ANALISIS HUBUNGAN ANTARA
VARIABEL TEKANAN, DEBIT DAN POLA
OPERASI PRV (PRESSURE REDUCING
VALVE) PADA SISTEM JARINGAN AIR
BERSIH PDAM KOTA MALANG
1. LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.Non Revenue Water (NRW)
Bagi hampir semua perusahaan penyedia layanan air minum, rasio Non Revenue Water
(NRW) merupakan satu indikator kinerja kunci efisiensi. Walapun demikian, hampir
semua perusahaan penyedia layanan air minum cenderung untuk meremehkan NRW
karena kurangnya pengetahuan untuk dengan tepat menentukan tingkat NRW akibat
laporan tentang tingkat akurasi NRW yang rendah. Walaupun demikian,
laporan-laporan tentang tingkat NRW yang rendah, baik karena kesalahan informasi yang
disengaja, atau lebih cenderung karena kurangnya informasi yang akurat, tidak akan
membantu perusahaan penyedia layanan air minum untuk mengurangi biaya-biaya yang
dikeluarkannya atau meningkatkan pendapatan.
Langkah pertama dalam mengurangi NRW adalah dengan mengembangkan satu
pemahaman tentang “gambaran besar” tentang sistem air, yang mencakup penyusunan
satu neraca air (water balance). Proses ini membantu para pimpinan perusahaan air minum untuk memahami besaran, sumber dan biaya NRW. Asosiasi Air Internasional
(International Water Association/IWA) telah mengembangkan satu struktur dan terminologi baku untuk neraca air internasional yang telah diadopsi oleh
asosiasi-asosiasi nasional di banyak negara di seluruh dunia.
Air Tak Berekening (Non-revenue water / NRW) setara dengan jumlah total air yang mengalir ke jaringan distribusi air minum dari sebuah instalasi pengolahan air bersih (“Volume Input Sistem”) minus jumlah total air yang resmi menjadi rekening dari pelanggan industri dan pelanggan rumah tangga (“Konsumsi Resmi”).
NRW = Volume Input Sistem – Konsumsi Resmi Berekening Persamaan ini mengasumsikan bahwa:
a. Kesalahan yang di ketahui dal am volume input sistem telah dikoreksi
b. Jangka waktu konsumsi bermeter berekening untuk catatan penagihan pelanggan
sesuai dengan jangka waktu Volume Input Sistem
Para pimpinan perusahaan air minum menggunakan neraca air untuk menghitung
masing-masing komponen dan menentukan tingkat NRW. Dari sini mereka akan
memprioritaskan dan melaksanakan perubahan-perubahan kebijakan dan
praktek-praktek operasional yang diperlukan.
1.2.Faktor yang mempengaruhi NRW
Komponen-komponen NRW mencakup seluruh sistem layanan perusahaan air minum
dari pencatat meter outlet instalasi pengolahan air hingga pencatat meter pelanggan. Ini
artinya mengelola NRW merupakan tanggung jawab seluruh departemen operasional.
Perusahaan air minum seringkali membentuk satu tim khusus bagi penanganan NRW
dengan hasil yang mengecewakan karena semua orang di luar tim di perusahaan
menyerahkan pengelolaan NRW kepada tim ini.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besar NRW secara garis besar adalah sebagai
berikut:
1. Kehilangan Fisik
a. Pada unit pengolahan : Kebocoran pipa utama, sambungan illegal, pengguna liar
b. Pada unit distribusi : Kebocoran pipa, tanki, katup, hidran, reservoir, dll
2. Kehilangan non fisik
c. Pada unit pelanggan : Kesalahan/ketidakakuratan/kerusakan meter
d. Pada unit penagihan : Kesalahan/keterlambatan pencatatan/pembukuan
Dari faktor-faktor yang mempengaruhi NRW di atas, kita dapat menarik kesimpulan, bahwa potensi
penyebab NRW dapat berasal dari seluruh unit operasional pada perusahaan air minum. Oleh
karena itu tanggungjawab penanganan NRW harus ditangani bersama oleh seluruh departemen.
Tim penyusun strategi pertama-tama harus menyusun satu sasaran tingkat perusahaan untuk
pengurangan NRW dengan mempertimbangkan tujuan-tujuan atau kebijakan-kebijakan lainnya
dari perusahaan yang akan melengkapi atau bertentangan dengan pengurangan NRW. Selain itu,
perusahaan–perusahaan air minum mungkin mempunyai regulator yang aktif yang akan
menetapkan indikator-indikator kinerja untuk NRW dan sasaran-sasaran lain. Seringkali, sasaran
NRW dipilih secara sembarangan tanpa ada pertimbangan nyata tentang implikasi-implikasi biaya
atau apakah sasaran tersebut bisa diwujudkan. Mengidentifikasi tingkat ekonomi NRW penting
dalam menetapkan sasaran awal NRW dan diperlukan perbandingan biaya antara air yang hilang
versus biaya yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas pengurangan NRW.
Gambar 4. Hubungan antara NRW dan Biaya (Sumber : Ranhill)
Begitu sasaran NRW dalam seluruh perusahaan ditetapkan, para manajer perusahaan ai r minum
harus menghitung usulan volume yang diselamatkan dengan membandingkan baseline NRW
dengan tingkat sasaran. Berbagai komponen, seperti dirinci di dalam neraca air, kemudian
paling efektif dari segi biaya. Yaitu, sejumlah komponen bisa mencakup satu volume yang besar
namun tidak menjadi sasaran karena tingginya biaya untuk mewujudkan pengurangan di dalam
komponen tersebut.Sebali knya, memfokuskan pada komponen lain bisa memakan biaya lebih
kecil sembari mengurangi volume yang sama. Tabel neraca air menunjukkan besaran
komponen-komponen NRW dalam hal volume, yang bisa digunakan oleh para manajer perusahaan air minum
untuk menentukan nilai finansial yang sebanding.
Secara umum, jika kehilangan fisik terdeteksi dan diperbaiki, penghematan akan berupa
pengurangan biaya operasional yang berubah-ubah. Ketika kehilangan non fisik dideteksi dan di
pecahkan, penghematan terwujud dalam bentuk naiknya pendapatan dengan segera dan dengan
demikian didasarkan pada tarif penjualan air. Tarif penj ualan air air lebih tinggi dari pada biaya
produksi variabel untuk semua perusahaan air minum profit; dalam beberapa kasus, tarif penjualan
tiga kali atau empat kali lipat biaya produksi. Satu volume yang lebih kecil dalam kehilangan
nonfisik bisa mempunyai nilai finansial yang lebih tinggi sehingga apabila tujuannya adalah untuk
meningkatkan sumber daya keuangan, kehil angan nonfisik/komersial harus menjadi prioritas.
1.3. Program Manajemen Tekanan (Pressure Management)
Melakukan manajemen tekanan memiliki banyak manfaat diantaranya adalah dapat mengurangi
kebocoran dan menstabilkan tekanan dalam sistem, yang pada akhirnya dapat menambah usia
aset. Mayoritas semburan pipa yang terjadi bukan karena tekanan tinggi, namun lebih karena
fluktuasi tekanan yang terus menerus sehingga membuat pipa selalu mengembang. Hal tersebut
dapat menyebabkan retakan pipa karena stress. Solusi dari hal tersebut adalah dengan
memasang suatu alat seperti katup penurun tekanan (pressure reducing valve) yang berfungsi
untuk membantu mengurangi dan mengatur tekanan sesuai dengan kebutuhan, menstabilkan
fluktuasi, dan mengurangi stress pada pipa.
Pressure management merupakan salah satu elemen yang paling mendasar dalam strategi
penurunan kebocoran. Menurut Farley, dkk (2008) terdapat hubungan fisik antara laju aliran
kebocoran dan tekanan, dan frekuensi semburan baru juga merupakan satu fungsi tekanan:
1. Semakin tinggi tekanan, berarti semakin tinggi kebocoran. Sebaliknya apabila semakin rendah
tekanan, maka semakin rendah kebocoran.
2. Terdapat hubungan linear antara tekanan dengan kebocoran (tekanan lebih rendah 10% =
kebocoran 10% lebih rendah).
3. Tingkat tekanan dan siklus tekanan sangat mempengaruhi frekuensi semburan.
Untuk mengkaji kesesuaian pengelolaan tekanan dalam satu sistem tertentu, perusahaan–
perusahaan air minum pertama-tama harus melaksanakan serangkaian tugas, meliputi
1. Mengidentifikasi zona-zona potensial, titik-titik instalasi, dan permasalahan pelanggan
melalui kajian pustaka.
2. Mengidentifikasi jenis-jenis pelanggan dan batasan-batasan pengendalian melalui analisis
kebutuhan
3. Mengumpulkan pengukuran lapangan terhadap aliran dan tekanan (yang kedua ini
biasanya pada inlet, titik rata-rata, dan titik kritis)
4. Membuat model potensi manfaat yang di peroleh dari menggunakan model -model khusus
5. Mengidentifikasi katup-katup pengendali dan alat-alat pengendali yang benar
6. Membuat model rejim pengendali yang tepat untuk memberikan hasil yang diinginkan
7. Membuat analisis biaya dan manfaat
Ada sejumlah metode untuk mengurangi tekanan dalam sistem, termasuk pompa pengendali
kecepatan variabel dan tanki pelepas tekanan. Walaupun demikian, yang paling umum dan efektif
dari segi biaya adalah katup pengurang tekanan otomatis (pressure reducing valve) atau PRV.
PRV merupakan instrumen yang diinstal pada titik-titik strategis dalam jaringan untuk mengurangi
atau mempertahankan tekanan jaringan pada tingkat tertentu yang sudah ditetapkan. Katup
menjaga tekanan hilir yang sudah ditetapkan sebelumnya tanpa memperhatikan tekanan hulu atau
fluktuasi laju aliran. PRV biasanya di letakkan di dalam satu DMA bersandingan dengan meter air,
seperti ditunjukkan dalam foto di bawah. PRV harus berada di hulu meter sehingga turbulensi dari
katup tidak mempengaruhi keakuratan meter. Merupakan praktik teknis baik untuk memasang
PRV pada satu pipa bypass untuk memungkinkan kerja-kerja perbaikan yang besar di masa
Gambar 6. Pemasangan PRV
PRV memegang peranan penting dalam pengendalian tekanan dalam jaringan pipa. Dalam
sebuah kondisi di mana PRV mengalami kerusakan maka tekanan akan cenderung untuk tidak
stabil.
Gambar 8. Kondisi Tekanan Ketika PRV berfungsi
Melihat kondisi di atas, maka perlu diidentifikasi pola hubungan antara tekanan dan debit terhadap
kondisi PRV. Diharapkan dengan mengetahui pola hubungan antara tekanan dan debit terhadap
kondisi PRV tersebut akan mendapatkan indikasi awal sebagai early warning, sehingga operator
tekanan atau analis teknis di ruang control dapat mengidentifikasi bahwa PRV mengalami kerusakan
sebagai identifikasi awal sebelum dilakukan pengecekan kondisi PRV di lapangan.
2. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN 2.1.Perumusan Permasalahan
Dari latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :
Bagaimanakah hubungan antara variabel tekanan, variabel debit air dengan variabel
pola operasi PRV pada kasus PDAM Kota Malang ?
2.2. Hipotesa
Hipotesa yang diterapkan analis dalam hal ini adalah sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan antara variabel tekanan air, variabel debit air dan kondisi PRV .
2. Dari 2 variabel tersebut, variabel yang paling berpengaruh terhadap kondisi PRV
3. PENDEKATAN PENYELESAIAN PERMASALAHAN 3.1.Analisis Regresi Logistik Biner
Metode regresi pertama kali dipergunakan sebagai konsep statistik pada tahun 1877
oleh Sir Francis Galton yang melakukan studi tentang kecenderungan tinggi badan anak.
Hasil studi tersebut merupakan suatu kesimpulan bahwa kecenderungan tinggi badan
anak yang lahir terhadap orangtuanya adalah menurun (regress) mengarah pada tinggi badan rata-rata penduduk. Istilah regresi pada mulanya bertujuan untuk membuat
perkiraan nilai satu variabel (tinggi badan anak) terhadap satu variabel yang lain (tinggi
badan orangtua). Selanjutnya berkembang menjadi alat untuk membuat perkiraan nilai
suatu variabel dengan menggunakan beberapa variabel lain yang berhubungan dengan
variabel tersebut.
Sehingga dalam ilmu statistika, teknik yang umum digunakan untuk menganalisis
hubungan antara dua atau lebih variabel adalah analisis regresi. Analisis Regresi
(regression analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan garis lurus dan menggunakan persamaan tersebut untuk membuat perkiraan (prediction). Model matematis dalam menjelaskan hubungan antar variabel dalam analisis regresi
menggunakan persamaan regresi, yaitu suatu persamaan matematis yang
mendefinisikan hubungan antara dua variabel atau lebih.
Regresi logistik biner merupakan salah satu pendekatan model matematis yang
digunakan untuk menganalisis hubungan beberapa faktor dengan sebuah variabel yang
bersifat dikotomus (biner). Pada regresi logistik jika variabel responnya terdiri dari dua
Secara umum model probabilitas regresi logistik dengan melibatkan beberapa variabel prediktor
dapat diformulasikan sebagai berikut:
Di mana merupakan penjumlahan dari . Fungsi merupakan fungsi non linear sehingga perlu
dilakukan transformasi logit untuk memperoleh fungsi yang linier agar dapat dilihat hubungan
antara variabel respon dengan variabel prediktornya . Bentuk logit dari dinyatakan sebagai , yaitu:
Untuk memperoleh estimasi dari parameter regresi logistik dapat dilakukan dengan dua cara
a. Maximum Likelihood Estimation (MLE)
Metode MLE digunakan untuk mengestimasi parameter-parameter dalam regresi logistik dan pada
dasarnya metode maksimum likelihood memberikan nilai estimasi b dengan memaksimumkan
fungsi likelihoodnya. (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Secara matematis fungsi likelihood dapat
dinyatakan :
Karena setiap pengamatan diasumsikan independen maka fungsi likelihoodnya merupakan
perkalian antara masing-masing fungsi likelihood yaitu:
dan logaritma likelihoodnya dinyatakan sebagai:
b. Metode Newton Rhapson
Metode Newton Rhapson merupakan metode untuk menyelesaikan persamaan nonlinear seperti
menyelesaikan persamaan likelihood dalam model regresi logistic (Agresti, A. 1990). Metode
newton rhapson memerlukan taksiran awal untuk nilai fungsi maksimumnya, yang mana fungsi
tersebut merupakan taksiran yang menggunakan pendekatan polinomial berderajat dua. Dalam hal
ini untuk menentukan nilai dari b yang merupakan fungsi maksimum dari . Andaikan:
dan andaikan H dinotasikan sebagai matriks yang mempunyai anggota
Andaikan q (t) dan H(t) merupakan bentuk evaluasi dari , taksiran ke t pada . Pada langkah t dalam proses iterasi (t = 0, 1, 2, ...), ialah pendekatan yang merupakan bentuk orde kedua dari
ekspansi deret Taylor,
Penyelesaiannya adalah :
dengan mengasumsikan H(t) sebagai matriks non singular.
3.2.Fungsi Klasifikasi Regresi Logistik
Dalam regresi logistik penglasifikasian dilakukan dengan menghitung “error rates” atau
sebagai objek klasifikasi dan sebagai objek klasifikasi . Jika setiap objek disimbolkan
dengan 1 atau hanya 1 dari 2 populasi maka himpunan dan merupakan mutually exclusive dan exhaustive.
Sehingga probabilitas kondisionalnya :
Andaikan merupakan probabilitas dari dan merupakan probabilitas dari .
Total probabilitas misklasifikasi (TPM) ialah:
Dalam hal ini untuk menentukan kesalahan klasifikasi dapat digunakan
prosedur klasifikasi optimal yang disebut optimum error rate (OER) yaitu:
Maka OER ialah error rate untuk aturan klasifikasi minimum TPM.
Dalam hal lain OER dapat dihitung jika fungsi densitas populasi diketahui. Namun ,
dalam kasus lain populasi parameter harus di estimasikan terlebih dahulu sehingga
evaluasi error ratenya menjadi tidak seimbang. Untuk itu sampel fungsi klasifikasinya dapat
AER akan mengindikasikan bagaimana fungsi klasifikasi yang akan diperlihatkan pada
sampel berikutnya seperti OER namun tidak dapat menghitung secara umum karena
tergantung pada fungsi densitas yang tidak diketahui. Sehingga untuk mempermudah
perhitungan dalam proses klasifikasi dan tidak bergantung pada distribusi populasi
dengan menghitung error rate atau probabilitas kesalahan klasifikasi pada APER
(apperent error rate) yang merupakan fraksi observasi dalam sampel yang salah
diklasifikasikan atau misclassified pada fungsi klasifikasi (Johson et al, 2007). Perhitungan APER terlebih dahulu dibuat matriks konfusinya yang diperlihatkan dalam
tabel 1 sebelumnya. Sehingga diperoleh:
Pada umumnya variabel respon data kategorik hanya mempunyai 2 kategorik yaitu
sukses dan gagal, ya atau tidak, hidup atau mati dan sebagainya. Hasil observasi untuk
setiap objek diklasifikasikan sebagai sukses dan gagal. Untuk sukses dinyatakan dengan
1, gagal dinyatakan dengan 0. Seperti halnya distribusi Bernaulli/Binomial untuk variabel
random dengan probabilitas sukses dan gagal dengan ialah dimana berdistribusi
binomial dalam parameter dan fungsi padat peluangnya ialah
Distribusi ini termasuk dalam exponensial sejati dengan parameter sejatinya ialah
Dengan kata lain log odds merupakan variabel prediktor linear. Jika dimasukkan bentuk logit atau
log odds ke dalam probabilitas diperoleh:
3.3.Distribusi Binomial
Distribusi Binomial merupakan suatu distribusi probabilitas yang dapat digunakan bilamana suatu
proses sampling dapat diasumsikan sesuai dengan proses Bernoulli. Misalnya, dalam perlemparan
sekeping uang logam sebanyak 5 kali, hasil setiap ulangan mungkin muncul sisi gambar atau sisi
angka. Begitu pula, bila kartu diambil berturut-turut, kita dapat memberi label “berhasil” bila kartu
yang terambil adalah kartu merah atau “gagal” bila yang terambil adalah kartu hitam. Ulangan
-ulangan tersebut bersifat bebas dan peluang keberhasilan setiap -ulangan tetap sama,yaitu
sebesar 0,5 ( Cyber-learn, 2011).
Secara umum bentuk distribusi binomial yaitu
3.4.Tahap Penyelesaian Permasalahan
Tahap penyelesaian permasalahan adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan seri data sebagai berikut :
a. Pengumpulan data tekanan pada jaringan pipa interval per 60 menit
b. Pengumpulan data debit air interval per 60 menit
c. Pengumpulan data kondisi PRV pada saat dilakukan pembacaan
2. Pemodelan, dengan parameter :
a. Data tekanan, sebagai variabel pertama (X1)
b. Data debit air, sebagai variabel kedua (X2)
c. Data kondisi PRV sebagai objective (Y)
3. Koreksi klasifikasi sebagai hasil analisis
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1.Pengumpulan Data
Data pada analisis ini merupakan data sekunder yang didapatkan dari Bagian Litbang
PDAM Kota Malang. Data yang didapatkan meliputi :
1. Pengumpulan seri data sebagai berikut :
a. Pengumpulan data tekanan pada jaringan pipa interval per 60 menit
b. Pengumpulan data debit air interval per 60 menit
Tabel 2. Seri data yang akan dianalisis pada DMA Tlogomas
Pengolahan data dilakukan dengan aplikasi computer SPSS dengan hasil sebagai
Dari tabel di atas didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Nilai signifikasi P value kurang dari 0,05 sehingga disimpulkan bahwa hubungan antara
dua variabel tersebut, yakni flow dan pressure adalah signifikan terhadap kondisi PRV.
2. Koefisien chi square hitung adalah sebesar 20,84 > koefisien chi square teoritik 5,99,
yang menunjukkan kesesuaian model
3. Data pengamatan klasifikasi menunjukkan bahwa nilai pengamatan yang benar adalah
Jam ke - Pressure Flow Kondisi PRV Probabilitas PRV Kondisi PRV Keterangan
1. Nilai signifikasi P value kurang dari 0,05 sehingga disimpulkan bahwa hubungan
antara dua variabel tersebut, yakni flow dan pressure adalah signifikan terhadap
kondisi PRV.
2. Koefisien chi square hitung adalah sebesar 20,84 > koefisien chi square teoritik 5,99,
yang menunjukkan kesesuaian model
3. Data pengamatan klasifikasi menunjukkan bahwa nilai pengamatan yang benar
adalah sebesar 78,8%.
4. Variabel tekanan menunjukkan signifikansi yang relatif sama dengan variabel debit,