• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA ATTACHMENT PADA BALITA YANG TIDAK BIAS.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "POLA ATTACHMENT PADA BALITA YANG TIDAK BIAS.pdf"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

POLA

ATTACHMENT

PADA BALITA YANG TIDAK BIAS

BERINTERAKSI SOSIAL DENGAN TEMAN SEBAYA

(Studi Kasus Pada Balita Di Playgroup Islamic Jemema Semarang).

oleh

Niken Tejorini NIM 1550401028

Skripsi ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Psikologi

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian

skripsi.

Hari :

Tanggal :

Semarang, Oktober 2006

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dra. Sri Maryati Deliana M.Si Rulita Hendriyani S.

Psi, M.Si

NIP. 131125886 NIP. 132255795

Ketua Jurusan Psikologi

Dra. Sri Marayati Deliana M.Si

(3)

iii

Telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Psikologi

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada:

Hari :

Tanggal :

Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

Drs. Siswanto, MM Drs. Edy Purwanto

NIP. 130515769 NIP.

Pembimbing I Anggota Penguji

Dra.Sri Marayati Deliana M.Si Dra. Tri Esti Budiningsih

NIP. 131125886 NIP. 131570067

Pembimbing II

Dra. Sri Maryati Deliana

M.Si NIP. 131125886

Rulita Hendriyani S.Psi, M.Si NIP. 132255795

Rulita Hendriyani S.Psi, M.Si

(4)

iv

Saya menyatakan bahwa yang tertulus di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya

saya sendiri. Bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau

keseluruhan. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini

dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Oktober 2006

(5)

v

Demi masa, manusia itu semuanya dalam kerugian, kecuali orang-orang yang

beriman dan berbuat kebajikan, satu sama lain saling menasehati dengan

kebenaran dan kesabaran.(QS.Al-Ashr)

Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan

sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (QS. 2:

153)

Persembahan :

Atas anugerah Allah SWT, skripsi ini saya

persembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku Bpk. Bambang Edi Kuncoro

dan Ibu Tuti Herawati yang selalu berdoa dan

berjuang tiada henti untuk studiku

2. Kakak tercinta Mbak Lintang & Mas Sabeth,

Mbak Ayu & Mas Rendra, Mbak Putri & Mas

Andi yang telah memberikan bantuan moril.

3. Andy Setiawan yang masih selalu setia

memberikan semangat

4. Sahabat – sahabatku Ika, Tya,Dita, Julia yang

telah memberikan doa, dukungan dan

kebersamaannya

5. Sandhi yang selalu membantu dan menemani

(6)

vi

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah mencurahkan

segala rahmat, hidayah, karunia dan bimbingan-Nya sehingga penyusunan skripsi

dengan judul "Pola Attachment pada balita yang tidak bisa berinteraksi sosial dengan teman sebaya (Studi Kasus pada Balita di Playgroup Islamic Jemema Semarang)" sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang dapat

terselesaikan.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dorongan dan bimbingan

dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis

ucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat :

1. Dr. Sudijono Sastroatmojo, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri

Semarang yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk

memperoleh pendidikan formal di UNNES sehingga penelitian ini dapat

dilaksanakan dengan baik.

2. Drs. H. Siswanto, MM selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Negeri Semarang yang telah memberikan ijin dan rekomendasi penelitian

sehingga penelitian ini dapat dilangsungkan di Playgroup Islamic Jemema

Semarang.

3. Dra. Sri Maryati Deliana S.Psi, M.Si. selaku Ketua Jurusan Psikologi

sekaligus Dosen Pembimbung I yang telah memberikan kepercayaan untuk

dilakukan penelitian tentang "Pola Attachment pada Balita yang tidak bisa berinteraksi sosial dengan teman sebaya (Studi Kasus pada Balita di Playgroup Islamic Jemema Semarang)"

4. Ibu Rulita Hendriyani S.Psi selaku dosen pembimbing II yang yang telah

banyak sekali membantu memberikan saran dan masukan dalam pembuatan

skripsi ini.

5. Dr. Nugroho M.Psi selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar selalu

membantu dan mengarahkan serta memberikan masukan terhadap

(7)

vii

memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di lembaga

yang dipimpinnya.

8. Seluruh Staff UPBJJ-UT Serang yang telah banyak membantu peneliti

sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

9. Mahasiswa UPBJJ-UT Serang, yang telah memberikan informasi-informasi

penting selama penelitian berlangsung.

10. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam menyusun

Skripsi ini.

Semoga bantuan dan bimbingan yang telah diberikan menjadi amal

kebaikan dan mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa

skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang sifatnya

membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan guna kelengkapan dan

kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis sendiri khususnya dan berguna bagi pembaca pada umumnya.

Semarang, Oktober 2006

(8)

viii

Playgroup Islamic Jemema Semarang). Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Dra. Sri Maryati Deliana M.Si Pembimbing II: Rulita Hendriyani S.Psi, M.si

Kata Kunci: Pola Attachment

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sebab dari ketidakmampuan subjek dalam berinteraksi dan ketergantungan subjek dengan mamanya.

Lokasi penelitian ini adalah di Playgroup Islamic Jemema Semarang. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2006, dengan sasaran orangtua subjek dan keluarganya, serta guru-guru pengajar di kelas subjek. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan cara observasi, wawancara, dan tes Proyektif. Analisis data dilakukan dengan menelaah data yang tersedia dari berbagai sumber, reduksi data, dan yang terakhir membuat kesimpulan.

Penelitian ini menggunakan informan sebanyak 6 orang, 4 orang anggota keluarga subjek dan 2 orang guru pengajar subjek. adalah ibu dari subjek, Ayah, eyang putri, dan tante subjek. Metode yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan tes Proyektif. Tes proyektif ini penulis kenakan pada subjek itu sendiri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek sangat bergantung dengan ibunya, dikarenakan sang ibu

(9)

1 A. Konteks Penelitian

Berinteraksi sosial dengan lingkungan kita merupakan suatu hal yang sangat

penting bagi kehidupan manusia. namun, tidak semua manusia dapat melakukan

interaksi sosialnya dengan baik. Perlu sejak dini untuk melakukan interaksi sosial

termasuk dalam memilih teman bermain, mempunyai sahabat, dan melakukan

hubungan pertemanan. Mengapa manusia berteman? Sebagai makhluk sosial,

manusia tidak dapat hidup sendirian di dunia ini, jadi manusia berinteraksi satu

dengan yang lainnya agar dapat mempertahankan kehidupannya.

Kawan, dan sahabat, merujuk pada seseorang yang mengenal kita dan

memperdulikan kita, oleh karena adanya suatu kesamaan tertentu. Esensi dari

pertemanan itu sendiri adalah interaksi timbal balik dan komitmen untuk saling

mengenal satu sama lain atas dasar suatu kesamaan. Seseorang dapat memanggil

orang lain sebagai teman jika ia memiliki minat dan aktivitas yang saling

menguntungkan, namun bisa juga karena adanya suatu kemiripan dalam sikap,

prinsip atau kepercayaan.

Kenapa berteman itu penting? Sebuah penelitian membuktikan bahwa

kesehatan fisik dan psikis orang yang memiliki banyak teman lebih tinggi

dibandingkan orang yang memiliki sedikit teman. Dari hasil observasi yang

didapat, ternyata orang yang memiliki sedikit teman cenderung lebih mudah

(10)

ada orang lain yang memberi bantuan secara fisik, psikis maupun dukungan sosial

padanya. Dengan kata lain pertemanan merupakan salah satu mekanisme coping

yaitu perilaku individu untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dengan

tujuan menyelesaikan suatu masalah.

Ketika anak-anak bertumbuh lebih besar, relasi teman sebaya semakin

menghabiskan banyak sekali waktu mereka. Seperti yang telah dijabarkan diatas,

bahwa pertemanan merupakan suatu bentuk relasi yang sangat penting bagi

kehidupan manusia, namun tidak semua manusia dapat menjalin hubungan

pertemanan yang baik, disebabkan oleh adanya faktor-faktor tertentu, seperti

faktor dari lingkungannya, faktor internal, yaitu biologis, (lebih ke ibu) dan faktor

disposisi (temperamen) dan juga faktor pengasuhan, yang membuat hubungan

pertemanan itu menjadi tidak baik. Faktor pengasuhan akan menjadi tidak baik

jika dilakukan dengan cara yang kurang tepat, dan akibatnya akan terjadi

kelekatan yang berlebihan, atau akan terjadi sikap cemas menghindar, yaitu sikap

anak yang jauh dari orang tuanya karena kurang sekali perhatian dari orangtuanya.

Sering sekali kita melihat ada anak-anak yang disukai oleh teman-temannya

dan mereka pun menjalin persahabatan yang erat, dapat bergaul, bersosialisasi

dengan lingkungannya, selalu menceritakan hal-hal yang mereka alami kepada

temannya tersebut, bermain bersama, bersendau gurau bersama, dan yang lainnya.

Tetapi tidak semua anak merasakan hal yang serupa, ada anak-anak yang

mempunyai perilaku tertentu, dan dia berbeda dengan yang lainnya karena anak

(11)

dengan ibunya, dan dia hanya bisa berinteraksi sosial dengan teman-teman di

sekolahnya jika di dekanya ada sosok ibunya.

Interaksi sosial adalah hal yang penting, yang harus diterapkan pada

anak-anak dari sejak dini. Karena hal itu menjadi dasar perkembangan anak-anak, dan sangat

mempengaruhi perkembangan anak untuk menuju ke tahap berikutnya, hingga dia

dewasa kelak. Interaksi sosial anak bisa terjalin dengan baik jika juga

mendapatkan dukungan dari faktor pengasuhan ibu terhadap anaknya.

Fenomena yang ada di Playgroup Jemema Semarang, dan peneliti telah

menemukan ada seorang anak yang menampakkan perilaku yang unik

dibandingkan teman-teman sebayanya, di dalam proses kegiatan belajar, dia selalu

ditemani oleh mamanya, setiap saat dia harus bisa melihat mamanya berada di

depan kelasnya, dan pada waktu jam istirahat, saatnya makan bekal bersama juga

dia habiskan waktu bersama mamanya, duduk di meja bersama teman-temannya

dengan posisi melingkar dia ditemani mamanya sedangkan teman-temannya yang

lain makan tanpa ditemani orangtuanya masing-masing. Fenomena ini telah

peneliti amati dalam jangka waktu beberapa kali dalam seminggu, dan perilaku

tersebut muncul tidak hanya pada saat itu saja, dikarenakan sesuatu hal tetapi

perilaku tersebut muncul setiap hari, setiap saat dia sekolah.

Jika saatnya bermain, dia bisa bergabung dengan teman-temanya tetapi di

tempat itu juga harus ada mamanya, jika mamanya keluar dari ruangan tersebut

anak itu juga akan meninggalkan ruangan dan kemudian berlari mengikuti

(12)

Bila dibandingkan dengan anak-anak yang lain, anak-anak yang interaksi

sosialnya bagus, yaitu anak-anak yang bisa bergaul, membaur, dan bermain

bersama-sama dengan teman sebayanya, dan yang tidak bergantung dengan

mamanya, bahkan ada anak yang sudah tidak ditunggui lagi oleh ibunya ataupun

pegasuhnya, hal tersebut sangatlah mencolok karena dia adalah satu-satunya anak

yang berperilaku unik di sekolah tersebut

B. Fokus Kajian

Dari latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan focus kajian

yang akan diteliti yaitu :

- Hal apakah, yang menyebabkan anak tersebut menampakkan perilaku tidak

mampu berinteraksi sosial dengan teman sebaya, dan selalu bergantung

dengan mamanya?

- Pola attachment / gaya pengasuhan yang bagaimana yang diterapkan oleh

orang tua anak tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian pasti mempunyai tujuan. Tujuan dari diadakannya

penelitian ini adalah :

- Untuk mengetahui sebab dari ketidakmampuannya dalam berinteraksi

sosial dan sikap ketergantungannya dengan ibu.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini menunjukkan dimana tempat penelitian

(13)

penelitian sangat penting untuk mempertanggungjawabkan data yang diperoleh,

dengan demikian ruang lingkup penelitian perlu ditetapkan terlebih dahulu..

Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah di Playgroup Jemema

Semarang, sedangkan subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 1 orang anak

yang menunjukkan perilaku tidak mampu berinteraksi social. Anak tersebut

menunjukkan perilaku yang unik, perilaku yang berbeda dari teman-temannya,

bahwa pada saat proses kegiatan belajar sedang berlangsung, anak ini selalu

ditungguin mamanya, mamanya harus selalu berada di dekatnya dan dia harus bis

melihat mamanya. Dan pada waktu istirahatpun dia juga ditemani mamanya,

(14)

1

PERSPEKTIF TEORITIK DAN KAJIAN PUSTAKA

A. Teoritik dan kajian Pustaka A.1. Interaksi Sosial

Pengalaman sosial yang dini memainkan peranan yang penting dalam

menentukan hubungan sosial di masa depan dan pola perilaku terhadap orang lain.

Salah satu tugas perkembangan awal masa kanak-kanak yang penting

adalah memperoleh latihan dan pengalaman pendahuluan yang diperlukan untuk

menjadi anggota “kelompok” dalam akhir masa kanak-kanak. Jadi awal masa

kanak-kanak sering disebut sebagai masa prakelompok. Dasar untuk sosialisaasi

diletakkan dengan meningkatnya hubungan antara anak dengan teman – teman

sebayanya dari tahun ke tahun.

Jenis hubungan sosial lebih penting daripada jumlahnya. Kalau anak

menyenangi hubungan dengan orang lain meskipun kadang-kadang saja, maka

sikap terhadap kontak sosial mendatangkan lebih baik daripada hubungan sosial

yang sering, tetapi sifat hubungannya kurang baik. Anak yang lebih menyukai

interaksi dengan manusia daripada benda akan lebih mengembangkan kecakapan

sosial sehingga mereka lebih populer daripada anak yang interaksi sosialnya

(15)

“ Antara usia 2 & 3 th, anak menunjukkan minat yang nyata untuk melihat

anak – anak lain dan berusaha mengadakan kontak sosial dengan mereka.

Manfaat yang diperoleh anak dengan diberikannya kesempatan untuk

berhubungan sosial akan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesenangan hubungan

sosial sebelumnya. Yang umumnya terjadi dalam periode ini adalah bahwa anak

lebih menyukai kontak sosial dengan kelompok jenis kelamin yang berlawanan.”

( Hurlock;117)

A.2. Perkembangan sosial pada masa Kanak-Kanak Awal

Dari umur 2-6 tahun,anak belajar melakukan hubungan sosial dan bergaul

dengan orang-orang di luar lingkungan rumah, terutama dengan anak-anak yang

umurnya sebaya. Mereka belajar menyesuaikan diri dan bekerja sama dalam

kegiatan bermain.

Masa kanak-kanak awal sering disebut usia pragang (pregang age). Pada masa ini

sejumlah hubungan yang dilakukan anak dengan anak-anak lain meningkat dan ini

sebagian menentukan bagaimana gerak maju perkembangan sosial mereka.

Anak-anak yang mengikuti pendidikan prasekolah, misalnya pendidikan untuk Anak-anak

sebelum taman kanak-kanak (nursery school), pusat pengasuhan anak pada siang

hari (day care centre), atau taman kanak-kanak (kindergarten), biasanya

mempunyai sejumlah besar hubungan sosial yang telah ditentukan dengan

anak-anak yang umurnya sebaya. Anak yang mengikuti pendidikan prasekolah

melakukan penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak

(16)

dipersiapkan secara lebih baik untuk melakukan partisipasi yang aktif dalam

kelompok dibandingkan dengan anak-anak yang aktivitas sosialnya terbatas

dengan anggota keluarga dan anak-anak dari lingkungan tetangga terdekat.

Hurlock mengungkapkan,”Pentingnya pengalaman sosial awal bagi anak

sangat menentukan kepribaadian setelah anak menjadi orang dewasa.banyaknya

pengalaman kebahagiaan mendorong anak untuk mencari pengalaman semacam

itu lagidan untuk menjadi orang yang mempunyai sifat sosial. Banyaknya

pengalaman yang tidak menyenangkan mungkin menimbulkan sikap yang tidak

sehat terhadap penglaman sosial dan terhadap orang pada umumnya. Pengalaman

yang tidak menyenangkan yang terlalu banyak juga mendorong anak menjadi

tidak sosial dan anti sosial”.(Hurlock,jild I;hal.261)

Pengalaman sosial awal dapat berupa hubungan dengan anggota keluarga

atau orang-orang di luar lingkungan rumah. Pengalaman di dalam rumah lebih

penting pada masa prasekolah, sedangkan penglaman diluar rumah menjadi lebih

penting setelah anak-anak memasuki sekolah. Tahun demi tahun, karena

berkembangnya keinginan akan status dalam kelompok, sikap danperilaku anak

dipengaruhi oleh tekanan anggota kelompok.

A.3. Pengertian Interaksi Sosial

S.L (2002 : 5) menjelaskan “interaksi sosial adalah suatu hubungan antara

2 atau lebih individu manusia, dimana tingkah laku individu yang satu

mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku individu yang lain , atau

(17)

Seperti halnya diatas, individu yang satu dapat menyesuaikan diri secara

autoplastis kepada individu yang lain, dimana dirinya dipengaruhi oleh diri yang

lain. Individu yang satu dapat juga menyesuaikan diri secara aloplastis dengan

individu lain, dimana individu yang lain itulah yang dipengaruhi oleh dirinya yang

satu. Dengan demikian hubungan antara individu yang berinteraksi senantiasa

merupakan hubungan timbal balik.

Chaplin (2002 : 470) mengatakan “interaksi sosial adalah : proses

interpersonal yang terus berlangsung antara dua atau lebih pribadi”.

A.3. Aspek-aspek yang mempengaruhi kemampuan sosialisasi anak

Hurlock (1997:262) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang

mempengaruhi kemampuan sosialiasi anak adalah :

a. Kerjasama

Anak mampu untuk bermain atau bekerja secara bersama-sama dengan

anak lain. Semakin sering melakukan sesuatu secara bersama-sama, maka

akan semakin cepat untuk belajar bekerjasama dengan orang lain.

b. Persaingan

Adanya persaingan merupakan dorongan anak untuk berusaha

sebaik-baiknya memperoleh sosialisasi yang diinginkan mereka. Kadang dari

sosialisasi ini mengakibatkan hal buruk, seperti pertengkaran dan

kesombongan.

(18)

Anak bersedia untuk berbagi sesuatu dengan anak lain, tidak

mementingkan diri sendiri. Apabila mementingkan dirinya sendiri mulai

berkurang maka ia merasa diterima secara sosial oleh lingkungannya

dengan kemurahan hati.

d. Hasrat akan penerimaan sosial

Penyesuaian diri anak terhadap tuntutan sosial akan semakin kuat,

sehingga hasrat unuk diterima oleh orang dewasa akan muncul lebih awal

dibandingkan dengan hasarat untuk diterima oleh teman sebaya.

e. Simpati

Anak berusaha menghibur dan menolong seseorang yang sedang bersedih

meskipun kadang susah dilakukan, karena anak dapat berperilaku simpati

apabila pernah mengalami situasi yang sama.

f. Empati

Ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, seperti anak dapat

memahami ekspresi wajah dan maksud pembicaraan orang lain.

g. Ketergantungan

Anak selalu bergantung pada orang lain, dalam hal apapun, misalnya

bantuan,perhatian, dan kasih sayang.

h. Sikap ramah

Anak mampu memberikan kasih sayang kepada siapapun mnelalui

kesediaannya melakukan sesuatu untuk orang lain dengan memperlihatkan

sikap ramahnya.

(19)

Anak belajar untuk mnemikirkan dan berbuat untuk orang lain dengan

meninggalkan kepentingan dan milik mereka sendiri. Mereka mau

membagi apa yang menjadi miliknya.

j. Meniru

Meniru seseorang yang dianggap mereka dapat memberikan contoh

terhadap kelompok sosialnya, sehingga mereka mengembangkan sifat

yang sama terhadap yang mereka contoh.

k. Perilaku kelekatan

Perilaku kelekatan ini biasanya diperoleh sejak bayi terutama kepada ibu

dan penggganti ibu. Bertambahnya usia mereka dan mengenal

lingkungannnya yang lebih luas, maka anak mengalihkannya dengan

belajar melakukan persahabatan dengan teman atau orang lain.

A.4. Kehidupan Sosial Anak antara lain :

a. Berteman

Anak-anak senang bermain dengan teman-teman lain, terutama dengan

teman sebayanya, karena segala perkembangan dan kesenangannya

sama. Hidup berkelompok dapat meningkatkan daya sosialnya.

b. Kerja sama

Sifat snak-anak sangat egois, suka bertengakar, jarang mereka bisa

bermain bersama. Tetapi stelah berusia tiga sampai empat tahun,

(20)

latihan, anak-anak dapat belajar bekerja sama dengan teman yang lain

dan susasana permainan makin hari makin harmonis.

c. Bertengkar

Ketika bertengakar, anak biasanya mengambil barang yang sedang

dipegang temannya, atau merusak barang pekerjaan temannya. Berteriak

dengan keras, menangis, menendang, marah, tetapi hanya dalam waktu

yang singkat, pertengkaran itu segera terlupakan dan tidak menaruh

dendam, bahkan sudah berdamai lagi. Pertengkaran anak memiliki nilai

sosial karena anak dapat belajar mengenai hal-hal apa yang tidak dapat

diterima oleh orang lain.

d. Bersaing

Anak usia empat tahun selalu ingin menang. Ia akan berusaha

memperlihatkan barang yang dimilikinya untuk menjadi bahan

persaingannya. Hal yang mendapat perhatian dari orang lain, segera

ditonjolkan. Apabila orang tua pilih kasih, maka sikap iri hati dan

keinginan bersaing tidak dapat dihindarkan.

e. Melawan

Sikap melawan terhadap disiplin yang sditetapkan orang tua atau

terhadap suatu tekanan, umumnya dinyatakan dalam perilaku :

membantah, memberontak, atau membungkam, pura-pura tidak

mendengar permintaan orang lain, atau pura-pura tidak mengerti.

Sampai usia enam tahun, gerakan untuk melawan berkurang, tetapi lebih

(21)

f. Jenis Kelamin

Sebelum usia empat tahun, baik anak laki-laki maupun anak perempuan,

dapat bermain sangat harmonis dan berteman baik dengan jenis kelamin

yang sama atau yang lain. Tetapi mulai usia empat sampai lima tahun,

anak-anak dapat membedakan jenis kelamin mereka sehingga lambat

laun mereka hanya senang bermain dengan teman sejenis, bahkan

menghina lawan jenisnya, anak laki-laki kaluau bremain dengan anak

perempuan merasa masih kekanak-kanakan atau masih menyusu,

sehingga tekanan ini begitu kuat, banyak anak laki-laki bersusaha ingin

menjadi laki-laki jantan dengan menyerang anak perempuan.

(Setiawan;2000:21)

Jadi aspek-aspek yang dapat mempengaruhi kemampuan sosialisasi anak

dapat berupa perilaku sosial,diantaranya kerjasama antara kelompok, persaingan

dengan teman, kemurahan hati, hasrat penerimaan sosial, simpati, empati,

ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru dan

perilaku kelekatan.

B. Pola Attachment

Adalah perilaku lekat atau kelekatan (attachment menurut bowlby, 1988)

mengungkapkan secara tidak langsung keinginan untuk dekat dengan orang

tertentu. Biasanya orang yang paling memberikan perhatian, dalam hal itu

biasanya ibu, ( Crowell & Waters, 1990 ) dan kepada ibulah sebagian besar anak

(22)

bermacam-macam, dilihat dari bagaimana cara ibu merespon dan memenuhi

kebutuhan anak akan membentuk suatu ikatan emosional antara anak dengan ibu

sebagai figur pengasuh.

B.1. Macam-macam Pola Attachment

Ada 3 pola attachment menurut Bowlby, yaittu :

1. Pola Secure attachment (aman)

Adalah pola yang terbentuk dari interaksi antara ibu dan anak, anak

merasa percaya terhadap ibu sebagai figur yang selalu siap mendampingi, sensitif

dan responsif, penuh cinta dan kasih sayang ketika anak mencari perlindungan

dan/atau kenyamanan, dan selalu menolong atau membantunya dalam

menghadapi situasi yang mengancam dan menakutkan. Anak yang mempunyai

pola ini percaya adanya responsifitas dan kesediaan ibu bagi mereka (Bowlby,

1979).

2. Pola anxious resistant attachment (cemas ambivalen).

Adalah pola yang terbentuk dari interaksi antara ibu dan anak, anak

merasa tidak pasti bahwa ibunya selalu ada dan responsif atau cepat membantu

serta datang kepadanya pada saat ia membutuhkan ibunya. Akibatnya, ia mudah

mengalami kecemasan untuk berpisah (separation anxiety), cenderung bergantung

menuntut perhatian dan cemas dalam bereksplorasi dalam lingkungan. Pada pola

ini, dalam diri anak muncul ketidakpastian sebagai akibat dari ibu yang terkadang

tidak selalu membantu dalam setiap kesempatan dan juga adanya keterpisahan

(Bowlby,1988). Bowlby menekankan dalam "Attachment theory" (1960),

(23)

jauhnya dirinya dari ibunya, pada kesedihan yang disesabkan oleh ketidakhadiran

ibu,dan juga terhadap kecemasan terhadap ketidakhadiran ibu yang sudah

diantisipasikan.

3. Pola anxious avoidant attachment ( cemas menghindar )

Adalah pola yang terbentuk dari interaksi antara ibu dan anak, anak tidak

memiliki kepercayaan diri karena ketika mencari kasih sayang ia tidak direspon

atau bahkan di tolak. Pada pola ini konflik lebih tersembunyi, sebagai hasil dari

perilaku ibu yang secara konstan menolaknya ketika ia mendekat untuk mencari

kenyamanan atau perlindungan (Bowlby, 1988 ).

Pada saat mencapai umur 2 tahun, attachment anak terhadap ibunya

menjadi lebih kompleks dan pada saat ini pula, anak mulai membentuk apa yang

dikenal sebagai internal working model dari relasi antara dirinya dengan ibunya

tersebut ( Main, Kaplan & Cassidy,1985 ). Internal working model dipahami

sebagai representasi mental yang meliputi pengetahuan yang dimiliki anak dari

hubungan sehari-hari dengan ibunya yang kemudian akan mempengaruhi serta

digeneralisasikan kepada cara pandangnya terhadap diri (self) dan lingkungannya

(other) ( Bowlby dalam Wuffel ,1986). Internal working model mengenai

lingkungan, dalam hal ini adalah ibu, dibangun berdasarkan sejauhmana mudah

dicapainya dan dukungan emosional yang diberikan oleh ibu. Internal working

model tentang diri dan ibu ini akan saling mengisi. Misalnya, jika ibu sering

menolak atau mempermainkan permintaaan anak pada saat dibutuhkan, anak akan

mengembangkan internal working model mengenai ibu sebagai figur yang

(24)

memberikan bantuan dan kenyamanan pada saat dibutuhkan anak, anak akan

cenderung mengembangkan internal working model mengenai ibu sebagai figur

yang penuh kasih sayang dan dirinya sebagai individu yang berharga untuk

dicintai ( Bowlby,1973 )

Dalam perkembangan selanjutnya, pengukuran pola attachment pada balita

dan juga pada remaja/dewasa dititikberatkan pada perkembangan internal working

model (Wuffel,1986). Untuk memvalidasi pengukuran dari internal working

model individu mengenai diri ( self ) dan figur attachment ( dalam hal ini ibu )

dapat dikaitkan dengan orientasi interpersonalnya. Terdapat 4 hal yang dapat

digunakan untuk melihat orientasi interpersonal seseorang,yaitu :

1. Cooperative

2. Conforming.

3. Isolating.

4. Self-concerned

( Wuffel, 1986 ).

Internal working model yang terbentuk dari relasi attachment sejak awal

ini sangat penting karena merupakan titik permulaan dari hubungan individu

dengan individu lainnya ( Durkin, 1995 ). Apa yang dipelajari dari hubungan

attachment antara ibu dan anak akan digeneralisasikan pada kemampuan anak

tersebut untuk berinteraksi sosial.

Bila dikaitkan dengan pola attachment, seorang anak yang memiliki secure

attachment, yaitu ibu yang menerimanya sebagaimana adanya, memperhatikan

(25)

working model mengenai dirinya sebagai orang yang berharga untuk dicintai dan

ibu sebagai figur yang memberikan kasih sayang. Ia pun tumbuh dengan memiliki

rasa aman. Akibatnya, dalam berinteraksi dengan teman rasa aman dan percaya

pada orang lain serta dukungan yang diberikan oleh ibu ini memungkinkan anak

untuk bersedia percaya kepada orang lain (cooperative), dapat menyesuaikan diri

dan mengikuti aturan bertingkah laku (conforming), tidak mengasingkan diri (

nonisolating ) serta memperhatikan kepentingan teman-teman bermainnya (

nonself-concerned ) sehingga membuatnya menjadi seseorang yang enak untuk

dijadikan teman.

Anak yang memiliki anxious resistant attachment, akan membangun

internal working model mengenai ibu sabagai figur yang penuh kasih, tetapi tidak

meyakinkan untuk memberikan sesuatu yang tepat, sesuai dengan kebutuhan

mereka. Hal tersebut memungkinkan pada dirinya timbul perasaan tidak aman dan

tidak percaya pada orang lain. Ia mudah mengalami kecemasan untuk berpisah

(separation anxiety), cenderung bergantung, menuntut perhatian dan cemas

bereksplorasi dalam lingkungan. Hal ini diperkirakan menyebabkan anak cemas

ketika berhadapan dengan orang lain, cenderung tidak percaya kepada orang lain

(noncooperative), cenderung menolak untuk mengikuti atauran dalam bertingkah

laku, ( nonconforming ), cenderung mengisolasi diri dari lingkungan (isolating)

dan cenderung memperhatikan kepentingan diri sendiri (self-concerned).

Kalaupun ia menjalin pertemanan, ada kecenderungan untuk bergantung dan

menuntut perhatian yang berlebihan dari temannya dan mengalami kecemasan

(26)

attachment kurang mampu untuk melakukan interaksi sosialnya karena kurang

disukai dan biasanya diabaikan dalam pergaulan.

Anak yang memiliki anxious avoidant attachment karena sering ditolak

permintaannya akan membangun internal working model mengenai ibu sebagai

figur yang menolaknya dan internal working model mengenai dirinya sebagai

orang yang tidak berharga untuk dicintai ( Bowlby, 1973 ). Diperkirakan ia akan

tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri, tidak percaya kepada orang lain

(noncooperative), menolak untuk mengikuti aturan bertingkah laku

(nonconforming), mengasingkan diri ( isolating ) dan perhatian hanya terarah pada

diri sendiri ( self-concerned ). Kemungkinan remaja yang memiliki anxious

avoidant attachment ini sulit untuk menjalin relasi pertemanan, sehingga

membuatnya menjadi anak yang tidak disukai bahkan mungkin ditolak untuk

bergaul, karena tidak mampu menciptakan kedekatan dengan yang lain. Jadi,

diperkirakan ada perbedaan dalam kemampuan melakukan interaksi sosial yang

berkaitan dengan pola attachment yang dimilikinya.

(27)

A. Pendekatan

Salim (2001 ; 93) “Penelitian ini menggunakan pendekatan Studi Kasus.

Studi Kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau

menginterpretasi suatu kasus dalam konteksnya secara natural tanpa adanya

intervensi dari pihak luar. Studi ini berusaha untuk menyoroti suatu keputusan

atau seperangkat keputusan: mengapa keputusan itu diambil, bagaimana

diterapkan dan apakah hasilnya?”

B. Unit Analisis

Sub Unit Analisis

Unit Analisis

Subjek ( Balita )

Interaksi Sosial Hubungan sosial subjek

yang berada di

lingkungan sekolah,Play

Group Jemema Semarang,

dan di lingkungan

rumahnya

- Teman Subjek

- Orang

Tua/Keluarga

subjek

(28)

Pola Attachment

Ketergantungan

subjek

Tingkah laku anak yang

ditampakkan, sebagai akibat

dari pola asuh orang tua.

Ketergantungan subjek

Peneliti menentukan subjek tersebut dikarenakan pada saat peneliti

mengantar salah satu keluarga berangkat sekolah di Playgroup Jemema beberapa

kali, peneliti melihat adanya perbedaan dari anak tersebut yang sangat mencolok

dibandingkan dengan teman-teman yang lainnya. Setelah peneliti bertanya dengan

guru-guru disekolah tersebut, ternyata tepat sekali, bahwa anak tersebut selama

beberapa bulan bersekolah di Jemema, dimulai dari pertama kali dia masuk ke

kelas nursery, sampai dia naik ke kelas playgroup, dia masih ditemani, ditunggui

oleh mamanya. Dan dia adalah satu-satunya anak yang berperilaku demikian.

Hal tersebut menarik keinginan peneliti untuk lebih mengetahui lebih jauh

dan lebih dalam tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan anak tersebut, apa

(29)

D. Pengumpulan dan Analisis Data

Dalam proses pengumpulan data, peneliti merupakan instrumen penelitian

yang utama (moeloeng 2002). Interaksi antara peneliti dengan informan

diharapkan dapat memperoleh informasi yang mampu mengungkap permasalahan

di lapangan secara lengkap dan tuntas.

Ada tiga teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu wawancara,

observasi, dan tes HTP. Berikut akan dijabarkan ketiga teknik dalam

pengumpulan data:

1. Metode Observasi

Adalah kegiatan mengamati perilaku dengan sengaja. Faktor

kesengajaan dalam proses observasi dimaksudkan agar kegiatan observasi

tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Teknik observasi juga

dapat dilakukan untuk pengumpulan data dalam penelitian perilaku.

Observasi mulai peneliti lakukan di sekolah subjek yaitu di

Playgroup Jemema Semarang pada bulan Februari sampai dengan Mei 2006.

selama itu peneliti mengamati tingkah laku keseharian subjek di sekolah, dari

mulai awal proses belajarsampai akhir proses belajar. Bahkan pada saat proses

belajar berlangsung, peneliti diijinkan oleh kepala sekolah yang bersangkutan

untuk mengamatinya cukup daril luar kelas saja karena pintu ruangan kelas

subjek tidak pernah tertutup, dengan alasan subjek harus selalu bisa melihat

mamanya berada di luar kelas.

(30)

Adalah suatu proses untuk memperoleh informasi atau data-data

yang diperlukan untuk penelitian ini. Wawancara dilakukan secara langsung

dan terstruktur dengan cara tanya jawab antara interviuee

(penanya/pewawancara) dengan interviuer (orang yang diwawancara).

Pertama kali peneliti mewawancara mama subjek terlebih dahulu karena

mamanya yang selalu berada di dekat subjek setiap saat dan setiap waktu dan

dia sangat memahami kondisi yang dialami subjek. Setelah itu, peneliti beralih

mewawancarai 2 orang guru yang mengajar di kelas subjek. Selain mama dari

subjek dan guru-gurunya, peneliti mencoba untuk mewawancara ayah, nenek

dan tante dari subjek.

Dalam metode wawancara ini peneliti sulit untuk menemui ayah

dari subjek, dikarenakan dia bekerja, dan hanya mempunyai waktu libur sabtu

dan minggu. Pada hari itulah peneliti gunakan untuk wawancara.

3. Tes Psikologis

Adalah alat untuk mengukur perbedaan-perbedaan antara

individu-individu atau antara reaksi-reaksi individu-individu yang sama dalam berbagai

situasi yang berbeda. Alat ukur yang objektif dan dibakukan atas sampel

perilaku tertentu.

Tes psikologis yang peneliti kenakan untuk subjek adalah tes HTP

( House Tree, Person). Dalam hal ini peneliti sedikit mengalami kendala,

yaitu dimana subjek pada awalnya tidak mau menggambar rumah, pohon

(31)

menggambar, dan pada akhirnya peneliti berhasil membujuk subjek

dengan memberikan reward.

Analisis data dilakukan pada saat mengumpulkan data dan setelah

pengumpulan data. Analisa dilakukan agar peneliti segera menyusun untuk

melengkapinya. Kemudian dari analisis awal, diperoleh simpulan sementara.

Analisis data dilakukan sebagai berikut :

1. Reduksi data.

Pada tahap ini peneliti memilih data yang relevan dan kurang

relevan dengan tujuan penelitian, kemudian mengelompokkan sesuai

dengan aspek yang akan diteliti seperti :

a. Hal-hal yang menyebabkan anak kurang mampu berinteraksi sosial

dengan teman sekolah, dan dengan lingkungan sekolahnya.

b. Pola asuh apakah yang diterapkan oleh orang tua terhadap

anaknya.

c. Ketergantungan subjek terhadap orang tuanya (ibu)

2. Penyajian data

Bentuk penyajian data yang dipilih dalam penelitian ini adalah

bentuk naratif, dengan tujuan atau harapan setiap data tidak lepas dari

latarnya.

3. Menarik kesimpulan

Sesuai dengan tujuan yang dicapai dari hasil penelitian maka

analisis dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan jalan

(32)

kurang mampu berinteraksi sosial dengan pola asuh apa yang diterapkan

oleh orang tua terhadap anak.

D. Keabsahan Data

Untuk menetapkan keabsahan data, diperlukan teknik pemeriksaan.

Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah criteria tertentu. Ada

empat criteria, yaitu: Kredibilitas, Keterangan, Kebergantungan, dan Kepastian.

Dalam mengetahui dan sebagai pembuktian temuan data yang dilakukan, peneliti

melakukan observasi di lapangan dengan frekuensi yang sering (ketekunan

pengamatan) ; Moeloeng 17 7;2002. sedangkan teknik pemeriksaan keabsahan

data, yaitu : 1). Perpanjangan keikutsertaan ; 2). Ketekunan pengamatan ;

3).Triangulasi ; 4).Kecukupan referensial ; 5).Kajian kasus negatif ;

6).Pengecekan anggota. (Moeloeng, 2002:175). Sedangkan pembuktian kebenaran

di dalam penelitian ini menggunakan teknik ketekunan pengamatan di lapangan.

Di dalam penelitian ini menggunakan teknik ketekunan pengamatan.

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam

situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan

kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain,

jika perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka ketekunan

pengamatan menyediakan kedalaman (Moeloeng ,2002;177) Tabel metode

(33)
(34)

tuanya (ibu)? bersama dengan

(35)

A. Kancah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Semarang, tepatnya di Play Group Islamic

Jemema Semarang. Play Group ini termasuk salah satu Play Group elite, yang

berada di tengah kota. Letaknyapun cukup strategis, berada di Jl. Erlangga Barat

VII / 21 yang berdekatan dengan Universitas Negeri yang ternama di Semarang,

yaitu Universitas Diponegoro, dan juga dekat dengan pusat perbelanjaan

Ramayana yang berada di kawasan simpanglima.

Play Group ini dibilang elite karena biaya pendaftaran untuk masuk Pay

Group disini mencapai ± Rp.2.000.000,- sedangkan SPP perbulannya

Rp.180.000,- biaya yang tidak sedikit untuk masuk ke sebuah sekolah Play Group

Islam. Untuk SPP dengan nominal sebanyak itu, paling tidak orang tua murid

harus mempunyai penghasilan sebanyak Rp.1.000.000, – > Rp.2.000.000,- setiap

bulannya, sudah pasti mereka termasuk ke dalam golongan berada.

Play Group Islamic Jemema ini terdapat lebih dari 30 murid dan guru yang

mengajar sebanyak 6 orang guru. Kepala sekolah sekaligus pemilik dari Play

Group ini bernama Ibu Anisa,nama Jemema berasal dari nama putri ibu Anisa itu

sendiri Jemema Abigail Bashya, sering dipanggil Jema, yang sampai sekarang

masih berada di Play Group tersebut.

Play Group jemema memiliki murid kurang lebih sebanyak 70 anak,pada

saat ini Play Group tersebut menerima pendaftaran murid baru. Pegawai di Play

Group Jemema ada 20 orang, 7 orang petugas kebersihan dan termasuk penjaga

Play Group. Sedangkan pengajar yang tersedia sebanyak 12 pengajar wanita.

Pengajar di Play Group Jemema diutamakan wanita muslim dan berjilbab, karena

background dari Play Group Jemema adalah Islamic.

Di dalam suatu Play Group, pastilah ada berbagai macam karakter sifat

anak-anak. Begitu juga dengan Play Group Jemema, yang peneliti pilih, terdapat

(36)

teman-tersebut tidak bisa berinteraksi sosial dengan teman sebayanya.

Latar belakang ekonomi

Dilihat dari keadaan ekonomi keluarga subjek, subjek mempunyai

keluarga yang sangat berkecukupan Ayahnya bekerja di sebuah bank swasta,

ibunya hanya seorang ibu rumah tangga yang juga mempunyai kesibukan yaitu

membantu usaha eyang putri dari subjek (mamanya subjek). Usaha yang mereka

lakukan adalah membuat roti dengan isi berbagai rasa yang dijual dari harga

Rp.1.500,- sampai Rp.2.500. biasanya mereka menitipkan di toko-toko terdekat,

dan mereka sering menerima pesanan untuk arisan, dan ulangtahun.

Keluarga subjek bisa dibilang keluarga yang sangat berkecukupan, jika

dilihat dari tempat subjek bersekolah, yang SPPnya mencapai Rp.200.000,- . dan

saat ini subjek banyak mengikuti kegiatan-kegiatan ekstra kulikuler di luar

sekolah seperti les komputer, dan sempoa.

Latar belakang keluarga

Subjek bertempat tinggal di daerah Muara Mas tepatnya di kompleks

pewrumahan Tanah Mas Semarang. Subjek tinggal dengan 6 anggota

keluarganya, yaitu kedua orang tuanya, eyang putri atau subjek biasa memanggil

dengan panggilan Umi, eyang kakung, dan seorang tantenya dan omnya adik dari

mama subjek. Papa subjek mulai berangkat bekerja pukul 07.15 dan pulang

kerumah jam 18.00 terkadang pukul 19.00 papa subjek baru sampai di rumah.

(37)

ini kuliah di perguruan tinngi negeri begitu juga dengan omnya. Keseharian

mereka yaitu membuat roti yang dititipkan di toko-toko terdekat atau

warung-warung di daerah rumah subjek.biasanya yang mengantar adalah tante Af dan

eyang kakung, terkadang jika Af sudah pulang sekolah Af ikut mengantar Roti ke

(38)

A. Hasil penelitian

Adapun hasil penelitian yang telah ditemukan peneliti dengan mencoba

menelisik ke Sekolah Subjek sampai ke rumah subjek yang berdasarkan dari latar

belakang pola Asuh dari orang tua yang terjadi pada balita di Playgroup Islamic

Jemema Semarang.

Identitas Subjek

Nama : Af

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 3 th

Tempat tinggal : Muara Mas Semarang

Identitas orangtua subjek

Nama Ayah : SG

Usia : 33 th

Pendidikan : S1 Jurusan Ekonomi di perguruan tinggi swasta di

Semarang

Pekerjaan : Karyawan Bank Swasta di Semarang

(39)

2

Usia : 31 th

Pendidikan : S1 jurusan komunikasi di perguruan tinggi swasta di

Semarang.

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (memiliki usaha roti di rumahnya)

Alamat : Muara Mas

Latar Belakang Subjek Penelitian

Af adalah anak pertama dari keluarga yang ekonominya berkecukupan. Af

berusia 3 tahun. Af memiliki ciri-ciri yaitu bertubuh kurus, kulit coklat lebih mirip

ibunya, mata sipit, dan rambut lurus agak kemerahan. Af lahir di Semarang

dengan proses kelahiran normal. Ayah Af adalah seorang pegawai bank swasta di

Semarang, sedangkan mamanya tidak bekerja, kegiatannya dirumah hanya

membantu mamanya (nenek Af) membuat roti yang menjadi salah satu usaha

keluarga. Karena papa Af bekerja di Bank yang mengharuskan papanya sudah

tiba di kantor pukul 07.30 sampai pukul 18.00 kadang sampai pukul 20.00

papanya baru selesai bekerja. Pada pagi hari papanya bisa menyempatkan

berkomunikasi sebentar dengan Af, karena kadang papanya yang mengantar Af

berangkat ke sekolah dengan mamanya, sedangkan kalau pulang sekolah Af

dijemput tantenya menggunakan sepeda motor. Kalau papanya pulang malam, Af

sudah tidur. Keadaan seperti inilah yang membuat papanya kurang bisa

(40)

3 selesai sekolah. Af saat ini tidak/belum mempunyai saudara.

Af saat ini bersekolah di sebuah Playgroup di Semarang, yaitu Playgroup

Islamic Jemema. Dalam kesehariannya Af bersekolah, 4x dalam seminggu dia

selalu diantar oleh mamanya, dan selalu ditunggui oleh mamanya. Waktu umur 2

tahun mama Af mendaftarkannya di Jemema karena di sekolah itu termasuk

sekolah baru di Semarang dan berbasis Islamie. Pada awal sekolah, Af masuk ke

dalam kelas Nursery B, hingga saat ini Af sudah naik ke kelas Playgroup. Setelah

beberapa kali peneliti melakukan pengamatan di sekolahnya, Af selalu diantar

dan ditunggui oleh mamanya, selama pengamatan yang peneliti lakukan, dia tidak

pernah diantar dan ditunggui oleh pembantu/baby sitter, atau eyangnya, ataupun

tantenya. Setelah diamati secara berulang-ulang, ternyata ada kejanggalan yang

peneliti temui dalam diri Af yang sangat berbeda dengan teman-temannya yang

lain.

Sudah ± 1th dia bersekolah di Jemema, mulai dari Nursery dia sudah

masuk di Jemema sampai dia naik ke tingkat Playgroup. Selama itu pula dia

selalu ditunggui oleh mamanya, jika proses belajar di dalam ruang kelas sedang

berlangsung, pintu kelas tersebut harus selalu terbuka, agar Af bisa melihat

mamanya yang berada di depan kelasnya. Begitu juga jika kegiatan hafalan surat

pendek yang menggunakan ruangan luas yang menyerupai aula di lantai 2,

mamanya juga harus ikut serta naik ke atas. Dan jika mamanya ingin ke kamar

(41)

4 ulang setiap harinya. Guru disanapun sudah sangat mengerti keadaan Af dan

menuruti saja apa yang diinginkan Af. Ada kejadian yang membuat Af marah

sampai mengangis dan tidak ingin mengikuti kegiatan belajar, yaitu pada saat

kegiatan belajar dan bermain balok susun di dalam kelas di lantai bawah,

pelajaran baru saja dimulai dan mama Af berada di depan kelasnya, ada seorang

guru yang masuk kedalam kelas Af untuk menemui guru Af setelah selesai

berbincang sebentar ternyata guru tersebut lupa, bahwa di dalam kelas tersebut

ada Af, guru tersebut keluar sambil menutup pintu kelas, kontan saja Af langsung

berteriak "jangan ditutup pintunya…!!!" lalu Af membuka lagi pintu itu sambil

keluar menagis dan berlari ke mamanya, setelah itu, Af tidak mau mengikuti

kegiatan belajar yang selanjutnya, dia hanya duduk di pangkuan mamanya, seperti

semangatnya untuk belajar sudah hilang dengan kejadian tadi.

Jika saatnya bermain di lantai 2, Af bisa bermain bersama

teman-temannya yang lain, kejar-kejaran, bermain otoped, main mobil-mobillan, ikut

berteriak-teriak bersama temannya. Tetapi jika sedang bermain, Af terkadang

tidak mau berbagi dengan temannya. Biasanya jika seorang anak kecil si B

misalnya melakukan tindakan apapun, misalnya berteriak-teriak sambil lari

kejar-kejaran kemudian teman-temannya yang lain mengikuti apa yang dilakukan oleh

si B, tetapi kadang Af melakukan tindakan dan dia ingin teman-temannya

mengikuti gerakannya itu, tetapi teman-temannya lebih asyik mengikuti tindakan

(42)

5 mencari mamanya, setelah itu seperti biasa Af menjadi hilang semangat, dia tidak

ingin melanjutkan lagi kegiatannya, atau sudah "ga' mood lagi."

Jika pada saat proses belajar di dalam kelas, Af bisa mengikutinya dengan

baik, jika guru meminta Af untuk melakukan sesuatu seperti menempatkan

bentuk-bentuk berbagai macam bentuk balok ke tempat yang sesuai dengan

bentuknya, Af bisa melakukannya dan mau untuk melakukannya. Pada intinya,

proses belajar Af di dalam kelas bisa terjadi dengan baik, tetapi dengan syarat,

harus ada mama di dekatnya, dan selalu bisa melihat mamanya. Begitu juga pada

waktu istirahat saatnya anak-anak bermain di lantai 2, Af bisa berinteraksi dengan

temannya, Af mau bermain bahkan berbagi mainan dengan teman-temannya.

Mama Af sangat menyadari perilaku Af tersebut juga membuat dirinya

merasa tidak nyaman jika menunggui Af sekolah, Mama Af menjadi tidak bisa

bergaul, tidak bisa bersosialisasi dengan ibu-ibu yang juga menunggui

anak-anaknya di ruang tunggu, yang sedang asyik ngobrol, ngerumpi, menawarkan

dagangannya. Tetapi dia lebih memilih untuk menuruti keinginan Af. Ibu-ibu

yang berada disana sangat memahami dan mengerti sekali apa yang dilakukan

Mama Af, tetapi juga tidak sedikit yang mencibir dan membicarakan bahwa

perilaku mama Af itu tidak tepat.

Menurut pendapat guru Af, perilaku Af ini unik, lain daripada

teman-teman yang lain, maka dari itu guru Af sebisa mungkin menuruti keinginan Af

(43)

6 membutuhkan proses untuk bisa lepas dari mamanya, itu menurut pendapat dari

guru Af.

Setelah beberapa lama peneliti melakukan pengamatan di sekolah dan

pendekatan dengan sang ibu, peneliti beralih untuk mengamati perilaku dan

kesehariannya di rumah, peneliti ingin mengetahui bagaimana perilaku Af jika

berada di lingkungan rumahnya. Dan saat ini kebetulan proses belajar Af di

Playgroup Jemema sudah selesai pada bulan juni ini, jadi kesempatan bagi saya

untuk mengetahui perilaku sehari-harinya di rumah. Sebelum saya mengunjungi

rumahnya, saya minta ijin kepada mamanya untuk berkunjung ke rumah, dengan

tujuan ingin mengetahui bagaimana keseharian Af jika di rumah. Siang itu

peneliti mengunjungi rumahnya, dan disambut oleh mamanya, kebetulan pada

waktu itu Af sedang tidur siang. Langsung saja peneliti mengajukan beberapa

pertanyaan kepada mamanya.

Selain kegiatannya bersekolah di Jemema, Af juga mengikuti les-les di

luar kegiatan sekolahnya seperti les komputer yang bernama KOMPUTERTOTS

yang berada di daerah erlangga, dan tidak jauh dari sekolahnya. Sama seperti dia

bersekolah, pada waktu les pun Af ditunggui oleh mamanya, yang harus berada

duduk disebelahnya. Selain itu Af juga pernah mengikuti les sempoa tetapi itu

hanya bertahan selama beberapa minggu saja, dikarenakan Af tidak berminat

(44)

7 Rumah Af berada di Tanah Mas, tepatnya di Muara Mas, di rumah itu ada

beberapa anggota keluarga yang tinggal. Papa Af, Mamanya, eyang putri, dan

seorang tante (adik dari mamanya) dan om (adik dari mamanya). Af mempunyai

panggilan khusus untuk eyangnya yaitu Umi, sedangkan untuk tantenya, Af

memanggil dengan sebutan Aunty (dalam bahasa inggris bibi/tante). Eyang Af

mempunyai usaha kecil-kecilan, yaitu membuat roti isi yang juga dibantu oleh

mama Af. Mama Af sering membawa roti tersebut ke sekolah untuk dijual ke

ibu-ibu yang sedang menunggui anak-anaknya dengan harga yang bervariasi, antara

Rp.1.000,- sampai Rp.1.500,-. Rotinyapun rasanya lumayan enak, setelah saya

tahu Mama Af membuat roti, saya tertarik untuk mencobanya.

Lingkungan rumah Af adalah perumahan yang sangat terkenal di kota

Semarang, juga terkenal sering banjir karena sering terkena rob, dan udara

disanapun amat sangat panas dan gersang sekali, namun sekarang daerah tersebut

juga sudah ramai dihuni oleh penduduk-penduduk baru yang datang. Jalan di

depan rumah Af adalah jalan besar bukan jalan kecil seperti di

kampung-kampung, jalannya sering ramai dilalui mobil-mobil dan kendaraan-kendaraan

yang lalu lalang. Af tidak pernah bermain keluar dari rumah karena mamanya

yang tidak memperbolehkan Af main ke tetangga sebelah, dengan alasan takut

membiarkan Af bermain sendiri dengan teman-temannya, jika terjadi sesuatu

dengan Af mamanya tidak mengetahuinya, entah Af memukul temannnya sampai

(45)

8 rumah Af, mereka kebanyakan teman yang sebaya dan semuanya laki-laki.

Terkadang Af juga bermain dengan tante, atau dengan mamanya saja dan

eyangnya. Jadi lebih aman jika Af bermain didalam rumah, dan memperbolehkan

teman-temannya datang ke rumah Af untuk bermain.

Af tergolong anak yang lemah dalam hal kesehatannya, dalam 1 bulan Af

satu atau dua kali sakit, terkadang sakit batuk, sampai berat badannya berkurang,

kadang panas, terkadang flu yang disertai panas. Tapi keadaan seperti itu tidak

setiap bulan dialaminya, dan belum pernah sampai ke tahap parah dan juga tidak

pernah masuk rumah sakit. Sejauh ini mama Af merasa sudah sangat baik dalam

merawat, mengasuh, dan mendidik Af . Dengan kondisi tersebut, membuat mama

Af memporsikan kasih sayang terhadap Af lebih banyak. Dan Mama Af tidak

pernah suka untuk memaksakan suatu keinginan ke pada Af, seperti contohnya,

jika pada pagi hari, saatnya Af berangkat ke sekolah, jika Af terlihat

malas-malasan, tidak bersemangat untuk mempersiapkan dirinya berangkat ke sekolah,

mamanya tidak pernah memaksakannya bahwa dia harus berangkat ke sekolah,

mamanya hanya menanyakan apa keinginan pada saat itu, jika Af hanya ingin

tiduran saja,mamanya ikut menemani Af di sebelahnya, sambil bermain, ataupun

mama Af membacakan buku cerita untuk Af. Tetapi tidak selalu setiap Af malas

bangun pagi terkadang mamanya suka mengambil tindakan dengan langsung

mengangkat Af dari tempat tidur dan memandikannya, lalu menyuapinya

(46)

9 tidak diinginkan oleh mamanya. Semuanya itu dilakukan mamanya karena "baru

anak 1 jadi ya, semuanya buat dia".

Kedekatan Af dengan eyang, atau dengan tantenya sangat baik, jika

dirumah Af tidak setiap saat hanya ingin dekat dengan mamanya saja, ada

beberapa contoh hal-hal kecil yang menunjukkan jika di rumah Af tidak hanya

bergantung dengan mamanya saja, seperti contohnya, jika Af ingin buang air

besar dia bilang terlebih dahulu dengan mamanya "ma, mau eek.." kemudian

mamanya menyuruh Af "sama anty ya, bilang anty sana," dan Afpun mau

mengikuti apa yang dibilang mamanya, dia bisa ke kamar sendiri dan melepas

celana sendiri, buang air di kamar mandipun juga sendiri, setelah selesai, dia

memanggil antynya, kemudian jika eyang Kung dan Antynya hendak mengantar

dagangannya ke toko-toko, Af ikut dengan mereka. Sikap Af di rumah berbeda

jika dia berada di sekolah yang selalu harus bisa melihat kehadiran mamanya. Hal

ini disebabkan karena didalam lingkungan rumahnya Af merasa aman dan

nyaman, dekat dengan keluarganya di rumah.

Dengan melihat hal tersebut, dan sesuai dengan observasi yang telah

peneliti lakukan, peneliti menemukan hasil dari penelitian yang telah dilakukan,

yaitu jika Af berada di dalam rumah, dia merasa aman dan nyaman berada di

dekat orang-orang atau keluarga Af, tetapi jika Af sudah berada di luar lingkungan

rumahnya, dia pasti akan selalu ingin dekat dengan mamamnya, dan harus ada

(47)

10 subjek menolak untuk menggambar, setelah beberapa kali peneliti melakukan

pendekatan dan memberikan reward jika subjek mau menggambar House,Tree, &

Person, pada akhirnya subjek bersedia untuk menggambarnya. Setelah tes HTP

diberikan, peneliti telah mendapatkan hasil dari gambar subjek, gambar rumah

lebih besar daripada gambar pohon, yang berarti ibu lebih dominan terhadap

subjek, dan peranan ibu sebagai pelindung sangat besar, dan hal tersebut

mendapat penerimaan yang baik dari sang ibu, sedangkan fungsi ayah tidak jelas,

dan menunjukkan adanya kebutuhan terhadap kasih sayang. Sedangkan gambar

Person yang dibuat oleh subjek mengartikan bahwa adanya ketergantungan yang

pasif, sifat egosentris, dan keinginan akan kasih sayang.

Dari beberapa teknik yang telah peneliti ambil dan lakukan, peneliti

menemukan hasil dari penelitian ini. Af adalah anak yang termasuk dalam

golongan anxious resistant attachment, dan dia akan membangun internal

working model mengenai ibu sabagai figur yang penuh kasih, tetapi tidak

meyakinkan untuk memberikan sesuatu yang tepat, sesuai dengan kebutuhan

mereka. Hal tersebut memungkinkan pada dirinya timbul perasaan tidak aman dan

tidak percaya pada orang lain. Ia mudah mengalami kecemasan untuk berpisah

(separation anxiety), cenderung bergantung, menuntut perhatian dan cemas

bereksplorasi dalam lingkungan. Hal ini diperkirakan menyebabkan Af cemas

ketika berhadapan dengan orang lain, cenderung tidak percaya kepada orang lain

(48)

11 concerned). Kalaupun ia menjalin pertemanan, ada kecenderungan untuk

bergantung dan menuntut perhatian yang berlebihan dari temannya dan

mengalami kecemasan untuk berpisah. Diperkirakan anak yang memiliki pola

anxious resistant attachment kurang mampu untuk melakukan interaksi sosialnya

karena kurang disukai dan biasanya diabaikan dalam pergaulan.

(49)
(50)

A. Pembahasan

Menurut (Bowlby, 1988) pola attachment adalah perilaku lekat atau

kelekatan, keinginan untuk dekat dengan orang tertentu. Disini biasanya orang

yang paling memberikan perhatian, dalam hal ini adalah biasanya ibu (Crowell &

Waters,1990) dan kepada ibulah sebagian besar anak sangat bergantung. Adapun

berbagai macam pola asuh yang ditunjukkan oleh seorang ibu yang dilihat dari

bagaimana cara ibu merespon dan memenuhi kebutuhan anak yang akan

membentuk suatu ikatan emosional antara anak dengan ibu sebagai figur

pengasuh adalah sebagai berikut :

Macam-macam Pola Attachment

1. Pola Secure attachment (aman)

Adalah pola yang terbentuk dari interaksi antara ibu dan anak, anak

merasa percaya terhadap ibu sebagai figur yang selalu siap mendampingi, sensitif

dan responsif, penuh cinta dan kasih sayang ketika anak mencari perlindungan

dan/atau kenyamanan, dan selalu menolong atau membantunya dalam

menghadapi situasi yang mengancam dan menakutkan. Anak yang mempunyai

pola ini percaya adanya responsifitas dan kesediaan ibu bagi mereka (Bowlby,

1979).

(51)

serta datang kepadanya pada saat ia membutuhkan ibunya. Akibatnya, ia mudah

mengalami kecemasan untuk berpisah (separation anxiety), cenderung bergantung

menuntut perhatian dan cemas dalam bereksplorasi dalam lingkungan. Pada pola

ini, dalam diri anak muncul ketidakpastian sebagai akibat dari ibu yang terkadang

tidak selalu membantu dalam setiap kesempatan dan juga adanya keterpisahan

(Bowlby,1988). Bowlby menekankan dalam "Attachment theory" (1960),

separation anxiety sesungguhnya mengacu pada protes bayi/anak terhadap

jauhnya dirinya dari ibunya, pada kesedihan yang disesabkan oleh ketidakhadiran

ibu,dan juga terhadap kecemasan terhadap ketidakhadiran ibu yang sudah

diantisipasikan.

3. Pola anxious avoidant attachment ( cemas menghindar )

Adalah pola yang terbentuk dari interaksi antara ibu dan anak, anak tidak

memiliki kepercayaan diri karena ketika mencari kasih sayang ia tidak direspon

atau bahkan di tolak. Pada pola ini konflik lebih tersembunyi, sebagai hasil dari

perilaku ibu yang secara konstan menolaknya ketika ia mendekat untuk mencari

kenyamanan atau perlindungan (Bowlby, 1988 ).

Dari 3 macam pola attachment dari Bowlby yang telah dijabarkan diatas,

dan setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan beberapa teknik

pengumpulan data terhadap subjek selama beberapa bulan ini, peneliti

menemukan hasil dari penelitian ini, dan telah mendapatkan pola asuh yang

(52)

pelindung, dan adanya penerimaan dari ibu, sedangkan fungsi ayah yang tertuang

dalam tes HTP tidak jelas, ada kebutuhan terhadap kasih sayang, adanya

ketergantungan yang pasif, dan bersifat egosentris dan adanya keinginan kasih

sayang. Perilaku-perilaku Af yang tergolong unik ini tampak jelas terlihat beda

diantara teman-temannya, jika berada di sekolah,dia tidak ingin jauh dari

mamanya, dia harus selalu bisa melihat mamanya jika proses belajar sedang

berlangsung. Adanya perilaku Af tersebut adalah dampak dari pola asuh orang

tuanya yang memberikan kasih sayang tetapi porsinya tidak tepat, sehingga

membuat subjek tidak ingin jauh dari figur attachmentnya dan selalu merasa

cemas jika jauh darinya.

Af adalah anak yang masuk kedalam golongan pola asuh anxious resistant

attachment, seorang anak yang memiliki pola asuh ini, akan membangun internal

working model mengenai ibu sebagai figur yang penuh kasih, tetapi tidak

meyakinkan untuk memberikan sesuatu yang tepat, sesuai dengan kebutuhan

mereka. Hal tersebut memungkinkan pada dirinya timbul perasaan tidak aman dan

tidak percaya pada orang lain. Ia mudah mengalami kecemasan untuk berpisah

(separation anxiety), cenderung bergantung, menuntut perhatian dan cemas

bereksplorasi dalam lingkungan. Hal ini diperkirakan menyebabkan anak cemas

ketika berhadapan dengan orang lain, cenderung tidak percaya kepada orang lain

(noncooperative), cenderung menolak untuk mengikuti atauran dalam bertingkah

(53)

menuntut perhatian yang berlebihan dari temannya dan mengalami kecemasan

untuk berpisah. Diperkirakan anak yang memiliki pola anxious resistant

attachment kurang mampu untuk melakukan interaksi sosialnya karena kurang

(54)
(55)

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang didapat, menggunakan beberapa teknik, yaitu

observasi; wawancara; dan tes HTP (House, Tree, Person) tentang latar belakang

subjek penelitian dapat disimpulkan bahwa orang tua Af telah menerapkan pola

asuh anxious resistant attachment dari Bowlby :

Af adalah anak yang masuk kedalam golongan pola asuh anxious resistant

attachment, seorang anak yang memiliki pola asuh ini, akan membangun internal

working model mengenai ibu sabagai figur yang penuh kasih, tetapi tidak

meyakinkan untuk memberikan sesuatu yang tepat, sesuai dengan kebutuhan

mereka. Hal tersebut memungkinkan pada dirinya timbul perasaan tidak aman dan

tidak percaya pada orang lain. Ia mudah mengalami kecemasan untuk berpisah

(separation anxiety), cenderung bergantung, menuntut perhatian dan cemas

bereksplorasi dalam lingkungan. Hal ini diperkirakan menyebabkan anak cemas

ketika berhadapan dengan orang lain, cenderung tidak percaya kepada orang lain

(noncooperative), cenderung menolak untuk mengikuti atauran dalam bertingkah

laku, ( nonconforming ), cenderung mengisolasi diri dari lingkungan (isolating)

dan cenderung memperhatikan kepentingan diri sendiri (self-concerned).

Kalaupun ia menjalin pertemanan, ada kecenderungan untuk bergantung dan

menuntut perhatian yang berlebihan dari temannya dan mengalami kecemasan

(56)

Pola anxious resistant attachment (cemas ambivalen).

Adalah pola yang terbentuk dari interaksi antara ibu dan anak, anak

merasa tidak pasti bahwa ibunya selalu ada dan responsif atau cepat membantu

serta datang kepadanya pada saat ia membutuhkan ibunya. Akibatnya, ia mudah

mengalami kecemasan untuk berpisah (separation anxiety), cenderung bergantung

menuntut perhatian dan cemas dalam bereksplorasi dalam lingkungan. Pada pola

ini, dalam diri anak muncul ketidakpastian sebagai akibat dari ibu yang terkadang

tidak selalu membantu dalam setiap kesempatan dan juga adanya keterpisahan

(Bowlby,1988). Bowlby menekankan dalam "Attachment theory" (1960),

separation anxiety sesungguhnya mengacu pada protes bayi/anak terhadap

jauhnya dirinya dari ibunya, pada kesedihan yang disesabkan oleh ketidakhadiran

ibu,dan juga terhadap kecemasan terhadap ketidakhadiran ibu yang sudah

diantisipasikan.

Orang tua Af memberikan kasih sayang yang berlebihan yang tidak sesuai

dengan porsinya, sehingga membuat subjek menjadi ketergantungan dan selalu

merasa cemas jika jauh sebentar dari orang tuanya.

Dalam melakukan aktivitas apapun, kebanyakan anak usia balita ingin

ditemani ayah-ibunya. Pada saat sarapan, mandi, pakai baju, atau minum susu,

semua harus melibatkan orangtuanya. Kalau tidak, anak bisa ngambek.

Penyebab kelekatan anak yang berlebih tidak lain disebabkan pola asuh

(57)

kelewat lengket dan kurang bisa bersikap mandiri. Anak belajar dari lingkungan,

terutama lingkungan keluarga. Kalau keluarga menerapkan pola asuh, ataupun

pola pendidikan yang keliru, bukan tidak mungkin pertumbuhan kepribadiannya

menjadi kurang baik (Niken Ayu Purbasari, S.Psi,; Bali Post)

Ketidakmandirian semacam itu jelas akan menimbulkan kerugian bagi

anak. Diantaranya, anak tidak bisa secara optimal mengembangkan kepribadian,

kemampuan sosialisasi dan kehidupan emosionalnya juga terhambat. Itulah

mengapa orang tua dituntut mencermati kelekatan yang berlebih ini, sekaligus

segera melakukan langkah-langkah perbaikan. Jika tidak, pengaruh buruknya akan

berbekas hingga ke masa mendatang. Masa balita merupakan dasar dari

pembentukan kepribadian seorang anak hingga ia berusia dewasa.

B. Implikasi

Implikasi dari diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Implikasi teoritis

a. Penelitian ini dapat menambah khasanah studi pustaka

baru bagi ilmu psikologi mengenai attachment bagi

perkembangan anak balita, khususnya pada anak

(58)

pengembangan bidang psikologi perkembangan.

2. Implikasi praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi

pengetahuan bagi orang tua khususnya yang

mempunyai anak balita yang mempunyai perilaku lekat

yang berlebih dengan orangtuanya supaya menerapkan

pola asuh yang tepat dan seimbang kepada

anak-anaknya, agar anak bisa melonggarkan kelekatannya

pada orangtuanya. Karena penerapan pola asuh yang

tepat sejak dini sangat penting bagi perkembangan anak

kelak.

b. Diharapkan pula, hasil penelitian ini juga bisa

bermanfaat bagi guru-guru yang mendidik, yang juga

sangat berperan dalam mendidik anak sejak dini di

dalam lingkungan sekolah, supaya bisa membantu

orang tua murid untuk menerapkan pola asuh yang

benar terhadap murid-muridnya.

(59)

Anastasi, Anne.1997, Tes Psikologi, Jakarta : Prenhalindo

Azwar, S. 1992, Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Bowlby, J. 1988. Attachmen and Loss. Volume I. Penguin Books Ltd

De Clerq, L. 1994, Tingkah Laku Abnormal, Jakarta : Gramedia Widiarasana

Indonesia.

F.J.Monks Siti Rahayu Haditono Psikologi perkembangan

Hadi, S. 2000, Statistik, Jilid 1, Yogyakarta : Andi.

Hadi, S. 2000, Statistik, Jilid 2, Yogyakarta : Andi.

Moeloeng,

Nazir, M. 1983, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Salim, Agus. 2001, Teori dan paradigma penelitian sosial, Yogyakarta : Tiara

Wacana

Hurlock, 2000. Psikologi Perkembangan. Alih bahasa : Iswadiyanti. Jakarta :

Erlangga.

Santrock,John. W.2002, Life Span Development, jilid 1, Jakarta : Erlangga

www.e-Psikologi.com

(60)

Referensi

Dokumen terkait

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola attachment ayah-anak perempuan dengan kapasitas intimacy wanita terhadap lawan jenis pada masa dewasa awal.. Mayoritas

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai hubungan pola asuh gizi dengan status gizi balita usia 1-3 tahun di Posyandu Wilayah Puskesmas Sekaran Semarang, diperoleh hasil

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi hubungan antara pola asuh otoriter, konformitas teman sebaya dengan kecendrungan Berperilaku agresivitas pada remaja

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, selanjutnya dilakukan pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pola makan yang tidak sesuai pada anak balita di

Diharapkan hasil penelitian ini bisa dikembangkan untuk mencari faktor-faktor lain yang mempengaruhi pola pemberian makanan pada balita seperti faktor kecepatan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa pola pemberian makan pada balita, responden yang berdomisili di kota terbanyak

Pendampingan ibu dalam meningkatkan pola asuh nutrisi pada balita yang mengalami gizi kurang antara sebelum dan sesudah diberikan pendampingan di Desa

Praktik Rehidrasi Oral Ibu pada Balita Diare yang Mengalami Dehidrasi Praktik rehidrasi oral ibu pada kelompok kasus sebagian besar tidak baik yaitu terdapat sebanyak 11