima hal seperti :30

1) Syarat untuk mendapat izin.

2) Bobot kegiatan yang dikaitkan dengan izin yang diberikan.

3) Berbagai persyaratan penopangnya yang terkait dengan dampak pemberian izin bersangkutan. 4) Berbagai hak dan manfaat yang

dapat digunakan oleh penerima izin.

29

Richad Burton Simatupang, S.H, 1995, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Jakarta, Rineka Cipta, hal 192

30Ibid hal. 194

5) Penerima izin diharuskan untuk memenuhi kewajiban, sesuai dengan pengarahan pemerintah, misalnya untuk peningkatan ekspor, penyediaan lapangan kerja, menjadi bapak angkat, mendorong ekonomi lemah, koperasi, pencegahan pencemaran dan sebagainya.

Dalam kegiatan perizinan, seringkali ditemukan adanya masalah yaitu antara pihak pemberi izin yang membebani berbagai persyaratan dan kewajiban serta sanksi yang diberikan oleh pemerintah, dengan pihak yang meminta izin yang harus memnuhi syarat dan memenuhi kewajiban. Sebagaimana diketahui banyak izin yang memberikan peluang bagi pemilik izin untuk mendapat keuntungan besar. Misalnya izin untuk menjadi penyalur produk tertentu pada pemerintah atau izin mendirikan badan usaha tertentu yang dapat memungkinkan mendapatkan kedudukan monopoli atau oligopoli. Untungnya, tidak semua badan usaha tidak memerlukan adanya izin.31

Menurut Keppres No. 53 tahun 1988, disebutkan adanya beberapa kegiatan usaha yang tidak dikenakan ketentuan wajib daftar perusahaan dan kaitannya dengan izin, yaitu:32

1) Usaha atau kegiatan yang bergerak dibidang perekonomian dan sifat serta tujuannya tidak semata –mata tidak mencari keuntungan atau laba.

2) Bidang- bidang usaha seperti pendidikan formal dalam segala jenis dan jenjang yang diselenggarakan oleh siapapun, pendidikan non formal yang dibina

oleh pemerintah dan

diselenggarakan bersama

(15)

masyarakat serta dalam bentuk badan usaha.

3) Notaris.

4) Penasehat hukum.

5) Praktek perorangan dokter, dan prakter berkelompok dokter.

6) Rumah sakit. 7) Klinik pengobatan.

Dalam kaitannya terhadap pendirian tempat usaha waralaba, salah satu hal yang penting ialah Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan perdagangan. Dasar hukum untuk mendapatkan SIUP adalah UU No. 3 tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan, yang menyebutkan bahwa suatu perusahaan wajib didaftarkan dalam jangka waktu tiga bulan setelah perusahaan menjalankan usahanya.33

Untuk melaksanakan ketentuan diatas, maka khususnya ketentuan mengenai izin, telah dikeluarkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor : 1458/Kp/XII/84 tanggal 19 Desember 1984 Tentang Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Dalam Keputusan Menteri tersebut disebutkan bahwa setiap perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan diwajibkan memiliki SIUP, untuk memperoleh SIUP ini, perusahaan terlebih dahulu wajib mengajukan Surat Permohonan Izin (SPI) yang dapat diperoleh secara cuma – cuma pada kantor wilayah Departemen Perdagangan atau kantor Perdagangan setempat.34

Ketentuan perusahaan yang harus memiliki SIUP dibedakan atas tiga kelompok, yaitu:35

1) Perusahaan kecil, yaitu perusahaan yang mempunyai modal dan kekayaan bersih (netto) dibawah Rp. 25.000.000.

33Op.cit,Richad Burton Simatupang, S.H, hal 196 34Ibid hal. 198

35Ibid hal 200

2) Perusahaan menengah, yaitu perusahaan yang mempunyai modal dan kekayaan bersih (netto) Rp. 25.000.000 sampai dengan Rp. 100.000.000.

3) Perusahaan besar, yaitu perusahaan yang memiliki modal kekayaan bersih diatas Rp. 100.000.000.

Sebagai salah satu upaya untuk menjaga atau menghilangkan persaingan, menjaga kepentingan umum, dan meningkatkan efesiensi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan iklim usaha yang kondusif melalui peraturan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya menjamin adanya kepastian usaha bersama yang sama bagi para pelaku usaha kecil, menengah, dan besar.36

Adapun sesuatu yang dilarang yaitu berupa atau beberapa bagian, baik sendiri maupun dengan kelompok lain yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang berupa menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan usaha yang sama pada pasar bersangkutan atau mematikan usaha pesaingnya dipasar bersangkutan sehingga dapat terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.37

Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi atau pemasaran barang atau jasa tertentu sehingga dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Terdapat unsur – unsur dari praktek monopoli yaitu:38

36Pasal 3 undang – undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

37Ibid pasal 17

(16)

1) Terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi pada satu atau lebih pelaku usaha.

2) Adanya penguasaan atas produksi atau pemasaran barang atau jasa tertentu.

3) Terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

4) Tindakan tersebut merugikan kepentingan umum.

Pemusatan kekuatan ekonomi yang nyata atas suatu pasar barang atau jasa tertentu oleh satu atau lebih pelaku usaha yang dengan penguasaan itu pelaku usaha tersebut dapat menentukan harga barang dan jasa. Sedangkan persaingan usaha tidak sehat dapat terjadi bila persaingan yang terjadi diantara para pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi atau pemasaran barang atau jasa dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau dapat menghambat persaingan usaha.39

Persekongkolan dalam bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk melalukan pasar bersangkutan bagi kepentingan usaha yang bersekongkol. Pelaku usaha dilarang melakukan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung, yang artinya pelaku usaha tidak memiliki pesaing serupa menentapkan syarat – syarat perdagangan untuk mencegah atau menghalangi konsumen untuk mendapatakan barang dan jasa untuk bersaing baik dari segi harga maupun dari segi kualitas.

Membatasi pasar dan perkembangan teknologi, menghambat pelaku usaha lain ysng berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan, seorang yang menduduki jabatan Direksi atau Komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan tersebut berada pasar

39Pasal 1 angka 3Undang – Undang Nomor 5

Tahun 1995 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

bersangkutan yang sama, memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan jenis usaha atau secara bersama menguasai pangsa pasar dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan bidang usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama. Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan, peleburan badan usaha yang dapat melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Dilarang melakukan pengambilalihan saham lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.40

Untuk mengawasi kegiatan pelaku usah dalam praktek monopoli dan praktek persaingan usaha tidak sehat, dibentuklah komisi yang secara penuh mengisi kegiatan pelaku usaha tersebut. komisi yang dimaksud adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Komisi Pengawas Persaingan Usaha diberikan kewenangan dan pengawasan dalam upaya menanggulangi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.41

Karena usaha mikro memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia berbasis kerakyatan. Pemerintah memfasilitasi dalam bidang produksi, pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, serta desain dan teknologi. Pemerintah daerah memprioritaskan usaha mikro, kecil, dan menengah melalui:42

40Ibid pasal 20 41Ibid pasal 30

(17)

1) Pemberian kesempatan untuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah dan pemerintah daerah.

2) Pencadangan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah, melalui pembatasan bagi usaha besar. 3) Kemudahan perizinan.

4) Penyediaan pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan, dan fasilitas teknologi dan informasi.

Dalam memperdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah, seluruh kebijakan yang berkaitan dengan usaha mikro, kecil, dan menengah haruslah menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi. Kebijakan – kabijakan yang disusun dengan maksud memperdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah. Secara umum struktur dan materi dari kebijakan – kebijakan tersebut memuat tentang ketentuan umum, asas, prinsip, dan tujuan pemberdayaan, kriteria, penumbuhan iklim usaha, pengembangan usaha, pembiayaan dan penjaminan, kemitraan dan koordinasi pemberdayaan, sanksi administrasif dan ketentua pidana. Baik pemerintah maupun pemerintah daerah menunbuhkan iklim usaha dengan menetapkan kebujakan – kebijakan yang meliputi aspek – aspek pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizanan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang, dukungan kelembagaan.43

Sementara itu, usaha mikro yang mampu mereduksi ketimpangan pendapatan (reducing income inequality) terutama di negara – negara berkembang. Keberadaan usaha mikro di Indonesia lebih dikaitkan dengan peranannya secara klasik yaitu untuk mengatasi pengangguran dan pemerataan pendapatan. Pentingnya peranan usaha mikro di Indonesia terkait

43Pasal 7 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

dengan posisinya yang strategis dari berbagai aspek, yaitu:44

1) Aspek permodalan usaha mikro tidak memerlukan modal yang besar sehingga pembentukan usaha ini tidak sesulit perusahaan besar. 2) Tenaga – tenaga kerja yang

diperlukan usaha ini tidak menuntut pendidikan formal atau tinggi tertentu.

3) Lokasi sebagian usaha mikro berlokasi di pedesaan dan tidak memerlukan infrastruktur sebagaimana perusahaan besar. 4) Ketahanan usaha mikro ini telah

terbukti bahwa usaha mikro memiliki ketahanan yang kuat (strong survival) ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi.

Menurut Rudjito setidaknya ada lima aspek utama yang menjadi alasan mengapa usaha mikro memiliki peran strategis, yaitu:45

1) Aspek manajerial, yaitu meliputi peningkatan produktivitas/ omzet/ tingkat kualitas/ tingkat hunian, meningkatkan kemampuan pemasaran dan pembangunan sumber daya manusia.

2) Aspek permodalan, yaitu meliputi bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20% dari fortopolio kredit bank) dan kemudahan kredit.

3) Pengembangan program kemitraan dengan usaha besar baik lewat sistem bapak – anak angkat, PIR, keterkaitan hulu hilir (forward linkage), keterkaitan hulu hilir (backward linkage), modal ventura, atau subkontrak.

(18)

4) Pengembangan sentra industri kecil dalam kawasan apakah berbentuk PIK (Pemukimanm Industri Kecil), LIK (Lingkungan Industri Kecil), SUIK (Sarana Usaha Industri Kecil) yang didukung UPT (Unik Pelayanan Teknis) dan TPI (Tenaga Penyuluhan Industri).

5) Pembinaan ntuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha Bersama), Kopinkra (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan).

Pemerintah daerah atau pelaku usaha secara sendiri – sendiri atau bersama – sama dapat mengembangkan sarana perdagangan berupa pasar rakyat, pusat perbelanjaan, toko swalayan, gudang, perkulakan, dan sarana perdagangan lainnya. Usaha tersebut dalam upaya meningkatkan pasar rakyat dalam hal pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan kualitas penggelolaan pasar rakyat dalam bentuk pembangunan dan revitalisasi pasar rakyat, implementasi manajemen pengelolaan pasar rakyat yang profesional, fasilitas akses penyediaan barang dengan mutu yang baik dan harga yang bersaing serta fasilitas akses pembiayaan kepada pedagang pasar di pasar rakyat.46

Dengan adanya pengelolaan secara baik terhadap perizinan tempat usaha waralaba di Kota Metro, maka akan berdampak positif terhadap perkembangan pedagang kecil. Sehingga klarifikasi ‘tradisional’ dan ‘liar’ atau ‘resmi’ dan tidak ‘resmi’ bagi tempat usaha yang dijalankan oleh para pemilik modal kecil sebagai bentuk diskriminasi tidak terdengar lagi.47

Dari berbagai ketentuan tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat sinkroniasai yang menunjukan bahwa Pemerintah Daerah

46Pasal 12 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

47 http:/info.metrokota.go.id/dinas-perdagangan-dan-pasar/, dikutip pada 1 Juni 2017, pukul 21.07

Metro berwenang dalam melakukan perizinan pendirian tempat usaha waralaba di Kota Mero. Dengan begitu, di Kota Metro diperlukan sebuah kebijakan tentang perizinan pendirian waralaba yang akan melegitimasi perlindungan terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah.

3.3 Implementasi Kebijakan Perizinan Tempat Usaha Waralaba Di Pemerintah Kota Metro

Keberadaan tempat usaha waralaba di Kota Metro sudah menjamur, konsumen menengah yang selalu mengisi pasar -pasar rakyat kini beralih memilih belanja ke toko swalayan. Aneka toko swalayan di Kota Metro antara lain Toko Serba Ada (Toserba), Indomart, Alfamart, Chandra Super Market yang menyediakan kebutuhan–kebutuhan sehari–hari makin digemari masyarakat.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya pedagang yang memilih untuk berdagang diluar area pasar. Walaupun tidak menggangu jalan, harus dilakukan revitalisasai tempat–tempat usaha kecil di Kota Metro. Cita–cita menuju UKM yang berkualitas dan berbasis kearifan lokal dapat dilihat dari aspek pelayanan bagi pelaku usaha kecil. Keadaan dimana akan sulitnya akses modal usaha bagi pelaku usaha kecil, kurangnya pemberdayaan dan eksistensi pelaku usaha kecil dan lain – lain harus segera diatasi yaitu dengan membuat produk hukum yang memihak kepada UMKM itu sendiri.

(19)

Pemberdayaan UMKM ditengah aruh globalisasi dan tingginya persaingan membuat UMKM harus mampu menanggapi tantangan global, seperti meningkatkan inovasi produk dan jasa, pengembangan sumber daya manusia, dan teknologi, serta perluasan area pemasaran. Hal ini perlu dilakukan untuk menambah nilai jual UMKM itu sendiri, utamanya agar mampu bersaing dengan pelaku usaha waralaba dengan berbagai produknya. Meningkatkan UMKM adalah sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia.48

Sebagian besar UMKM di Indonesia adalah usaha mikro di sektor informal dan pada umumnya menggunakan bahan baku lokal dengan pasar lokal. Itulah sebabnya tidak terpengaruh secara langsung oleh krisis global. Laporan Word Economic Forum (WEF) 2010 menempatkan pasar Indonesia pada ranking ke 15. Hal ini menunjukan bahwa Indonesia sebagai pasar yang potensial bagi negara lain. Potensi ini yang belum dimanfaatkan oleh UMKM secara maksimal.

Perkembangan UMKM di Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai persoalan sehingga menyeebabkan lemahnya daya saing terhadap produk impor. Persoalan pertama yang dihadapai UMKM antara lain keterbatasan infrastruktur dan akses pemerintah terkait dengan perizinan. Dengan segala persoalan yang ada, potensi UMKM yang besar itu menjadi terhambat. Meskipun UMKM dikatakan mampu bertahan daru krisis global namun dalam kenyataannya permasalahan – permasalahan yang dihadapi sangat banyak dan lebih berat. Hal ini dikarenakan selain dipengaruhi secara tidak langsung krisis global tadi. UMKM harus pula menghadapi permasalahan domestik yang

48Sudaryanto, 2011, The Need for ICT-Education for Manager or Agribusinessmen to Increasing Farm Income: Study of Factor Influences on Computer Adoption in East Java Farm

Agribusiness. Internasional Journal of Education and Development, JEDICT, Vol 7 No 1 hal. 56-57

tidak kunjung selesai seperti masalah buruh, tenaga kerja, pungutan liar, korupsi, dll.49

Permasalahan lain yang dihadapi UMKM adalah liberalisasi perdagangan. Seperti pemberlakuan ASEAN-CHINA Free Trade Area (ACFTA) yang secara efektif berlaku pada tahun 2010. Disisi lain, pemerintah telah menyepakati perjanjian kerja sama ACTFA ataupun perjanjian lainnya tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu kesiapan UMKM agar mampu bersaing. Sebagai contoh kesiapan kualitas produk, harga yang kurang bersaing, kesiapan pasar dan kurang jelasnya peta produk impor sehingga positioningpersaingan lebih jelas.50

Salah satu kelemahan UMKM yang harus dibenahi adalah kurangnya akses iformasi. Khususnya informasi pasar, hal tersebut menjadi kendala dalam memasarkan produk – produknya, karena dengan akses informasi pasar yang mengakibatkan rendahnya orientasi pasar dan lemahnya daya saing pasar ditingkat global. Kondisi empirik untuk Kota Metro menurut data BPS pada tahun 2014 jumlah perusahaan industri di Kota Metro tercatat sebanyak 2.080 usaha. Dimana 99,6 persennya adalah industri kecil. Hal itu sangat sedikit sekali jika dibandingkan syarat UMKM pada suatu daerah sebanyak 70.000 usaha kecil dan menengah.51

Implikasi penerapan kebijakan perizinan pendirian tempat usaha waralaba di wilayah Kota Metro mengenai keseimbangan antara pelaku usaha kecil dan besar serta kaitannya dengan UMKM yang berdampak pada aspek badan keuangan daerah, bila kita mengkaji pada aspek kehidupan masyarakat., pengaturan UMKM diharapkan akan memberikan

49Ibid hal 58 50Ibid hal 60

51

(20)

kepastian hukum terhadap pelaku usaha kecil dan menengah di Kota Metro.

Memberikan proses perizinan yang mudah terhadap masyarakat merupakan ciri pemerintah atau birokrat yang memiliki kebijakan publik yang baik. Dalam menentukan kebijakan publik yang berupa perizinan terhadap pelaku usaha waralaba terlibat dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan maupun pihak – pihak yang berada diluar lingkungan kebijakan. Perhatian yang meningkat terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah berhubungan erat dengan tumbuhnya kesadaran bahwa kebijakan pemerintah diberbagai bidang kurang atau bahkan tidak efektif, khusunya disebabkan oleh masalah – masalah yang timbul pada pelaksanaannya.

Pemberian izin terhadap pelaku usaha waralaba untuk memberikan instrumen legal bagi ruang partisipasi kelompok – kelompok masyarakat terutama terkait dengan bergerak dibidang usaha tersebut, kebijakan ini memungkinkan adanya partisipasi masyarakat dalam konteks penyusunan maupun implementasi kebijakan waralaba terhadap tumbuh kembangnya UMKM di wilayah Kota Metro.

IV. PENUTUP 4.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis tentang Perizinan Pendrian Tempat Usaha Waralaba di Wilayah Kota Metro, maka dari itu dapat disimpulkan:

1) Permasalahan mendasar yang dihadapi dalam Perizinan Tempat Usaha Waralaba di Kota Metro adalah bagaimana melindungi eksistensi keberadaan UMKM akan permasalahan mendasar seperti

terbatasnya modal usaha, sumber daya manusia yang rendah, dan minimnya penguasaan ilmu pengetahuan yang semakin kekinian membuat para pelaku usaha mikro kecil semakin terpinggirkan dengan para pelaku usaha waralaba yang memiliki modal besar. Bagaimana memberikan instrument legal terhadap partisipasi pelaku usaha mikro kecil dan menengah untuk memberikan masukan kepada pemerintah dalam rangka implementasi kebijakan terhadap pelaku usaha waralaba di Kota Metro.

(21)

pemerintah daereah, dunia usaha dan masyarakat untuk memperdayakan usaha mikro kecil dan menengah agar mampu meningkatkan kemampuan dan daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah yang mana sesuai dengan pesan yang tertulis dan tersirat dalam Pancasila sebagai Fundamental Norm bangsa Indonesia yaitu keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan oleh penulis:

1) Perizinan tempat usaha waralaba di Kota Metro yang dilakukan Pemerintah Daerah harus diterapkan dengan baik agar para pelaku usaha waralaba mendapatkan kepastian hukum, dan juga pemerintah daerah dapat melakukan pengawasan dan pengendalian dengan baik dan benar apabila izin sesuai peraturan yang berlaku.

2) Perlunya penambahan sumber daya manusia yang dilakukan dinas terkait agar dalam pelaksanaan pengawasan serta penerapan sanksi terhadap tempat usaha waralaba dapat maksimal.

3) Terlalu panjangnya birokrasi yang harus dilalui mengenai permohonan perizinan ini sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi maka dari itu terkait mekanisme permohonan perizinan setidaknya dipermudah agar izin tempat usaha waralaba yang ada di Kota Metro dapat mendapatkan izin dan juga yang tidak kalah penting adalah penambahan sumber daya manusia sebagai pengawas dan pengndali dari pihak pemerintah daerah.

DAFTAR PUSTAKA Buku Referensi

Burton Simatupang, Richad, S.H, 1995, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Jakarta, Rineka Cipta

Devine, Pat 1995, Demokrasi dan

Perencanaan Ekonomi, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya

Hadjon Philipus M, 1992,Pengantar Hukum Perizinan, Surabaya, Yurudika

H.R. Ridwan,Hukum Administrasi

Negara, PT. RajaGrapindo Persada, Jakarta

Hendry, Nicholas, 1995, Administrasi Negara dan Masalah–Masalah Publik, Jakarta, Raja Grafindo Persada

Janed Rahmi, 2013, Hak cipta

(Copyright’s Law), Bandung PT. Citra

Aditya Bakti

Katz, M, Saul 1992, Modernisasi

Administrasi untuk Pembangunan Nasional, Jakarta, Rineka Cipta

Marsuki, Dr, SE., DEA. 2010, Potret Ekonomi Politik Indonesia, Jakarta, Mitra Wacana, Media

Marzuki Peter Mahmud, 2010,Penelitian Hukum.Jakarta, Kencana

Muhammad AbdulkadiR, 2010 Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung PT. Citra Aditya Bakti.

Nonet Phillip dan Phillip Selznick, 2008, Hukum Responsif, cet, kedua, Bandung, Nusa Media

(22)

Ramadhani, Putri Vegitya, 2013,HUKUM BISNIS (konsep & kajian kasus). Malang, Setara Pres

S, Santosa, Msi. 2008, Administrasi Publik (Teori dan Aplikasi Good

Governance), Bandung, Refika Aditama

Saidin O.K, 2015,Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta,

PT RajaGrafindo Persada

Soekanto, Sarjono dan Sri Mamuji, 2012, Penelitian Hukum Normatif(Suatu Tinjuan Singkat), Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

Supriatna, Tjahya Drs, MS, 1993, Sistem Administrasi Pemerintahan Di Daerah, Bandung, Bumi Aksara

Sutedi, Adrian,2010, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta.

Syafrudin, Ateng,1994,Asas–Asas Pemerintahan Yang Layak Bagi Pengabdian

Kepala Daerah, Bandung, Citra Aditya Bakti

Jurnal

Disdag.metrokota.go.id

http:/info.metrokota.go.id/dinas-perdaga

Hardjowidigdo Rooseno,Perspektif Pengaturan Perjanjian Franchise, Makalah Pertemuan Ilmiah Tentang Usaha Franchise dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi, Jakarta, BPHN

S, Sabirin, 2001,Pemanfaatan Kredit Mikro Untuk mendorong

Perekonomian Rakyat di Dalam Era Otonomi Daerah. Orasi Ilmiah Lustrum IX Universitas Andalas, Padang, 13 September 2011.

Sumantoro, 1986, Hukum Ekonomi, Jakarta, Universitas Indonesia ( UI-PRESS), hal. 81

Sudaryanto, 2011,The Need for ICT-Education for Manager or Agribusinessmen to Increasing Farm Income: Study of Factor Influences on Computer Adoption in East Java Farm Agribusiness. Internasional Journal of Education and Development, JEDICT, Vol 7 No 1

Perundang-Undangan

Undang–undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Peraturan Pemerintah Nomor 112 tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pasar Tradisional dan Pusat Perbelanjaan

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas ini dilakukan dalam bentuk belajar tambahan berupa AFC (Arabic Fans Club). Sebelum masuk MBI amanatul Ummah siswa baru harus mengikuti matrikulasi yaitu

Dari analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa pemberian pupuk organik cair G2 menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman bayam navi dan jumlah

melakukan suatu pembelian dari produk yang telah diiklankan tersebut..

Banyaknya tugas pokok yang harus dilakukan oleh tenaga perpustakaan yang ada di perpustakaan tanpa di imbangi dengan jumlah tenaga perpustakaan yang hanya ada

3.Untuk mendiskripsikan kendala-kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan karakter tanggung jawab dan kerja keras pada Paguyuban Karya Bina Sosial Bata Merah Kelurahan

Pada situs terbuka maupun tertutup di kawasan Pantai Timur Sumatra dengan daerah Sumatra Utara berasal dari kebudayaan yang sama yaitu Budaya Hoabinh..

Ketika datang untuk memilih strategi resiko untuk menghindari komunikasi terhadap strategi pengambilan resiko, ini dapat ditentukan oleh sifat interaksi pembicara