POLA
ATTACHMENT
PADA BALITA YANG TIDAK BIAS
BERINTERAKSI SOSIAL DENGAN TEMAN SEBAYA
(Studi Kasus Pada Balita Di Playgroup Islamic Jemema Semarang).
oleh
Niken Tejorini NIM 1550401028
Skripsi ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Psikologi
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian
skripsi.
Hari :
Tanggal :
Semarang, Oktober 2006
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dra. Sri Maryati Deliana M.Si Rulita Hendriyani S.
Psi, M.Si
NIP. 131125886 NIP. 132255795
Ketua Jurusan Psikologi
Dra. Sri Marayati Deliana M.Si
iii
Telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Psikologi
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada:
Hari :
Tanggal :
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Drs. Siswanto, MM Drs. Edy Purwanto
NIP. 130515769 NIP.
Pembimbing I Anggota Penguji
Dra.Sri Marayati Deliana M.Si Dra. Tri Esti Budiningsih
NIP. 131125886 NIP. 131570067
Pembimbing II
Dra. Sri Maryati Deliana
M.Si NIP. 131125886
Rulita Hendriyani S.Psi, M.Si NIP. 132255795
Rulita Hendriyani S.Psi, M.Si
iv
Saya menyatakan bahwa yang tertulus di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
saya sendiri. Bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
keseluruhan. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Oktober 2006
v
Demi masa, manusia itu semuanya dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
beriman dan berbuat kebajikan, satu sama lain saling menasehati dengan
kebenaran dan kesabaran.(QS.Al-Ashr)
Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan
sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (QS. 2:
153)
Persembahan :
Atas anugerah Allah SWT, skripsi ini saya
persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku Bpk. Bambang Edi Kuncoro
dan Ibu Tuti Herawati yang selalu berdoa dan
berjuang tiada henti untuk studiku
2. Kakak tercinta Mbak Lintang & Mas Sabeth,
Mbak Ayu & Mas Rendra, Mbak Putri & Mas
Andi yang telah memberikan bantuan moril.
3. Andy Setiawan yang masih selalu setia
memberikan semangat
4. Sahabat – sahabatku Ika, Tya,Dita, Julia yang
telah memberikan doa, dukungan dan
kebersamaannya
5. Sandhi yang selalu membantu dan menemani
vi
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah mencurahkan
segala rahmat, hidayah, karunia dan bimbingan-Nya sehingga penyusunan skripsi
dengan judul "Pola Attachment pada balita yang tidak bisa berinteraksi sosial dengan teman sebaya (Studi Kasus pada Balita di Playgroup Islamic Jemema Semarang)" sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang dapat
terselesaikan.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dorongan dan bimbingan
dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis
ucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat :
1. Dr. Sudijono Sastroatmojo, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk
memperoleh pendidikan formal di UNNES sehingga penelitian ini dapat
dilaksanakan dengan baik.
2. Drs. H. Siswanto, MM selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan ijin dan rekomendasi penelitian
sehingga penelitian ini dapat dilangsungkan di Playgroup Islamic Jemema
Semarang.
3. Dra. Sri Maryati Deliana S.Psi, M.Si. selaku Ketua Jurusan Psikologi
sekaligus Dosen Pembimbung I yang telah memberikan kepercayaan untuk
dilakukan penelitian tentang "Pola Attachment pada Balita yang tidak bisa berinteraksi sosial dengan teman sebaya (Studi Kasus pada Balita di Playgroup Islamic Jemema Semarang)"
4. Ibu Rulita Hendriyani S.Psi selaku dosen pembimbing II yang yang telah
banyak sekali membantu memberikan saran dan masukan dalam pembuatan
skripsi ini.
5. Dr. Nugroho M.Psi selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar selalu
membantu dan mengarahkan serta memberikan masukan terhadap
vii
memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di lembaga
yang dipimpinnya.
8. Seluruh Staff UPBJJ-UT Serang yang telah banyak membantu peneliti
sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.
9. Mahasiswa UPBJJ-UT Serang, yang telah memberikan informasi-informasi
penting selama penelitian berlangsung.
10. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam menyusun
Skripsi ini.
Semoga bantuan dan bimbingan yang telah diberikan menjadi amal
kebaikan dan mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan guna kelengkapan dan
kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri khususnya dan berguna bagi pembaca pada umumnya.
Semarang, Oktober 2006
viii
Playgroup Islamic Jemema Semarang). Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Dra. Sri Maryati Deliana M.Si Pembimbing II: Rulita Hendriyani S.Psi, M.si
Kata Kunci: Pola Attachment
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sebab dari ketidakmampuan subjek dalam berinteraksi dan ketergantungan subjek dengan mamanya.
Lokasi penelitian ini adalah di Playgroup Islamic Jemema Semarang. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2006, dengan sasaran orangtua subjek dan keluarganya, serta guru-guru pengajar di kelas subjek. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan cara observasi, wawancara, dan tes Proyektif. Analisis data dilakukan dengan menelaah data yang tersedia dari berbagai sumber, reduksi data, dan yang terakhir membuat kesimpulan.
Penelitian ini menggunakan informan sebanyak 6 orang, 4 orang anggota keluarga subjek dan 2 orang guru pengajar subjek. adalah ibu dari subjek, Ayah, eyang putri, dan tante subjek. Metode yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan tes Proyektif. Tes proyektif ini penulis kenakan pada subjek itu sendiri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek sangat bergantung dengan ibunya, dikarenakan sang ibu
1 A. Konteks Penelitian
Berinteraksi sosial dengan lingkungan kita merupakan suatu hal yang sangat
penting bagi kehidupan manusia. namun, tidak semua manusia dapat melakukan
interaksi sosialnya dengan baik. Perlu sejak dini untuk melakukan interaksi sosial
termasuk dalam memilih teman bermain, mempunyai sahabat, dan melakukan
hubungan pertemanan. Mengapa manusia berteman? Sebagai makhluk sosial,
manusia tidak dapat hidup sendirian di dunia ini, jadi manusia berinteraksi satu
dengan yang lainnya agar dapat mempertahankan kehidupannya.
Kawan, dan sahabat, merujuk pada seseorang yang mengenal kita dan
memperdulikan kita, oleh karena adanya suatu kesamaan tertentu. Esensi dari
pertemanan itu sendiri adalah interaksi timbal balik dan komitmen untuk saling
mengenal satu sama lain atas dasar suatu kesamaan. Seseorang dapat memanggil
orang lain sebagai teman jika ia memiliki minat dan aktivitas yang saling
menguntungkan, namun bisa juga karena adanya suatu kemiripan dalam sikap,
prinsip atau kepercayaan.
Kenapa berteman itu penting? Sebuah penelitian membuktikan bahwa
kesehatan fisik dan psikis orang yang memiliki banyak teman lebih tinggi
dibandingkan orang yang memiliki sedikit teman. Dari hasil observasi yang
didapat, ternyata orang yang memiliki sedikit teman cenderung lebih mudah
ada orang lain yang memberi bantuan secara fisik, psikis maupun dukungan sosial
padanya. Dengan kata lain pertemanan merupakan salah satu mekanisme coping
yaitu perilaku individu untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dengan
tujuan menyelesaikan suatu masalah.
Ketika anak-anak bertumbuh lebih besar, relasi teman sebaya semakin
menghabiskan banyak sekali waktu mereka. Seperti yang telah dijabarkan diatas,
bahwa pertemanan merupakan suatu bentuk relasi yang sangat penting bagi
kehidupan manusia, namun tidak semua manusia dapat menjalin hubungan
pertemanan yang baik, disebabkan oleh adanya faktor-faktor tertentu, seperti
faktor dari lingkungannya, faktor internal, yaitu biologis, (lebih ke ibu) dan faktor
disposisi (temperamen) dan juga faktor pengasuhan, yang membuat hubungan
pertemanan itu menjadi tidak baik. Faktor pengasuhan akan menjadi tidak baik
jika dilakukan dengan cara yang kurang tepat, dan akibatnya akan terjadi
kelekatan yang berlebihan, atau akan terjadi sikap cemas menghindar, yaitu sikap
anak yang jauh dari orang tuanya karena kurang sekali perhatian dari orangtuanya.
Sering sekali kita melihat ada anak-anak yang disukai oleh teman-temannya
dan mereka pun menjalin persahabatan yang erat, dapat bergaul, bersosialisasi
dengan lingkungannya, selalu menceritakan hal-hal yang mereka alami kepada
temannya tersebut, bermain bersama, bersendau gurau bersama, dan yang lainnya.
Tetapi tidak semua anak merasakan hal yang serupa, ada anak-anak yang
mempunyai perilaku tertentu, dan dia berbeda dengan yang lainnya karena anak
dengan ibunya, dan dia hanya bisa berinteraksi sosial dengan teman-teman di
sekolahnya jika di dekanya ada sosok ibunya.
Interaksi sosial adalah hal yang penting, yang harus diterapkan pada
anak-anak dari sejak dini. Karena hal itu menjadi dasar perkembangan anak-anak, dan sangat
mempengaruhi perkembangan anak untuk menuju ke tahap berikutnya, hingga dia
dewasa kelak. Interaksi sosial anak bisa terjalin dengan baik jika juga
mendapatkan dukungan dari faktor pengasuhan ibu terhadap anaknya.
Fenomena yang ada di Playgroup Jemema Semarang, dan peneliti telah
menemukan ada seorang anak yang menampakkan perilaku yang unik
dibandingkan teman-teman sebayanya, di dalam proses kegiatan belajar, dia selalu
ditemani oleh mamanya, setiap saat dia harus bisa melihat mamanya berada di
depan kelasnya, dan pada waktu jam istirahat, saatnya makan bekal bersama juga
dia habiskan waktu bersama mamanya, duduk di meja bersama teman-temannya
dengan posisi melingkar dia ditemani mamanya sedangkan teman-temannya yang
lain makan tanpa ditemani orangtuanya masing-masing. Fenomena ini telah
peneliti amati dalam jangka waktu beberapa kali dalam seminggu, dan perilaku
tersebut muncul tidak hanya pada saat itu saja, dikarenakan sesuatu hal tetapi
perilaku tersebut muncul setiap hari, setiap saat dia sekolah.
Jika saatnya bermain, dia bisa bergabung dengan teman-temanya tetapi di
tempat itu juga harus ada mamanya, jika mamanya keluar dari ruangan tersebut
anak itu juga akan meninggalkan ruangan dan kemudian berlari mengikuti
Bila dibandingkan dengan anak-anak yang lain, anak-anak yang interaksi
sosialnya bagus, yaitu anak-anak yang bisa bergaul, membaur, dan bermain
bersama-sama dengan teman sebayanya, dan yang tidak bergantung dengan
mamanya, bahkan ada anak yang sudah tidak ditunggui lagi oleh ibunya ataupun
pegasuhnya, hal tersebut sangatlah mencolok karena dia adalah satu-satunya anak
yang berperilaku unik di sekolah tersebut
B. Fokus Kajian
Dari latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan focus kajian
yang akan diteliti yaitu :
- Hal apakah, yang menyebabkan anak tersebut menampakkan perilaku tidak
mampu berinteraksi sosial dengan teman sebaya, dan selalu bergantung
dengan mamanya?
- Pola attachment / gaya pengasuhan yang bagaimana yang diterapkan oleh
orang tua anak tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian pasti mempunyai tujuan. Tujuan dari diadakannya
penelitian ini adalah :
- Untuk mengetahui sebab dari ketidakmampuannya dalam berinteraksi
sosial dan sikap ketergantungannya dengan ibu.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini menunjukkan dimana tempat penelitian
penelitian sangat penting untuk mempertanggungjawabkan data yang diperoleh,
dengan demikian ruang lingkup penelitian perlu ditetapkan terlebih dahulu..
Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah di Playgroup Jemema
Semarang, sedangkan subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 1 orang anak
yang menunjukkan perilaku tidak mampu berinteraksi social. Anak tersebut
menunjukkan perilaku yang unik, perilaku yang berbeda dari teman-temannya,
bahwa pada saat proses kegiatan belajar sedang berlangsung, anak ini selalu
ditungguin mamanya, mamanya harus selalu berada di dekatnya dan dia harus bis
melihat mamanya. Dan pada waktu istirahatpun dia juga ditemani mamanya,
1
PERSPEKTIF TEORITIK DAN KAJIAN PUSTAKA
A. Teoritik dan kajian Pustaka A.1. Interaksi Sosial
Pengalaman sosial yang dini memainkan peranan yang penting dalam
menentukan hubungan sosial di masa depan dan pola perilaku terhadap orang lain.
Salah satu tugas perkembangan awal masa kanak-kanak yang penting
adalah memperoleh latihan dan pengalaman pendahuluan yang diperlukan untuk
menjadi anggota “kelompok” dalam akhir masa kanak-kanak. Jadi awal masa
kanak-kanak sering disebut sebagai masa prakelompok. Dasar untuk sosialisaasi
diletakkan dengan meningkatnya hubungan antara anak dengan teman – teman
sebayanya dari tahun ke tahun.
Jenis hubungan sosial lebih penting daripada jumlahnya. Kalau anak
menyenangi hubungan dengan orang lain meskipun kadang-kadang saja, maka
sikap terhadap kontak sosial mendatangkan lebih baik daripada hubungan sosial
yang sering, tetapi sifat hubungannya kurang baik. Anak yang lebih menyukai
interaksi dengan manusia daripada benda akan lebih mengembangkan kecakapan
sosial sehingga mereka lebih populer daripada anak yang interaksi sosialnya
“ Antara usia 2 & 3 th, anak menunjukkan minat yang nyata untuk melihat
anak – anak lain dan berusaha mengadakan kontak sosial dengan mereka.
Manfaat yang diperoleh anak dengan diberikannya kesempatan untuk
berhubungan sosial akan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesenangan hubungan
sosial sebelumnya. Yang umumnya terjadi dalam periode ini adalah bahwa anak
lebih menyukai kontak sosial dengan kelompok jenis kelamin yang berlawanan.”
( Hurlock;117)
A.2. Perkembangan sosial pada masa Kanak-Kanak Awal
Dari umur 2-6 tahun,anak belajar melakukan hubungan sosial dan bergaul
dengan orang-orang di luar lingkungan rumah, terutama dengan anak-anak yang
umurnya sebaya. Mereka belajar menyesuaikan diri dan bekerja sama dalam
kegiatan bermain.
Masa kanak-kanak awal sering disebut usia pragang (pregang age). Pada masa ini
sejumlah hubungan yang dilakukan anak dengan anak-anak lain meningkat dan ini
sebagian menentukan bagaimana gerak maju perkembangan sosial mereka.
Anak-anak yang mengikuti pendidikan prasekolah, misalnya pendidikan untuk Anak-anak
sebelum taman kanak-kanak (nursery school), pusat pengasuhan anak pada siang
hari (day care centre), atau taman kanak-kanak (kindergarten), biasanya
mempunyai sejumlah besar hubungan sosial yang telah ditentukan dengan
anak-anak yang umurnya sebaya. Anak yang mengikuti pendidikan prasekolah
melakukan penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak
dipersiapkan secara lebih baik untuk melakukan partisipasi yang aktif dalam
kelompok dibandingkan dengan anak-anak yang aktivitas sosialnya terbatas
dengan anggota keluarga dan anak-anak dari lingkungan tetangga terdekat.
Hurlock mengungkapkan,”Pentingnya pengalaman sosial awal bagi anak
sangat menentukan kepribaadian setelah anak menjadi orang dewasa.banyaknya
pengalaman kebahagiaan mendorong anak untuk mencari pengalaman semacam
itu lagidan untuk menjadi orang yang mempunyai sifat sosial. Banyaknya
pengalaman yang tidak menyenangkan mungkin menimbulkan sikap yang tidak
sehat terhadap penglaman sosial dan terhadap orang pada umumnya. Pengalaman
yang tidak menyenangkan yang terlalu banyak juga mendorong anak menjadi
tidak sosial dan anti sosial”.(Hurlock,jild I;hal.261)
Pengalaman sosial awal dapat berupa hubungan dengan anggota keluarga
atau orang-orang di luar lingkungan rumah. Pengalaman di dalam rumah lebih
penting pada masa prasekolah, sedangkan penglaman diluar rumah menjadi lebih
penting setelah anak-anak memasuki sekolah. Tahun demi tahun, karena
berkembangnya keinginan akan status dalam kelompok, sikap danperilaku anak
dipengaruhi oleh tekanan anggota kelompok.
A.3. Pengertian Interaksi Sosial
S.L (2002 : 5) menjelaskan “interaksi sosial adalah suatu hubungan antara
2 atau lebih individu manusia, dimana tingkah laku individu yang satu
mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku individu yang lain , atau
Seperti halnya diatas, individu yang satu dapat menyesuaikan diri secara
autoplastis kepada individu yang lain, dimana dirinya dipengaruhi oleh diri yang
lain. Individu yang satu dapat juga menyesuaikan diri secara aloplastis dengan
individu lain, dimana individu yang lain itulah yang dipengaruhi oleh dirinya yang
satu. Dengan demikian hubungan antara individu yang berinteraksi senantiasa
merupakan hubungan timbal balik.
Chaplin (2002 : 470) mengatakan “interaksi sosial adalah : proses
interpersonal yang terus berlangsung antara dua atau lebih pribadi”.
A.3. Aspek-aspek yang mempengaruhi kemampuan sosialisasi anak
Hurlock (1997:262) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang
mempengaruhi kemampuan sosialiasi anak adalah :
a. Kerjasama
Anak mampu untuk bermain atau bekerja secara bersama-sama dengan
anak lain. Semakin sering melakukan sesuatu secara bersama-sama, maka
akan semakin cepat untuk belajar bekerjasama dengan orang lain.
b. Persaingan
Adanya persaingan merupakan dorongan anak untuk berusaha
sebaik-baiknya memperoleh sosialisasi yang diinginkan mereka. Kadang dari
sosialisasi ini mengakibatkan hal buruk, seperti pertengkaran dan
kesombongan.
Anak bersedia untuk berbagi sesuatu dengan anak lain, tidak
mementingkan diri sendiri. Apabila mementingkan dirinya sendiri mulai
berkurang maka ia merasa diterima secara sosial oleh lingkungannya
dengan kemurahan hati.
d. Hasrat akan penerimaan sosial
Penyesuaian diri anak terhadap tuntutan sosial akan semakin kuat,
sehingga hasrat unuk diterima oleh orang dewasa akan muncul lebih awal
dibandingkan dengan hasarat untuk diterima oleh teman sebaya.
e. Simpati
Anak berusaha menghibur dan menolong seseorang yang sedang bersedih
meskipun kadang susah dilakukan, karena anak dapat berperilaku simpati
apabila pernah mengalami situasi yang sama.
f. Empati
Ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, seperti anak dapat
memahami ekspresi wajah dan maksud pembicaraan orang lain.
g. Ketergantungan
Anak selalu bergantung pada orang lain, dalam hal apapun, misalnya
bantuan,perhatian, dan kasih sayang.
h. Sikap ramah
Anak mampu memberikan kasih sayang kepada siapapun mnelalui
kesediaannya melakukan sesuatu untuk orang lain dengan memperlihatkan
sikap ramahnya.
Anak belajar untuk mnemikirkan dan berbuat untuk orang lain dengan
meninggalkan kepentingan dan milik mereka sendiri. Mereka mau
membagi apa yang menjadi miliknya.
j. Meniru
Meniru seseorang yang dianggap mereka dapat memberikan contoh
terhadap kelompok sosialnya, sehingga mereka mengembangkan sifat
yang sama terhadap yang mereka contoh.
k. Perilaku kelekatan
Perilaku kelekatan ini biasanya diperoleh sejak bayi terutama kepada ibu
dan penggganti ibu. Bertambahnya usia mereka dan mengenal
lingkungannnya yang lebih luas, maka anak mengalihkannya dengan
belajar melakukan persahabatan dengan teman atau orang lain.
A.4. Kehidupan Sosial Anak antara lain :
a. Berteman
Anak-anak senang bermain dengan teman-teman lain, terutama dengan
teman sebayanya, karena segala perkembangan dan kesenangannya
sama. Hidup berkelompok dapat meningkatkan daya sosialnya.
b. Kerja sama
Sifat snak-anak sangat egois, suka bertengakar, jarang mereka bisa
bermain bersama. Tetapi stelah berusia tiga sampai empat tahun,
latihan, anak-anak dapat belajar bekerja sama dengan teman yang lain
dan susasana permainan makin hari makin harmonis.
c. Bertengkar
Ketika bertengakar, anak biasanya mengambil barang yang sedang
dipegang temannya, atau merusak barang pekerjaan temannya. Berteriak
dengan keras, menangis, menendang, marah, tetapi hanya dalam waktu
yang singkat, pertengkaran itu segera terlupakan dan tidak menaruh
dendam, bahkan sudah berdamai lagi. Pertengkaran anak memiliki nilai
sosial karena anak dapat belajar mengenai hal-hal apa yang tidak dapat
diterima oleh orang lain.
d. Bersaing
Anak usia empat tahun selalu ingin menang. Ia akan berusaha
memperlihatkan barang yang dimilikinya untuk menjadi bahan
persaingannya. Hal yang mendapat perhatian dari orang lain, segera
ditonjolkan. Apabila orang tua pilih kasih, maka sikap iri hati dan
keinginan bersaing tidak dapat dihindarkan.
e. Melawan
Sikap melawan terhadap disiplin yang sditetapkan orang tua atau
terhadap suatu tekanan, umumnya dinyatakan dalam perilaku :
membantah, memberontak, atau membungkam, pura-pura tidak
mendengar permintaan orang lain, atau pura-pura tidak mengerti.
Sampai usia enam tahun, gerakan untuk melawan berkurang, tetapi lebih
f. Jenis Kelamin
Sebelum usia empat tahun, baik anak laki-laki maupun anak perempuan,
dapat bermain sangat harmonis dan berteman baik dengan jenis kelamin
yang sama atau yang lain. Tetapi mulai usia empat sampai lima tahun,
anak-anak dapat membedakan jenis kelamin mereka sehingga lambat
laun mereka hanya senang bermain dengan teman sejenis, bahkan
menghina lawan jenisnya, anak laki-laki kaluau bremain dengan anak
perempuan merasa masih kekanak-kanakan atau masih menyusu,
sehingga tekanan ini begitu kuat, banyak anak laki-laki bersusaha ingin
menjadi laki-laki jantan dengan menyerang anak perempuan.
(Setiawan;2000:21)
Jadi aspek-aspek yang dapat mempengaruhi kemampuan sosialisasi anak
dapat berupa perilaku sosial,diantaranya kerjasama antara kelompok, persaingan
dengan teman, kemurahan hati, hasrat penerimaan sosial, simpati, empati,
ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru dan
perilaku kelekatan.
B. Pola Attachment
Adalah perilaku lekat atau kelekatan (attachment menurut bowlby, 1988)
mengungkapkan secara tidak langsung keinginan untuk dekat dengan orang
tertentu. Biasanya orang yang paling memberikan perhatian, dalam hal itu
biasanya ibu, ( Crowell & Waters, 1990 ) dan kepada ibulah sebagian besar anak
bermacam-macam, dilihat dari bagaimana cara ibu merespon dan memenuhi
kebutuhan anak akan membentuk suatu ikatan emosional antara anak dengan ibu
sebagai figur pengasuh.
B.1. Macam-macam Pola Attachment
Ada 3 pola attachment menurut Bowlby, yaittu :
1. Pola Secure attachment (aman)
Adalah pola yang terbentuk dari interaksi antara ibu dan anak, anak
merasa percaya terhadap ibu sebagai figur yang selalu siap mendampingi, sensitif
dan responsif, penuh cinta dan kasih sayang ketika anak mencari perlindungan
dan/atau kenyamanan, dan selalu menolong atau membantunya dalam
menghadapi situasi yang mengancam dan menakutkan. Anak yang mempunyai
pola ini percaya adanya responsifitas dan kesediaan ibu bagi mereka (Bowlby,
1979).
2. Pola anxious resistant attachment (cemas ambivalen).
Adalah pola yang terbentuk dari interaksi antara ibu dan anak, anak
merasa tidak pasti bahwa ibunya selalu ada dan responsif atau cepat membantu
serta datang kepadanya pada saat ia membutuhkan ibunya. Akibatnya, ia mudah
mengalami kecemasan untuk berpisah (separation anxiety), cenderung bergantung
menuntut perhatian dan cemas dalam bereksplorasi dalam lingkungan. Pada pola
ini, dalam diri anak muncul ketidakpastian sebagai akibat dari ibu yang terkadang
tidak selalu membantu dalam setiap kesempatan dan juga adanya keterpisahan
(Bowlby,1988). Bowlby menekankan dalam "Attachment theory" (1960),
jauhnya dirinya dari ibunya, pada kesedihan yang disesabkan oleh ketidakhadiran
ibu,dan juga terhadap kecemasan terhadap ketidakhadiran ibu yang sudah
diantisipasikan.
3. Pola anxious avoidant attachment ( cemas menghindar )
Adalah pola yang terbentuk dari interaksi antara ibu dan anak, anak tidak
memiliki kepercayaan diri karena ketika mencari kasih sayang ia tidak direspon
atau bahkan di tolak. Pada pola ini konflik lebih tersembunyi, sebagai hasil dari
perilaku ibu yang secara konstan menolaknya ketika ia mendekat untuk mencari
kenyamanan atau perlindungan (Bowlby, 1988 ).
Pada saat mencapai umur 2 tahun, attachment anak terhadap ibunya
menjadi lebih kompleks dan pada saat ini pula, anak mulai membentuk apa yang
dikenal sebagai internal working model dari relasi antara dirinya dengan ibunya
tersebut ( Main, Kaplan & Cassidy,1985 ). Internal working model dipahami
sebagai representasi mental yang meliputi pengetahuan yang dimiliki anak dari
hubungan sehari-hari dengan ibunya yang kemudian akan mempengaruhi serta
digeneralisasikan kepada cara pandangnya terhadap diri (self) dan lingkungannya
(other) ( Bowlby dalam Wuffel ,1986). Internal working model mengenai
lingkungan, dalam hal ini adalah ibu, dibangun berdasarkan sejauhmana mudah
dicapainya dan dukungan emosional yang diberikan oleh ibu. Internal working
model tentang diri dan ibu ini akan saling mengisi. Misalnya, jika ibu sering
menolak atau mempermainkan permintaaan anak pada saat dibutuhkan, anak akan
mengembangkan internal working model mengenai ibu sebagai figur yang
memberikan bantuan dan kenyamanan pada saat dibutuhkan anak, anak akan
cenderung mengembangkan internal working model mengenai ibu sebagai figur
yang penuh kasih sayang dan dirinya sebagai individu yang berharga untuk
dicintai ( Bowlby,1973 )
Dalam perkembangan selanjutnya, pengukuran pola attachment pada balita
dan juga pada remaja/dewasa dititikberatkan pada perkembangan internal working
model (Wuffel,1986). Untuk memvalidasi pengukuran dari internal working
model individu mengenai diri ( self ) dan figur attachment ( dalam hal ini ibu )
dapat dikaitkan dengan orientasi interpersonalnya. Terdapat 4 hal yang dapat
digunakan untuk melihat orientasi interpersonal seseorang,yaitu :
1. Cooperative
2. Conforming.
3. Isolating.
4. Self-concerned
( Wuffel, 1986 ).
Internal working model yang terbentuk dari relasi attachment sejak awal
ini sangat penting karena merupakan titik permulaan dari hubungan individu
dengan individu lainnya ( Durkin, 1995 ). Apa yang dipelajari dari hubungan
attachment antara ibu dan anak akan digeneralisasikan pada kemampuan anak
tersebut untuk berinteraksi sosial.
Bila dikaitkan dengan pola attachment, seorang anak yang memiliki secure
attachment, yaitu ibu yang menerimanya sebagaimana adanya, memperhatikan
working model mengenai dirinya sebagai orang yang berharga untuk dicintai dan
ibu sebagai figur yang memberikan kasih sayang. Ia pun tumbuh dengan memiliki
rasa aman. Akibatnya, dalam berinteraksi dengan teman rasa aman dan percaya
pada orang lain serta dukungan yang diberikan oleh ibu ini memungkinkan anak
untuk bersedia percaya kepada orang lain (cooperative), dapat menyesuaikan diri
dan mengikuti aturan bertingkah laku (conforming), tidak mengasingkan diri (
nonisolating ) serta memperhatikan kepentingan teman-teman bermainnya (
nonself-concerned ) sehingga membuatnya menjadi seseorang yang enak untuk
dijadikan teman.
Anak yang memiliki anxious resistant attachment, akan membangun
internal working model mengenai ibu sabagai figur yang penuh kasih, tetapi tidak
meyakinkan untuk memberikan sesuatu yang tepat, sesuai dengan kebutuhan
mereka. Hal tersebut memungkinkan pada dirinya timbul perasaan tidak aman dan
tidak percaya pada orang lain. Ia mudah mengalami kecemasan untuk berpisah
(separation anxiety), cenderung bergantung, menuntut perhatian dan cemas
bereksplorasi dalam lingkungan. Hal ini diperkirakan menyebabkan anak cemas
ketika berhadapan dengan orang lain, cenderung tidak percaya kepada orang lain
(noncooperative), cenderung menolak untuk mengikuti atauran dalam bertingkah
laku, ( nonconforming ), cenderung mengisolasi diri dari lingkungan (isolating)
dan cenderung memperhatikan kepentingan diri sendiri (self-concerned).
Kalaupun ia menjalin pertemanan, ada kecenderungan untuk bergantung dan
menuntut perhatian yang berlebihan dari temannya dan mengalami kecemasan
attachment kurang mampu untuk melakukan interaksi sosialnya karena kurang
disukai dan biasanya diabaikan dalam pergaulan.
Anak yang memiliki anxious avoidant attachment karena sering ditolak
permintaannya akan membangun internal working model mengenai ibu sebagai
figur yang menolaknya dan internal working model mengenai dirinya sebagai
orang yang tidak berharga untuk dicintai ( Bowlby, 1973 ). Diperkirakan ia akan
tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri, tidak percaya kepada orang lain
(noncooperative), menolak untuk mengikuti aturan bertingkah laku
(nonconforming), mengasingkan diri ( isolating ) dan perhatian hanya terarah pada
diri sendiri ( self-concerned ). Kemungkinan remaja yang memiliki anxious
avoidant attachment ini sulit untuk menjalin relasi pertemanan, sehingga
membuatnya menjadi anak yang tidak disukai bahkan mungkin ditolak untuk
bergaul, karena tidak mampu menciptakan kedekatan dengan yang lain. Jadi,
diperkirakan ada perbedaan dalam kemampuan melakukan interaksi sosial yang
berkaitan dengan pola attachment yang dimilikinya.
A. Pendekatan
Salim (2001 ; 93) “Penelitian ini menggunakan pendekatan Studi Kasus.
Studi Kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau
menginterpretasi suatu kasus dalam konteksnya secara natural tanpa adanya
intervensi dari pihak luar. Studi ini berusaha untuk menyoroti suatu keputusan
atau seperangkat keputusan: mengapa keputusan itu diambil, bagaimana
diterapkan dan apakah hasilnya?”
B. Unit Analisis
Sub Unit Analisis
Unit Analisis
Subjek ( Balita )
Interaksi Sosial Hubungan sosial subjek
yang berada di
lingkungan sekolah,Play
Group Jemema Semarang,
dan di lingkungan
rumahnya
- Teman Subjek
- Orang
Tua/Keluarga
subjek
Pola Attachment
Ketergantungan
subjek
Tingkah laku anak yang
ditampakkan, sebagai akibat
dari pola asuh orang tua.
Ketergantungan subjek
Peneliti menentukan subjek tersebut dikarenakan pada saat peneliti
mengantar salah satu keluarga berangkat sekolah di Playgroup Jemema beberapa
kali, peneliti melihat adanya perbedaan dari anak tersebut yang sangat mencolok
dibandingkan dengan teman-teman yang lainnya. Setelah peneliti bertanya dengan
guru-guru disekolah tersebut, ternyata tepat sekali, bahwa anak tersebut selama
beberapa bulan bersekolah di Jemema, dimulai dari pertama kali dia masuk ke
kelas nursery, sampai dia naik ke kelas playgroup, dia masih ditemani, ditunggui
oleh mamanya. Dan dia adalah satu-satunya anak yang berperilaku demikian.
Hal tersebut menarik keinginan peneliti untuk lebih mengetahui lebih jauh
dan lebih dalam tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan anak tersebut, apa
D. Pengumpulan dan Analisis Data
Dalam proses pengumpulan data, peneliti merupakan instrumen penelitian
yang utama (moeloeng 2002). Interaksi antara peneliti dengan informan
diharapkan dapat memperoleh informasi yang mampu mengungkap permasalahan
di lapangan secara lengkap dan tuntas.
Ada tiga teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu wawancara,
observasi, dan tes HTP. Berikut akan dijabarkan ketiga teknik dalam
pengumpulan data:
1. Metode Observasi
Adalah kegiatan mengamati perilaku dengan sengaja. Faktor
kesengajaan dalam proses observasi dimaksudkan agar kegiatan observasi
tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Teknik observasi juga
dapat dilakukan untuk pengumpulan data dalam penelitian perilaku.
Observasi mulai peneliti lakukan di sekolah subjek yaitu di
Playgroup Jemema Semarang pada bulan Februari sampai dengan Mei 2006.
selama itu peneliti mengamati tingkah laku keseharian subjek di sekolah, dari
mulai awal proses belajarsampai akhir proses belajar. Bahkan pada saat proses
belajar berlangsung, peneliti diijinkan oleh kepala sekolah yang bersangkutan
untuk mengamatinya cukup daril luar kelas saja karena pintu ruangan kelas
subjek tidak pernah tertutup, dengan alasan subjek harus selalu bisa melihat
mamanya berada di luar kelas.
Adalah suatu proses untuk memperoleh informasi atau data-data
yang diperlukan untuk penelitian ini. Wawancara dilakukan secara langsung
dan terstruktur dengan cara tanya jawab antara interviuee
(penanya/pewawancara) dengan interviuer (orang yang diwawancara).
Pertama kali peneliti mewawancara mama subjek terlebih dahulu karena
mamanya yang selalu berada di dekat subjek setiap saat dan setiap waktu dan
dia sangat memahami kondisi yang dialami subjek. Setelah itu, peneliti beralih
mewawancarai 2 orang guru yang mengajar di kelas subjek. Selain mama dari
subjek dan guru-gurunya, peneliti mencoba untuk mewawancara ayah, nenek
dan tante dari subjek.
Dalam metode wawancara ini peneliti sulit untuk menemui ayah
dari subjek, dikarenakan dia bekerja, dan hanya mempunyai waktu libur sabtu
dan minggu. Pada hari itulah peneliti gunakan untuk wawancara.
3. Tes Psikologis
Adalah alat untuk mengukur perbedaan-perbedaan antara
individu-individu atau antara reaksi-reaksi individu-individu yang sama dalam berbagai
situasi yang berbeda. Alat ukur yang objektif dan dibakukan atas sampel
perilaku tertentu.
Tes psikologis yang peneliti kenakan untuk subjek adalah tes HTP
( House Tree, Person). Dalam hal ini peneliti sedikit mengalami kendala,
yaitu dimana subjek pada awalnya tidak mau menggambar rumah, pohon
menggambar, dan pada akhirnya peneliti berhasil membujuk subjek
dengan memberikan reward.
Analisis data dilakukan pada saat mengumpulkan data dan setelah
pengumpulan data. Analisa dilakukan agar peneliti segera menyusun untuk
melengkapinya. Kemudian dari analisis awal, diperoleh simpulan sementara.
Analisis data dilakukan sebagai berikut :
1. Reduksi data.
Pada tahap ini peneliti memilih data yang relevan dan kurang
relevan dengan tujuan penelitian, kemudian mengelompokkan sesuai
dengan aspek yang akan diteliti seperti :
a. Hal-hal yang menyebabkan anak kurang mampu berinteraksi sosial
dengan teman sekolah, dan dengan lingkungan sekolahnya.
b. Pola asuh apakah yang diterapkan oleh orang tua terhadap
anaknya.
c. Ketergantungan subjek terhadap orang tuanya (ibu)
2. Penyajian data
Bentuk penyajian data yang dipilih dalam penelitian ini adalah
bentuk naratif, dengan tujuan atau harapan setiap data tidak lepas dari
latarnya.
3. Menarik kesimpulan
Sesuai dengan tujuan yang dicapai dari hasil penelitian maka
analisis dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan jalan
kurang mampu berinteraksi sosial dengan pola asuh apa yang diterapkan
oleh orang tua terhadap anak.
D. Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan data, diperlukan teknik pemeriksaan.
Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah criteria tertentu. Ada
empat criteria, yaitu: Kredibilitas, Keterangan, Kebergantungan, dan Kepastian.
Dalam mengetahui dan sebagai pembuktian temuan data yang dilakukan, peneliti
melakukan observasi di lapangan dengan frekuensi yang sering (ketekunan
pengamatan) ; Moeloeng 17 7;2002. sedangkan teknik pemeriksaan keabsahan
data, yaitu : 1). Perpanjangan keikutsertaan ; 2). Ketekunan pengamatan ;
3).Triangulasi ; 4).Kecukupan referensial ; 5).Kajian kasus negatif ;
6).Pengecekan anggota. (Moeloeng, 2002:175). Sedangkan pembuktian kebenaran
di dalam penelitian ini menggunakan teknik ketekunan pengamatan di lapangan.
Di dalam penelitian ini menggunakan teknik ketekunan pengamatan.
Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam
situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan
kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain,
jika perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka ketekunan
pengamatan menyediakan kedalaman (Moeloeng ,2002;177) Tabel metode
tuanya (ibu)? bersama dengan
A. Kancah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Semarang, tepatnya di Play Group Islamic
Jemema Semarang. Play Group ini termasuk salah satu Play Group elite, yang
berada di tengah kota. Letaknyapun cukup strategis, berada di Jl. Erlangga Barat
VII / 21 yang berdekatan dengan Universitas Negeri yang ternama di Semarang,
yaitu Universitas Diponegoro, dan juga dekat dengan pusat perbelanjaan
Ramayana yang berada di kawasan simpanglima.
Play Group ini dibilang elite karena biaya pendaftaran untuk masuk Pay
Group disini mencapai ± Rp.2.000.000,- sedangkan SPP perbulannya
Rp.180.000,- biaya yang tidak sedikit untuk masuk ke sebuah sekolah Play Group
Islam. Untuk SPP dengan nominal sebanyak itu, paling tidak orang tua murid
harus mempunyai penghasilan sebanyak Rp.1.000.000, – > Rp.2.000.000,- setiap
bulannya, sudah pasti mereka termasuk ke dalam golongan berada.
Play Group Islamic Jemema ini terdapat lebih dari 30 murid dan guru yang
mengajar sebanyak 6 orang guru. Kepala sekolah sekaligus pemilik dari Play
Group ini bernama Ibu Anisa,nama Jemema berasal dari nama putri ibu Anisa itu
sendiri Jemema Abigail Bashya, sering dipanggil Jema, yang sampai sekarang
masih berada di Play Group tersebut.
Play Group jemema memiliki murid kurang lebih sebanyak 70 anak,pada
saat ini Play Group tersebut menerima pendaftaran murid baru. Pegawai di Play
Group Jemema ada 20 orang, 7 orang petugas kebersihan dan termasuk penjaga
Play Group. Sedangkan pengajar yang tersedia sebanyak 12 pengajar wanita.
Pengajar di Play Group Jemema diutamakan wanita muslim dan berjilbab, karena
background dari Play Group Jemema adalah Islamic.
Di dalam suatu Play Group, pastilah ada berbagai macam karakter sifat
anak-anak. Begitu juga dengan Play Group Jemema, yang peneliti pilih, terdapat
teman-tersebut tidak bisa berinteraksi sosial dengan teman sebayanya.
Latar belakang ekonomi
Dilihat dari keadaan ekonomi keluarga subjek, subjek mempunyai
keluarga yang sangat berkecukupan Ayahnya bekerja di sebuah bank swasta,
ibunya hanya seorang ibu rumah tangga yang juga mempunyai kesibukan yaitu
membantu usaha eyang putri dari subjek (mamanya subjek). Usaha yang mereka
lakukan adalah membuat roti dengan isi berbagai rasa yang dijual dari harga
Rp.1.500,- sampai Rp.2.500. biasanya mereka menitipkan di toko-toko terdekat,
dan mereka sering menerima pesanan untuk arisan, dan ulangtahun.
Keluarga subjek bisa dibilang keluarga yang sangat berkecukupan, jika
dilihat dari tempat subjek bersekolah, yang SPPnya mencapai Rp.200.000,- . dan
saat ini subjek banyak mengikuti kegiatan-kegiatan ekstra kulikuler di luar
sekolah seperti les komputer, dan sempoa.
Latar belakang keluarga
Subjek bertempat tinggal di daerah Muara Mas tepatnya di kompleks
pewrumahan Tanah Mas Semarang. Subjek tinggal dengan 6 anggota
keluarganya, yaitu kedua orang tuanya, eyang putri atau subjek biasa memanggil
dengan panggilan Umi, eyang kakung, dan seorang tantenya dan omnya adik dari
mama subjek. Papa subjek mulai berangkat bekerja pukul 07.15 dan pulang
kerumah jam 18.00 terkadang pukul 19.00 papa subjek baru sampai di rumah.
ini kuliah di perguruan tinngi negeri begitu juga dengan omnya. Keseharian
mereka yaitu membuat roti yang dititipkan di toko-toko terdekat atau
warung-warung di daerah rumah subjek.biasanya yang mengantar adalah tante Af dan
eyang kakung, terkadang jika Af sudah pulang sekolah Af ikut mengantar Roti ke
A. Hasil penelitian
Adapun hasil penelitian yang telah ditemukan peneliti dengan mencoba
menelisik ke Sekolah Subjek sampai ke rumah subjek yang berdasarkan dari latar
belakang pola Asuh dari orang tua yang terjadi pada balita di Playgroup Islamic
Jemema Semarang.
Identitas Subjek
Nama : Af
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 3 th
Tempat tinggal : Muara Mas Semarang
Identitas orangtua subjek
Nama Ayah : SG
Usia : 33 th
Pendidikan : S1 Jurusan Ekonomi di perguruan tinggi swasta di
Semarang
Pekerjaan : Karyawan Bank Swasta di Semarang
2
Usia : 31 th
Pendidikan : S1 jurusan komunikasi di perguruan tinggi swasta di
Semarang.
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (memiliki usaha roti di rumahnya)
Alamat : Muara Mas
Latar Belakang Subjek Penelitian
Af adalah anak pertama dari keluarga yang ekonominya berkecukupan. Af
berusia 3 tahun. Af memiliki ciri-ciri yaitu bertubuh kurus, kulit coklat lebih mirip
ibunya, mata sipit, dan rambut lurus agak kemerahan. Af lahir di Semarang
dengan proses kelahiran normal. Ayah Af adalah seorang pegawai bank swasta di
Semarang, sedangkan mamanya tidak bekerja, kegiatannya dirumah hanya
membantu mamanya (nenek Af) membuat roti yang menjadi salah satu usaha
keluarga. Karena papa Af bekerja di Bank yang mengharuskan papanya sudah
tiba di kantor pukul 07.30 sampai pukul 18.00 kadang sampai pukul 20.00
papanya baru selesai bekerja. Pada pagi hari papanya bisa menyempatkan
berkomunikasi sebentar dengan Af, karena kadang papanya yang mengantar Af
berangkat ke sekolah dengan mamanya, sedangkan kalau pulang sekolah Af
dijemput tantenya menggunakan sepeda motor. Kalau papanya pulang malam, Af
sudah tidur. Keadaan seperti inilah yang membuat papanya kurang bisa
3 selesai sekolah. Af saat ini tidak/belum mempunyai saudara.
Af saat ini bersekolah di sebuah Playgroup di Semarang, yaitu Playgroup
Islamic Jemema. Dalam kesehariannya Af bersekolah, 4x dalam seminggu dia
selalu diantar oleh mamanya, dan selalu ditunggui oleh mamanya. Waktu umur 2
tahun mama Af mendaftarkannya di Jemema karena di sekolah itu termasuk
sekolah baru di Semarang dan berbasis Islamie. Pada awal sekolah, Af masuk ke
dalam kelas Nursery B, hingga saat ini Af sudah naik ke kelas Playgroup. Setelah
beberapa kali peneliti melakukan pengamatan di sekolahnya, Af selalu diantar
dan ditunggui oleh mamanya, selama pengamatan yang peneliti lakukan, dia tidak
pernah diantar dan ditunggui oleh pembantu/baby sitter, atau eyangnya, ataupun
tantenya. Setelah diamati secara berulang-ulang, ternyata ada kejanggalan yang
peneliti temui dalam diri Af yang sangat berbeda dengan teman-temannya yang
lain.
Sudah ± 1th dia bersekolah di Jemema, mulai dari Nursery dia sudah
masuk di Jemema sampai dia naik ke tingkat Playgroup. Selama itu pula dia
selalu ditunggui oleh mamanya, jika proses belajar di dalam ruang kelas sedang
berlangsung, pintu kelas tersebut harus selalu terbuka, agar Af bisa melihat
mamanya yang berada di depan kelasnya. Begitu juga jika kegiatan hafalan surat
pendek yang menggunakan ruangan luas yang menyerupai aula di lantai 2,
mamanya juga harus ikut serta naik ke atas. Dan jika mamanya ingin ke kamar
4 ulang setiap harinya. Guru disanapun sudah sangat mengerti keadaan Af dan
menuruti saja apa yang diinginkan Af. Ada kejadian yang membuat Af marah
sampai mengangis dan tidak ingin mengikuti kegiatan belajar, yaitu pada saat
kegiatan belajar dan bermain balok susun di dalam kelas di lantai bawah,
pelajaran baru saja dimulai dan mama Af berada di depan kelasnya, ada seorang
guru yang masuk kedalam kelas Af untuk menemui guru Af setelah selesai
berbincang sebentar ternyata guru tersebut lupa, bahwa di dalam kelas tersebut
ada Af, guru tersebut keluar sambil menutup pintu kelas, kontan saja Af langsung
berteriak "jangan ditutup pintunya…!!!" lalu Af membuka lagi pintu itu sambil
keluar menagis dan berlari ke mamanya, setelah itu, Af tidak mau mengikuti
kegiatan belajar yang selanjutnya, dia hanya duduk di pangkuan mamanya, seperti
semangatnya untuk belajar sudah hilang dengan kejadian tadi.
Jika saatnya bermain di lantai 2, Af bisa bermain bersama
teman-temannya yang lain, kejar-kejaran, bermain otoped, main mobil-mobillan, ikut
berteriak-teriak bersama temannya. Tetapi jika sedang bermain, Af terkadang
tidak mau berbagi dengan temannya. Biasanya jika seorang anak kecil si B
misalnya melakukan tindakan apapun, misalnya berteriak-teriak sambil lari
kejar-kejaran kemudian teman-temannya yang lain mengikuti apa yang dilakukan oleh
si B, tetapi kadang Af melakukan tindakan dan dia ingin teman-temannya
mengikuti gerakannya itu, tetapi teman-temannya lebih asyik mengikuti tindakan
5 mencari mamanya, setelah itu seperti biasa Af menjadi hilang semangat, dia tidak
ingin melanjutkan lagi kegiatannya, atau sudah "ga' mood lagi."
Jika pada saat proses belajar di dalam kelas, Af bisa mengikutinya dengan
baik, jika guru meminta Af untuk melakukan sesuatu seperti menempatkan
bentuk-bentuk berbagai macam bentuk balok ke tempat yang sesuai dengan
bentuknya, Af bisa melakukannya dan mau untuk melakukannya. Pada intinya,
proses belajar Af di dalam kelas bisa terjadi dengan baik, tetapi dengan syarat,
harus ada mama di dekatnya, dan selalu bisa melihat mamanya. Begitu juga pada
waktu istirahat saatnya anak-anak bermain di lantai 2, Af bisa berinteraksi dengan
temannya, Af mau bermain bahkan berbagi mainan dengan teman-temannya.
Mama Af sangat menyadari perilaku Af tersebut juga membuat dirinya
merasa tidak nyaman jika menunggui Af sekolah, Mama Af menjadi tidak bisa
bergaul, tidak bisa bersosialisasi dengan ibu-ibu yang juga menunggui
anak-anaknya di ruang tunggu, yang sedang asyik ngobrol, ngerumpi, menawarkan
dagangannya. Tetapi dia lebih memilih untuk menuruti keinginan Af. Ibu-ibu
yang berada disana sangat memahami dan mengerti sekali apa yang dilakukan
Mama Af, tetapi juga tidak sedikit yang mencibir dan membicarakan bahwa
perilaku mama Af itu tidak tepat.
Menurut pendapat guru Af, perilaku Af ini unik, lain daripada
teman-teman yang lain, maka dari itu guru Af sebisa mungkin menuruti keinginan Af
6 membutuhkan proses untuk bisa lepas dari mamanya, itu menurut pendapat dari
guru Af.
Setelah beberapa lama peneliti melakukan pengamatan di sekolah dan
pendekatan dengan sang ibu, peneliti beralih untuk mengamati perilaku dan
kesehariannya di rumah, peneliti ingin mengetahui bagaimana perilaku Af jika
berada di lingkungan rumahnya. Dan saat ini kebetulan proses belajar Af di
Playgroup Jemema sudah selesai pada bulan juni ini, jadi kesempatan bagi saya
untuk mengetahui perilaku sehari-harinya di rumah. Sebelum saya mengunjungi
rumahnya, saya minta ijin kepada mamanya untuk berkunjung ke rumah, dengan
tujuan ingin mengetahui bagaimana keseharian Af jika di rumah. Siang itu
peneliti mengunjungi rumahnya, dan disambut oleh mamanya, kebetulan pada
waktu itu Af sedang tidur siang. Langsung saja peneliti mengajukan beberapa
pertanyaan kepada mamanya.
Selain kegiatannya bersekolah di Jemema, Af juga mengikuti les-les di
luar kegiatan sekolahnya seperti les komputer yang bernama KOMPUTERTOTS
yang berada di daerah erlangga, dan tidak jauh dari sekolahnya. Sama seperti dia
bersekolah, pada waktu les pun Af ditunggui oleh mamanya, yang harus berada
duduk disebelahnya. Selain itu Af juga pernah mengikuti les sempoa tetapi itu
hanya bertahan selama beberapa minggu saja, dikarenakan Af tidak berminat
7 Rumah Af berada di Tanah Mas, tepatnya di Muara Mas, di rumah itu ada
beberapa anggota keluarga yang tinggal. Papa Af, Mamanya, eyang putri, dan
seorang tante (adik dari mamanya) dan om (adik dari mamanya). Af mempunyai
panggilan khusus untuk eyangnya yaitu Umi, sedangkan untuk tantenya, Af
memanggil dengan sebutan Aunty (dalam bahasa inggris bibi/tante). Eyang Af
mempunyai usaha kecil-kecilan, yaitu membuat roti isi yang juga dibantu oleh
mama Af. Mama Af sering membawa roti tersebut ke sekolah untuk dijual ke
ibu-ibu yang sedang menunggui anak-anaknya dengan harga yang bervariasi, antara
Rp.1.000,- sampai Rp.1.500,-. Rotinyapun rasanya lumayan enak, setelah saya
tahu Mama Af membuat roti, saya tertarik untuk mencobanya.
Lingkungan rumah Af adalah perumahan yang sangat terkenal di kota
Semarang, juga terkenal sering banjir karena sering terkena rob, dan udara
disanapun amat sangat panas dan gersang sekali, namun sekarang daerah tersebut
juga sudah ramai dihuni oleh penduduk-penduduk baru yang datang. Jalan di
depan rumah Af adalah jalan besar bukan jalan kecil seperti di
kampung-kampung, jalannya sering ramai dilalui mobil-mobil dan kendaraan-kendaraan
yang lalu lalang. Af tidak pernah bermain keluar dari rumah karena mamanya
yang tidak memperbolehkan Af main ke tetangga sebelah, dengan alasan takut
membiarkan Af bermain sendiri dengan teman-temannya, jika terjadi sesuatu
dengan Af mamanya tidak mengetahuinya, entah Af memukul temannnya sampai
8 rumah Af, mereka kebanyakan teman yang sebaya dan semuanya laki-laki.
Terkadang Af juga bermain dengan tante, atau dengan mamanya saja dan
eyangnya. Jadi lebih aman jika Af bermain didalam rumah, dan memperbolehkan
teman-temannya datang ke rumah Af untuk bermain.
Af tergolong anak yang lemah dalam hal kesehatannya, dalam 1 bulan Af
satu atau dua kali sakit, terkadang sakit batuk, sampai berat badannya berkurang,
kadang panas, terkadang flu yang disertai panas. Tapi keadaan seperti itu tidak
setiap bulan dialaminya, dan belum pernah sampai ke tahap parah dan juga tidak
pernah masuk rumah sakit. Sejauh ini mama Af merasa sudah sangat baik dalam
merawat, mengasuh, dan mendidik Af . Dengan kondisi tersebut, membuat mama
Af memporsikan kasih sayang terhadap Af lebih banyak. Dan Mama Af tidak
pernah suka untuk memaksakan suatu keinginan ke pada Af, seperti contohnya,
jika pada pagi hari, saatnya Af berangkat ke sekolah, jika Af terlihat
malas-malasan, tidak bersemangat untuk mempersiapkan dirinya berangkat ke sekolah,
mamanya tidak pernah memaksakannya bahwa dia harus berangkat ke sekolah,
mamanya hanya menanyakan apa keinginan pada saat itu, jika Af hanya ingin
tiduran saja,mamanya ikut menemani Af di sebelahnya, sambil bermain, ataupun
mama Af membacakan buku cerita untuk Af. Tetapi tidak selalu setiap Af malas
bangun pagi terkadang mamanya suka mengambil tindakan dengan langsung
mengangkat Af dari tempat tidur dan memandikannya, lalu menyuapinya
9 tidak diinginkan oleh mamanya. Semuanya itu dilakukan mamanya karena "baru
anak 1 jadi ya, semuanya buat dia".
Kedekatan Af dengan eyang, atau dengan tantenya sangat baik, jika
dirumah Af tidak setiap saat hanya ingin dekat dengan mamanya saja, ada
beberapa contoh hal-hal kecil yang menunjukkan jika di rumah Af tidak hanya
bergantung dengan mamanya saja, seperti contohnya, jika Af ingin buang air
besar dia bilang terlebih dahulu dengan mamanya "ma, mau eek.." kemudian
mamanya menyuruh Af "sama anty ya, bilang anty sana," dan Afpun mau
mengikuti apa yang dibilang mamanya, dia bisa ke kamar sendiri dan melepas
celana sendiri, buang air di kamar mandipun juga sendiri, setelah selesai, dia
memanggil antynya, kemudian jika eyang Kung dan Antynya hendak mengantar
dagangannya ke toko-toko, Af ikut dengan mereka. Sikap Af di rumah berbeda
jika dia berada di sekolah yang selalu harus bisa melihat kehadiran mamanya. Hal
ini disebabkan karena didalam lingkungan rumahnya Af merasa aman dan
nyaman, dekat dengan keluarganya di rumah.
Dengan melihat hal tersebut, dan sesuai dengan observasi yang telah
peneliti lakukan, peneliti menemukan hasil dari penelitian yang telah dilakukan,
yaitu jika Af berada di dalam rumah, dia merasa aman dan nyaman berada di
dekat orang-orang atau keluarga Af, tetapi jika Af sudah berada di luar lingkungan
rumahnya, dia pasti akan selalu ingin dekat dengan mamamnya, dan harus ada
10 subjek menolak untuk menggambar, setelah beberapa kali peneliti melakukan
pendekatan dan memberikan reward jika subjek mau menggambar House,Tree, &
Person, pada akhirnya subjek bersedia untuk menggambarnya. Setelah tes HTP
diberikan, peneliti telah mendapatkan hasil dari gambar subjek, gambar rumah
lebih besar daripada gambar pohon, yang berarti ibu lebih dominan terhadap
subjek, dan peranan ibu sebagai pelindung sangat besar, dan hal tersebut
mendapat penerimaan yang baik dari sang ibu, sedangkan fungsi ayah tidak jelas,
dan menunjukkan adanya kebutuhan terhadap kasih sayang. Sedangkan gambar
Person yang dibuat oleh subjek mengartikan bahwa adanya ketergantungan yang
pasif, sifat egosentris, dan keinginan akan kasih sayang.
Dari beberapa teknik yang telah peneliti ambil dan lakukan, peneliti
menemukan hasil dari penelitian ini. Af adalah anak yang termasuk dalam
golongan anxious resistant attachment, dan dia akan membangun internal
working model mengenai ibu sabagai figur yang penuh kasih, tetapi tidak
meyakinkan untuk memberikan sesuatu yang tepat, sesuai dengan kebutuhan
mereka. Hal tersebut memungkinkan pada dirinya timbul perasaan tidak aman dan
tidak percaya pada orang lain. Ia mudah mengalami kecemasan untuk berpisah
(separation anxiety), cenderung bergantung, menuntut perhatian dan cemas
bereksplorasi dalam lingkungan. Hal ini diperkirakan menyebabkan Af cemas
ketika berhadapan dengan orang lain, cenderung tidak percaya kepada orang lain
11 concerned). Kalaupun ia menjalin pertemanan, ada kecenderungan untuk
bergantung dan menuntut perhatian yang berlebihan dari temannya dan
mengalami kecemasan untuk berpisah. Diperkirakan anak yang memiliki pola
anxious resistant attachment kurang mampu untuk melakukan interaksi sosialnya
karena kurang disukai dan biasanya diabaikan dalam pergaulan.
A. Pembahasan
Menurut (Bowlby, 1988) pola attachment adalah perilaku lekat atau
kelekatan, keinginan untuk dekat dengan orang tertentu. Disini biasanya orang
yang paling memberikan perhatian, dalam hal ini adalah biasanya ibu (Crowell &
Waters,1990) dan kepada ibulah sebagian besar anak sangat bergantung. Adapun
berbagai macam pola asuh yang ditunjukkan oleh seorang ibu yang dilihat dari
bagaimana cara ibu merespon dan memenuhi kebutuhan anak yang akan
membentuk suatu ikatan emosional antara anak dengan ibu sebagai figur
pengasuh adalah sebagai berikut :
Macam-macam Pola Attachment
1. Pola Secure attachment (aman)
Adalah pola yang terbentuk dari interaksi antara ibu dan anak, anak
merasa percaya terhadap ibu sebagai figur yang selalu siap mendampingi, sensitif
dan responsif, penuh cinta dan kasih sayang ketika anak mencari perlindungan
dan/atau kenyamanan, dan selalu menolong atau membantunya dalam
menghadapi situasi yang mengancam dan menakutkan. Anak yang mempunyai
pola ini percaya adanya responsifitas dan kesediaan ibu bagi mereka (Bowlby,
1979).
serta datang kepadanya pada saat ia membutuhkan ibunya. Akibatnya, ia mudah
mengalami kecemasan untuk berpisah (separation anxiety), cenderung bergantung
menuntut perhatian dan cemas dalam bereksplorasi dalam lingkungan. Pada pola
ini, dalam diri anak muncul ketidakpastian sebagai akibat dari ibu yang terkadang
tidak selalu membantu dalam setiap kesempatan dan juga adanya keterpisahan
(Bowlby,1988). Bowlby menekankan dalam "Attachment theory" (1960),
separation anxiety sesungguhnya mengacu pada protes bayi/anak terhadap
jauhnya dirinya dari ibunya, pada kesedihan yang disesabkan oleh ketidakhadiran
ibu,dan juga terhadap kecemasan terhadap ketidakhadiran ibu yang sudah
diantisipasikan.
3. Pola anxious avoidant attachment ( cemas menghindar )
Adalah pola yang terbentuk dari interaksi antara ibu dan anak, anak tidak
memiliki kepercayaan diri karena ketika mencari kasih sayang ia tidak direspon
atau bahkan di tolak. Pada pola ini konflik lebih tersembunyi, sebagai hasil dari
perilaku ibu yang secara konstan menolaknya ketika ia mendekat untuk mencari
kenyamanan atau perlindungan (Bowlby, 1988 ).
Dari 3 macam pola attachment dari Bowlby yang telah dijabarkan diatas,
dan setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan beberapa teknik
pengumpulan data terhadap subjek selama beberapa bulan ini, peneliti
menemukan hasil dari penelitian ini, dan telah mendapatkan pola asuh yang
pelindung, dan adanya penerimaan dari ibu, sedangkan fungsi ayah yang tertuang
dalam tes HTP tidak jelas, ada kebutuhan terhadap kasih sayang, adanya
ketergantungan yang pasif, dan bersifat egosentris dan adanya keinginan kasih
sayang. Perilaku-perilaku Af yang tergolong unik ini tampak jelas terlihat beda
diantara teman-temannya, jika berada di sekolah,dia tidak ingin jauh dari
mamanya, dia harus selalu bisa melihat mamanya jika proses belajar sedang
berlangsung. Adanya perilaku Af tersebut adalah dampak dari pola asuh orang
tuanya yang memberikan kasih sayang tetapi porsinya tidak tepat, sehingga
membuat subjek tidak ingin jauh dari figur attachmentnya dan selalu merasa
cemas jika jauh darinya.
Af adalah anak yang masuk kedalam golongan pola asuh anxious resistant
attachment, seorang anak yang memiliki pola asuh ini, akan membangun internal
working model mengenai ibu sebagai figur yang penuh kasih, tetapi tidak
meyakinkan untuk memberikan sesuatu yang tepat, sesuai dengan kebutuhan
mereka. Hal tersebut memungkinkan pada dirinya timbul perasaan tidak aman dan
tidak percaya pada orang lain. Ia mudah mengalami kecemasan untuk berpisah
(separation anxiety), cenderung bergantung, menuntut perhatian dan cemas
bereksplorasi dalam lingkungan. Hal ini diperkirakan menyebabkan anak cemas
ketika berhadapan dengan orang lain, cenderung tidak percaya kepada orang lain
(noncooperative), cenderung menolak untuk mengikuti atauran dalam bertingkah
menuntut perhatian yang berlebihan dari temannya dan mengalami kecemasan
untuk berpisah. Diperkirakan anak yang memiliki pola anxious resistant
attachment kurang mampu untuk melakukan interaksi sosialnya karena kurang
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang didapat, menggunakan beberapa teknik, yaitu
observasi; wawancara; dan tes HTP (House, Tree, Person) tentang latar belakang
subjek penelitian dapat disimpulkan bahwa orang tua Af telah menerapkan pola
asuh anxious resistant attachment dari Bowlby :
Af adalah anak yang masuk kedalam golongan pola asuh anxious resistant
attachment, seorang anak yang memiliki pola asuh ini, akan membangun internal
working model mengenai ibu sabagai figur yang penuh kasih, tetapi tidak
meyakinkan untuk memberikan sesuatu yang tepat, sesuai dengan kebutuhan
mereka. Hal tersebut memungkinkan pada dirinya timbul perasaan tidak aman dan
tidak percaya pada orang lain. Ia mudah mengalami kecemasan untuk berpisah
(separation anxiety), cenderung bergantung, menuntut perhatian dan cemas
bereksplorasi dalam lingkungan. Hal ini diperkirakan menyebabkan anak cemas
ketika berhadapan dengan orang lain, cenderung tidak percaya kepada orang lain
(noncooperative), cenderung menolak untuk mengikuti atauran dalam bertingkah
laku, ( nonconforming ), cenderung mengisolasi diri dari lingkungan (isolating)
dan cenderung memperhatikan kepentingan diri sendiri (self-concerned).
Kalaupun ia menjalin pertemanan, ada kecenderungan untuk bergantung dan
menuntut perhatian yang berlebihan dari temannya dan mengalami kecemasan
Pola anxious resistant attachment (cemas ambivalen).
Adalah pola yang terbentuk dari interaksi antara ibu dan anak, anak
merasa tidak pasti bahwa ibunya selalu ada dan responsif atau cepat membantu
serta datang kepadanya pada saat ia membutuhkan ibunya. Akibatnya, ia mudah
mengalami kecemasan untuk berpisah (separation anxiety), cenderung bergantung
menuntut perhatian dan cemas dalam bereksplorasi dalam lingkungan. Pada pola
ini, dalam diri anak muncul ketidakpastian sebagai akibat dari ibu yang terkadang
tidak selalu membantu dalam setiap kesempatan dan juga adanya keterpisahan
(Bowlby,1988). Bowlby menekankan dalam "Attachment theory" (1960),
separation anxiety sesungguhnya mengacu pada protes bayi/anak terhadap
jauhnya dirinya dari ibunya, pada kesedihan yang disesabkan oleh ketidakhadiran
ibu,dan juga terhadap kecemasan terhadap ketidakhadiran ibu yang sudah
diantisipasikan.
Orang tua Af memberikan kasih sayang yang berlebihan yang tidak sesuai
dengan porsinya, sehingga membuat subjek menjadi ketergantungan dan selalu
merasa cemas jika jauh sebentar dari orang tuanya.
Dalam melakukan aktivitas apapun, kebanyakan anak usia balita ingin
ditemani ayah-ibunya. Pada saat sarapan, mandi, pakai baju, atau minum susu,
semua harus melibatkan orangtuanya. Kalau tidak, anak bisa ngambek.
Penyebab kelekatan anak yang berlebih tidak lain disebabkan pola asuh
kelewat lengket dan kurang bisa bersikap mandiri. Anak belajar dari lingkungan,
terutama lingkungan keluarga. Kalau keluarga menerapkan pola asuh, ataupun
pola pendidikan yang keliru, bukan tidak mungkin pertumbuhan kepribadiannya
menjadi kurang baik (Niken Ayu Purbasari, S.Psi,; Bali Post)
Ketidakmandirian semacam itu jelas akan menimbulkan kerugian bagi
anak. Diantaranya, anak tidak bisa secara optimal mengembangkan kepribadian,
kemampuan sosialisasi dan kehidupan emosionalnya juga terhambat. Itulah
mengapa orang tua dituntut mencermati kelekatan yang berlebih ini, sekaligus
segera melakukan langkah-langkah perbaikan. Jika tidak, pengaruh buruknya akan
berbekas hingga ke masa mendatang. Masa balita merupakan dasar dari
pembentukan kepribadian seorang anak hingga ia berusia dewasa.
B. Implikasi
Implikasi dari diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Implikasi teoritis
a. Penelitian ini dapat menambah khasanah studi pustaka
baru bagi ilmu psikologi mengenai attachment bagi
perkembangan anak balita, khususnya pada anak
pengembangan bidang psikologi perkembangan.
2. Implikasi praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
pengetahuan bagi orang tua khususnya yang
mempunyai anak balita yang mempunyai perilaku lekat
yang berlebih dengan orangtuanya supaya menerapkan
pola asuh yang tepat dan seimbang kepada
anak-anaknya, agar anak bisa melonggarkan kelekatannya
pada orangtuanya. Karena penerapan pola asuh yang
tepat sejak dini sangat penting bagi perkembangan anak
kelak.
b. Diharapkan pula, hasil penelitian ini juga bisa
bermanfaat bagi guru-guru yang mendidik, yang juga
sangat berperan dalam mendidik anak sejak dini di
dalam lingkungan sekolah, supaya bisa membantu
orang tua murid untuk menerapkan pola asuh yang
benar terhadap murid-muridnya.
Anastasi, Anne.1997, Tes Psikologi, Jakarta : Prenhalindo
Azwar, S. 1992, Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Bowlby, J. 1988. Attachmen and Loss. Volume I. Penguin Books Ltd
De Clerq, L. 1994, Tingkah Laku Abnormal, Jakarta : Gramedia Widiarasana
Indonesia.
F.J.Monks Siti Rahayu Haditono Psikologi perkembangan
Hadi, S. 2000, Statistik, Jilid 1, Yogyakarta : Andi.
Hadi, S. 2000, Statistik, Jilid 2, Yogyakarta : Andi.
Moeloeng,
Nazir, M. 1983, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia.
Salim, Agus. 2001, Teori dan paradigma penelitian sosial, Yogyakarta : Tiara
Wacana
Hurlock, 2000. Psikologi Perkembangan. Alih bahasa : Iswadiyanti. Jakarta :
Erlangga.
Santrock,John. W.2002, Life Span Development, jilid 1, Jakarta : Erlangga
www.e-Psikologi.com