• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PENDIDIKAN ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM KITAB AL-JAMI’ LI AHKAM AL-QUR’AN KARYA AL-QURTUBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of PENDIDIKAN ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM KITAB AL-JAMI’ LI AHKAM AL-QUR’AN KARYA AL-QURTUBI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM KITAB JAMI’ LI AHKAM

AL-QUR’AN KARYA AL-QURTUBI

Moh. Muafi bin Thohir

Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang, Indonesia E-mail: [email protected]

Abstrak

Hak dan Kewajiban orang tua terhadap anak dalam tafsir Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubiy terdapat pada tiga surat, di antaranya pada surat Luqman ayat 14, surat al-Ahqaf ayat 15 dan surat al-'Ankabut ayat 8, yang di pilih mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lain, seperti menginformasikan kepada para orang tua rentetan sikap yang harus dilakukan dalam mendidik anak-anaknya. Manfaatnya menambah wawasan dalam khazanah keilmuan dan pengembangan kemampuan diri, bagi para pembaca tentang pendidikan orang tua terhadap anak, khususnya dalam kajian kitab tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubiy dan mengharapkan umat Islam nantinya mampu menerapkan nilai-nilai keislaman dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga umat Islam menjadi umat yang mempunyai karakteristik yang baik berlandaskan al-Qur’an dan hadis. Tafsir Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubiy menjelaskan tentang beberapa hak dan kewajiban orang tua terhadap anak yaitu: 1). Mendapatkan perlakuan yang baik dari anak-anaknya; 2). Seorang anak mentaati perintah orang tuanya; 3). Berbuat baik. Adapun Kewajiban orang tua terhadap anak. Di antaranya: 1). Memberikan pengetahuan akidah dan moral (akhlaq) yang baik agar senantiasa bersyukur, tidak menyekutukan Allah Swt. dan berbakti kepada orang tua. 2). Memberikan nafkah; 3). Bersabar dalam mendidik anak, menghargai pilihan anak dan mendoakan anak-anak serta keturunannya agar menjadi hamba-hamba-Nya yang baik.

Kata kunci: pendidikan orang tua, anak, kitab al-jami’ li ahkam al-qur’an

Pendahuluan

Perkembangan teknologi dewasa ini mempunyai dua sisi yang kontradiktif, di

satu sisi teknologi berperan penting dalam memberikan kelebihan yang tidak pernah

terjangkau pada masa generasi sebelumnya, di sisi lain teknologi telah menciptakan

kesenjangan sosial dan dekadensi moral bagi generasi harapan bangsa saat ini.

Disaat anak-anak yang lain memperoleh kasih sayang, perhatian dan waktu

untuk bermain, berkomunikasi dan belajar bersama kedua orang tua mereka,

anak-anak yang kesepian mulai berfantasi dan melampiaskan kekecewaan mereka kepada

hal-hal yang negatif. Alkohol, narkoba, pergaulan bebas dan beragam hal yang

(2)

Volume 9, Nomor 1, Pebruari 2016| 90 mengobati perasaan mereka. Keberadaan orang tua bagi seorang anak tidak serta

merta bisa tergantikan dengan adanya baby sitter atau lainnya, semakin lama seorang

anak berinteraksi dengan orang lain maka anak tersebut akan lebih dekat dengan

orang tersebut.

Kasus penelantaran anak yang menjadi headline news pada media cetak dan

elektronik baru-baru ini adalah berita kasus penelantaran lima orang anak yang

dilakukan oleh kedua orang tuanya. Secara akademik seharusnya kedua orang tua

tersebut mampu mendidik dan bisa menjadi teladan yang baik anak-anak mereka.

Kemudian secara finansial (ekonomi) pelaku (orang tua) berkecukupan untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memberikan nafkah atau penghidupan yang

layak kepada anak-anak mereka.

Maka menjadi pertanyaan besar bagi para orang tua khususnya dan

masyarakat Indonesia pada umumnya sebagai negara yang mayoritas penduduknya

beragama Islam, seterpuruk inikah generasi bangsa Indonesia saat ini? Bagaimana

sikap seorang muslim dalam menerapkan nilai-nilai keislaman dengan berlandaskan

al-Qur’an dan hadits dalam kehidupan mereka sehari-hari?

Seorang anak merupakan karunia, nikmat dari Allah SWT, investasi akhirat

dan perhiasan tak terhingga dalam kehidupan duniawi. Bagi orang tua yang yakin

bahwa buah hati mereka adalah karunia dari Allah SWT maka para orang tua tersebut

bersyukur baik dengan perkataan ataupun perbuatan. Allah SWT akan menjadikan

anak-anak mereka sebagai anak-anak yang berbakti dan sebagai pemberat timbangan

kebaikan bagi para orang tuanya di akhirat kelak. Sebaliknya, bagi mereka yang

mengingkari dan menganggap buah hati mereka adalah cobaan dan aib bagi

kehidupan mereka maka Allah SWT akan menjadikan hal itu nyata dalam

kehidupannya. Pandangan orang tua terhadap anak yang seperti ini keliru.1

Allah SWT mewajibkan kepada orang tua (dalam hal ini ibu) untuk menyusui

anak-anaknya dan bagi seorang anak untuk mendo’akan kedua orang tuanya. (Q.S.:

al-Ahqaf: 16). 2 Pada ayat ini, Allah SWT juga memerintahkan kepada seorang anak

1 Hidayatullah Ahmad al-Shashi, Mausu’ah al

-Tarbiyah al-‘Amaliyah li al-Tifli (Kairo, Dar al-Salam, 2010), 33-34.

(3)

untuk berbuat baik kepada ibu bapaknya, terutama kepada ibu mereka. Karena

perjuangan sang ibu, seorang anak terlahir di muka bumi ini. Para ibu mengandung

dengan susah payah, melahirkan juga dengan sangat susah payah dan setelah

tahapan-tahapan itu para ibu juga berkewajiban untuk menyusui anak-anak mereka,

mendidik dan memperhatikan tumbuh kembang anak-anak mereka. Dengan

mengetahui proses ini, apakah pantas bagi seorang anak untuk durhaka kepada

ibu-ibu mereka? Sudah sepatutnya seorang anak menjalankan kewajibannya untuk

memuliakan ibu bapaknya, membantu dan mendo’akan mereka. Perjuangan dan

pengorbanan ibu bapaknya tidak akan pernah terbalaskan hanya dengan materi,

seorang anak merupakan harta terbesar bagi ibu bapaknya, karena anak-anak mereka

merupakan investasi berharga baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Al-Qurtubiy mencantumkan perkataan sahabat Ibnu Abbas RA untuk

menjelaskan penafsiran ayat wa hamalnahu wa fisholuhu shastuna syahran yaitu jika

seorang ibu hamil dengan masa kandungan sembilan bulan maka masa menyusui

bayinya adalah dua puluh satu bulan, jika masa mengandungnya enam bulan maka

masa menyusuinya dua puluh empat bulan. Dari Utsman RA, telah datang kepadanya

seorang perempuan yang melahirkan seorang bayi dengan masa kehamilan enam

bulan. Kemudian Uthman bermaksud untuk memberikan hukum had,3 maka berkata

kepadanya ‘Ali RA tidak demikian seharusnya kamu menghukumi perempuan itu

dengan membaca firman Allah SWT wa hamalnahu wa fisholuhu shastuna syahran dan wal walidatu yurdi’na awladahunna haulaini kamilaini yang terdapat dalam surah

al-Baqarah ayat 233, kemudian ‘Ali RA menjelaskan bahwa masa mengandung

perempuan itu enam bulan dan masa menyusuinya adalah dua puluh empat bulan.

Kemudian Uthman RA menarik perkataannya dan hukuman had atas perempuan

tersebut.4

3 Hukum had dalam syariat Islam di bagi menjadi dua. Pertama, apabila pelaku zina adalah

orang yang sudah menikah maka hukumannya di rajam (dilempari batu) sampai mati. Kedua, apabila pelaku zina belum pernah menikah maka hukumannya adalah dicambuk sebanyak 100 kali jambukan. Untuk lebih jelasnya lihat di kitab Shahih Fiqh al-Sunnah vol. 4, 36-38.

4 Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Ansariy al-Qurtubiy,

(4)

Volume 9, Nomor 1, Pebruari 2016| 92 Dari kasus Uthman RA dan ‘Ali RA bisa di ambil kesimpulan bahwa seorang

perempuan mempunyai masa kehamilan yang berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh

banyak hal sebagai faktor pemicu lambat, normal atau cepatnya seseorang

melahirkan buah hatinya.

Kemudian seorang muslim dituntut untuk berhati-hati dalam memutuskan

suatu perkara, khususnya bagi mereka yang memegang amanah sebagai pemimpin

ataupun hakim misalnya. Menjadi suatu keharusan bagi seorang hakim untuk

mengumpulkan bukti-bukti dan saksi sebelum memutuskan suatu perkara agar

terhindar dari kezaliman dan penganiayaan terhadap orang lain.

Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya untuk berbuat baik kepada ibu

bapak. Hal ini tertuang dalam sabda beliau, ketika itu ada salah seorang sahabat

bertanya kepada beliau: “Kepada siapakah aku harus berbuat baik? Rasulullah

menjawab: ibumu. Kemudian sahabat itu bertanya lagi: kemudian kepada siapa?

Rasulullah menjawab: ibumu. Kemudian sahabat itu bertanya lagi: kemudian kepada

siapa? Rasulullah menjawab: ibumu. Kemudian sahabat itu bertanya lagi: kemudian kepada siapa? Rasulullah menjawab: bapakmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)5

. Inilah

alasan, mengapa derajat para ibu mulia di mata Islam. Mereka sudah bersusah payah,

berjuang, bersabar menjalani penderitaan dan tabah dalam memberikan pendidikan

untuk menjadikan para tunas-tunas harapan menjadi anak-anak yang saleh dan

salehah.

Setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban terhadap dirinya sendiri dan

orang lain. Dalam lingkup keluarga, maka orang tua mempunyai hak terhadap

anak-anaknya. Sebaliknya, orang tua juga mempunyai kewajiban terhadap anak-anak

mereka sebagai tanggungjawab yang harus orang tua laksanakan. Dengan demikian

maka hak dan kewajiban seorang anak akan terlaksana dengan sendirinya.

Hak adalah kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu.

Atau kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh

undang-undang, aturan dsb). Contoh, semua warga negara Indonesia yang telah berusia

(5)

delapan belas tahun ke atas mempunyai hak untuk memilih dan di pilih dalam

pemilihan umum.6

Ibn al-Manzur menukil perkataan Abu Ishaq menyatakan: Hak adalah perintah

Rasulullah SAW dan apa saja yang datang dari al-Qur’an. Maka maksud hak disini

adalah lawan dari kebatilan.7

Diantara hak seorang anak terhadap orang tuanya

adalah memperoleh penamaan yang baik. Rasulullah SAW bersabda: ”“Sesungguhnya kalian pada hari kiamat akan dipanggil dengan nama kalian

masing-masing, dan nama bapak-bapak kalian. Maka perbaguslah (dalam pemberian) nama-nama kalian.” (HR. Ahmad).8

Setiap muslim wajib untuk berbuat baik, taat dan memelihara kedua orang

tuanya. Rasulullah SAW bersabda: “Apakah kalian tahu apa saja dosa besar itu? Para

sahabat menjawab: Tidak wahai Rasulullah, Rasulullah menjawab: “Menyekutukan

(syirik) Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” (HR. Bukhari).9

Dari hasil tinjauan di atas, maka hak orang tua secara umum adalah apa saja

yang dituntut atau yang diperbuat sesuai dengan kekuasaannya, selama tidak

bertentangan dengan undang-undang, norma dan agama. Sedangkan kewajiban

orang tua secara umum adalah sesuatu yang harus dilaksanakan, atau apa saja yang

menjadi tanggungjawab orang tua terhadap anak-anaknya. Seperti memberi nafkah,

memberikan pembelajaran, tempat tinggal dan lain sebagainya.

Di dalam al-Quran terdapat 13 surat dan 22 ayat yang menerangkan tentang

hak dan kewajiban orang tua terhadap anak. Diantara surat tersebut terdapat di surat

Maryam ayat 14 dan 32, surat al-Naml ayat 19, surat al-Isra’ ayat 23, surat al-An'am ayat

151, surat Luqman ayat 14 dan 33, al-Ahqaf ayat 15 dan 17, surat Nuh ayat 28, surat

Ibrahim ayat 41, surat al-'Ankabut ayat 8, al-Baqarah ayat 180, 215 dan 233 dan surat

al- Nisa ayat 36 dan 135.

6 Ibid, 474.

(6)

Volume 9, Nomor 1, Pebruari 2016| 94 Biografi dan Pemikiran

Nama lengkap Al-Qurtubiy adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin

Abi Bakar bin Farh al-Ansariy al-Khazrajiy al-Andalusiy al-Qurtubiy. Seorang ahli tafsir

yang dilahirkan di Cordoba Andalusia. Beliau merupakan salah satu ulama bermazhab

maliki.10

Kemudian berkelana ke Mesir dan menetap disana. Beliau wafat pada tahun

671 H. di kota Almania sebelah barat sungai Nil.11

Sumber lain menyebutkan, beliau

wafat di kota Manniyah Ibn Hasib Andalusia.12

Beliau merupakan salah seorang ulama saleh yang terkenal, sederhana dalam

urusan dunia dan lebih banyak menyibukkan diri dalam urusan akhirat. Sehingga

keseharian beliau hanya beribadah dan berkarya (menulis). Imam al-Dhahabiy berkata tentang beliau: “Beliau adalah seorang imam yang cerdas, mempunyai pengetahuan

yang luas. Karya-karyanya yang banyak menunjukkan betapa banyak sumbangsih pemikiran yang telah diberikan dan keutamaannya.”13

Adapun metode penafsiran al-Qurtubiy dalam karyanya, tafsir al-Jami’ li

Ahkam al-Qur’an, menggabungkan kedua metode penafsiran tersebut (bi al-ma’thur

dan bi al-ra’yi) atau disebut dengan metode penafsiran bi al-iqtirani (perpaduan

antara bi al-manqul dan bi al-ma’qul).14

Ketika membahas basmalah pada surah

al-Fatihah misalnya, selain menukil banyak riwayat hadith dan athar yang berkaitan

dengan basmalah, al-Qurtubiy juga mengutip aneka macam pendapat para ulama

yang berkaitan dengannya, kemudian membahasnya serta menarik kesimpulan.

Dengan demikian dapat disimpulkan, Al-Qurtubiy dalam menafsirkan al-Qur’anmenggunakan metode tafsir bi al-iqtiran yaitu menggabungkan dua metode

penafsiran sekaligus, baik dengan tafsir bi al-ma’thur dan tafsir bi al-ra’yi.

Dari hasil identifikasi dan pengklasifikasian ayat kemudian di ambil beberapa

ayat saja sebagai acuan pembahasan inti penulisan ini, ayat-ayat tersebut adalah:

10 Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, “ter.”, Mudzakir AS., (Jakarta: Litera

AntarNusa, 2000), 520.

11Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Ansariy al-Qurtubiy, al-Jami’ li Ahkam al

-Qur’an, (Kairo: Dar al-Hadis, 2010), vol.1, 6

12 Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2004), 65. 13 Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Ansariy al-Qurtubiy,

al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Hadis, 2010), vol.1, 6

(7)

1. Q.S.Luqman: 14.

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; lbunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”

2. Q.S. al-Ahqaf: 15.

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkan dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”15

3. Q.S.al-‘Ankabut: 8.

“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Kulah kembalimu, lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.16

Ketiga ayat di atas dipilih karena mempunyai beberapa faktor yaitu: a).

Kesamaan redaksi; Jika diperhatikan ketiga ayat di atas, maka ditemukan kesamaan

pada awal permulaan redaksi ayat yaitu kalimat Wawassainal insane biwalidaihi . b).

Pembahasan yang berkaitan; Ketiga ayat di atas mempunyai keterkaitan dalam

pembahasan yang sama, dalam hal ini membahas perihal yang berhubungan dengan

orang tua, baik secara khusus atau terhadap diri mereka sendiri atau secara umum.

Inilah ayat-ayat yang menjadi pembahasan utama dalam tulisan ini, untuk

memudahkan pembahasan selanjutnya, lihat tabel berikut ini:

(8)

Volume 9, Nomor 1, Pebruari 2016| 96 Ayat-Ayat Inti Pembahasan Penelitian

No Nama

Surah Ayat

Urutan Wahyu

Urutan Mushaf

Tempat Diturunkan

Jumlah Ayat

1 Luqman 14 57 31 Makkiyah 34

2 al-Ahqaf 15 66 46 Madaniyah 35

3 al-'Ankabut 8 85 29 Madaniyah 69

Penafsiran Ayat Dalam Tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an

1. Tafsir Q.S.Luqman:14.

Al-Qurtubiy menafsirkan ayat ini menggabungkan pembahasannya dengan ayat

selanjutnya (ayat kelima belas). Ada beberapa permasalahan yang terdapat dalam

kitab tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’anini, yaitu: pertama, Wawassainal insane

biwalidaihi . Ayat ini merupakan wasiat Nabi Luqman As. kepada anaknya untuk tidak

menyekutukan Allah Swt. dan tidak mengikuti perbuatan syirik yang dilakukan oleh

kedua orang tuanya, karena Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya

untuk taat kepada kedua orang tua selama apa yang diperintahkan tidak dalam

kesyirikan dan kemaksiatan kepada-Nya. Maksud kalimat ini juga adalah manusia

diminta untuk bersyukur kepada Allah Swt. yaitu dengan berwasiat kepada setiap

insan. Sama ketika Nabi Luqman As. berwasiat kepada anaknya: “Jangan berbuat

syirik, dan kami berwasiat kepada setiap insan untuk berbuat baik kepada kedua

orang tuanya. Dan kami memerintahkan manusia untuk demikian. Maka Nabi Luqman As. memerintahkan kepada anaknya hal yang sama.”17 Al-Qushairiy berkata, kedua

ayat ini (Q.S.Luqman: 14-15) diturunkan kepada Sa’ad bin Abi Waqas, begitu juga

pembahasan ayat pada surah al-‘Ankabut dan kebanyakan para mufassirin

menafsirkan seperti itu. Pada masalah ini, menyelisihi perintah orang tua tidak

menjadikan seseorang berdosa besar dan meninggalkan keutamaan kewajiban

(mentaati perintah orang tua). Maka menjadi suatu keharusan untuk mentaati kedua

orang tua dalam hal yang diperbolehkan dan menolak perintah dengan santun

mendapatkan pahala.18

(9)

Kedua, Allah Swt. memuliakan derajat seorang ibu lebih tinggi dari seorang

bapak sebanyak tiga derajat. Dan bagi seorang bapak satu derajat. Hal ini dikuatkan

dengan sabda Rasulullah Saw. ketika bertanya salah seorang sahabat kepada beliau: “Kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali? Rasulullah menjawab: ibumu.

Kemudian sahabat itu bertanya lagi: kemudian kepada siapa? Rasulullah menjawab:

ibumu. Kemudian sahabat itu bertanya lagi: kemudian kepada siapa? Rasulullah

menjawab: ibumu. Kemudian sahabat itu bertanya lagi: kemudian kepada siapa? Rasulullah menjawab: bapakmu.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih)19

Ketiga, wahnan ‘ala wahnin yaitu seorang ibu yang mengandung dalam perutnya, setiap hari seorang ibu yang mengandung bertambah lemah dan lemah.

Dan berkata: seorang perempuan diciptakan dalam keadaan lemah dan bertambah

lemah dalam keadaan hamil atau mengandung. Dan maksud kalimat (wafisholuhu)

adalah menyapih bayi dari penyusuan seorang ibu, yaitu jika masa menyusuinya sudah

mencapai dua tahun.20

Keempat, masyarakat sepakat dua tahun adalah masa untuk menyusui dalam

permasalahan hukum dan nafkah.21 Pada penafsiran surah al-Baqarah ayat 233,

Al-Qurtubiy menjelaskan tentang menyusui lebih detail lagi. Dikatakan tentang (

Haulaini) para mufassirin sepakat bahwa setiap bayi yang dilahirkan berhak untuk mendapatkan pemberian ASI (air susu ibu) selama dua tahun. Dari Ibn ‘Abbas Ra. ia berkata: “Bayi bisa dilahirkan dalam usia kandungan enam bulan (prematur yaitu 25

pekan atau sekitar 180 hari), bayi yang berada dalam kandungan tujuh bulan masa

penyusuannya adalah dua puluh tiga bulan, bayi yang berada dalam kandungan

delapan bulan masa penyusuannya adalah dua puluh dua bulan dan bayi yang berada

dalam kandungan sembilan bulan masa penyusuannya adalah dua puluh satu bulan,

sebagaimana firman Allah Swt.( Wa hamluhu wa fisholuhu stalastuna syahron) Adapun

tuntunan dua tahun masa pemberian ASI pada surah al-Baqarah ayat 233 tidak wajib

hukumnya, tapi bersifat anjuran yang sangat ditekankan sebagaimana Allah Swt.

Berfirman. (Liman arada an yutimmar rhodhoah) jika kedua orang tua bayi tersebut

(10)

Volume 9, Nomor 1, Pebruari 2016| 98 sudah bersepakat untuk menyapih sebelum dua tahun, atau memberikan penyusuan

kepada ibu-ibu yang lain dengan memberikan upah maka diperbolehkan.

Penambahan atau pengurangan masa menyusui dua tahun mempunyai dua kondisi:

Pertama, jika tidak membahayakan kesehatan bayi. Kedua, kerelaan atau

kesepakatan orang tua masing-masing terhadap bayinya.22

2. Tafsir Q.S.al-Ahqaf: 15;

Pada penafsiran ayat ini, Al-Qurtubiy membahasnya dengan beberapa

permasalahan, yaitu: pertama, wawassainal insane biwalidaihi menjelaskan situasi dan

kondisi masing-masing individu berbeda-beda terhadap kedua orang tuanya,

terkadang ada yang mentaati dan ada juga yang durhaka kepada keduanya. Maka

tidak jauh berbeda dengan situasi dan kondisi Rasulullah Saw. dalam berdakwah

kepada umatnya sehingga ada sebagian dari mereka yang menerima dan sebagian

yang lain mengingkari apa yang di bawa oleh Rasulullah Saw.23

Kedua, Hamalathu Ummuhu kurhan wawadho’athu kurhan, yaitu mengandung

dalam keadaan susah payah. Berkata al-Kasaiy: al-kurhu dan kurhan mempunyai

makna berbeda. al-kurhu apa yang dikandung oleh manusia dalam perutnya (rahim)

sendiri, sedangkan (kurhan) apa yang dikandung oleh manusia dalam perut orang

lain. Maksudnya adalah terpaksa dan penuh amarah.24 Wa hamluhu wa fisholuhu

stalasuna syahron, Ibn ‘Abbas Ra. berkata: “Jika seorang ibu mengandung selama

sembilan bulan maka masa menyusuinya adalah dua puluh satu bulan. Dan jika

seorang ibu mengandung selama enam bulan maka masa menyusuinya adalah dua

puluh empat bulan.

Ketiga, wa ashlih lii fii zdurriyyati, yaitu jadikanlah keluargaku orang-orang yang saleh. Ibn ‘Abbas berkata: “Maka tidak boleh bagi anak dan kedua orang tuanya

meninggal kecuali dalam keadaan beriman kepada Allah Swt. semata. Dan tidaklah

seorang pun dari sahabat-sahabat Rasulullah Saw. yang memeluk Islam kedua orang tuanya, keluarganya kecuali Abu Bakar.” Berkata Muhammad ‘Ali: “Jangan membuat

sesuatu bagi syaitan, diri dan hawa nafsu jalan keburukan atau kemaksiatan.”

(11)

3. Tafsir Q.S.al-‘Ankabut: 8.

Ayat ini diturunkan kepada Sa’ad bin Abi Waqas. Diriwayatkan dari al -Tirmidhiy, ia berkata: “Berkata ibu Sa’ad: Bukankah Allah Swt. telah menyuruhmu

untuk berbuat baik kepada orang tuamu? Demi Tuhan, aku tidak akan makan apapun

dan aku tidak akan minum apapun sampai aku mati atau aku memeluk agama yang

sama sepertimu (Sa’ad) kemudian turunlah ayat ini.Abu ‘Isa mengatakan hadith ini

hasan sahih. Diriwayatkan dari Sa’ad, dia berkata: “Aku tinggal bersama ibuku,

kemudian aku memeluk Islam. Kemudian ibuku berkata: Janganlah kamu mengajakku

untuk memeluk agamamu atau aku tidak akan makan dan minum sesuatu apapun sampai aku mati, kemudiaan dia mencemoohku. Sa’ad pun berkata: Wahai ibuku, jika

engkau mempunyai seratus nyawa kemudian keluar (hilang) satu persatu, maka aku

tidak akan pernah meninggalkan agama ini. Jika engkau mau maka makanlah, jika

engkau enggan maka tidak usah makan. Kemudian pada suatu waktu sang ibu memakan sesuatu dan turunlah ayat wa injahadaka litusyrika bi”.25

Ayat ini juga diturunkan kepada siapa saja yang tidak bisa bersabar atau ujian

yang diberikan Allah Swt. (husnan) orang-orang Basrahmembacanya ( husnan ) yaitu

perintah untuk melakukan kebaikan. Sedangkan orang Kufah membacanya ( husnan )

yaitu perintah kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya.26

Hak dan Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Dalam Kitab al-Jami' li Ahkam al-Qur'an

No. Surah Ayat Hak Kewajiban

1 Luqman 14

1. Anak memperlakukan kedua orang tuanya dengan baik

1. Orang tua berwasiat untuk tidak berbuat syirik kepada anak-anaknya

2. Anak mentaati perintah kedua orang tuanya selama tidak berbuat syirik dan bermaksiat kepada Allah Swt.

2. Menanamkan akidah dan perilaku yang baik agar kelak berbakti kepada kedua orang tuanya

(12)
(13)

Hak dan Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak

Hak dan kewajiban orang tua terhadap anak dalam tafsir Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubiy terdapat pada tiga surat, di antaranya; Pada surat Luqman ayat 14, surat al-Ahqaf ayat 15 dan surat al-'Ankabut ayat 8, yang dipilih mempunyai

keterkaitan antara satu dengan yang lain, seperti menginformasikan kepada para

orang tua rentetan sikap yang harus dilakukan dalam mendidik anak-anaknya.27

Pada surah Luqman, orang tua diajak untuk membekali anak-anaknya dengan

akidah yang benar dan perilaku yang baik agar kelak mampu berbakti kepada kedua

orang tua dan berbuat baik kepada mereka. Hal ini berlangsung dengan dibarengi

usaha orang tua untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, mulai dari

memberikan ASI dan kasih sayang bagi para ibu, memberikan nafkah keluarga,

bimbingan dan perlindungan bagi para ayah. Di samping itu, pada surah Luqman juga

mengajak orang tua untuk mensyukuri karunia Allah Swt. berupa keturunan (anak)

dan nikmat iman, sehingga anak-anaknya meneladani sikap kedua orang tuanya dan

bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh bapak ibunya.

Pada surah al-Ahqaf menjelaskan tentang metode menyusui yang baik bagi

seorang anak. Yaitu memberikan ASI ekslusif sampai dua tahun penuh atau tiga puluh

bulan yang merupakan akumulasi masa mengandung dan menyusui, namun apabila

ada kerelaan atau kesepakatan antara ibu bapak dan di rasa tidak membahayakan

bayinya kemudian memilih menyapih sebelum dua tahun maka hal itu diperbolehkan,

karena masa dua tahun penyusuan pada surah al-Baqarah ayat 233 tidak wajib

hukumnya, namun bersifat anjuran yang ditekankan.

Diperbolehkan juga bagi orang tua untuk menyusukan anak-anaknya kepada

ibu-ibu yang lain dengan memberikan upah kepada ibu-ibu tersebut. Hal ini dilakukan

karena banyak faktor, bisa karena ibu kandung yang tidak bisa memproduksi ASI yang

baik sebagai asupan makanan bagi bayinya yang cukup atau karena sakit dan lain

sebagainya.

Pada surah al-‘Ankabut, syari’at Islam memerintahkan kepada hamba-Nya

untuk berbuat baik kepada orang tuanya meskipun ibu bapaknya berlainan agama

27 Abi ‘Abdillah Muhammad b. Ahmad al-Ansariy al-Qurtubiy, al-Jami’ li Ahkam al

(14)

Volume 9, Nomor 1, Pebruari 2016| 102 atau keyakinan. Seperti sikap seorang sahabat Sa’ad bin Abi Waqas terhadap ibu kandungnya yang enggan untuk memeluk Islam, Sa’ad tetap bersikap baik terhadap

ibunda tercinta, bertutur kata yang baik, santun dalam bersikap, membantu dan mendo’akan ibunya agar mendapatkan hidayah dan mau meninggalkan keyakinannya

yang salah serta memeluk Islam.

Ayahnya bernama Malik bin Ahib dari Bani Abd Manaf, ibunya bernama

Himnah binti Abi Sufyan bin Umayyah. Setelah ayahnya meninggal ibunya bersusah payah untuk menghidupi dan mendidik Sa’ad bersama saudara-saudaranya, hingga

datanglah Islam kemudian mereka bersebrangan jalan. Pada zaman jahiliyah Sa’ad bin

Abi Waqas bekerja sebagai tukang pembuat panah, setelah Islam datang dia di kenal

sebagai sahabat yang paling lihai dalam memanah dan menunggang kuda.28

Dengan hasil pembahasan ini dapat di ambil pelajaran bahwa pentingnya

kerjasama yang baik antara ibu dan bapak dalam mendidik dan memperhatikan

tumbuh kembang anak. Karena untuk mendapatkan generasi terbaik tidak semudah

membolak-balikkan telapak tangan, butuh kerja keras, kesabaran dan do’a serta

keikhlasan untuk mengharap ridha Allah SWT semata.

Permasalahan dan Hukum yang Berkaitan Tentang Hak dan Kewajiban Orang Tua

Terhadap Anak

Semakin berkembang ilmu pengetahuan dewasa ini semakin menunjukkan

bahwa eksistensi manusia di muka bumi ini tumbuh dan berkembang serta

melakukan perbaikan-perbaikan dalam kehidupannya sehari-hari. Namun proses itu

diperoleh dengan cara yang tidak mudah, butuh riset, pemecahan suatu

permasalahan dan solusi untuk kebaikan manusia pada saat itu dan generasi

selanjutnya.

Begitu juga dalam hal rumah tangga, khususnya hubungan orang tua dan

anak pasti menemukan permasalahan-permasalahan yang terkadang begitu pelik dan

berpolemik. Berikut ini beberapa permasalahan dan hukum yang berkaitan tentang

hak dan kewajiban orang tua terhadap anak, di antaranya adalah:

28 Abdurrahman Umairah, Tokoh-Tokoh Yang Diabadikan Dalam al-Qur’an, terj. Salim Basyarahil

(15)

1. Pemberian Nafkah

Allah SWT memerintahkan kepada orang tua untuk memberikan nafkah

kepada keluarganya dan orang-orang disekitar. Firman Allah Swt: yas alunaka madza

yunfikuna qul ma amfaqtum min khairin falil walidaini wal aqrabina wal yatamawal

masakinwabnis sabil wama tafaluna min khairin fainnallaha bihi alim. (Qs. Al-Baqarah:

215).29

M. Quraish Shihab dalam kitabnya, Tafsir Al-Misbah menjelaskan: Dampak dari

keimanan seorang hamba kepada Allah Swt. terlihat dengan kemantapan keinginan

untuk menyesuaikan tingkah laku dengan tuntunan Sang Pencipta. Pertanyaan ini

muncul jauh sebelum diturunkan ayat ini, sehingga ayat ini menggunakan bentuk kata

kerja masa kini (yas aluna) seakan-akan sedang berlangsungnya sebuah dialog. Kata

(khairin) yaitu harta disini memberikan isyarat bahwa apa saja yang dinafkahkan

hendaklah sesuatu yang baik dan dipergunakan untuk tujuan-tujuan yang baik juga.30 Selanjutnya dijelaskan untuk siapa saja harta itu sebaiknya diberikan. Yaitu,

pertama kepada ibu bapak, karena merekalah sebab wujud anak serta paling banyak

jasanya. Kedua, kepada kaum kerabat baik yang dekat maupun yang jauh. Ketiga,

anak-anak yatim, yakni anak yang belum dewasa sedang ayahnya telah meninggal.

Keempat, orang-orang miskin, yakni mereka yang membutuhkan bantuan. Kelima,

orang-orang yang sedang dalam perjalanan tetapi kehabisan bekal. Ayat ini tidak

berbicara tentang cara membantu fakir, memerdekakan budak, atau menguraikan

kelompok yang berhak menerima zakat (Q.S.9:60). Karena yang dimaksud nafkah

disini adalah infaq yang bersifat anjuran dan di luar kewajiban zakat, sehingga pada

penutup ayat ini mengungkapkan secara umum siapa dan nafkah apapun selain harta

dengan redaksi yang menunjukkan kesinambungan (wama tafaluna min khairin fain

nallaha bihi alim ),31

Abu Bakar Jabir al-Jazairiy menafsirkan ayat ini: “Bertanya orang-orang

muslim: Bagaimana cara memberikan nafkah? Dan dengan apa kita memberikan

nafkah? Dan kepada siapa nafkah itu diberikan? Maka jawablah wahai Muhammad:

29 Departemen Agama, al-Qur’an, 52

(16)

Volume 9, Nomor 1, Pebruari 2016| 104 Berikanlah nafkah itu apa saja yang paling mudah dari mereka untuk ibu bapaknya,

kaum kerabat, anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan

yang kehabisan bekal atau dengan berbuat kebaikan apapun. Nafkah itu diberikan

dengan tujuan kebaikan dan ketaatan, sesungguhnya Allah Swt. Maha Mengetahui

atas apa yang dilakukan hamba-hamba-Nya. Dan hendaknya nafkah itu dari harta yang baik dan halal.”32

Nafkah adalah segala sesuatu berupa makanan, pakaian dan tempat tinggal

yang diberikan kepada orang yang berhak mendapatkannya. Yang berhak menerima

nafkah itu adalah istri oleh suami, Perempuan yang di talak ba’in, maka wajib di beri

nafkah oleh suaminya, pada hari-hari menjalani masa ‘iddahnya jika perempuan

tersebut dalam keadaan hamil, Anak-anak yang masih kecil; Orang yang wajib

memberikan nafkah kepada anak kecil adalah orang tuanya, Budak, Nafkah hewan;

Orang yang wajib memberinya nafkah adalah pemiliknya.33

2. SeputarPenyusuan.

Memberikan ASI kepada anak adalah tanggungjawab orang tua, dalam hal ini

ibu karena yang mampu melakukan hal tersebut hanyalah seorang perempuan saja.

Adapun tanggungjawab bapak dalam hal ini adalah memberikan nafkah berupa

asupan makanan untuk istrinya, agar ASI yang diberikan kepada anak-anaknya lancar.

Atau membayar upah penyusuan manakala telah disepakati oleh keduanya untuk

menyusukan anaknya kepada orang lain karena faktor sakit dan lain sebagainya. Yang

terdapat pada surat Luqman: 14 dan surat al-Ahqaf: 15.

Pada dua ayat tersebut, dapat di lihat ada perbedaan masa menyusui seorang

anak. Pada ayat pertama mengatakan dua tahun, sedangkan pada ayat kedua

merupakan akumulasi masa mengandung dan menyapih yang digenapkan menjadi

tiga puluh bulan. Apabila seorang ibu mengandung selama tujuh bulan maka masa

menyusuinya adalah dua puluh tiga tahun atau apabila seorang ibu mengandung

selama sembilan bulan maka masa menyusui buah hatinya adalah dua puluh satu

(17)

tahun. Hal ini sebagaimana pendapat Ibn ‘Abbas dalam menafsirkan surah al-Ahqaf

ayat kelima belas ini.34

Lantas, apakah menyusui anak itu harus dua tahun? Atau dua puluh

satu bulan, atau dua puluh empat bulan, tergantung masa kehamilan masing-masing

ibu yang diakumulasikan menjadi tiga puluh bulan?. Para ulama sepakat tidak ada

hukum qat’iy yang menerangkan bahwa masa menyusui anak selama dua tahun

adalah sebuah kewajiban. M. Quraish Shihab menerangkan tafsir surah al-Baqarah

ayat 233 mengatakan: “Ayat ini menginformasikan kepada umat Islam bahwa air susu ibu merupakan makanan terbaik bagi anak sampai berusia dua tahun. Baik itu melalui ibu kandung ( Ummahat) atau ibu-ibu yang lain ( wal walidatu). Masa dua tahun

merupakan batas maksimal kesempunaan penyusuan dan tolak ukur apabila terjadi

perbedaan pendapat antara ibu bapak perihal memperpanjang masa penyusuan. Di

sisi lain, bilangan itu juga mengisyaratkan bahwa yang menyusu setelah usia dua

tahun bukanlah penyusuan yang mempunyai dampak hukum yang mengakibatkan anak yang disusui berstatus sama dalam sejumlah hal dengan anak kandung.”35

3. Hak Orang Tua Terhadap Anak Setelah Wafat

Diantara kewajiban seorang muslim terhadap muslim yang lainnya adalah membantu dan mendo’akan saudara kita yang tertimpa musibah (seperti tertimpa

bencana, kecelakaan dan kematian) dan menunaikan perkara-perkara mereka yang

belum terselesaikan pada masa hidupnya. Seorang anak juga mempunyai

tanggungjawab terhadap orang tuanya yang telah meninggal dunia atau wafat. Maka

menjadi kewajiban bagi seorang anak untuk menunaikan apa yang diwasiatkan, hal

waris dan tanggungan yang ditinggalkan oleh orang tuanya yang telah meninggal. Allah Swt. berfirman: “wa Qadha robbuka illa ta’bidu illa iyyahu wabil walidain ihsanan”

(Qs. Al-Isra’: 23).36

Ada beberapa pembahasan al-Qurtubiy dalam menafsirkan ayat ini,

diantaranya adalah sebagai berikut ini: Pertama, pada pembahasan kedua, al-Qurtubiy

menukil riwayat imam al-Bukhari sebagai penjelasan pentingnya berbakti kepada

34 al-Qurtubiy, vol.8, 486.

(18)

Volume 9, Nomor 1, Pebruari 2016| 106 kedua orang tua. Rasulullah Saw. menjawab pertanyaan sahabat tentang amalan

yang paling dicintai oleh Allah Swt.: “Shalat pada waktunya, berbuat baik kepada kedua orang tua dan jihad di jalan Allah.”37

Kedua, Pada pembahasan ketujuh,38

al-Qurtubiy menjelaskan bahwa tidak dikhususkan bagi seorang anak untuk berbakti

ataupun berbuat baik kepada orang tua yang muslim saja. Bagi seorang anak yang

orang tuanya berbeda keyakinan (kafir) maka Islam mengajarkan untuk tetap berbuat

baik dan memberikan hak-haknya selama mereka masih hidup. (Qs. Al- Mumtahanah:

8)39. 3). Pada pembahasan kesepuluh, al-Qurtubiy menjelaskan kewajiban seorang anak untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya yang meninggal. Diriwayatkan

Abu Asid pada waktu perang Badar ia berkata: kami sedang duduk bersama

Rasulullah Saw. tiba-tiba datang sahabat dari kalangan Ansar bertanya: wahai

Rasulullah Saw. apakah ada amalan kebaikan yang bisa aku lakukan untuk berbuat

baik kepada orang tuaku yang telah wafat? Kemudian Rasulullah Saw. menjawab:

Maka menjadi kewajiban seorang anak kepada orang tuanya yang telah meninggal

yaitu: menshalatkan, memohon pengampunan, menunaikan janji (tanggungan) yang

belum dilaksanakan, memuliakan dan menyambung tali silaturahim kawan dan

kerabat orang tuanya.40

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun

seseorang (salah satu atau kedua orang tua) meninggal, masih mempunyai hubungan

dengan kerabatnya (anak dan lain-lain). Maka menjadi kewajiban bagi seorang anak

untuk menunaikan hal-hal yang menjadi tanggungan orang tuanya yang belum

terselesaikan semasa hidupnya, seperti hutang, warisan, wasiat dan lainnya.

Al-Tabariy menukil sebuah perkataan (hikmah) sebagai bentuk keridaan orang tua

terhadap seorang anak: “Barangsiapa orang tuanya rida kepadanya maka Sang

Pencipta juga akan meridainya, dan barang siapa orang tuanya murka kepadanya maka Tuhan akan murka kepadanya.”41

37 al-Qurtubiy, vol.5, 575. 38 Ibid, 576.

39 Departemen Agama, al-Qur’an, 924. 40 al-Qurtubiy, vol.5, 577.

41 Abi Ja’far Muhammad bin Jarir al-Tabariy. Jami’ al

(19)

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya,

dapat di ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: Al-Qur’an mengungkapkan

redaksi ayat-ayat berkenaan tentang hak dan kewajiban orang tua terhadap anak

sebanyak dua puluh dua ayat dengan perincian pada delapan surah berbeda

masing-masing satu ayat (surah al-Balad, al-Naml, al-Isra, al-An’am, Nuh, Ibrahim, al-‘Ankabut

dan al-Maidah), pada tiga surah berbeda masing-masing dua ayat (surah Maryam,

Luqman dan al-Ahqaf) dan pada dua surah berbeda masing-masing empat ayat (surah

al-Baqarah dan al-Nisa’).

Hasil dari pengklasifikasian ayat-ayat berkenaan tentang hak dan kewajiban

orang tua terhadap anak menunjukkan dari dua puluh dua ayat yang berhasil

dihimpun sepuluh ayat merupakan ayat-ayat Makkiyah dan dua belas ayat merupakan

ayat-ayat Madaniyah. Kemudian diidentifikasikan beberapa hak dan kewajiban orang

tua terhadap anak secara khusus seperti, pembekalan akidah yang lurus,

pembelajaran moral atau akhlaq dan berbuat baik kepada orang tua secara lisan dan

perbuatan. Atau secara umum seperti, tidak membunuh anak dan jiwa yang di larang,

bersyukur kepada Allah SWT atas karunia-Nya berupa anak, memberikan nafkah dan

sedekah dan lain sebagainya.

Tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubiy menjelaskan tentang

beberapa hak dan kewajiban orang tua terhadap anak yaitu: (a). Hak orang tua

terhadap anak. Diantaranya: 1). Mendapatkan perlakuan yang baik dari anak-anaknya

baik secara lisan dan perbuatan. 2). Seorang anak mentaati perintah orang tuanya

selama tidak bertentangan dengan syariat Islam (syirik dan maksiat). 3).Berbuat baik, menyambung tali silaturahim dan mendo’akan kedua orang tuanya meskipun

berbeda agama atau keyakinan. (b). Kewajiban orang tua terhadap anak.

Diantaranya: 1). Memberikan pengetahuan akidah dan moral (akhlaq) yang baik agar

senantiasa bersyukur, tidak menyekutukan Allah Swt. dan berbakti kepada orang tua.

2). Memberikan nafkah. Bagi seorang ayah memberikan pakaian, makanan dan

tempat tinggal serta pendidikan. Bagi seorang ibu, memberikan ASI, membantu

(20)

Volume 9, Nomor 1, Pebruari 2016| 108 dalam mendidik anak, menghargai pilihan anak dan mendo’akan anak-anak serta

keturunannya agar menjadi hamba-hamba-Nya yang baik.

Pembahasan tentang hak dan kewajiban orang tua terhadap anak dalam tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubiy sangat luas dan detail, sehingga hanya

beberapa hal saja yang mampu disajikan. Oleh karena itu penulis menyarankan

adanya kajian yang lebih spesifik sehingga mampu membedah dan membahas kajian

tersebut lebih mendalam, baik dilakukan oleh individu (personal) ataupun kelompok.

Referensi

Richo Pramono, “Fakta Pilu di Balik Penelantaran 5 Anak di Cibubur Oleh Orang Tua”, http://news.liputan6.com/read/2234559/fakta-pilu-di-balik-penelantaran-5-anak-di-cibubur-oleh-orang tua , 15 Juni 2015.

Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Ansariy al-Qurtubiy, Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Kairo: Dar al-Hadis, 2010.

Abi Ja’far Muhammad bin Jarir al-Tabariy. Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ay al-Qur’an. Giza: Dar Hajr, 2001

Abdurrahman Umairah, Tokoh-Tokoh Yang Diabadikan Dalam al-Qur’an, “terj.”, Salim Basyarahil, Jakarta: Gema Insani Press, 2000.

Abu Bakar Jabir al-Jazairiy, Minhajul al-Muslim, Kairo: Dar al-Salam, 2001.

Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’anDan Terjemahannya. t.t.: t.p. t.th.

Dhahabiy (al), Muhammad Husain. al-Tafsir wa al-Mufassirun, Kuwait: Dar al-Nawadir, 2010.

Ibn Manzur, Abi al-Fadil Jamaluddin Muhammad. Lisan al-‘Arab. Beirut: Dar Sadir 1992 . Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2004

Hidayatullah Ahmad Shashi, Mausu’ah Tarbiyah ‘Amaliyah li Tifli, Kairo, Dar al-Salam, 2010.

Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, “ter.”, Mudzakir AS., Jakarta: Litera AntarNusa, 2000

Muhammad Husain al-Dhahabiy, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Kairo: Maktabah Wahbah, 2000.

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Tangerang: Lentera Hati, 2007.

Nasir, M. Ridlwan. Memahami al-Qur’an. Prespektif Baru Metodologi Tafsir Muqarin. Surabaya: CV. Indra Media, 2003.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh Salman Fariz Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ushuludin Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, dalam skripsi ini penulis membahas surah al-ikhlas

Quraish Shihab dalam al-Qur‟an Surat Luqman ayat 13-19 adalah memberikan peran penting terehadap keluarga khususnya orang tua, dalam mendidik anak (dimulai usia dini)

Keenam, skripsi yang ditulis oleh Aghis Nikmatul Qomariyah dengan judul Penafsiran Bakri Syahid Terhadap Ayat-ayat al-Qur‟an dan Kewajiban Istri dalam Tafsir al-Huda

Faktor pendorong orang tua untuk mendidik dan membimbing anaknya dalam memberikan pendidikan yang baik khususnya dalam meningkatkan hafalan Al-Qur’an yaitu,

Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui peran orang tua terhadap pendidikan tahfiẓ Al-Qur’an anak, motivasi orang tua untuk mengantarkan

Al-Qur`an surat Al-Ma’ârij ayat 4 beserta tafsir-tafsirnya (dengan membandingan Tafsir al-Maraghi, al- Azhar dan al-Misbah) menjelaskan konsep kecepatan waktu dalam

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) konsep pendidikan karakter yang terdapat dalam Al- Qur‟an surat Luqman ayat 12-19 hasil telaah kitab tafsir

xi ABSTRAK Nama : Rosa Lestari NIM : 217410732 Konsentrasi : Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir Judul Tesis : Fungsi Sosial Istifhâm Taubîkh dalam Al- Qur`an Studi Analisis Surat