• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM WARIS DALAM KUHPER DAN HI (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM WARIS DALAM KUHPER DAN HI (1)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM WARIS DALAM

KUHPERDATA DAN HUKUM ISLAM

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Hukum Perdata

Dosen Pengampu :

Dewi Iriani, M.H

Disusun Oleh :

Dwi Rahayu (210115118) Arga Arya (210115073) Muhammad Joko (210115106) Neng Eri Sofiana (210115128)

PRODI AHWAL SYAKHSIYYAH

JURUSAN SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM

(IAIN) PONOROGO

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengertian dan konsep warisan?

2. Bagaimana penggolongan Ahli waris?

3. Apa itu surat wasiat?

4. Hal-hal apa saja yang mengakibatkan seseorang kehilangan hak warisannya?

5. Bagaimana prinsip-prinsip pembagian warisan?

(3)

A. Pengertian dan Konsep Warisan

1. Pengertian dan Konsep Warisan Menurut KUHPerdata

Hukum waris ialah hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal, terutama berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain.1

Dalam hukum waris berlaku suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Dengan kata lain hanyalah hak-hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Oleh karena itu, hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekeluargaan atau pada umumnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban kepribadian tidak dapat diwariskan.2

Konsep perdata dalam hal ini dibagi menjadi dua golongan, jika terdapat orang-orang pada golongan pertama, mereka itulah yang berhak bersama-sama mewarisi semua harta peninggalan, sedangkan yang lainnya tidak mendapat apapun, barulah jika tidak terdapat golongan pertama, golongan kedua tampil sebagai pewaris dari harta peninggalan.

Golongan pertama tersebut adalah anak-anak beserta keturunan dalm garis lencang ke bawah, dengan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Golongan kedua adalah orang tua atau saudara-saudara dari si meninggal. Pada asasnya orang tua disamakan dengan saudara. Namun bagi orang tua terdapat peraturan yang menjamin bahwa ia pasti mendapat bagian yang tidak kurang dari seperempat harta peninggalan.3 Secara ringkas, pengolongan ahli waris ialah:4

 Ahli waris golongan I Termasuk dalam ahli waris golongan I yaitu anak-anak pewaris berikut keturunannya dalam garis lurus ke bawah dan janda/duda. Pada golongan I dimungkinkan terjadinya pergantian tempat (cucu menggantikan anak yang telah meninggal terlebih dahulu dari si pewaris). Mengenai pergantian tempat ini, Pasal 847 KUHPerdata menentukan bahwa tidak ada seorang pun dapat menggantikan tempat seseorang yang masih hidup, misalnya anak menggantikan hak waris ibunya yang masih hidup.

1 C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, tanpa tahun, hlm. 255.

2 Subekti, pokok-pokok hukum perdata, Jakarta: PT. Intermasa, 1996, hlm. 96.

3Ibid, hlm. 99

(4)

Apabila dalam situasi si ibu menolak menerima warisan, sang anak bertindak selaku diri sendiri, dan bukan menggantikan kedudukan ibunya.

 Ahli waris golongan II Termasuk dalam ahli waris golongan II yaitu ayah, ibu, dan saudarasaudara pewaris.

 Ahli waris golongan III Termasuk dalam ahli waris golongan III yaitu kakek nenek dari garis ayah dan kakek nenek dari garis ibu.

 Ahli waris golongan IV Termasuk dalam ahli waris golongan IV yaitu sanak saudara dari ayah dan sanak saudara dari ibu, sampai derajat ke enam.

2. Pengertian dan Konsep Warisan Menurut Hukum Islam

Dalam istilah hukum Islam, waris disebut juga dengan faraidh, artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada semua yang berhak menerimanya.5 Menurut Pasal 1716 huruf a, yang dimaksud dengan hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. Namun KHI membedakan pengertian harta waris dengan harta peninggalan, hal ini terdapat dalam pasal yg sama huruf d dan e, harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya, sedangkan harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.

Apa-apa yang ditinggalkan, bersifat dan berlaku umum, dapat dikatakan bahwa warisan terdiri atas beberapa macam. Bentuk yang lazim adalah harta yang berwujud benda, baik yang bergerak maupun tidak bergerak dan segala hak kebendaan yang dapat dinilai dengan harta, dan yang mungkin dapat diwarisi.7

Adapun asas hukum kewarisan, ialah:8

a. Asas Ketauhidan atau prinsip ketuhanan, bahwa terlebih dahulu harus didasarkan pada keimanan yang kuat kepada Allah dan Rasulullah SAW. b. Asas Keadilan, yakni sesuai ketetapan Allah dan Rasul-Nya.

c. Asas Persamaan, yakni hak persamaan hak di mata hukum, bahwa hak-hak yang seharusnya diterima oleh manusia, baik laki-laki maupun perempuan direalisasikan sebagaimana seharusnya.

5 Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011, hlm. 169.

6 Tim Permata Press, Kompilasi Hukum Islam, Permata Press, tanpa tahun, hlm. 53.

7 Dedi supriyadi, sejarah hokum islam, Bandung ; CV. Pustaka Setia, 2010, hlm. 413.

(5)

d. Asas Bilateral atau sistem kekeluargaan yang dianut suatu bangsa, yang tidak melahirkan clan atau memandang suku, sehingga sesuai dengan apa yang ditentukan dalam al-Qur’an.

Sedangkan asas-asas kewarisan Islam dalam Kompilasi Hukum Islam ialah:9

a. Asas ijbari, yakni mengenai cara peralihan harta waris yang di dalam pasalnya ditegaskan dengan kata ‘harus’, yakni harus dibagi sesuai ketentuan yang ada; b. Asas bilateral, yang menjelaskan bahwa pihak laki-laki dan perempuan

serempak menjadi ahli waris dalam pasal tersebut;

c. Asas individual, mengenai bagian ahli waris dan perwalian jika penerima belum dewasa;

d. Asas keadan berimbang, adanya penyesuaian perolehan yang dilakukan pada waktu penyesuaian pembagian warisan melalui aul atau membebankan kekurangan harta yang akan dibagi kepada semua hali waris yang berhak sesuai kadar masing-masing, raj atau dengan mengembalikan kelebihan yang didapat, takharuj atau tasaluh (damai) berdasarkan kesepakatan bersama.

B. Penggolongan Ahli Waris

1. Penggolongan Ahli Waris Menurut KUHPerdata

Pasal 832, Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini. Bila keluarga sedarah dan suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.

Berdasarkan hal ini, penggolongan ahli waris dibagi menjadi, yaitu:10 a. Keturunan, namun dalam BW Pasal 582 menyebutkan bahwa anak laki-laki

tidak dibeda-bedakan dalam masalah kelaminnya.

b. Anak angkat, di dalam BW tidak mengenal angkat, seperti pada pasal 12 dari peraturan tersebut, anak angkat itu disamakan dengan anak kandung.

c. Istri yang ditinggal mati oleh suami, atau suami yang ditinggal mati oleh istri disamakan sebagaimana haknya dengan seorang anak, ini sesuai dengan Pasal 852a.

2. Penggolongan Ahli Waris Menurut Hukum Islam

9 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998, hlm. 288-291.

(6)

Hal ini telah diatur dalam KHI Pasal 174, yakni:11 1) Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:

 Menurut hubungan darah:

Golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.

Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.

 Menurut hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda.

2) Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya : anak, ayah, ibu, janda atau duda.

C. Surat Wasiat (Testament)

1. Surat Wasiat (Testament) Menurut KUHPerdata

Surat wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelahnya ia meninggal.12 Pada asasnya suatu pernyataan ini keluar dari satu pihak saja, dan dapat dirubah sewaktu-waktu oleh pembuatnya. Menurut KUHPerdata Pasal 875, Surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yangdikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya.13

Suatu testament berisi erfstelling, yakni penunjukkan seorang atau beberapa orang menjadi ahliwaris yang akan mendapat seluruh atau sebagian dari warisan. Orang yang ditunjuk itu dinamakan testamentaire erfgenaam, yang mempunyai arti ahliwaris menurut warisan. Kedudukannya sama dengan seorang ahliwaris menurut undang-undang, ia memperoleh segala hak dan kewajiban si meninggal.

Suatu testament juga dapat berisikan suatu legaat, yaitu suatu pemberian kepada seseorang, yang dapat berupa:14

a. Satu atau beberapa benda tertentu;

b. Seluruh benda dari satu macam atau jenis, misal seluruh benda yang bergerak; c. Hak vruchtgebruik atas sebagian atau seluruh warisan;

d. Sesuatu hak lain terhadap boedol, misalnya hak untuk mengambil satu atau beberapa benda tertentu dari boedol.

Orang yang mendapatkan legaat disebut legataris, ia bukan ahliwaris, sehingga tidak berhak menggantikansi meninggal dalam hak-hak dan

kewajiban-11 Tim Permata Press, Kompilasi Hukum Islam, ibid, hlm. 54-55.

12 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, ibid, hlm. 106.

13 Subekti dan Tjitrosubidio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1992, hlm. 194.

(7)

kewajibannya. Ia berhak menuntut penyerahan benda tau pelaksanaan hak yang diberikan kepadanya.

Isi suatu testament tidak hanya mengenai harta kekayaan saja, namun dapat berisi penunjukkan seorang wali untuk anak-anak si meninggal, pengakuan seorang anak yang lahir di luar perkawinan, atau pengangkatan seorang

excuteurtestamentair atau seorang yang dikuasakan mengawasi dan mengatur pelaksanaan testament.

Bentuk testament terdapat tiga macam, yaitu:

a. Openbaar testament, yang dibuat di hadapan notaris dan dua saksi.

b. Olographis testament, ditulis dengan tulisan tangan si meninggal (eigenhanding), lalu diserahkan pada notaris untuk disimpan (gedeponeerd) dan disaksikan oleh dua orang saksi.

c. Testament tertutup atau rahasia, tidak diwajibkan ditulis tangan oleh yang meninggal tapi tetap diserahkan pada notaris dengan empat orang saksi.

Pada Pasal 921 BW hanya menyebutkan tentang adanya ketiga macam

testament tersebut.15 Dalam undang-undang juga dikenal codicil, yakni orang yang meninggalkan warisan itu menetapkan hal-hal yang tidak termasuk dalam pemberian atau pembagian warisanitu sendiri, misalnya hanya mengenai pemakaman. Adapun penarikan testament dapat dilakukan secara tegas (uitdrukkelijk) dengan membuat testament yang baru atau secara diam-diam (stilwzjigend) dengan membuat testament baru yang bertentangan dengan

testament yang lama.

2. Surat Wasiat Menurut Hukum Islam

Wasiat adalah pesan terakhir dari seseorang yang mendekati kematiannya, dapat berupa pesan tentang apa yang harus dilaksankan para penerima wasiat terhadap harta peninggalannya atau pesan lain di luar harta peninggalan.16 Menurut asal hukumnya, wasiat adalah tindakan yang dilakukan karena kemauan hati, maka tidak ada syariat yang mewajibkannya. Orang yang berwasiat disebut

al-musi, dalam ketentuan KHI terdapat ketentuan bagi yang akan membuat wasiat, yakni dalam Pasal 194, yang berbunyi:17

15 Oemarsalim, Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia, ibid, hlm. 100.

16 Aulia Muthiah dan Novy Sri Pratiwi Hardani, Hukum Waris Islam, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2015, hlm. 120.

(8)

1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.

2) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.

3) Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.

Sedangkan yang menerima wasiat adalah al-musalah, yakni orang-orang atau badan yang menerima wasiat yang bukan ahli waris dan secara hukum dapat dipandang cakap untuk menerima sesuatu hak atau benda.18 Orang yang menerima wasiat adalah orang yang hidup dan memiliki kecakapan untuk menerima wasiat. Wasiat sendiri tidak dapat dilaksankan kecuali berdasarkan persetujuan ahli waris, hal ini diatur dalam pasal 195 (3), yakni: Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.

Barang yang diwariskan pun (al-musalih) harus barang yang bisa dimiliki, seperti harta, rumah dan kegunaannya. Di dalam membuat wasiat pun terdapat ijab kabul yang di dalam ketentuan KHI menyatakan bahwa wasiat dilakukan di hadapan notaris atau dua orang saksi. Namun dalam kadarnya, ulama sepakat agar tidak melebihi sepertiga dari harta warisannya. Berikut pasal yang mengatur mengenai ketentuan wasiat:

1. Pasal 195

 Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan Notaris.

 Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.

 Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.

 Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi di hadapan Notaris.

2. Pasal 196, Dalam wasiat baik secara tertulis maupun lisan harus disebutkan dengan tegas dan jelas siapa-siapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan.

D. Hal-Hal yang Mengakibatkan Seseorang Kehilangan Hak Warisannya

(9)

1. Hal-Hal yang Mengakibatkan Seseorang Kehilangan Hak Warisannya Menurut KUHPerdata

Dalam hal menerima waris, pada dasarnya semua orang cakap menerima waris meskipun seorang bayi yang baru lahir. Namun dalam hal tersebut terdapat ketentuan-ketentuan yang menyebabkan seseorang tidak layak menjadi ahli waris (onwaardig). Hal tentang tidak pantasnya seseorang dianggap sebagai ahli waris ini dalam burgerlijk wetboek diatur dengan : 19

a) Dalam pasal-pasal 838, 839, dan 840 untuk ahli waris tanpa testament.

b) Dalam pasal 912 untuk ahli waris dengan testament.

Pasal 838 KUHPer yang dianggap tak patut menjadi waris dan karenanyapun dikecualikan dari pewarisan ialah :20

1. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh si yang meninggal.

2. Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap si yang meninggal, ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat.

3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.

4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal.

Pasal 839. Tiap tiap waris, yang karena tak patut telah dikecualikan dari pewarisan, berwajib mengembalikan segala hasil dn pendapatan yang telah dinikmatinya semenjak warisan jatuh meluang.

Pasal 840. Apabila anak-anak dari seorang yang telah dinyatakan tak patut menjadi waris atas diri sendiri mempunyai panggilan untuk menjadi waris, maka tidaklah meeka karena kesalahan orang tua tadi dikecualikan dari pewarisan, namn orang tua iu lah sama sekali tak berhak menuntut supaya diperbolehkan menikmati hasil barang-barang dari warisan yang mana, menurut

19 Oemarsalim, Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 2000, Hlm. 141.

(10)

udang-undang hak nikmat hasilnya diberikan kepada orang tua atas barang – barang anaknya.

Pasal 912. Mereka yang telah dihukum karena membunuh si yang mewariskan, lagipun mereka yang telah menggelapkan membinasakan dan memalsu surat wasiatnya, dan akhirnyapun mereka dengan paksaan atau kekerasan telah mencegah si yang mewariskan tadi, akan mencabut atau mengubah surat wasiatnya , tiap-tiap mereka itu, sepertipun tiap-tiap istri atau suami dan anak-anak mereka, tak diperbolehkan menarik suatu keuntungan dari surat wasiat yang mewariskan.

Selain itu, oleh undang-undang telah ditetapkan bahwa ada orang-orang yang berhubung dengan jabatan atau pekerjaannya maupun hubungannya dengan si meninggal, tidak diperbolehkan menerima keuntungan dari suatu surat wasiat yang diperbuat oleh si meninggal. Mereka ini diantaranya ialah notaries yang membuatkan surat wasiat itu serta saksi-saksi yang menghadiri pembuatan testament itu, pendeta yang melayani atau dokter yang merawat si meninggal selama sakitnya yang terakhir. Bahkan pemberian warisan dalam surat wasiat kepada orang-orang yang mungkin menjadi perantara dari orang ini dapat dibatalkan. Sebagai orang-orang perantara ini oleh undang-undang dianggap anak-anak dan istri dari orang-orang yang tidak diperbolehkan menerima warisan dari tastement itu.21

2. Hal-Hal yang Mengakibatkan Seseorang Kehilangan Hak Warisannya Menurut Hukum Islam

Menurut Ash-Shabuni, sebab orang tidak mendapatkan harta waris, ialah:22 a. Karena seorang hamba sahaya atau budak

b. Karena membunuh c. Perbedaan Agama

Sedangkan menurut Paal 173 Bab II tentang Ahli Waris Kompilasi Hukum Islam, dinyatakan bahwa Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:23

21 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, ibid, hlm. 97.

22 Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Ibid, hlm. 206-209.

(11)

 Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris;

 Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

Sedangkan dalam hukum islam, terdapat 3 macam ahli waris yang tidak pantas menerima warisan, yakni:24

1. Ahliwaris yang telah mengakibatkan meninggalnya peninggal warisan.

2. Murtad, yakni meninggalkan agama islam masuk agama lain.

3. Orang yang sudah sejak lama tidak menganut agama islam.

E. Prinsip-Prinsip Pembagian Warisan (Fidei-Commis dan Legietieme Portie)

1. Prinsip-Prinsip Pembagian Warisan (Fidei-Commis dan Legietieme Portie) Menurut KUHPerdata

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu:

1. Sebagai ahli waris menurut Undang-undang. 2. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament).

Cara yang pertama dinamakan mewarisi menurut Undang-undang atau “ab intestato” dan cara yang kedua dinamakan mewarisi secara “testamentair”.

Dalam hukum waris berlaku suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Dengan kata lain hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dinilai dengan uang saja.

Bila orang yang meninggal dunia tidak membuat testamen, maka dalam Undang-undang Hukum Perdata ditetapkan pembagian warisan sebagai berikut:

a. Yang pertama berhak mendapat warisan yaitu suami atau isteri dan anak-anak, masing – masing berhak mendapat bagian yang sama jumlahnya (pasal 852 BW). b. Apabila tidak ada orang sebagaimana tersebut di dtas, maka yang kemudian berhak mendapat warisan adalah orang tua dan saudara dari orang tua yang meninggal dunia, dengan ketentuan bahwa orang tua masing-masing sekurang-kurangnya mendapat seperempat dari warisan (pasal 854 BW).

c. Apabila tidak ada orang sebagaimana tersebut di atas, maka warisan dibagi dua, separuh untuk keluarga pihak ibu dan separuh lagi untuk pihak keluarga ayah dari yang meninggal dunia, keluarga yang paling dekat berhak mendapat warisan. Jika

(12)

anak-anak atau saudara-saudara dari pewaris meninggal dunia sebelum pewaris, maka tempat mereka diganti oleh keturunan yang sah (pasal 853 BW).

Di dalam KUH Perdata (BW) dikenal pula harta peninggalan yang tidak terurus yaitu jika seorang meninggal dunia lalu mempunyai harta, tetapi tidak ada ahli warisnya, maka harta warisan itu dianggap sebagai tidak terurus. Dalam hal yang demikian itu maka Balai Harta peninggalan (Wesskamer) dengan tidak usah menuggu perintah dari Pengadilan wajib mengurus harta itu namun harus memberitahukan kepada pihak Pengadilan. Dalam hal ada perselisihan apakah suatu harta warisan dapat dianggap sebagai tidak terurus atau tidak. Hal ini akan diputuskan oleh Pengadilan, Weeskamer itu diwajibkan membuat catatan tentang keadaan harta tersebut dan jika dianggap perlu didahului dengan penyegelan barang-barang, dan selanjutnya membereskan segala sangkutan sipewaris berupa hutang-hutang dan lain-lain. Wesskamer harus membuat pertanggungjawaban, dan juga diwajibkan memanggil para ahli waris yang mungkin ada dengan panggilan-panggilan umum, seperti melalui RRI, surat-surat kabar dan lain-lain cara yang dianggapa tepat. Jika setelah lewat tiga tahun belum juga ada seorang ahli waris yang tampil atau melaporkan diri, maka weeskamer akan melakukan pertanggungjawaban tentang pengurusan harta peninggalan itu kepada negara, dan selanjutnya harta tersebut akan menjadi milik negara.

Menurut ketentuan pasal 838 KUH Perdata, yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dan karenanya tidak

berhak mewaris ialah:

a. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh pewaris.

b. Mereka yang dengan putusan hakim Pengadilan dipersalahkan karena dengan fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap pewaris mengenai suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat. mempunyai prinsip yang dapat disimpulkan sebagai berikut:25

(13)

a. Hukum kewarisan islam menempuh jalan tengah antara memberi kebebasan kepada seseorang untuk memindahkan harta peninggalannya dengan jalan wasiat kepada orang lain yang dikehendaki.

b. Kewarisan merupakan ketetapan hukum; yang mewariskan tidak dapat menghalangi ahli waris dari haknya atas harta peninggalan tanpa memerlukan pernyataan menerima dengan suka rela atau atas putusan pengadilan, tetapi ahli waris tidak dibebani melunasai hutang pewaris dari harta pribadinya.

c. Kewarisan terbatas dalam lingkungan keluarga, dengan adanya hubungan perkawinan atau pertalian darah.

d. Hukum kewarisan Islam lebih condong untuk membagi harta warisan kepada sebanyak mungkin ahli waris yang sederajat, dengan menentukan bagian tertentu kepada beberapa ahli waris. Misalnya, jika ahli waris terdiri dari ibu, istri, seorang anak perempuan dan saudara perempuan kandung, semuanya mendapat bagian.

e. Hukum kewarisan islam tidak membedakan hak anak atas harta peninggalan; anak yang sulung, menengah atau bungsu, telah besar atau baru saja lahir, telah berkeluarga atau belum, semua berhak atas harta peninggalan orang tua, namun besar kecil bagian yang diterima dibedakan sejalan dengan besar kecil beban kewajiban yang harus dituaikan dalam kehidupan keluarga,

f. Hukum kewarisan islam membedakan besar kecil bagian tertentu ahli waris diselaraskan dengan kebutuhannya dalam hidup seharin 1/-hari, disamping memandang jauh dekatnya hubungan kekeluargaan dengan pewaris.

g. Bagian tertentu dari harta peninggalan adalah 2/3, 1/2, 1/3, ¼, 1/6 dan 1/8. Ketentuan tersebut bersifat tetap karena diperoleh dari Alqur’an, dan bersifat ta’abbudi yang wajib dilaksanakan menurut ketentuan yang ada. Yang disebutkan terakhir inilah yang melekatkan nilai keagamaan pada hukum kewarisan islam itu.

Prinsip pembagian waisan dalam Islam tertuang dalam KHI Bab III tentang Besarnya Bahagian yang dimulai dari:26

a. Pasal 176, Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapzt dua pertiga bagian, dan apabila anask perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan. b. Pasal 177, Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan

anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian. *

(14)

c. Pasal 178

 Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian.

 Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah.

d. Pasal 179, Duda mendapat separoh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagaian.

e. Pasal 180, Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan bagian.

f. Pasal 181, Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian.

g. Pasal 182, Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ua mendapat separoh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian.

(15)

BAB III KESIMPULAN

1. Hukum waris ialah hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal, terutama berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain.

2. Dalam istilah hukum Islam, waris disebut juga dengan faraidh, adapun menurut KHI Pasal 171 huruf a, yang dimaksud dengan hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

3. Penggolongan ahli waris dalam KUHPerdata dibagi menjadi, yaitu:

a. Keturunan, namun dalam BW Pasal 582 menyebutkan bahwa anak laki-laki tidak dibeda-bedakan dalam masalah kelaminnya.

b. Anak angkat, di dalam BW tidak mengenal angkat, seperti pada pasal 12 dari peraturan tersebut, anak angkat itu disamakan dengan anak kandung.

c. Istri yang ditinggal mati oleh suami, atau suami yang ditinggal mati oleh istri disamakan sebagaimana haknya dengan seorang anak, ini sesuai dengan Pasal 852a.

4. Penggolongan ahli waris dalam Hukum Islam di Indonesia diatur dalam KHI Pasal 174, yakni:

a. Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:

 Menurut hubungan darah:

 Golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.

 Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.

 Menurut hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda.

b. Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya : anak, ayah, ibu, janda atau duda.

5. Surat Wasiat (Testament) Menurut KUHPerdata ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelahnya ia meninggal. Adapun Bentuk testament

terdapat tiga macam, yaitu:

(16)

b. Olographis testament, ditulis dengan tulisan tangan si meninggal (eigenhanding), lalu diserahkan pada notaris untuk disimpan (gedeponeerd) dan disaksikan oleh dua orang saksi.

c. Testament tertutup atau rahasia, tidak diwajibkan ditulis tangan oleh yang meninggal tapi tetap diserahkan pada notaris dengan empat orang saksi.

6. Wasiat adalah pesan terakhir dari seseorang yang mendekati kematiannya, dapat berupa pesan tentang apa yang harus dilaksankan para penerima wasiat terhadap harta peninggalannya atau pesan lain di luar harta peninggalan. Adapun pasal yang mengatur mengenai ketentuan wasiat:

a. Pasal 195

 Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan Notaris.

 Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.

 Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.

 Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi di hadapan Notaris.

b. Pasal 196, Dalam wasiat baik secara tertulis maupun lisan harus disebutkan dengan tegas dan jelas siapa-siapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan.

7. Hal-hal yang mengakibatkan seseorang kehilangan hak warisannya menurut KUHPerdata diatur dalam:

 Dalam pasal-pasal 838, 839, dan 840 untuk ahli waris tanpa testament.

 Dalam pasal 912 untuk ahli waris dengan testament.

8. Sedangkan hal-hal yang mengakibatkan seseorang kehilangan hak warisannya menurut menurut Paal 173 Bab II tentang Ahli Waris Kompilasi Hukum Islam, dinyatakan bahwa Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:

 Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris;

 Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

(17)

 Pasal 176, Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapzt dua pertiga bagian, dan apabila anask perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.

 Pasal 177, Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian. *

 Pasal 178

 Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian.

 Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah.

 Pasal 179, Duda mendapat separoh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagaian.

 Pasal 180, Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan bagian.

 Pasal 181, Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian.

 Pasal 182, Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ua mendapat separoh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki-laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Saebani, Beni dan Falah, Syamsul. Hukum Perdata Islam di Indonesia, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011.

Daud Ali, Mohammad. Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998.

https://bem.law.ui.ac.id/materi-hukum-waris.ppt

(18)

Muthiah, Aulia dan Sri Pratiwi Hardani, Novy. Hukum Waris Islam, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2015.

Oemarsalim, Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000. Perangin, Effendi. Hukum Waris. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Tanpa tahun.

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakata: PT. Intermasa, 1995.

Subekti. Tjitrosubidio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1992.

Sulistini, Elise T, dan Erwin, Rudy T. Petunjuk Praktis Menyelesaikan Perkara-Perkara Perdata. Jakarta : Bina Aksara. 1987.

Referensi

Dokumen terkait

Documented digital cultural heritage by using cloud computing technology, which is done by recording and processing large amounts of data and is stored in

Pada penyakit ginjal kronik (CKD), terjadi kehilangan atau kerusakan progesif terhadap fungsi nefron, yang mana merupakan akibat dari gangguan atau penyakit ginjal primer,

Untuk menggambar sebuah bentuk, baik itu sebuah kotak, sebuah polygon atau yang lain, ada dua method pilihan yaitu method fill() untuk menggambar

Pedoman penerapan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) seperti yang dikeluarkan badan POM RI pada tahun 1996, yang berisi bahwa industri pangan harus memperhatikan

Penyusunan seuah rencana pemulangan perlu dientuk seuah tim dari eragai disiplin ilmu yang meliatkan keluarga, sea keluarga akan memantu pr!ses pelaksanaan dari

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh persepsi harga, iklan dan kemasan terhadap niat beli pada produk biscuit sandwich Oreo di Surabaya.. Pada

Dalam penelitian ini di- lakukan dengan menggabungkan antara model matematik heuristik permintaan dinamis Pujawan dan Silver [5] dan model matematik sistem rantai