• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUPLEMENTASI Fe FOLAT PROGRAM FOLAT MENA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SUPLEMENTASI Fe FOLAT PROGRAM FOLAT MENA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

SUPLEMENTASI Fe-FOLAT PROGRAM+FOLAT MENAIKKAN

Reni Anggraini1, Diah Mulyawati Utari2

1. Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat FKM Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Hp. 081281443289, e-mail:bundawiratyo@ymail.com

2. Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Hp. 08164817164, e-mail: diahutari08@gmail.com

ABSTRAK

Anemia pada kehamilan berdampak terjadinya persalinan prematuritas dan BBLR. Upaya penanggulangan anemia ibu hamil dengan pemberian suplementasi besi-folat satu kali sehari, walaupun ibu hamil tidak teratur minum suplemen karena keluhan efek samping seperti mual dan muntah. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian suplementasi besi-folat program satu kali sehari dan dua kali seminggu terhadap kadar hemoglobin ibu hamil di Kabupaten Pringsewu tahun 2013. Desain penelitian kuasi eksperimen (non-randomized pre test-post test control group design) pada 96 ibu hamil yang berusia 20-35 tahun dengan usia kehamilan 10-30 minggu secarapurposive samplingdibagi tiga kelompok yaitu TTD1, TTD2, dan TTDF masing-masing 32 orang. Data penelitian bersumber data primer hasil pengukuran kadar hemoglobin. Analisis data menggunakan uji beda dua mean dan regresi linear ganda. Hasil penelitian diperoleh kenaikan kadar hemoglobin terbesar pada kelompok ibu hamil yang diberi suplementasi besi-folat program ditambah suplementasi asam folat dua kali seminggu. Oleh karena itu direkomendasikan upaya pencegahan anemia ibu hamil dengan memberikan suplementasi besi-folat program ditambah suplementasi asam folat dua kali seminggu.

Kata kunci: Hamil, suplementasi besi-folat, hemoglobin

ABSTRACT

Anemia in pregnancy affects birth prematurity and low birth weight. Efforts to prevent maternal anemia with iron-folate supplementation program once a day, although pregnant women irregularly take supplements because side effects complaints as nausea and vomitted. This study aims to determine the effect of iron-folate supplementation program once a day and twice a week for hemoglobin concentrations of pregnant women in the Pringsewu district 2013. Is a quasi experimental research design (non-randomized pre test-post test control group design) in 96 pregnant women aged 20-35 years with a gestational age of 10-30 weeks were purposive sampling divided into three groups: TTD1, TTD2, and TTDF as many as 32 people each groups. Source of research data is the primary data measuring hemoglobin concentrations. Analysis using two different test mean and multiple linear regression. The result showed the biggest increase in hemoglobin concentrations in the group of pregnant women who were given iron-folate supplementation program plus folic acid supplementation twice a week. Therefore, recommended preventive maternal anemia with iron-folate supplementation program plus folic acid supplementation twice a week.

(2)

Pendahuluan

Masa kehamilan merupakan salah satu periode kritis dalam pertumbuhan dan

perkembangan janin serta menjadi bagian dari periode windows of opportunity dalam

mengurangi risiko gangguan kesehatan ibu dan bayi pada awal kehidupan dan masa yang

akan datang. Keadaan ini berkaitan dengan tingginya kejadian anemia pada masa kehamilan

sehingga mempengaruhi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin. Anemia merupakan faktor

yang melatarbelakangi kejadian kematian ibu melahirkan karena perdarahan. Anemia dapat

menyebabkan kematian bayi baru lahir, gangguan pertumbuhan janin dan produk kehamilan

lainnya termasuk pertumbuhan dan perkembangan otak yang mempengaruhi kecerdasan

(Semba dan Bloem, 2008). Dalam WHO (2012) anemia dalam kehamilan berkaitan dengan

kejadian persalinan prematuritas dan berat lahir≤2500 gram (BBLR).

Angka kejadian anemia pada wanita hamil di dunia diperkirakan mencapai 41,8%

(WHO, 2012). Lebih dari sepertiga penduduk dunia (sekitar 2 milyar orang) menderita

anemia terutama kelompok rentan seperti ibu hamil dan anak-anak usia dibawah 2 tahun.

Prevalensi ibu hamil anemia lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan negara maju

yang berkisar antara 37-75% di Asia 35-72% di Afrika, dan 37-52% di Amerika Latin.

Anemia biasanya lebih tinggi di daerah pedesaan dari pada perkotaan (WHO, 2002). Menurut

data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2006, prevalensi anemia pada ibu hamil

di Indonesia masih tinggi sebesar 50,9%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan negara tetangga

seperti Thailand sebesar 13,7%. Kejadian anemia pada ibu hamil semakin meningkat seiring

pertambahan usia kehamilan yang secara fisiologis akan terjadi pengenceran darah akibat

hipervolemia/hidremia sejak usia kehamilan 10 minggu, sehingga tujuh dari sepuluh wanita

hamil mengalami anemia. Anemia gizi karena kekurangan zat besi merupakan anemia yang

sering terjadi pada masyarakat terutama masa kehamilan. Secara fisiologis pada masa

(3)

dan plasma darah sejak akhir trimester pertama (usia kehamilan 10 minggu) dengan

puncaknya pada usia kehamilan 32 minggu secara bertahap. Pada masa kehamilan, wanita

memerlukan zat besi yang lebih tinggi dibandingkan sebelum hamil sebagai cadangan untuk

memenuhi kebutuhan ibu dan janin kurang lebih sebanyak 1.000 mg. Kebutuhan zat besi

digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta sebanyak 300 mg, kehilangan darah saat

persalinan sebanyak 250 mg dan pembentukan sel darah merah sebanyak 450 mg

(Ramakrishnan, 2002). Pada masa kehamilan terjadi proses hidremia atau hipervolemia

(bertambahnya volume darah dalam tubuh) yaitu serum darah bertambah lebih sedikit

dibandingkan plasma darah sehingga menyebabkan terjadinya pengenceran darah.

Penambahan yang terjadi meliputi plasma darah 30,0%, sel darah merah 18,0% dan

hemoglobin 19,0%. Keadaan ini berbeda dengan pembentukan sel darah merah yang terjadi

lebih lambat sehingga menyebabkan terjadinya kekurangan sel darah merah dalam tubuh atau

dikenal anemia. Bertambahnya volume darah pada kehamilan dimulai sejak usia kehamilan

10 minggu dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan 32 minggu. Pengenceran darah

merupakan proses penyesuaian diri secara fisiologis yang bermanfaat untuk meringankan

beban kerja jantung akibat hidremia. Kerja jantung lebih ringan apabila viskositas darah

rendah dan resistensi perifer berkurang sehingga tekanan darah tidak tinggi. Peningkatan

volume eritrosit dan massa hemoglobin selama kehamilan berhubungan dengan jumlah besi

yang tersedia dari cadangan besi dalam tubuh ibu hamil. Rata-rata volume eritrosit meningkat

sekitar 450 ml dalam sirkulasi darah dimana dalam 1 ml eritrosit normal terkandung 1,1 mg

besi (Gibney, 2009; Gibson, 2005).

Strategi umum dalam penanggulangan anemia dengan cara meningkatkan asupan

makanan kaya zat besi selama kehamilan. Penambahan asupan zat besi mampu mencegah

penurunan kadar hemoglobin, tetapi fakta di lapangan selama kehamilan wanita kurang

(4)

lainnya dalam mencegah anemia pada ibu hamil ialah pemberian makanan tambahan (PMT)

dan suplementasi zat gizi seperti zat besi, asam folat, kombinasi zat besi-asam folat, zinc,

vitamin A, vitamin C dan gabungan multi gizi mikro. Suplementasi dalam kehamilan dapat

mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi untuk meningkatkan kadar hemoglobin dan berat

badan bayi yang dilahirkan (Semba dan Bloem, 2008; Kraemer & Zimmermann, 2007).

Pemberian tablet besi satu kali sehari pada wanita hamil merupakan pendekatan standar dalam

mencegah defisiensi besi dan anemia defisiensi besi selain fortifikasi zat besi, pendidikan

kesehatan dan gizi, mengontrol parasit dalam tubuh serta memperbaiki kualitas sanitasi

lingkungan (WHO, 2012; Ramakrishnan, 2002). Pemberian suplementasi tablet besi setiap

hari cenderung menyebabkan rendahnya kepatuhan wanita hamil dan kurangnya motivasi dari

keluarga dalam minum suplemen tersebut akibat efek samping yang ditimbulkan seperti mual,

muntah, konstipasi, dan keluhan perut (gastrointestinal) lainnya (Kraemer & Zimmermann,

2007; Ramakrishnan, 2002).

Faktor utama penyebab anemia adalah defisiensi zat besi yang mengakibatkan tidak

terpenuhinya kebutuhan zat besi. Menurut Semba dan Bloem (2008) penyebab anemia adalah

ketidakseimbangan antara asupan zat besi dan kehilangan zat besi akibat pertumbuhan janin

yang cepat. Secara umum penyebab anemia defisiensi besi kehilangan darah secara kronis

akibat perdarahan seperti penyakit ulkus peptikum, hemoroid, investasi parasit dan

keganasan; ketidakcukupan asupan zat besi dan penyerapan zat besi tidak adekuat; serta

peningkatan kebutuhan zat besi untuk pembentukan sel darah merah pada masa pertumbuhan

bayi, pubertas, kehamilan dan menyusui.

Data Riskesdas 2010 menunjukkan persentase ibu hamil di Indonesia yang minum

tablet besi selama ≥90 hari sebesar 18,0%. Angka ini lebih rendah dari persentase ibu hamil

yang minum tablet besi selama 30 hari (36,3%). Di Provinsi Lampung persentase ibu hamil

(5)

sebesar 34,5%. Rendahnya persentase ibu hamil yang minum tablet besi selama ≥90 hari

berkaitan dengan keluhan efek samping, kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat

suplementasi tablet besi dan motivasi dari keluarga sebagai pengawas minum tablet besi

sehingga menyebabkan tidak diminumnya suplemen tersebut. Menurut Laporan Tahunan

Kementerian Kesehatan RI 2011, persentase ibu hamil di Indonesia yang mendapat 90 tablet

besi sebesar 83,3% yang belum mencapai target nasional sebesar 86%. Begitu pula dengan

pencapaian ibu hamil yang mendapat 90 tablet besi di Provinsi Lampung hanya sebesar

79,7%. Berbeda dengan Kabupaten Pringsewu, pencapaian ibu hamil mendapat 90 tablet besi

lebih tinggi dari target nasional yaitu sebesar 92,0%. Akan tetapi besarnya dampak anemia

pada kehamilan masih tinggi yaitu terjadinya perdarahan pada ibu bersalin sebanyak 2 kasus,

berat lahir≤2500 gram (BBLR) sebanyak 163 kasus (17,12%), kematian ibu sebanyak 7 kasus

dan kematian bayi baru lahir sebanyak 63 kasus.

Berdasarkan penelitian Pena-Rosas et al (review journal tahun 2004) di Venezuela

dalam pemberian suplementasi gizi pada 116 orang ibu hamil (usia kehamilan 10-30 minggu)

dengan dosis pemberian satu kali sehari (120 mg elemental ironsebagaiferrous sulphate dan

asam folat 0,5 mg) dan dua kali seminggu (60 mg elemental ironsebagaiferrous sulphatedan

asam folat 0,25 mg pada pagi hari dan placebo pada sore hari) memperoleh hasil signifikan

terhadap kenaikan kadar hemoglobin dan berkurangnya keluhan nyeri perut dan muntah pada

kelompok yang mendapat suplementasi dua kali seminggu dibandingkan kelompok lainnya.

Penelitian lain dilakukan oleh Goshtasebi dan Alizadeh (review journaltahun 2010) pada 370

orang wanita hamil (usia kehamilan 14-20 minggu) yang diberikan suplementasi besi-asam

folat satu kali sehari (150 mg ferrous sulphate mengandung 50 mgelemental iron dan 1 mg

asam folat) dan dua kali seminggu (150 mg ferrous sulphate mengandung 50 mg elemental

irondan 1 mg asam folat setiap hari Senin dan Rabu) menunjukkan tidak ada perbedaan kadar

(6)

akibat minum suplemen berkurang pada kelompok yang mendapat suplementasi dua kali

seminggu. Penelitian dilakukan sejak usia kehamilan 20 minggu sampai dengan sampel

melahirkan. Penelitian serupa dengan hasil akhir yang sama dilakukan oleh Alwan (2011),

Ma, Ai Guo (2010), Banhidy (2009), Risonar (2008), Seck (2007), Viteri (2005), Sloan

(2002), Breymann (2002), Muslimatun (2001), Viteri (1999). Selain itu pemberian

suplementasi besi sejak remaja sangat efektif mencegah anemia pada masa kehamilan

(Paulino, 2005).

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan desain rancangan

eksperimental ulang non-random (non-randomized pre test-post test control group design)

yang memberikan suplementasi besi-folat program pada ibu hamil yang diminum satu kali

sehari dan dua kali seminggu. Penelitian ini dilakukan pada tiga kecamatan di Kabupaten

Pringsewu dengan kejadian BBLR tertinggi berdasarkan Laporan Tahunan Dinas Kesehatan

Kabupaten Pringsewu tahun 2012 ialah Kecamatan Pagelaran (18,8%), Pardasuka (3,6%), dan

Gading Rejo (21,12%). Penentuan lokasi kelompok kontrol dan perlakuan dilakukan secara

single-blind randomized dimana peneliti mengetahui lokasi masing-masing kelompok.

Kelompok kontrol adalah ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di

Kecamatan Pardasuka. Kelompok perlakuan pertama yang diberi suplementasi besi-folat

program dua kali seminggu di Kecamatan Gading Rejo, dan kelompok perlakuan kedua yang

diberi suplementasi besi-folat program ditambah suplementasi asam folat dua kali seminggu

di Kecamatan Pagelaran. Penelitian ini dilakukan selama delapan minggu dimulai pada bulan

Maret sampai Juni 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu hamil dengan usia kehamilan

antara 14-30 minggu dan usia ibu 20-35 tahun yang merupakan kelompok umur sehat secara

reproduktif. Besar sampel penelitian dihitung menggunakan uji hipotesis beda rata-rata pada

(7)

menghindari kemungkinan kehilangan sampel selama penelitian maka jumlah sampel

ditambah 30 persen untuk masing-masing kelompok dari sampel sebenarnya.

Kriteria sampel yang harus dipenuhi dalam penelitian ini (kriteria inklusi) adalah ibu

hamil usia kehamilan 14-30 minggu pada saat pelaksanaan penelitian, ibu hamil berusia 20-35

tahun, bertempat tinggal di wilayah Kabupaten Pringsewu dan bersedia menjadi subjek

penelitian. Sedangkan kriteria eksklusi ibu hamil yang mengalami persalinan prematur pada

saat penelitian dan ibu hamil yang pindah dari wilayah Kabupaten Pringsewu.

Pemeriksaan kadar hemoglobin dilakukan menggunakan alat hemometer “HemoCue”.

Pengambilan data kadar hemoglobin dilakukan sebelum dan setelah pemberian suplementasi

folat pada ibu hamil. Selain itu, kepatuhan ibu hamil dalam minum suplementasi

besi-folat yang diberikan dengan melakukan pemantauan saat menelan suplemen dan sisa

suplemen yang diisi dalam formulir kepatuhan. Dalam penelitian ini diharapkan terjadi

kenaikan kadar hemoglobin setelah pemberian suplementasi besi-folat. Data asupan protein,

zat besi, dan asam folat diperoleh menggunakan metode Recall 2x24 jam. Penilaian asupan

makanan dilakukan oleh peneliti dibantu mahasiswa Diploma 3 Gizi Poltekes Bandar

Lampung semester 6. Metode Recall 2x24 jam digunakan untuk mengetahui asupan makanan

yang bersifat kuantitatif meliputi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi dengan selang

satu hari (24 jam sebelumnya dilakukan wawancara). Penilaian pola makan dengan Recall

2x24 jam dilakukan pada awal penelitian (hari Minggu) dan akhir penelitian (hari Senin).

Recall hari pertama dan kedua dirata-ratakan kemudian hasilnya dikonversikan acuan ukuran

rumah tangga (URT) dan dibandingkan dengan angka kecukupan gizi tahun 2004 (cut off

point80%) pada orang dewasa. Informasi tentang kehamilan meliputi jarak kehamilan dan

pengetahuan diperoleh dengan metode wawancara dan pengisian kuesioner. Pengambilan data

ini dilakukan sebelum pemberian suplementasi besi-folat pada subjek penelitian. Berikut alur

(8)

Gambar 1. Alur Pengumpulan Data

Data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis melalui tahapan editing, coding, entry

data, dan cleaning. Analisis univariat digunakan untuk memperoleh gambaran karakteristik

responden ketiga kelompok menggunakan tabel distribusi frekuensi dan dianalisis secara

deskriptif. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui perbedaan kadar hemoglobin pada

ibu hamil yang diberi suplementasi besi-folat satu kali sehari dan dua kali seminggu setelah

dikontrol jarak kehamilan, asupan protein, zat besi dan asam folat. Analisis bivariat tidak

dilakukan pada semua variabel yang dianalisis secara univariat karena sesuai dengan tujuan

dan kerangka konsep penelitian. Sebelum dianalisis secara bivariat dilakukan uji normalitas

data dengan melihat nilai Shapiro-Wilk karena masing-masing kelompok memiliki besar

sampel <50 orang. Uji statistik yang digunakan adalah uji t berpasangan (Paired sample), uji t

independent, uji ANOVA, uji Regresi Linier, dan uji Regresi Linier Ganda untuk mengetahui 105 Ibu hamil

(Usia kehamilan 14-30 minggu, usia ibu 20-35 tahun, kadar Hb 8,0-12,0 g/dl)

TTD1

(9)

perbedaan kadar hemoglobin ibu hamil yang mendapatkan suplementasi besi-folat satu kali

sehari dan dua kali seminggu dengan mengontrol jarak kehamilan, pengetahuan, asupan

protein hewani, asupan protein nabati, asupan zat besi dan asupan asam folat.

Hasil

Rata-rata kadar Hb awal responden pada kelompok TTD1 sebesar 10,37 ± 0,99 g/dl

dan rata-rata kadar Hb akhir responden kelompok TTD1 sebesar 10,82 ± 1,04 g/dl, rata-rata

kadar Hb awal responden pada kelompok TTD2 sebesar 11,07 ± 0,72 g/dl dan rata-rata kadar

Hb akhir responden kelompok TTD2 sebesar 11,65 ± 0,87 g/dl, dan rata-rata kadar Hb awal

responden pada kelompok TTDF sebesar 10,78 ± 0,85 g/dl dan rata-rata kadar Hb akhir

responden kelompok TTDF sebesar 11,65 ± 0,81 g/dl. Berdasarkan hasil pengukuran kadar

Hb sebelum pemberian suplementasi besi-folat diperoleh jumlah responden anemia pada

kelompok TTD1 sebesar 71,9%, TTD2 sebesar 40,6%, dan TTDF sebesar 56,2%. Sedangkan

hasil pengukuran kadar Hb setelah pemberian suplementasi didapatkan jumlah responden

anemia pada kelompok TTD1 sebesar 50,0%, TTD2 sebesar 18,8%, dan TTDF sebesar

18,8%.

Jumlah responden yang memiliki jarak kehamilan <2 tahun pada kelompok TTD1

sebesar 62,5%, TTD2 sebesar 59,4%,dan TTDF sebesar 43,8%. Pengetahuan gizi responden

kelompok TTD1 yang kurang sebesar 75,0%, kelompok TTD2 sebesar 93,8%, dan kelompok

TTDF sebesar 62,5%. Rata-rata asupan protein hewani kelompok TTD1 sebesar 16,54 gram

per hari dan rata-rata asupan protein nabati sebesar 28,65 gram per hari. Pada kelompok

TTD2 rata-rata asupan protein hewani sebesar 13,89 gram per hari dan rata-rata asupan

protein nabati sebesar 28,21 gram per hari. Sedangkan pada kelompok TTDF rata-rata asupan

protein hewani sebesar 14,33 gram per hari gram per hari rata-rata asupan protein nabati

(10)

Hasil analisis tabel 1 memberikan informasi bahwa sebagian besar responden

kelompok TTD1 memiliki umur kehamilan trimester kedua sebesar 68,8%; paritas ≤2 kali

sebesar 96,9%; status gizi yang tidak berisiko KEK sebesar 81,3%; latar belakang pendidikan

responden tamat SD (25%), tamat SLTP (37,5%), dan tamat SLTA (15,6%); tidak bekerja

(71,9%). Responden memeriksakan kehamilan di Bidan Praktek Swasta (53,1%), puskesmas

(31,3%), dan poskesdes (18,8%) dengan frekuensi >4 kali (59,4%). Selama penelitian seluruh

responden minum tablet besi yang diberikan sebanyak 45 sampai 58 tablet dengan keluhan

mual sebesar 21,9% dan muntah sebesar 15,6%. Pada kelompok TTD2 sebagian besar

responden dengan umur kehamilan trimester kedua sebesar 93,8%, paritas ≤2 kali sebesar

100,0%, dan tidak berisiko KEK sebesar 78,1%. Latar belakang pendidikan tamat SLTP

(28,1%), tamat SLTA (21,9%), Akademi/PT (15,6%) dan tamat SD (15,6%). Sebagian besar

responden kelompok TTD2 tidak bekerja (71,9%). Responden memeriksakan kehamilan di

Bidan Praktek Swasta (68,8%), puskesmas (40,6%) dan Dokter Praktek Swasta (31,9%).

Selama penelitian seluruh reponden menelan suplemen besi yang diberikan sebanyak 16 tablet

dengan keluhan mual sebesar 9,4% dan muntah sebesar 3,1% dengan frekuensi pemeriksaan

antara 3-4 kali sebesar 50,0%. Sedangkan pada kelompok TTDF sebagian besar umur

kehamilan trimester kedua 90,6%, paritas ≤2 kali sebesar 100,0%, dan tidak berisiko KEK

sebesar 90,6%. Latar belakang pendidikan tamat SLTP (43,8%), tamat SD (28,1%), dan tamat

SLTA (18,8%). Sebagian besar responden tidak bekerja sebesar 71,9%. Pemeriksaan

kehamilan sebagian besar di Bidan Praktek Swasta (56,3%), puskesmas (34,4%), dan

poskesdes (18,8%) dengan frekuensi >4 kali sebesar 46,9% dan antara 3-4 kali sebesar 40,6%.

Jumlah tablet besi yang ditelan selama penelitian sebanyak 32 tablet dengan keluhan mual

(11)

Tabel 5.10 Distribusi Karakteristik Responden menurut Kelompok di Kabupaten Pringsewu Tahun 2013

Karakteristik TTD1 TTD2 TTDF

n % n % n %

Umur Kehamilan

Trimester 2 22 68,8 30 93,8 29 90,6

Trimester 3 10 31,3 2 6,2 3 9,4

Paritas

≤2 kali 31 96,9 32 100,0 32 100,0

>2 kali 1 3,1 0 0,0 0 0,0

Status Gizi

Tidak berisiko KEK 26 81,3 25 78,1 29 90,6

Berisiko KEK 6 18,8 7 21,9 3 9,4

Tidak bekerja 23 71,9 23 71,9 23 71,9

ANC

Hasil analisis bivariat menunjukkan ada perbedaan bermakna rata-rata kadar Hb

awal dan akhir kelompok TTD1 (p<0,001), ada perbedaan bermakna rata-rata kadar Hb awal

dan akhir kelompok TTD2 (p<0,001), dan ada perbedaan bermakna rata-rata kadar Hb awal

(12)

Hasil analisis bivariat kenaikan kadar Hb ketiga kelompok menunjukkan ada

perbedaan bermakna kenaikan kadar Hb responden pada ketiga kelompok.Kenaikan kadar Hb

kelompok TTD1 adalah 0,45±0,05 g/dl, kelompok TTD2 adalah 0,58±0,15 g/dl, dan

kelompok TTDF adalah 0,87±0,04 g/dl.

Hubungan kenaikan kadar Hb dengan jarak kehamilan pada kelompok TTD1

menunjukkan tidak ada hubungan bermakna kenaikan kadar Hb dengan jarak kehamilan pada

kelompok TTD1 (nilai p=0,068). Hubungan kenaikan kadar Hb dengan jarak kehamilan

kelompok TTD2 menunjukkan tidak ada hubungan kenaikan kadar Hb dengan jarak

kehamilan pada kelompok TTD2 (nilai p=0,283). Sedangkan pada kelompok TTDF hubungan

kenaikan kadar Hb dengan jarak kehamilan menunjukkan tidak ada hubungan kenaikan kadar

Hb dengan jarak kehamilan pada kelompok TTDF (nilai p=0,538).

Hubungan kenaikan kadar Hb dengan pengetahuan pada kelompok TTD1

menunjukkan tidak ada hubungan bermakna kenaikan kadar Hb dengan pengetahuan pada

kelompok TTD1 (nilai p=0,740). Hubungan kenaikan kadar Hb dengan pengetahuan pada

kelompok TTD2 menunjukkan tidak ada hubungan bermakna kenaikan kadar Hb dengan

pengetahuan pada kelompok TTD2 (nilai p=0,477). Pada kelompok TTDF hubungan

kenaikan kadar Hb dengan pengetahuan menunjukkan tidak ada hubungan bermakna

kenaikan kadar hb dengan pengetahuan pada kelompok TTDF (nilai p=0,354).

Hubungan kenaikan kadar Hb dengan asupan protein hewani pada kelompok TTD1

menunjukkan tidak ada hubungan kenaikan kadar Hb dengan asupan protein hewani pada

kelompok TTD1 (nilai p=0,124). Hubungan kenaikan kadar Hb dengan asupan protein hewani

pada kelompok TTD2 menunjukkan tidak ada hubungan kenaikan kadar Hb dengan asupan

protein hewani pada kelompok TTD2 (nilai p=0,791). Pada kelompok TTDF hubungan

(13)

bermakna kenaikan kadar Hb dengan asupan protein hewani pada kelompok TTDF (nilai

p=0,296).

Hubungan kenaikan kadar Hb dengan asupan protein nabati pada kelompok TTD1

menunjukkan tidak ada hubungan kenaikan kadar Hb dengan asupan protein nabati pada

kelompok TTD1 (nilai p=0,113). Hubungan kenaikan kadar Hb dengan asupan protein nabati

pada kelompok TTD2 menunjukkan tidak ada hubungan kenaikan kadar Hb dengan asupan

protein nabati pada kelompok TTD2 (nilai p=0,263). Pada kelompok TTDF hubungan

kenaikan kadar Hb dengan asupan protein nabati menunjukkan tidak ada hubungan bermakna

kenaikan kadar hb dengan asupan protein nabati pada kelompok TTDF (nilai p=0,438).

Hubungan kenaikan kadar Hb dengan asupan zat besi pada kelompok TTD1

menunjukkan tidak ada hubungan kenaikan kadar Hb dengan asupan zat besi pada kelompok

TTD1 (nilai p=0,686). Hubungan kenaikan kadar Hb dengan asupan zat besi pada kelompok

TTD2 menunjukkan tidak ada hubungan kenaikan kadar Hb dengan asupan zat besi pada

kelompok TTD2 (nilai p=0,981). Pada kelompok TTDF hubungan kenaikan kadar Hb dengan

asupan zat besi menunjukkan tidak ada hubungan bermakna kenaikan kadar hb dengan asupan

zat besi pada kelompok TTDF (nilai p=0,673).

Hubungan kenaikan kadar Hb dengan asupan asam folat pada kelompok TTD1

menunjukkan tidak ada hubungan kenaikan kadar Hb dengan asupan asam folat pada

kelompok TTD1 (nilai p=0,769). Hubungan kenaikan kadar Hb dengan asupan asam folat

pada kelompok TTD2 menunjukkan tidak ada hubungan kenaikan kadar Hb dengan asupan

asam folat pada kelompok TTD2 (nilai p=0,283). Pada kelompok TTDF hubungan kenaikan

kadar Hb dengan asupan asam folat menunjukkan tidak ada hubungan bermakna kenaikan

(14)

Tabel 2 Hasil Pemodelan Multivariat

Variabel Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig. B Std. Error Beta

Protein hewani TTD1 -0,009 0,004 -0,314 -1,920 0,065 Protein nabati TTD1 -0,011 0,007 -0,244 -1,469 0,153 Jarak kehamilan TTD1 -0,002 0,001 -0,303 -1,822 0,079

Hasil analisis multivariat pada tabel 2 menunjukkan variabel independen yang masuk

model regresi adalah asupan protein hewani kelompok TTD1, asupan protein nabati

kelompok TTD1, dan jarak kehamilan kelompok TTD1. Koefisien determinasi (R2)

menunjukkan 0,256 artinya model regresi yang diperoleh menjelaskan 25,6% variasi variable

dependen kenaikan kadar Hb. Kemudian hasil uji ANOVA menunjukkan nilai p=0,082 berarti

model tidak cocok dengan data yang ada. Dari hasil uji asumsi dan collinearity didapatkan

tidak semua asumsi terpenuhi sehingga model tidak dapat digunakan. Tetapi berdasarkan nilai

Beta dapat diketahui factor yang paling besar pengaruhnya terhadap kenaikan kadar Hb

responden kelompok TTD1 adalah jarak kehamilan.

Pembahasan

Hasil pengukuran kadar Hb sebelum pemberian suplementasi besi-folat pada

kelompok TTD1 memiliki perbedaan dengan hasil pengukuran kadar Hb setelah pemberian

suplementasi besi-folat dengan nilai p<0,001, sehingga terdapat perbedaan bermakna kadar

Hb sebelum dan setelah pemberian suplementasi besi-folat program satu kali sehari. Selain itu

terdapat perbedaan yang bermakna kenaikan kadar Hb ibu hamil diantara ketiga kelompok

(TTD1-TTD2-TTDF). Hal ini berkaitan dengan tingginya kepatuhan ibu hamil dalam minum

suplemen besi yang diberikan (≥45 tablet per orang selama penelitian) walaupun terdapat

keluhan mual sebesar 21,9% dan muntah sebesar 15,6%. Pemberian suplementasi besi-folat

dapat meningkatkan jumlah zat besi dalam tubuh sebagai cadangan untuk memenuhi

kebutuhan ibu dan janin yang besar selama kehamilan dan persalinan. Simpanan zat besi

(15)

Gibson, 2005). Suplementasi besi-folat yang diberikan dalam bentuk preparat ferrous

sulphate memiliki proses penyerapan lebih cepat dalam tubuh sehingga mempengaruhi status

besi dalam tubuh. Apalagi waktu minum suplemen diantara waktu makan dengan air putih

atau sari buah yang berperan sebagai peningkat penyerapan zat besi dalam tubuh. Pemberian

suplemen akan lebih baik proses penyerapannya bila diminum sendirian bukan bersamaan

dengan multivitamin lainnya yang mengandung Calcium Carbonate dan Magnesium Oxide

sebagai penghambat penyerapan zat besi dalam tubuh (Semba dan Bloem, 2001). Sebagian

besar ibu hamil kelompok ini memiliki kebiasaan mengkonsumsi suplemen dengan air putih

dan tidak bersamaan dengan mulitivtamin lainnya, tetapi sebagian kecil ibu hamil memiliki

kebiasaan minum suplemen besi bersamaan dengan multivitamin lainnya. Selain itu kenaikan

kadar Hb pada akhir penelitian berhubungan dengan usia kehamilan ibu memasuki trimester

kedua dan ketiga dimana secara fisiologis kadar Hb mulai meningkat mengikuti kurva

hemoglobin berbentuk huruf U (Kathryn, 1990). Begitu pula perbedaan rata-rata kenaikan

kadar Hb sebelum dan setelah pemberian suplementasipada kelompok TTD2 dan TTDF.

Pada penelitian ini terdapat hubungan yang lemah antara jarak kehamilan dengan

rata-rata kenaikan kadar Hb ibu hamil pada ketiga kelompok. Hal ini berkaitan dengan

karakteristik sampel penelitian yang homogen dengan jarak kehamilan terbanyak <2 tahun.

Jarak kehamilan merupakan faktor tidak langsung yang menyebabkan anemia pada masa

kehamilan dimana jarak kehamilan yang pendek (<2 tahun) menyebabkan simpanan zat besi

tubuh rendah. Simpanan zat besi dalam tubuh dan status hemoglobin menentukan persentase

penyerapan zat besi. Pada masa kehamilan, dengan berkurangnya simpanan besi dalam tubuh

yang terjadi bersamaan dengan gestasi, penyerapan zat besi secara berangsur dan mantap

menjadi lebih efisien. Penyerapan zat besi dipengaruhi asupan makanan mengandung besi

heme dan non heme serta inhibitor dan fasilitator penyerapan zat besi (Gibney, 2009). Selain

(16)

kesehatan terutama anemia akibat belum pulihnya secara keseluruhan organ reproduksi pasca

kehamilan dan persalinan sebelumnya (Semba dan Bloem, 2009). Keadaan organ reproduksi

yang tidak sempurna akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin serta

meningkatkan risiko menderita penyakit infeksi (Cunningham, 2006; Gibson, 2005; Brown,

2002). Simpanan zat besi dapat mengalami deplesi total sebelum muncul anemia karena

defisiensi zat besi. Dalam kondisi tidak tercapainya keseimbangan zat besi untuk jangka

waktu lama, simpanan zat besi akan mengalami deplesi sebelum defisiensi besi terjadi dalam

jaringan. Ketika tercapai keseimbangan, simpanan zat besi secara perlahan-lahan akan

meningkat sekalipun ketika penyerapan zat besi rendah (Gibney, 2009; Ramakrishnan, 2002).

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Utari (1995) yaitu tidak ada

hubungan yang bermakna antara jarak kehamilan dengan kadar Hb (p=0,6155) yang

disebabkan karena kondisi metabolisme yang sangat beragam. Hasil penelitian lain yang

dilakukan Hermawan (1996) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jarak kehamilan

dengan kadar Hb (p=0,059) dan Fauzi (2001) menyatakan tidak ada hubungan antara jarak

kehamilan dengan kadar Hb (p=0,3894). Oleh karena itu, jarak kehamilan bukan merupakan

faktor yang menyebabkan kenaikan kadar Hb pada ketiga kelompok dalam penelitian ini.

Dalam penelitian ini, pengetahuan memiliki hubungan yang lemah dengan rata-rata

kenaikan kadar Hb ibu hamil di Kabupaten Pringsewu. Hasil uji statistik didapatkan nilai

p>0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan

dengan rata-rata kenaikan kadar Hb ibu hamil pada ketiga kelompok. Karakteristik sampel

penelitian sebagian besar memiliki pengetahuan kurang (kelompok TTD1=75,0%, kelompok

TTD2=93,8%, dan kelompok TTDF=62,5%). Sebagian besar ibu hamil pada kelompok TTD1

tidak tahu tentang akibat penyakit kurang darah (56,25%) dan penyebab penyakit kurang

darah (40,62%). Kelompok TTD2 sebagian besar responden kurang mengetahui akibat

(17)

penyakit kurang darah (62,5%) dan ciri-ciri penyakit kurang darah (43,75). Pada kelompok

TTDF hanya sebagian kecil yang kurang mengetahui akibat penyakit kurang darah (37,5%),

penyebab penyakit kurang darah (31,25%), cara mengatasi penyakit kurang darah (28,12%),

dan ciri-ciri penyakit kurang darah (21,87%). Selain itu, pengetahuan ibu hamil berkaitan

dengan latar belakang pendidikan ibu yang tamat SD, tamat SLTP dan tamat SLTA pada

ketiga kelompok. Dilihat dari jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan didapatkan ibu

hamil ketiga kelompok yang telah periksa kehamilan >4 kali sebesar 44,79%, 3-4 kali sebesar

38,54%, 2 kali sebesar 8,2%,dan 1 kali sebesar 8,2%. Hal ini menunjukkan bahwa ibu hamil

pada ketiga kelompok ini sering mendapatkan informasi kesehatan tentang kehamilan yang

sehat. Kunjungan ke sarana pelayanan kesehatan biasanya akan mempengaruhi pengetahuan

ibu. Pengetahuan ibu mempengaruhi penyediaan makanan berkualitas terutama makanan

sumber zat besi yang dibutuhkan pada masa kehamilan. Dengan terpenuhinya kebutuhan ibu

akan zat besi akan mempengaruhi simpanan zat besi dalam tubuh. Simpanan zat besi dalam

tubuh mempengaruhi produksi eritrosit dan massa hemoglobin. Selain itu, penyerapan zat besi

dipengaruhi faktor peningkat dan penghambat penyerapan zat besi. Suplemen sebaiknya

diminum diantara waktu makan dengan air putih atau sari buah sebagai peningkat penyerapan

zat besi dan suplemen diminum sendiri tanpa multivitamin lain yang mengandung Calcium

Carbonate dan Magnesium Oxide yang berperan sebagai penghambat penyerapan zat besi

(Gibney, 2009). Selain itu kebiasaan minum teh dan kopi pada masa kehamilan dapat

menghambat penyerapan zat besi dalam usus halus (Beck, 2011; Gibney, 2009). Penelitian

lain dengan hasil yang sama dilakukan Utari (1995) menyatakan tidak ada hubungan antara

pengetahuan dan kadar Hb (p=0,9013) dimana pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor

tidak langsung terjadinya anemia. Pengetahuan ibu dapat diperoleh dari pengalaman sendiri

atau orang lain. Oleh karena itu, pengetahuan adalah faktor yang tidak mempengaruhi

(18)

Berdasarkan hasil analisis terdapat hubungan yang lemah antara asupan makanan

(protein hewani, protein nabati, zat besi, dan asam folat) dengan rata-rata kenaikan kadar Hb

ibu hamil pada ketiga kelompok. Hasil uji statistik didapatkan nilai p>0,05 maka disimpulkan

tidak ada hubungan antara asupan makanan (protein hewani, protein nabati, zat besi, dan asam

folat) dengan kenaikan kadar Hb ibu hamil pada ketiga kelompok. Hal ini berkaitan dengan

status ibu yang tidak bekerja pada ketiga kelompok. Selain itu, keadaan ini berhubungan

dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang anemia pada kehamilan dan suplementasi

besi-folat bagi ibu hamil. Pengetahuan ibu mempengaruhi penyediaan makanan berkualitas

terutama makanan sumber zat besi yang dibutuhkan pada masa kehamilan. Selain itu, dalam

RDA (1989) asupan protein yang cukup selama kehamilan mempengaruhi keadaan ibu dan

janin terutama meningkatkan sintesis protein maternal untuk mendukung ekspansi volume

darah,uterus, payudara, janin danplacental proteinsyang disintesis dari asam amino dari ibu.

Pada kelompok ini, sebagian besar ibu hamil memiliki asupan protein hewani dan nabati yang

kurang sehingga kenaikan kadar Hb pada akhir penelitian dipengaruhi pemberian

suplementasi besi-folat. Asupan protein terdiri dari makanan heme dan non heme dimana

proses penyerapan heme 2-3 kali lebih besar dari non heme. Heme merupakan bagian dasar

hemoglobin dan myoglobin (Semba dan Bloem, 2001). Besi heme diperoleh dari produk

hewaniti terutama daging merah, sedangkan besi non heme dari produk nabati dan susu. Lebih

dari 85% zat besi dalam makanan merupakan jenis besi non heme. Penyerapan besi non heme

sangat dipengaruhi oleh adanya penghambat penyerapan zat besi (inhibitor) dan fasilitator

(enhancer) kelarutan zat besi dalam usus halus bagian proksimal (Gibney, 2009).

Kesimpulan

Ada perbedaan kadar Hb sebelum dan setelah pemberian suplementasi besi-folat

program satu kali sehari dan dua kali seminggu. Tidak ada perbedaan rata-rata kenaikan kadar

(19)

dibandingkan dua kali seminggu setelah dikontrol dengan jarak kehamilan, pengetahuan,

asupan protein, zat besi, dan asam folat. Pemberian suplementasi besi-folat program ditambah

suplementasi asam folat dua kali seminggu menaikkan kadar Hb lebih besar dibandingkan

pemberian suplementasi besi-folat program satu kali sehari dan dua kali seminggu.

Saran

Merekomendasikan kepada Dinas Kesehatan upaya pencegahan anemia pada ibu

hamil dengan pemberian tablet besi program ditambah suplementasi asam folat dua kali

seminggu.

Referensi

1. Semba and Bloem. (2008). Nutrition and health in developing countries. New Jersey: Humana Press.

2. WHO. (2012). Guideline: Daily iron and folic acid supplementation in pregnant women. Geneva: World Health Organization.

3. WHO. (2002). Anemia: “lost years of healthy life”anemia prevention and control: what

works. part i: program guidance. Geneva: World Health Organization.

4. Ramakrishnan, Usha. (2002).Nutritional anemias. Washington D.C.: CRC Press.

5. Gibney, Michael J. (2009). Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

6. Gibson, Rosalind S. (2005). Principles of nutritional assessment (2nd ed.). New York : Oxford University Press, Inc.

7. Kraemer, Klaus & Zimmermann, Michael B. (2007). Nutritional anemia. Switzerland: Sight and Life Press.

8. Pena-Rosas. (2004). Intermitten iron supplementation regimens are able to maintain safe maternal hemoglobin concentrations during pregnancy in Venezuela. The Journal of Nutrition: Proquest,134, 5, pg.1099.

9. Goshtasebi, A. dan M. Alizadeh. (2010). Impact of twice weekly versus daily iron supplementation during pregnancy on maternal and fetal haematological indices: a randomized clinical trial. Jurnal Kesehatan: Iranian Institute for Health Sciences Research,Vol.18, No.6.

10. Alwan, Nisreen, Cade, Janet. (2011, September). Routine iron supplementation in pregnancy: Why is the UK different?. Royal Society for Public Health: SAGE Publications, Vol.131 No.5.

11. Ma, Ai Guo. (2009). Supplementation of iron alone and combined with vitamins improves haematological status, erythrocyte membrane fluidity and oxidative stress in anaemic pregnant women.British Journal of Nutrition. 104, 1655-1661.

(20)

13. Risonar, Maria Grace. Rayco-Solon, Pura. (2008). Effectiveness of a redesigned iron supplementation delivery system for pregnant women in Negros Occidental, Phillipines. Public Health Nutrition,12 (7), 932-940.

14. Seck, Binetou C. Jackson, Robert T. (2007). Determinants of compliance with irpn supplementation among pregnant women in Senegal.Public Health Nutrition,11(6), 596-606.

15. Viteri, Fernando E., & Berger, Jacques. Importance of pre-pregnancy and pregnancy iron status: can long-term weekly preventive iron and folic acid supplementation achieve desirable and safe status?.Nutrition Reviews : ProQuest,63, 12, pg.S65.

16. Sloan, Nancy L. Jordan, Elizabeth. (2002). Effect of iron supplementation on maternal hematologic status in pregnancy. American Jounal of Public Health: Proquest, 92, 2, pg.288.

17. Breymann, Christian. (2002). Iron supplementation during pregnancy, Fetal and Maternal Review:Cambridge University Press, 13:1, 1-29.

18. Muslimatun, Siti. (2000). Weekly Supplementation with iron and vitamin a during pregnancy increases hemoglobin concentration but decreases serum ferritin concentration in Indonesian pregnant women.The Journal of Nutrition: Proquest, 131, 1, pg.85.

19. Viteri, Fernando E. (1999). Long-term weekly iron supplementation improves and

sustains nonpregnant women’s iron status as well or better than currently recommended

short-term daily supplementation. The Journal of Nutrition: Proquest,129, 11, pg.2013. 20. Paulino, Lourdes S. (2005). Weekly iron-folic supplementation to improve iron status and

Gambar

Gambar 1. Alur Pengumpulan Data
Tabel 5.10 Distribusi Karakteristik Responden menurut Kelompok di Kabupaten
Tabel 2 Hasil Pemodelan Multivariat

Referensi

Dokumen terkait

Dengan pemberlakuan peraturan ini, manajemen berpendapat bahwa, tidak terdapat keyakinan bahwa MAS, AU dan GPS (anak-anak perusahaan) akan memperoleh laba kena pajak yang

‘’Inovatif ‘’ yang berarti penggabungan antara seni tradisi dan moderen maupun perkembangan pertunjukan wayang dari jaman ke jaman, untuk mempertahankan ketertarikan

sample t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai perusahaan yang diukur dengan PBVER dan Tobin’s Q antara sebelum dan setelah penerapan GCG.

Dan karena kepemimpinan dalam Perseroan Terbatas (PT) dimiliki oleh lebih dari satu orang, maka dalam PT ada pembagian hak suara. Pengantar Bisnis Modern , Yogyakarta: Liberty,

Dalam hal mewakili perseroan, posisi anggota Dewan Komisaris yang menjabat sebagai Direksi tersebut bertindak untuk dan atas nama. perseroan, dan dia memiliki posisi, kewenangan

5 karena meningkatnya LDR menunjukan telah terjadi peningkatan total kredit yang disalurkan dengan persentase peningkatan pendapatan yang lebih besar dari pada

Penilaian saham bertujuan untuk menentukan apakah saham yang akan dibeli atau dijual akan memberikan tingkat return yang sesuai dengan return yang diharapkan, sebagai alat

Dalam istilah hukum Islam, waris disebut juga dengan faraidh , adapun menurut KHI Pasal 171 huruf a, yang dimaksud dengan hukum kewarisan adalah hukum