BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini dunia perbankan mengalami perkembangan seiring dengan
kondisi perekonomian yang sempat bergejolak. Prospek ekonomi yang dibayangi
oleh kelesuan ekonomi Eropa mempengaruhi proyeksi pertumbuhan ekonomi
nasional termasuk pertumbuhan industri perbankan. Peranan perbankan dalam
proses pemulihan ekonomi global diharapkan akan membuat pertumbuhan
ekonomi nasional membaik. Perbankan khususnya, bank umum merupakan inti
dari sistem keuangan dan sektor terpenting dalam struktur perekonomian setiap
negara. Perbankan mengalirkan dana dalam suatu sistem yang kompleks sehingga
berbagai transaksi dan kegiatan produksi dapat berjalan lancar. Perbankan
menurut Rivai (2010: 511) adalah “suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi
utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan melayani jasa
pengiriman uang”. Piter dan Suseno (2003) menyatakan bahwa
bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang kelebihan dana (penyimpan dana/kreditur) dengan pihak yang membutuhkan dana (peminjam dana/debitur), membantu kelancaran sistem pembayaran, dan sebagai lembaga yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah, yakni kebijakan moneter.
Dalam menghadapi tuntutan perkembangan dan dinamika perekonomian
nasional dan internasional baik dewasa ini maupun di masa yang akan datang,
maka sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999, Bank Indonesia
kebijakan moneter. Hal ini dimaksudkan guna mencapai dan memelihara stabilitas
nilai rupiah (Usman, 2001: 24). Salah satu instrumen dari kebijakan moneter
adalah politik diskonto yaitu kebijakan menaikkan atau menurunkan tingkat suku
bunga sebagai upaya menstabilkan kondisi perekonomian yang sempat
bergejolak. Kebijakan ini dimanfaatkan oleh bank konvensional, yang dalam
kegiatan operasionalnya mengandalkan tingkat suku bunga.
Bank Indonesia mengeluarkan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang
merupakan dasar hukum penerapan dual banking system (double windows system)
di Indonesia. Sistem ini memungkinkan terselenggaranya dua sistem perbankan
(konvensional dan syariah) secara berdampingan dalam perekonomian, yang
pelaksanaannya diatur dalam berbagai peraturan yang berlaku tanpa harus
memiliki Unit Usaha Syariah (UUS). Sejak saat itu, jenis bank di Indonesia
dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Bank yang melakukan usaha secara konvensional
dengan mengandalkan suku bunga dan 2. Bank yang melakukan usaha secara
syariah yang mengandalkan sistem bagi hasil (profit sharing) (Kasmir, 2005: 23).
Melalui undang-undang tersebut, sistem perbankan syariah mulai
mendapatkan kesempatan yang lebih luas dalam mengembangkan sistemnya yang
berbasis syariah. Hal ini berkaitan dengan peran bank syariah dalam memacu
pertumbuhan perekonomian daerah sehingga dapat mewujudkan struktur
perekonomian yang semakin berimbang. Oleh karena itu, Bank Indonesia selaku
bank sentral berperan dalam mewujudkan iklim yang kondusif bagi
perkembangan bank syariah yang sehat dan konsisten (istiqamah) terhadap
Pertumbuhan perbankan syariah dirasakan sangat pesat sejak berdirinya
bank syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat. Pada Tabel 1.1 akan
terlihat perkembangan jaringan dari perbankan syariah.
Tabel 1.1 Jaringan Kantor Perbankan Syariah (Islamic Banking Network), Juni 2011
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 (hingga bln juni)
Bank Umum Syariah
Jumlah Bank 3 3 3 5 6 11 11
Jumlah Kantor 304 349 401 581 711 1,171 1,319
Unit Usaha Syariah
Jumlah Bank 19 20 26 27 25 23 23
Jumlah Kantor 154 183 196 241 287 262 321
BPR Syariah
Jumlah Bank 92 105 114 131 138 150 154 Jumlah Kantor 92 105 185 202 225 286 300
Total Kantor 550 637 782 1,024 1,223 1,763 1,940
Sumber: Statistik Perbankan Syariah (3 Maret 2012, diakses)
Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan jumlah bank dan jumlah kantor pada
BUS, UUS, dan BPR Syariah. Jumlah BUS pada tahun 2005 tercatat hanya 3
BUS, yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Mandiri Syariah, dan Bank Mega
Indonesia Syariah. Perkembangan jumlah BUS hingga bulan Juni bertambah
menjadi 11 BUS yang diikuti dengan pertambahan jumlah kantor cabang dan
kantor cabang pembantu pada masing-masing BUS.
Selain dari perkembangan jaringan kantor, perkembangan perbankan
syariah juga dapat terlihat dari jumlah dana pihak ketiga yang mengalami
pertumbuhan yang signifikan. “Dana pihak ketiga adalah dana-dana yang berasal
dari masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha, yang diperoleh bank
dengan menggunakan produk simpanan, seperti: Giro, Tabungan, dan Deposito”
Tabel 1.2 Komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) - Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, Juni 2011 (dalam Miliar Rupiah)
Sumber: Statistik Perbankan Syariah (3 Maret 2012, diakses)
Bank konvensional sangat bergantung pada suku bunga yang berlaku dalam
kegiatan operasionalnya, karena keuntungan bank konvensional berasal dari
selisih antara bunga pinjaman dengan bunga simpanan. Menurut Kasmir (2002:
121), bunga dapat diartikan sebagai “balas jasa yang diberikan bank berdasarkan
prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya”.
Tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga. Tingkat bunga yang tinggi
akan mendorong seseorang untuk menabung dan mengorbankan konsumsi
sekarang untuk dimanfaatkan di masa yang akan datang. Tingginya minat
masyarakat untuk menabung dipengaruhi oleh tingkat bunga. Hal ini
menunjukkan bahwa pada saat tingkat suku bunga tinggi, masyarakat lebih
tertarik mengorbankan konsumsi sekarang guna menambah tabungannya.
bahwa umumnya para penabung bermotif pada keuntungan atau profit motive
(Khairunnisa, 2000).
Konsep suku bunga yang digunakan bank konvensional dipandang dengan
berbeda oleh para ulama. Bunga dinilai sebagai riba dan dilarang oleh agama.
Oleh karena itu, Islam memperkenalkan prinsip-prinsip muamalat sebagai
alternatif perbankan dalam bentuk kegiatan usaha bank syariah, yaitu pengelolaan
dana dalam bentuk bagi hasil (profit sharing). Prinsip bagi hasil (profit sharing)
merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional perbankan
syariah secara keseluruhan. Secara syariah, prinsip ini berdasarkan pada kaidah al
mudharabah, di mana bank akan bertindak sebagai mitra baik dengan penabung
maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Bank bertindak sebagai
mudharib (pengelola dana) bagi penabung, sedangkan penabung bertindak
sebagai shahibul maal (pemilik dana). Antara bank syariah dan penabung akan
diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan
masing-masing pihak (Ghafur, 2003).
Sistem bagi hasil merupakan prinsip perhitungan berdasarkan pendapatan
produsen atau peminjam yang mempunyai sifat fleksibel terhadap pengembalian
bagi hasilnya. Hal ini berarti pinjaman produktif yang disalurkan nantinya akan
memberikan bagian bagi pemberi pinjaman, sebesar nisbah bagi hasil yang
diterima tentunya menyesuaikan dengan besarnya keuntungan yang didapat oleh
peminjam itu sendiri. Konsekuensi dari konsep ini adalah jika hasil usaha
peminjam menunjukkan keuntungan yang besar, maka bagi hasilnya pun akan
peminjam harus ikut pula menanggung kerugian tersebut. Bisa dikatakan bahwa
bagi hasil dalam perbankan syariah merupakan pengganti suku bunga dalam
perbankan konvensional.
Kenaikan suku bunga akan diikuti oleh naiknya suku bunga simpanan dan
suku bunga pinjaman pada bank konvensional. Keberadaan tingkat suku bunga
dalam perbankan konvensional sangatlah menentukan jumlah tabungan karena
tingkat suku bunga dikenal sebagai salah satu faktor yang menentukan tingkat
tabungan dalam perekonomian. Pada umumnya kondisi ini akan mendorong
masyarakat menyimpan dananya di bank konvensional dibandingkan bank
syariah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah tabungan yang terdapat pada bank yang
bersangkutan (baik bank konvensional maupun bank syariah). Keadaan yang
demikian dikarenakan tingkat pengembalian yang akan diperoleh oleh nasabah
penyimpan dana akan mengalami peningkatan sebagai akibat dari naiknya bunga
simpanan di bank konvensional.
Pada prinsipnya, “keputusan seseorang menabung di perbankan syariah
seharusnya ditujukan pada tujuan-tujuan syariah (maqashid al-syariah) yang
mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat” (Budiati, 2007). Namun
kenyataannya, masih banyak masyarakat Indonesia yang berorientasi pada
keuntungan yang diperoleh ketika menabung. Hal ini dimungkinkan dengan
adanya pengaruh dari tingkat suku bunga sebagai pengendali jumlah uang beredar
dan penentu masyarakat dalam memilih jenis tabungan (Khairunnisa, 2000).
Dengan demikian, tingkat suku bunga pada bank konvensional memiliki dampak
syariah. Dalam penelitian ini, jumlah tabungan yang dibahas adalah jumlah
tabungan mudharabah pada perbankan syariah. Pada Tabel 1.3 terlihat
perkembangan suku bunga konvensional, bagi hasil, dan jumlah tabungan
mudharabah bank syariah dari tahun 2006.
Tabel 1.3 Perkembangan Suku Bunga Konvensional, Bagi Hasil, dan Jumlah Tabungan Mudharabah dari Tahun 206-2011
Tahun
Suku bunga konvensional
(dalam %)
Rata-rata jumlah tabungan mudharabah (dalam jutaan rupiah)
Rata-rata Bagi Hasil dari Tabungan Mudharabah
(dalam jutaan rupiah)
2006 4.35 1.723.759 185.907
2007 3.56 2.417.881 198.143
2008 3.57 3.006.571 268.907
2009 3.13 2.283.145 145.988
2010 3.13 2.096.472 102.688
2011 2.46 2.902.110 134.875
Sumber: Statistik Perbankan Syariah (3 Maret 2012, diolah)
Keterangan: Rata-rata dari bagi hasil dan jumlah tabungan mudharabah didapat dari laporan keuangan 8 Bank Syariah yang dipublikasikan.
Tabel 1.3 menunjukkan bahwa tingkat suku bunga mengalami fluktuasi.
Dalam kurun waktu 6 tahun, terlihat bahwa suku bunga tertinggi terjadi pada
tahun 2006 yaitu 4.35%. Penurunan tingkat suku bunga tidak diikuti dengan
penurunan jumlah tabungan mudharabah pada perbankan syariah. Pada Tabel 1.3
dapat dilihat bahwa ketika suku bunga mengalami penurunan, jumlah tabungan
mudharabah mengalami kenaikan yang diikuti dengan jumlah bagi hasilnya. Pada
tahun 2006, suku bunga konvensional sebesar 4.35%, jumlah tabungan
mudharabah sebesar 1.723.759 (jutaan rupiah) dan bagi hasil sebesar 185.907
(jutaan rupiah). Pada tahun 2007, suku bunga menurun menjadi 3.56%, jumlah
tabungan mudharabah meningkat menjadi 2.417.881 (jutaan rupiah) dan bagi
hasil sebesar 198.143 (jutaan rupiah). Kesimpulan yang dapat diambil dari Tabel
tabungan mudharabah. Ketika jumlah tabungan mudharabah mengalami
kenaikan, maka bagi hasil pun akan mengalami kenaikan. Berbeda halnya dengan
tingkat suku bunga konvensional. Ketika suku bunga mengalami penurunan,
jumlah tabungan mudharabah mengalami kenaikan meskipun suku bunga tidak
digunakan pada perbankan syariah. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan
bahwa suku bunga memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung
terhadap jumlah tabungan mudharabah pada perbankan syariah.
Fenomena seperti ini menjadi dilema bagi perbankan syariah.
Dikhawatirkan akan ada perpindahan dana dari bank syariah ke bank
konvensional. Namun di balik itu semua, bank syariah juga dapat memperoleh
permohonan pembiayaan (kredit) sebagai akibat dari peningkatan bunga pinjaman
pada bank konvensional.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin menganalisa
mengenai “Pengaruh Tingkat Suku Bunga Konvensional dan Bagi Hasil
Terhadap Jumlah Tabungan Mudharabah pada Bank Syariah di Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang disebutkan dalam latar belakang penelitian, maka
permasalahan yang ingin dibahas oleh peneliti adalah “apakah tingkat suku bunga
konvensional dan bagi hasil berpengaruh terhadap jumlah tabungan mudharabah
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat ditetapkan tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat suku
bunga konvensional dan bagi hasil terhadap jumlah tabungan mudharabah pada
bank syariah.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Bagi Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana ilmu untuk mengetahui
dan memahami tentang perbankan syariah khususnya mengenai pengaruh
tingkat suku bunga konvensional dan bagi hasil terhadap jumlah tabungan
mudharabah.
b. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengaplikasikan
berbagai teori yang diperoleh di bangku kuliah, sehingga menambah
pengalaman dan sarana latihan dalam memecahkan masalah-masalah yang
ada di masyarakat sebelum terjun dalam dunia kerja yang sebenarnya.
Selain itu, juga dapat dijadikan penambah wawasan peneliti terutama yang
c. Bagi Peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi ataupun
informasi sebagai perbandingan ketika akan melakukan penelitian dengan