BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP AIKIDOU
2.1 Pengertian dan Sejarah Aikidou
2.1.1 Pengertian Aikidou
Sebelum membahasan tentang arti kata aikidou, perlu ditekankan tentang
pentingnya bagi seseorang yang akan belajar aikidou untuk mengetahui definisi dan
pengertian dari kata aikidou itu sendiri secara benar.
Nama melambangkan esensi, mencapai pemahaman tentang esensi
adalah tujuan dari usaha manusia mempelajari sesuatu. proses belajar dimulai dari
mengerti arti dibalik nama. Jika manusia tidak tahu apa arti dibalik nama aikidou,
maka kemungkinan besar manusia tidak akan memiliki kejelasan arah dan tujuan
manusia mempelajari aikidou.
Sebaiknya manusia tahu tentang aikidou sebelum manusia memutuskan
untuk belajar, karena tanpa tahu informasi yang jelas maka bisa saja belajar aikidou
mengarahkan manusia pada sesuatu yang bahkan jauh dari pengertian aikidou itu
Aikidou secara etimologi berasal dari tiga huruf kanji yaitu, 合
あい
artinya
sesuatu yang dalam keadaan harmonis, selaras, gabung atau bahasa sehari-harinya pas
atau klop, 気き di dalam aikidou mengacu pada energi kehidupan alam semesta, yaitu
energi yang merupakan bahan dasar pembentuk segala sesuatu di alam semesta ini.
Sebagai catatan, banyak orang menyamakan antara Ki dengan “tenaga dalam” , 道どう
yang dilambangkan dengan huruf kanji berbentuk orang berjalan di jalan setapak
yang berarti jalan, konsep atau cara.
Dapat disimpulkan bahwa aikidou adalah jalan keselarasan: keselarasan
antara pikiran dan tubuh kita, keselarasan antara diri kita dan orang lain, keselarasan
antara diri kita dengan lingkungan serta alam semesta.
2.1.2 Sejarah Aikidou
Asal usul aikidou modern dapat ditelusuri ke abad 9, pada jaman feodal di
Jepang. Teknik-teknik ini adalah berawal dari Pangeran Teijun, anak ke 6 dari kaisar
Seiwa (850-880) dan diturunkan dari generasi ke generasi dari keluarga Minamoto.
Pada waktu generasi berikutnya, teknik-teknik itu akhirnya diberikan pada Shinra
Saburo Yoshimitsu, adik laki-laki Yishiee Minamoto. Yoshimitsu adalah seseorang
yang mempunyai bakat dan kemampuan yang hebat. Konon sejarahnya berkata
bahwa Yoshimitsu mengembangkan banyak tekniknya dengan mengawasi seekor
yang halus. Kemudian Yoshimitsu menamai teknik-teknik temuannya dengan nama
Daito ryu Aikijutsu (diambil dari nama rumahnya “Daito Mansion” dan menganbil
nama dari sistem Aikijutsu karena dasar dari tehnik ini adalah dari Aikijutsu).
Teknik Daito-ryu ini disampaikan secara rahasia kepada angota-anggota
keluarganya dan pembantu-pembantu. Akhirnya mencapai Sokaku Takeda
(1859-1943), yang kemudian memainkan peran yang penting dari dasar-dasar Aikido yang
modern. Sistem Daitu ryu yang diberikan kepada Sokaku Takeda, jelas berbeda dari
yang diajarkan beribu-ribu tahun sebelumnya. Seni beladiri yang dipelajari oleh
Takeda tidak diketahui kecuali bahwa latihannya di lakukan Ono-Ha Itto-ryu
Kenjutsu. Semua bukti-bukti mengarah kepada suatu kesimpulan bahwa seni
Daitu-ryu dari takeda merupakan suatu perpaduan dari pengalamannya yang luas dalam
memberikan pelatihan dan inovasi-inovasi teknis sebagai adanya mereka yang
merupakan suatu kelanjutan tetap dari tradisi beladiri suku aizu.
Salah satu murid takeda adalah Morihei Uiseba, yang merupakan penemu dari
aikido. Ueshiba yang dilahirkan pada tanggal 14 desember 1882 bertemu dengan
Takeda tahun 1915 setelah menghadiri suatu seminar selama 10 hari yang diadakan
oleh Takeda. Ia sangat terkesan melihat teknik-teknik Takeda sehingga dia langsung
mempelajari Daito-ryu. Sebagai tambahan, Ueshiba juga mempelajari Kito-ryu
Jujitsu, Yagyu Shinkage-ryu Kenjutsu dan ilmu beladri lainnya yang menggunakan
tangan kosong atau senjata. Ueshiba adalah orang yang juga mempelajari spiritual
tahun 1931, Ueshiba mendirikan Kobukan dojo atau dojo neraka. Saat itu adalah
ketika Ueshiba mencapai puncak kejayaan fisiknya. Salah satu murid-muridnya pada
waktu itu adalah Gozo Shioda yang kemudian mendirikan Yoshikan Aikido. Ueshiba
sangat dihargai oleh ahli-ahli beladiri lainnya pada waktu itu termasuk Jigoro Kano
(pendiri Judo) yang mengirim banyak murid-murid Judonya yang hebat untuk
mempelajari Aikido.
Termasuk dalam hal ini Kenji Tomiki, yang kemudian mengembangkan suatu
olahraga dengan mengambil style Aikido-Tomiki dan Mochizuki Minoru yang
membentuk Yoseikan Budo. Tahun 1942, Ueshiba pindah ke Iwama dimana ia
membuka sebuah dojo dan mendirikan tempat suci Aiki. Pada tahun 1945, Aikikai
didirikan walaupun semua bentuk Budo telah dilarang setelah perang dunia kedua.
Pusat dojo Aikikai didirikan di Tokyo walaupun Ueshiba tetap tinggal di dojo di
Iwama. Dojo yang di Tokyo di urus oleh anaknya Kisshomaru (1921-1999) dan
instruktur-instruktur utama lainnya Tohei Kohici yang kemudian membentuk
Shin-shin Toitsu Aikido (lebih terkenal dengan nama Ki Society Aikido).
Pada tanggal 26 april 1969, Sensei Morihei Ueshiba meninggal pada umur 86.
Ueshiba Sensei telah meninggalkan teknik beladiri dan ajaran tentang spirit yang
sekarang diajarkan di seluruh dunia. (www.
achannews.blogspot.com/2014/04/sejarah/beladiri-aikidou.html)
2.2 Mengenal Prinsip Dasar dalam Aikidou
Fudo dalam arti bahasa memiliki makna keheningan sejati (complete
stillness), sebuah kondisi diam tak bergeming, sesuatu yang tak terganggu gugat.
Fudo adalah sebuah kondisi hati yang tenang disebabkan faktor internal, mental dan
spiritual yang sedemikian kokoh sehingga tidak dapat terganggu gugat atau
terpengaruhi oleh faktor eksternal dari lingkungan. Genri berarti prinsip. Fudo genri
secara sederhana dapat diartikan prinsip untuk membangun diri yang tak
tergoyahkan,kokoh secara fisik, mental dan spiritual.
2.2.2 Kamae
Dalam hal apapun, bentuk sikap tubuh dapat menunjukkan kondisi mental
seseorang, yang dapat dilihat dari postur tubuh orang tersebut. Maka dalam aikidou,
diperlukan sebuah sikap yang dilakukan sedemikian rupa sehingga memunculkan
kondisi mental yang siaga namun tidak tegang. Kuda-kuda dalam aikidou tidak
dilakukan dengan kaku, yang hanya akan membuat setiap gerakan tegang dan tidak
mengalir alami. Kuda-kuda harus dibuat sedemikian rupa sehingga akan menunjang
setiap gerakan dalam aikidou. Walaupun demikian, sikap harus tetap dalam keadaan
dimana titik keseimbangan tubuh dalam posisi yang stabil sehingga tidak mudah
digoyahkan. Sikap ini adalah ketika seseorang mampu menempatkan berat badan
pada posisi terendah dan berkonsentrasi pada satu titik.
2.2.3 Maai
Sebuah pertarungan, secara alamiah akan memerlukan suatu jarak yang
pembela diri dapat melakukan pertahanan dengan tepat. Dengan memahami konsep
ruang gerak pertarungan yang ada di sekelilingnya (depan, samping, belakang) secara
baik, seorang aikidouka harus mampu mengukur jarak yang tepat bagi dirinya dengan
lawan dalam mengaplikasikan setiap waza/teknik atau menetralisir setiap serangan
yang mungkin ada.
2.2.4 Kuzushi
Suatu serangan tentu akan baik bila si penyerang mampu menjaga
keseimbangan tubuhnya dengan baik pula. Sehingga bila posisi tubuh lawan (uke)
stabil, maka tentunya teknik aikidou apapun sangat sulit untuk dapat diterapkan. Hal
ini mengingat bahwa lawan tidak akan mungkin memberikan dirinya begitu saja
untuk dijatuhkan dan dia akan mencari cara untuk melepaskan diri dari teknik apapun
apabila ia memang masih mampu untuk melakukan itu. Teknik-teknik aikidou hanya
akan berhasil diaplikasikan ketika kondisi lawan (uke) tidak bisa menghindar lagi,
dengan kata lain ia sudah tidak punya pilihan lain selain menerima teknik yang
diterapkan padanya. Situasi seperti ini hanya akan terjadi ketika lawan sudah tidak
memiliki kendali atas tubuhnya sendiri. Untuk itulah pentingnya menghilangkan
keseimbangan lawan terlebih dahulu.
2.2.5 Atemi
Secara harafiah, atemi berarti teknik-teknik pukulan atau serangan. Dalam
aikidou, atemi punya peranan yang penting sebagai penghilang konsentrasi lawan.
teknik aikidou tidak diutamakan untuk merusak melainkan hanya sekedar untuk
melumpuhkan lawan. Seperti halnya keseimbangan, seorang lawan akan sulit
dilumpuhkan saat ia memiliki konsentrasi serangan yang sempurna. Maka dengan
atemi, seorang ahli beladiri akan mencuri kesempatan dibalik kelengahan si
penyerang yang mungkin hanya sepersekian detik namun sudah cukup memberinya
waktu untuk mengaplikasikan waza aikidou. Atemi tidak mutlak harus berbentuk
serangan dimana sesuai dengan maksud dan tujuannya dalam aikidou, maka atemi
dapat berupa teknik apapun yang mampu menggoyahkan kemampuan fisik dan
mental lawan
(www.lang8088.blogspot.co.id/2015/10belajar-memahami-prinsip-dasar -aikidou.html).
2.3 Aliran yang Terdapat Dalam Aikidou
Aikidou telah berkembang sedemikian rupa sehingga melahirkan banyak
aliran dan perguruan, baik dalam lingkup aikidou sendiri atau bahkan menjadi aliran
seni beladiri baru di luar aikidou. Hal ini bisa dimaklumi karena seni beladiri secara
teknis pastilah berkembang jika dipelajari oleh praktisi yang mempunyai bakat,
pengetahuan yang luas, inovasi dan kreatifitas yang baik. Perkembangan gaya dalam
aikidou lebih disebabkan karena murid-murid morihei ueshiba terdiri dari banyak
kalangan praktisi beladiri lain sebelum mereka belajar aikidou. Banyak di antara
mereka sebelumnya adalah praktisi-praktisi judo, karate, kendo atau jujutsu dari
berbagai aliran. Ketika mereka telah mumpuni dalam mendalami aikidou, baik
aikidou yang merupakan murid langsung Morihei Ueshiba mengajarkan aikidou
dengan gaya yang berbeda.
Perbedaan gaya atau aliran dalam aikidou ini juga disebabkan evolusi seni
beladiri aikidou pada diri morihei ueshiba sendiri. Morihei Ueshiba pada masa
mudanya telah mempelajari beberapa seni beladiri tangan kosong maupun bersenjata,
yang kemudian dikembangkan dengan banyak modifikasi atau penyempurnaan teknik.
Gaya seni beladiri yang dimilikinya pada awalnya diajarkan dengan nama Aiki Budo,
dan akhirnya dinamainya Aikidou.
Di bawah ini adalah beberapa aliran yang terdapat dalam aikidou:
2.3.1 Aikikai Hombu Dojo
Aikikai adalah aliran utama yang menjadi induk sebagian besar dojo. Secara
administratif Aikikai adalah penerus dari keberadaan dojo kobukan yang didirikan
oleh Morihei Ueshiba di Ushigome distrik-Shinjuku, Tokyo, pada tahun 1931. Pada
saat Morihei Ueshiba masih hidup, dojo kobukan adalah pusat dari kegiatan aikidou
di Jepang. Walaupun saat perang kedua usai dojo kobukan sempat terhenti sebentar
kegiatannya dan Morihei Ueshiba pindah ke Iwama, kegiatan dojo kobukan berlanjut
di bawah pengawasan Kisshomaru Ueshiba, putranya. Setelah Morihei Ueshiba wafat
pada tahun 1969, Kisshomaru menjadi guru besar (Doshu) menggantikan ayahnya
dan memimpin Aikikai Hombu. Dibawah Kisshomaru, Aikikai berkembang menjadi
besar dan menjadi induk utama afisiliasi dojo-dojo aikidou baik di Jepang sendiri
aikidou untuk diberi nama dan disusun menjadi kurikulum standar seperti yang
sekarang. Gaya khas tehnik aikidou yang dibawa oleh Kisshomaru adalah tehnik
aikidou yang mengalir, disebut Ki No Nagare. Gaya ini menjadi gaya yang terlihat
menonjol dalam aliran aikikai.
2.3.2 Yoshikan Aikidou
Yoshikan Aikidou didirikan oleh Gozo Shioda, murid langsung (Uchi
Deshi). Gozo Shioda belajar aikidou pada tahun 1932 di Dojo Kobukan. Masa-masa
tahun 30-an adalah masa dimana tehnik beladiri Morihei Ueshiba masih kental
diwarnai oleh pengarug gaya Jujutsu aliran Daito-ryu. Di tahun-tahun morihei
mengajar seni beladiri dengan nama Aiki-Budo yang dikenal dengan gaya yang keras.
Gozo Shioda belajar di Kokuban hingga tahun 1941, dan setelah mengikuti latihan
dengan rentang waktu yang tidak begitu lama di Iwama, yaitu saat Morihei Ueshiba
tidak lagi mengajar di dojo Kokuban-Tokyo, dan pindah ke Iwama, Gozo Shioda
mendirikan organisasi aikidonya sendiri dan dinamainya Yoshinkan Aikidou di tahun
1955.
2.3.3 Tomiki Aikidou
Tomiki Kenji adalah murid langsung Morihei Ueshiba dan belajar aikidou
mulai tahun 1925 ketika aikidou masih bernama Aiki Budo. Sebelum belajar aikidou,
Tomiki telah mempelajari Judo sejak umur 10 tahun. Oleh Jigoro Kano pendiri Judo
Kodokan, Tomiki mendapatkan peringkat Dan 5 pada tahun 1928. Tomiki merupakan
sistem Kyu-Dan untuk member peringkat pada murid-muridnya, Tomiki adalah orang
pertama yang mendapatkan peringkat Dan 8 aikidou pada tahun 1940. Tomiki
mendirikan klub Aikido Universitas Waseba pada tahun 1958. Selama belajar aikido,
Tomiki masih aktif mendalami Judo dan pada tahun 1964 Tomiki meraih peringkat
Dan 8 Judo Kodokan. Karena mempunyai latar belakang Judo yang kuat, Tomiki
memiliki gagasan untuk menjadikan aikidou sebagai sport sebagaimana jujutsu yang
oleh Jigoro Kano diubah menjadi Judo dan dipertandingkan. Itulah sebabnya Tomiki
berbeda pendapat dengan Morihei Ueshiba yang tidak sependapat jika aikidou
dipertandingkan. Akhirnya Tomiki mendirikan aliran aikidounya sendiri dan
dinamakan Tomiki Aikidou. Klub Aikidou Universitas Waseba adalah cikal bakal
berkembangnya aikidou gaya Tomiki. Seperti halnya Yoshikan Aikidou, aliran
Tomiki aikidou bergaya keras, aplikatif, menitikberatkan efisiensi, dan mempunyai
materi kurikulum dasar tersendiri yang berbeda dengan Aikikai. Aikidou di sini
dipertandingkan dengan dua cara, yakni kelas Randori dan Embukai. Pada kelas
Randori, pertandingan biasanya dilakukan dengan alat bantu pisau mainan, sedangkan
Embukai, aikidou dipertandingkan dengan peragaan tehnik. Peserta pertandingan
lazimnya adalah sepasang Nage dan Uke.
2.3.4 Shin’ei Taido
Aliran beladiri ini dikembangkan oleh Noriake Inoue. Inoue adalah
keponakan Morihei Ueshiba. Dia mempelajari aikidou ketika masih berbentuk
Aiki-Budo di dojo Kobukan pada tahun 1921. Inoue aktif membantu menyebarkan Aiki
mengajarkan Aiki Budo hingga tahun 1956, namun akhirnya ia mengembangkannya
dan mengganti namanya menjadi Shin’ei Taido.
2.3.5 Iwama Ryu dan Aikidou Toho
Di dalam aliran yang sama, gaya aikido yang diajarkan oleh masing-masing
instruktur tingkat tinggi pun beragam. Dalam aliran Aikikai sendiri misalnya, di kenal
pengajar yang mengharuskan muridnya mengenal tehnik penggunaan pedang dan
tongkat yang berhubungan dan analog dengan penggunaan tehnik tangan kosong
aikidou. Banyak sensei (guru) yang menganut paham bahwa pengetahuan
penggunaan senjata sama pentingnya dengan pengetahuan tehnik tangan kosong,
karena aikidou dikembangkan dari perpaduan antara tehnik jujutsu, olah gerak seni
pedang (kenjutsu) dan tombak/tongkat (yarijutsu). Sebutlah seperti Morihiro Saito
(peringkat Dan 8 Aikikai) yang mengajarkan Iwama ryu aikido, Shoji Nishio
(peringkat Dan 8 Aikikai) yang belakangan mengembangkan gaya Aiki Toho Iaido,
atau Mitsugi Saotome (peringkat Dan 8 Aikikai) yang mendirikan Aikido School
Ueshiba. Sedangkan, sebagai pengajar yang lain cenderung untuk menekankan
latihan hanya pada teknik tangan kosong, dan netralisasi serangan bersenjata. Bukan
berlatih menggunakan senjata itu sendiri. (www.aikidosolo.8m.com)
2.4 Mengenal Teknik-teknik Aikidou
2.4.1 Teknik Bantingan Judo Kodokan Jigoro Kano. Teknik ini lebih
menekankan pada latihan bebas dan teknik tertentu dalam perkelahian bebas (randori)
dan judo sebagai beladiri berusaha menghindari penggunaan serangan serangan
frontal seperti pukulan dan tendangan yang berbahaya dan lebih menitik beratkan
teknik pada bantingan yang terorganisir dan teknik bertahan
(https://www.mindtalk.com/judo-bushidou-sebuah-jalan-tiada-henti-beladiri-mindtalk).
2.4.2 Teknik Kuncian Jujutsu gaya Sokaku Takeda (Bapak Jujutsu) seni
bertahan dan menyerang menggunakan tangan kosong maupun senjata pendek.
2.4.3 Teknik Pedang (Kenjutsu)
Aikidou itu sendiri diciptakan dari unsur teknik lain diantaranya teknik
ilmu pedang seperti kenjutsu. Sehingga kalau diperhatikan, sebagian besar gerakan
dalam aikidou mirip dengan gerakan yang mengayun pedang.
(www.hideyoshi.blogspot.com).
2.4.4 Teknik Toya berpedang (Yarijutsu)
Pada umumnya Aikidou tidak menggunakan tendangan kaki, tapi dalam
hal-hal yang sangat khusus, teknik kaki (ashi waza), juga diajarkan. Inipun dengan
catatan pada Aikidoka tingkat Dan ke atas. Di Indonesia, ashi waza nyaris tidak
diajarkan. Aikidou cocok untuk perkelahian ruangan sempit maupun melawan
beberapa penyerang (multiple attacker), dan dapat dipelajari oleh pria dan wanita
Teknik-teknik (waza) aikidou sebenarnya tergolong sederhana. Ada 2 hal pokok,
yaitu nagewaza (melempar/membanting) dan kihonwaza (termasuk teknik kuncian).
Di dalam dojo, aikidou menggunakan 4 pola dasar latihan, yaitu :
2.4.5 Tachiwaza (Teknik Berdiri Melawan Berdiri)
teknik/gerakan yang dilakukan oleh uke dan nage dalam posisi berdiri
(https://aikidosuginami.wordpress.com).
2.4.6 Suwariwaza (Teknik Duduk Melawan Duduk)
pembelaan diri dari posisi duduk. Dari segi konsep pembelaan diri, semua
teknik beladiri aikidou yang dilakukan dengan berdiri bisa pula dilakukan dalam
posisi duduk. Cara pembelaan diri seperti ini sangat berguna ketika seorang praktisi
beladiri tidak dalam keadaan siap berdiri ketika serangan terjadi.
2.4.7 Hanmihandachi (Teknik Duduk Melawan Berdiri)
uke/sipenyerang berdiri untuk menyerang nage dan nage/orang yang
diserang menahan serangan si uke dengan cara berlutut
(https://aikidosuginami.wordpress.com)
2.4.8 Kaeshi Waza (Teknik Membuka Serangan sebagai
Pancingan terhadap lawan) atau teknik balasan dari uke dan si nage
(https://aikidosuginami.wordpress.com).
energi yang terpusat dan terkontrol. Jadi, mempelajari Aikidou adalah membiasakan
kondisi badan selalu dalam keadaan rileks. Badan dan otot-ototnya yang sudah
terkondisi dalam keadaan mengendur ini akan rileks dan terbawa dalam kehidupan
sehari-hari. Kondisi seperti ini akan menghasilkan suasana psikologi yang positif.
(https://shizendojomalang.wordpress.com/2006/03/22/belajar-aikidou/)
2.5 Empat Tingkatan Pemahaman Tentang Aikidou
2.5.1 Harmoni dengan Diri Sendiri
Pemahaman tentang harmoni dimulai dari memahami bagaimana
menempatkan komponen-komponen diri kita pada tempat dan fungsinya yang tepat.
Komponen diri kita secara sederhana terbagi menjadi tiga, hati, pikiran, dan tubuh.
Ke tiga komponen ini diciptakan sebagai sebuah kesatuan, oleh karena itu sudah
semustinya difungsikan sebagai sebuah kesatuan, tidak terpisah-pisah, dengan begitu
secara alamiah diri kita akan berfungsi secara optimal. Dalam tahap
mengharmonisasikan diri sendiri ini, satu hal penting yang harus ditekankan adalah
penggunaan hati. Hati yang ditempatkan ditempat yang baik dan benar, akan
senantiasa berkehendak atas sesuatu yang berdasarkan kebenaran, yang akan
mengarahkan pikiran pada rencana kegiatan/tindakan yang baik dan benar pula, yang
ada akhirnya akan terwujud dalam perbuatan yang baik dan benar yang dilakukan
oleh tubuh kita, begitupun sebaliknya. Jadi mulailah kita dengan selalu memeriksa
kondisi hati kita pada saat akan beraktivitas.
2.5.2 Harmoni dengan Sesama Manusia
Setelah memahami bagaimana menempatkan komponen diri kita ditempat
yang tepat, dan menjadikan diri kita harmonis dengan diri sendiri mulailah kita
belajar memahami bagaimana menempatkan diri kita dalam hubungannya dengan
orang lain. Manusia diciptakan sebagai mahluk sosial yang harus berinteraksi dengan
sesamanya. Tidak jarang pula masalah timbul disebabkan ketidakmampuan kita
menyesuaikan diri kita dengan faktor eksternal (orang lain). Inilah sebabnya
pemahaman tentang keharmonisan tidak cukup kita kembangkan hanya dalam taraf
harmoni dengan diri sendiri, namun juga harus dikembangkan juga pada taraf
harmoni dengan orang lain.
2.5.3 Harmoni dengan Sesama Mahluk Ciptaan TUHAN
Dengan kata lain mengharmonisasikan diri kita dengan alam, ini adalah
tahapan pemahaman tentang keharmonisan di level yang ketiga, dimana kemudian
kita mulai melihat keberadaan kita sebagai bagian dari sebuah kesatuan yang lebih
besar yaitu lingkungan kehidupan kita, hingga yang paling besar adalah bagian dari
alam semesta, dalam tahap pemahaman ini, kesadaran tentang eksistensi diri kita
meluas hingga kita memahami peran yang harus kita mainkan dalam hubungannya
dengan lingkungan kita, komunitas dan habitat kita, sehingga kita kemudian berusaha
untuk menempatkan diri yang tepat dalam interaksi kehidupan yang dijalani bersama
2.5.4 Harmoni dengan Dojo
Sebagai tempat latihan, dojo sendiri merupakan tempat yang pas untuk
latihan penyelarasan dengan lingkungan. Etika yang diberlakukan di dojo, pengaturan
alas kaki, cara duduk, urutan duduk, cara menghormati, dll, Harus dipatuhi sebaik
mungkin. Dalam hal waza, harmoni dengan dojo tampak misalnya dalam
mengarahkan waza seperti kaiten nage. Nage harus memperhatikan agar uke tidak
menabrak tiang, dinding atau teman latihan lain. Jatuh itu gampang, tapi jatuh dengan
enak, dengan ukemi yang benar, menyatukan diri dengan matras atau tanah itu lain
soal. Harus dilatih teknik aikidou serta sikap mental sehingga seseorang dapat
menyatu dengan lingkungannya, menyelaraskan gravitasi dan arah laju tubuh yang
jatuh atau menyelaraskan diri menggelinding dengan hampir tidak bersuara di matras