• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pewartaan Injil di Kota Kota Modern

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pewartaan Injil di Kota Kota Modern"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Pewartaan Injil di Kota-Kota Modern Lukas 9:49-56

Jemaat yang bersekutu dalam nama Tuhan Yesus! Ibu dan Bapak; saudara-saudari laki-laki dan perempuan yang kekasih. Saya memang meminta kepada majelis jemaat untuk memperluas perikop bacaan Alkitab hari ini. Saya minta agar bacaan dimulai dari ayat 49, meskipun penentuan sinodal menetapkan mulai dari ayat 51. Pilihan ini saya buat karena gabungan dari kedua teks itu menggambarkan dengan sangat jelas kondisi kehidupan masyarakat di kota-kota metropolitan dunia, baik di masa lalu maupun di mana kini. Perenungan akan makna dua perikop ini juga sangat relevan, terutama menolong gereja dan para pengikut Kristus untuk mengembangkan sikap hidup sehat di kota-kota manusia modern, terutama dalam upaya pemberitaan dan kesaksian akan karya keselamatan Allah di dalam Kristus.1 Memang ada banyak

tantagan dan kesulitan, bahkan juga penolakan dan permusuhan yang gereja hadapi karena tugas pemberitaannya, tetapi itu tidak boleh melumpuhkan semangat gereja untuk terus mengerjakan karya kemanusiaan dan pembebasan.

Saya mengambungkan kedua teks ini juga karena khotbah ini saya sampaikan di Surabaya, salah satu kota modern manusia, metropolitan dunia. Kalau bagi masyarakat umum agak berlebihan kalau Surabaya diangggap metropolitan, maka tentu bagi masyarakat Jawa Timur Surabaya pasti diterima sebagai axis mundi mereka. Harvey Cox, sosiolog sekaligus teolog Amerika di tahun 1960-an menulis sebuah buku yang laris manis bagaikan kacang goreng. Judul buku itu: the modern city of man, yang juga menguraikan bagaimana gereja dan orang-orang kristen dalam kota-kota modern menghadirkan Injil Kerajaan Allah secara efektif dan bermartabat. Dalam buku itu Cox menyebutkan adanya tiga ciri utama kehidupan orang-orang kota.

Pertama, mobilitas. Orng kota adalah kaum yang terus bergerak, tidak bisa disuruh diam. Mereka harus berlari-lari dari rumah ke kantor, kantor ke pasar; ke tempat fitness atau juga pusat-pusat perbelanjaan. Mobilitas orang-orang kota juga dilakukan dalam dalam kecepatan yang super tinggi, lampu merah pun rela diterobos karena hidup dikendalikan oleh agenda terburu-buru. Kemacetan lalu lintas menjadi salah satu sumber stres bagi orang-orang kota. Kemacetan membuat kecepatan harus dikurangi menjadi 4 km per jam, padahal orang-orag kota biasanya tancap karena kecepatan yang normal adalah 400 km per jam. Ini beda dengan kehidupan di desa yang bergerak lambat bahkan terkesan berjalan di tempat dan selalu ulur-ulur waktu.

Pola hidup orang kota yang berkecepatan 400 km per jam juga berseberangan dengan kecepatan gerak Allah di dalam Alkitab. Seorang teolog Jepang, Kosuke Koyama menggambarkan Allah dalam Alkitab sebagai yang berkecepatan 4 km per jam. Jarak Mesir – Kanaan yang normalnya bisa ditempuh dalam waktu 40 hari; oleh Allah dibuat berputar-putar menjadi 40 tahun. Allah yang bergerak lamban seperti ini tidak cocok dengan gaya hidup orang kota. Tetapi toh... gereja perlu memberitakan Allah ini kepada orang-orng kota.

Agaknya ini menjadi satu alasan mengapa penduduk Samaria engan menerima kunjungan Yesus. Karena mobilitas kehidupan kota itu tinggi, maka semua agenda harus sudah diatur satu atau dua bulan sebelumnya. Kunjungan yang dilakukan secara mendadak, atau baru ada pemberitahuan dua-tiga hari sebelumnya tentu akan merusak jadwal-jadwal kegiatan yang sudah fiks. Inilah sebabnya penduduk Samaria tidak bisa menerima kunjungan Yesus yang sedang dalam perjalanan menuju ke Yerusalem, karena agenda kegiatan mereka memang sudah full

(2)

untuk hari yang diminta murid-murid Yesus.

Ciri kedua dari orang orang di kota-kota modern metropolitan adalah anonimitas. Orang kota tidak terlalu murah hati memperkenalkan nama dan menceritakan identitas dirinya kepada orang lain, apalagi mereka yang bukan satu kelompok, masih asing dan berperilaku aneh. Rumah orang-orang di kota yang dikasih pagar setinggi dua meter, dengan pintu masuk yang selalu dikunci, belum lagi ada satpam dan sepotong papan bertuliskan: Ada Anjing Galak, menjadi isyarat dari anonimitas itu. Lagi-lagi ini juga beda dengan kehidupan di desa, di mana penduduk saling kenal sampai hal-hal detail, termasuk urusan dapur, sumur dan kasur. Bisa saja terjadi penolakan penduduk Samaria menerima kunjungan Yesus karena bersangkut paut dengan urusan-urusan prive mereka, seperti masalah-masalah kepercayaan dan agama.

Ciri ketiga kehidupan di kota-kota modern adalah pluralitas. Penduduk kota datang dari latar belakang etnis, suku, bdaya, pekerjaan, keyakinan dan agama yan berbeda. Orang kota itu ibarat sebuah toko serba ada yang memajang aneka rupa jualan, harga, warna dan model untuk melayani seleras manusia yang berbeda. Hidup bersama manusia dalam kota-lota modern metropolitan baru bisa menjadi subur dan menghasilkan banyak buah kalau ketiga ciri tadi: mobilitas; anonimitas dan keberagaman terus dipupuk dan disiram, tentu sambil menjaga nilai-nilai yang disepakati bersama serta yang mendatangkan keadilan dan kesetaraan. Meskipun begitu, patut juga diingat bahwa tidak semua manusia di kota modern menerima keberangaman dan kemajemukan. Ada juga kelompok orang di kota yang menyikapi keberagaman sebagai dosa, kemajemukan dipandang sebagai bahaya, ancaman dan musuh; sehingga dengan berbagai cara mereka berusaha memerangi keberagaman dan kemajemukan, terutama yang bersangkut paut dengan agama. Akar dari ketidak-nyamanan menerima keberagaman dan kemajemukan adalah iri hati dan sakit hati.

Pertama, dalam kehidupan kota modern ada saja kelompok yang iri hati kalau ada orang dari kelompok lain yang meraih sukses, popularitas dan prestasi yang sama atau bahkan melebih tingkat pencapaian mereka. Buah dari sakit hati ini adalah tindakan kekerasan dan anarki. Kedua, iri hati merupakan saudara kembar dari sakit hati kalau ada ide, gagasan, pola hidup, agama dan dogma-dogma mereka tidak diterima oleh kelompok lain yang berbagi kehidupan di kota yang sama. Kaum sakit hati ini menginginkan adanya narasi tunggal dalam menafsir kebenaran, juga semua yang lain tunduk kepada versi kebenaran milik mereka. Saya tidak bisa membayangkan apa jadinya Surabaya kalau prinsip hidup orang iri hati dan sakit hati ini menjadi budaya kehidupan masyarakat.

Lukas 9:49 – 56 mengisahkan bahwa Yesus sedang dalam perjalanan dari desa Galilea ke Yerusalem, axis mundi-nya masyarakat Israel. Murid-murid yang setia menemani Yesus dalam perjalanan itu perlu juga siap untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di kota yang menjadi tujuan perjalanan, yakni masyarakat pluralitas. Seberapa jauh penyesuaian itu tercapai akan kita lihat dalam narasi berikut.

(3)

justru mengherankan. Yesus menasehati mereka untuk tidak bertindak iri hati seperti itu. Yesus katakan kepada para muridNya: “Jangan kamu cegah. Barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu.”

Memang sebuah respons yang mengejutkan murid-murid. Tetapi ada pelajaran berharga mengenai kehidupan kristen dalam masyarakat metropolitan. Iman kepada Allah yang diajarkan Yesus tidak dibangun di atas fondasi iri hati terhadap orang luar. Mereka berbeda dalam hal agama tidak otomatis berarti ancaman dan musuh. Ada banyak orang di luar kelompok kristen yang menghormati dan menyegani Yesus. Sikap hidup dan pengajaran Yesus menjadi bagi mereka sumber inspirasi dan energi kehidupan di lapangan sosial dan kebudayaan. Mereka memang bukan warga gereja aktif dan kasat mata, tetapi mereka mengerjakan karya pembebasan dan penyelamatan dengan menjadikan Yesus sebagai inspirator. Orang-orang seperti ini tidak boleh dianggap saingan, rival dan karena itu harus dihentikan.

Saya secara pribadi berpendapat bahwa orang-orang seperti ini juga tidak perlu diminta untuk menjadi warga gereja yang kelihatan. Biarkan saja mereka tetap menganut agama semula, tetapi terus ditopang dan didampingi agar platform kehidupan religiusnya terus diisi dengan nilai-nilai kemanusiaan universal. Orang-orang seperti itu berguna sebagai penghubung antara gereja dan orang-orang dalam agamanya. Dia bisa bertindak sebagai tokoh yang bekerja membersihkan prasangka-prasangka negatif orang-orang dalam agamanya terhadap kekristenan dan Injil. Gereja dan orang kristen di kota-kota modern justru perlu menjumpai orang-orang tadi, membangun jejaring kerja sama dan bersinergi untuk menyelamatkan masyarakat dan membebaskan manusia dari berbagai tekanan, himpitan dan penindasan. Yesus meminta murid-murid untuk tidak menggembangkan pola pikir dan perilaku hidup yang eksklusif dan arogan terhadap orang non-kristen. Yesus berkata: “Jangan kamu cegah. Barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu.”

Orang-orang yang bukan warga gereja tidak selalu adalah kafir. Yesus meminta murid-murid untuk menerima dan menghargai mereka yang bekerja jadi pembebasan dan keselamatan manusia, tak peduli apa agama dan keyakinannya. Dengan memberi apresiasi orang-orang seperti itu akan makin termotivasi untuk melakukan ziarah batin, menyelam ke kedalaman agamnya untuk menemukan lebih banyak lagi nilai-nilai kemanusiaan dan keselamatan yang mengendap di kedalaman mereka untuk diekplorasi secara benar dan berdaya guna menyelamatkan dan mempromosikan kehidupan bersama yang beradab dan bermartabat. Membangun tembok pemisah dengan umat dari kelompok yang lain, membudayakan ujaran kebencian dan atmosfir permusuhan dengan masyarakat sekeliling karena berbeda agama bukanlah tindakan pengikut Kristus yang sejati. Yesus mengajarkan murid-muridNya untuk menyingkirkan jauh-jauh sikap iri hati melihat sukses yang diraih kelompok lain. Yang harus dikembangkan adalah sikap rendah hati mengakui kehadiran dan mengapresiasi karya Allah dalam agama yang lain. Format berpikir lama bahwa di mana ada gereja di situ ada kasih, perlu perluas dengan slogan baru dan segara: di mana ada kasih di situ ada gereja.

(4)

penduduk di tempat lain. Mereka meminta Yesus mengijinkan api turun dari langit untuk menghanguskan penduduk di desa Samaria tadi. Apa reaksi Yesus? Ini menjadi mata kuliah 2 sks yang baru bagi murid-murid.

Lukas bercerita tentang reaksi Yesus terhadap gejolak emosi murid-murid itu. Yesus berpaling dan menegor mereka. Di daerah asal saya, di Timor, kata berpaling biasanya disebut tidak kasih muka. Yesus tidak kasih muka terhadapmurid-murid yang mengusulkan rancangan kejahatan. Perilaku dan aktivitas hidup yang dikendalikan oleh sakit hati tidak menyuburkan kehidupan, memajukan masyarakat dan membangun kehidupan bersama yang sehat dalam satu masyarakat majemuk dan beragam. Sebagai ganti melakukan serangan pembalasan dendam Yesus mengajak mereka pergi ke desa yang lain. Dengan sikap ini Yesus mau tunjukkan kepada murid-murid dan gereja untuk tidak menjadi lumpuh atau tak berdaya karena penolakan dari satu kelompok orang atau masyarakat, apalagi merancangkan kejahatan sebagai pembalasan dendam. Tidak gereja dan orang kristen dalam masyarakat modern tidak boleh terjebak dalam luka-luka kehidupan dan membiarkan luka-luka itu menjadi energi negatif. Luka kehidupan yang dibiarkan mengendap ke alam bawah sadar akan berubah menjadi hantu, yang bukan hanya menghancurkan kehidupan sesama tetapi juga merusak citra diri orang yang menyimpan luka itu. Terperangkap dalam sakit hati hanya akan membuat kita sibuk mencari-cari kesalahan orang lain sehingga tidak sanggup melihat peluang baru untuk mengembangkan diri dan memperkuat integritas batin.

Yesus mengajak murid-murid pergi ke desa yang lain setelah ditolak oleh orang-orang di Samaria. Dengan ini Yesus mau menunjukkan bahwa penolakan dari satu kelompok harus diterima sebagai tantangan untuk menemukan kelompok baru yang lebih bersedia menerima berita injil dan lebih mau berbuka diri untuk perubahan dan pembaharuan kehidupan. Pintu bagi gereja untuk melaksanakan pekerjaan kesaksian dan pewartaan Injil keselamatan memang sering kali ditutup oleh berbagai regulasi sebagai konsekwensi hidup dalam kota-kota masyarakat modern. Gereja tidak boleh terus berdiri di depan pintu tertutup itu untuk menangis. Yang perlu gereja buat ialah menemukan jalan baru atau memikirkan metode pendekatan yang berbeda untuk tetap bisa menghadirkan kabar keselamatan dan mewartakan Injil. Bisa saja jalan yang ditempuh itu berputar, metode yang baru itu adalah sinergisitas bukan lagi jalan perjumpaan langsung dan metode single fighter.

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur hanya pada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis Analisis Pengaruh Jenis Asing Invasif Acacia nilotica

Pajak tangguhan diakui atas perbedaan temporer antara nilai tercatat aset dan liabilitas untuk tujuan pelaporan keuangan, dan nilai yang digunakan untuk tujuan

tinggi, kecendrungan untuk memilih daerah tujuan wisata sebagai tempat berlibur akan semakin tinggi dan bisa jadi calon wisatawan membuat sebuah usaha pada Daerah Tujuan Wisata

Dalam dunia akademik, prinsip wasatiyyah ini boleh digunakan sebagai salah satu alat untuk menilai, menganalisa dan menerima sesuatu pandangan yang dikemukakan oleh pihak lain,

Turbin Gorlov Helikal adalah jenis turbin yang baru dikembangkan pada tahun 1995, mengubah energi kinetik yang dihasilkan oleh arus aliran menjadi energi

Berdasarkan informasi laporan tahunan Astra diketahui jumlah rasio laba bersih per saham dari tahun 2009-2013 mengalami peningkatan dengan persentase

Siti Muthoharoh juga pelajar Wahid Hasyim mengemukakan pendapatnya bahwa ”isi rubrik majalah Tebuireng sudah sangat bagus dan sesuai dikonsumsi oleh siapa saja, karena pesan

Selain itu, sebuah sistem informasi yang masih berdiri sendiri, belum terhubung ke jaringan komputer, dan tidak terkait dengan konsumen, rekan kerja, dan suppliers dapat