• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas - Analisis Faktor Kecelakaan Lalu Lintas di Ruas Jalan Sisingamangaraja (Sta 00+00 – Sta 10+00) Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas - Analisis Faktor Kecelakaan Lalu Lintas di Ruas Jalan Sisingamangaraja (Sta 00+00 – Sta 10+00) Kota Medan"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan lalulintas adalah kejadian pada lalulintas jalan dimana paling sedikit melibatkan satu kendaraan yang mengakibatkan kerusakan yang merugikan pemiliknya atau korbannya(Suwardi,2009). Berdasarkan Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan no. 22 Tahun 2009 menyatakan ; “Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang

tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan

lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.” Penggolongan dan Penanganan Perkara Kecelakaan Lalu Lintas pada Pasal 229 : (1) Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas:

a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan; b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang; atau c. Kecelakaan Lalu Lintas berat.

(2) Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.

(3) Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang. (4) Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan

kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

(2)

II.2 Karateristik Kecelakaan

Kecelakaan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor. Secara garis besar kecelakaan diklasifikasikan berdasarkan tipe kecelakaan, korban kecelakaan, kondisi kendaraan saat kecelakaan, kendaraan terlibat kecelakaan, waktu kecelakaan (hari dan jam), cuaca saat kecelakaan terjadi, lokasi kecelakaan, tipe tabrakan, jenis kendaraan dan penyebab kecelakaan (Aldian,2009). Berdasarkan Pedoman Penanganan lokasi rawan kecelekaan lalu lintas (Pd T-09-2004-B ) analisis data kecelakaan menitik – beratkan kepada kajian antara tipe kecelakaan yang dikelompokkan atas tipe kecelakaan dominan.

Analisis data dilakukan dengan pendekatan “5W + 1H”, yaitu Why (penyebab kecelakaan), What (tipe tabrakan), Where (lokasi kecelakaan), Who (pengguna jalan yang terlibat), When (waktu kejadian) dan How (tipe pergerakan kendaraan).

1) why : Faktor penyebab kecelakaan (modus operandi)

Analisis ini dimaksudkan untuk menemukenali faktor-faktor dominan penyebab suatu kecelakaan. Faktor-faktor ini antara lain (mengacu kepada formulir data

kecelakaan atau Sistem-3L) :

a) terbatasnya jarak pandang pengemudi, b) pelanggaran terhadap rambu lalu lintas,

c) kecepatan tinggi seperti melebihi batas kecepatan yang diperkenankan, d) kurang antisipasi terhadap kondisi lalu lintas seperti mendahului tidak aman, e) kurang konsentrasi,

f) parkir di tempat yang salah, g) kurangnya penerangan,

(3)

2) what : Tipe tabrakan

Analisis tipe tabrakan bertujuan untuk menemukenali tipe tabrakan yang dominan di suatu lokasi kecelakaan. Tipe tabrakan yang akan ditemukenali (mengacu kepada formulir data kecelakaan atau Sistem-3L) antara lain:

a) menabrak orang (pejalan kaki), b) tabrak depan-depan,

c) tabrak depan-belakang, d) tabrak depan-samping, e) tabrak samping-samping, f) tabrak belakang-belakang,

g) tabrak benda tetap di badan jalan, h) kecelakaan sendiri / lepas kendali.

3) who: Keterlibatan pengguna jalan

Keterlibatan pengguna jalan di dalam kecelakaan di kelompokkan sesuai dengan tipe pengguna jalan atau tipe kendaraan seperti yang termuat di dalam formulir data kecelakaan atau Sistem-3L, antara lain:

a) pejalan kaki,

b) mobil penumpang umum, c) mobil angkutan barang, d) bus,

e) sepeda motor,

(4)

4) where: Lokasi kejadian

Lokasi kejadian kecelakaan atau yang dikenal dengan tempat kejadian perkara (TKP) mengacu kepada lingkungan lokasi kecelakaan seperti:

a) lingkungan permukiman,

b) lingkungan perkantoran atau sekolah, c) lingkungan tempat perbelanjaan, d) lingkungan pedesaan,

e) lingkungan pengembangan, dsb.

5) when: Waktu kejadian kecelakaan

Waktu kejadian kecelakaan dapat ditinjau dari kondisi penerangan di TKP atau jam kejadian kecelakaan.

a) ditinjau dari kondisi penerangan, waktu kejadian dibagi atas: (1) malam gelap / tidak ada penerangan,

(2) malam ada penerangan, (3) siang terang,

(4) siang gelap (hujan, berkabut, asap), (5) subuh atau senja.

b) ditinjau dari jam kejadian mengacu kepada periode waktu yang terdapat pada formulir data kecelakaan.

6) how: Kejadian kecelakaan

(5)

a) gerak lurus,

b) memotong atau menyiap kendaraan lain, c) berbelok (kiri atau kanan),

d) berputar arah,

e) berhenti (mendadak, menaik-turunkan penumpang), f) keluar masuk tempat parkir,

g) bergerak terlalu lambat, dsb.

Klasifikasi kecelakaan yang dipakai PT. Jasa Marga (Persero) dalam Simamora (2011) adalah :

1. Berdasarkan tingkat kecelakaan, berdasarkan tingkat kecelakaannya maka kecelakaan dibagi dalam empat golongan yaitu :

1) kecelakaan sangat ringan (damage only) : kecelakaan yang hanya mengakibatkan kerusakan/korban benda saja.

2) kecelakaan ringan : kecelakaan yang mengakibatkan korban luka ringan. 3) kecelakaan berat : kecelakaan yang mengakibatkan korban luka berat. 4) kecelakaan fatal : kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia.

2. Berdasarkan kelas korban kecelakaan, maka korban kecelakaan diklasifikasikan menjadi : a) korban luka ringan

Adalah kecelakaan yang mengakibatkan korban mengalami luka–luka yang tidak membahayakan jiwa dan tidak memerlukan pertolongan lebih lanjut dari rumah sakit, yang terdiri dari :

• Luka kecil di daerah kecil dengan pendarahan sedikit dan penderita sadar • Luka bakar dengan luasnya kurang dari 15%

(6)

Penderita – penderita di atas semuanya dalam keadaan sadar, tidak pingsan atau muntah – muntah

b) korban luka berat

Adalah kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban mengalami luka- luka yang dapat membahayakan jiwa dan memerlukan pertolongan/perawatan lebih lanjut di rumah sakit, yang terdiri dari :

• Luka yang menyebabkan keadaan penderita menurun, biasanya luka mengenai kepala atau batang kepala.

• Luka bakar yang luasnya meliputi 25% dengan luka baru.

• Patah tulang anggota badan dengan komplikasi disertai rasa nyeri yang hebat dan pendarahan hebat.

• Pendarahan hebat kurang lebih 500 cc.

• Benturan / luka yang mengenai badan penderita yang menyebabkan kerusakan alat – alat dalam, misalnya dada, perut, usus, kandung kemih, ginjal, limpa, hati, tulang belakang dan batang kepala.

c) korban meninggal dunia

Adalah kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban jiwa/meninggal dunia.

3. Berdasarkan faktor penyebab kecelakaan, kecelakaan disebabkan beberapa faktor yaitu faktor pengemudi, faktor kendaraan, faktor jalan dan faktor lingkungan.

4. Berdasarkan waktu kecelakaan, jenis kecelakaan ini ditetapkan menurut satu periode waktu tertentu.

5. Berdasarkan lokasi terjadinya kecelakaan

a) Lokasi jalan lurus 1 lajur, 2 lajur maupun 1 lajur searah atau berlawanan arah b) Tikungan jalan

(7)

6. Berdasarkan jenis kendaraan, sesuai dengan penggolongan kendaraan yang diterapkan oleh pengelola jalan yaitu golongan I, golongan IIa, dan golongan IIb dengan jenis-jenis kendaraan seperti : sedan, jeep, pick up, mini bus, bus sedang, bus besar 2 as, bus besar > 3 as, truk kecil, truk besar 2 as, truk besar > 3 as, truk trailer dan truk gandeng.

7. Berdasarkan cuaca saat kejadian kecelakaan, menurut cuaca diklasifikasikan atas cerah, mendung, berkabut, berdebu, berasap, gerimis, dan hujan lebat.

8. Berdasarkan jenis kecelakaan yang terjadi, diklasifikasikan atas beberapa tabrakan, yaitu depan-depan, depan-belakang, tabrakan sudut, tabrakan sisi, lepas kontrol, tabrak lari, tabrak massal, tabrak pejalan kaki, tabrak parkir, dan tabrakan tunggal. Dimana PT Jasa Marga mengelompokkan jenis tabrakan yang melatarbelakangi terjadinya kecelakaan lalu lintas menjadi :

a) Tabrakan depan – depan

Adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang tengah melaju dimana keduanya saling beradu muka dari arah yang berlawanan, yaitu bagian depan kendaraan yang satu dengan bagian depan kendaraan lainnya.

b) Tabrakan depan – samping

Adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang tengah melaju dimana bagian depan kendaran yang satu menabrak bagian samping kendaraan lainnya.

c) Tabrakan depan – belakang

Adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang tengah melaju dimana bagian depan kendaraan yang satu menabrak bagian belakang kendaraan di depannya

dan kendaraan tersebut berada pada arah yang sama. d) Tabrakan samping – samping

(8)

e) Menabrak penyeberang jalan

Adalah jenis tabrakan antara kendaraan yang tengah melaju dan pejalan kaki yang sedang menyeberang jalan.

f) Tabrakan sendiri

Adalah jenis tabrakan dimana kendaraan yang tengah melaju mengalami kecelakaan sendiri atau tunggal.

g) Tabrakan beruntun

Adalah jenis tabrakan dimana kendaraan yang tengah melaju menabrak mengakibatkan terjadinya kecelakaan yang melibatkan lebih dari dua kendaraan secara beruntun.

h) Menabrak obyek tetap

Adalah jenis tabrakan dimana kendaraan yang tengah melaju menabrak obyek tetap dijalan.

Berdasarkan uraian diatas maka klasifikasi kecelakaan yang dipakai dalam penelitian ini adalah :

1. Berdasarkan waktu kecelakaan, untuk waktu kecelakaan diklasifikasikan menurut hari terjadinya kecelakaan dan jam terjadinya kecelakaan.

(9)

Tabel II.1 Klasifikasi Kecelakaan Berdasarkan Posisi Terjadinya

Gambar / Lambang Klasifikasi Keterangan / Keterangan

Tabrak Depan

Tabrak Belakang

Tabrak Samping

Tabrak Sudut

Kehilangan Kontrol

Terjadi pada jalan lurus yang berlawanan arah.

Terjadi pada satu ruas jalan searah Pengereman mendadak

Jarak kendaraan yang tidak terkontrol Terjadi pada jalan lurus dan searah Pelaku menyiap kendaraan

Terjadi pada jalan lurus lebih dari 1 lajur dan pada persimpangan jalan Kendaraan yang mau menyiap

Tidak tersedia pengaturan lampu lalu lintas atau rambu-rambu pada persimpangan jalan

Mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi

Terjadi pada saat pengemudi kehilangan konsentrasi

Kendaraan mengalami hilang kendali

(10)

3. Berdasarkan tipe tabrakan yang terjadi, diklasifikasikan atas beberapa tabrakan, yaitu depan-belakang, depan-depan, tabrakan sudut, tabrakan sisi, tabrak lari, tabrak massal, tabrak pejalan kaki,tabrak parkir, dan tabrakan tunggal, lepas kontrol.

4. Berdasarkan jenis kendaraan, sesuai dengan penggolongan kendaraan yang diterapkan oleh pengelola jalan yaitu golongan I, golongan IIa, dan golongan IIb dengan jenis-jenis kendaraan seperti : sepeda motor, mobil penumpang, pick up, bus, truck, truck 2 as, truck trailer.

5. Berdasarkan kelas korban kecelakaan, maka korban kecelakaan diklasifikasikan menjadi korban luka ringan, korban luka berat, dan korban meninggal dunia.

6. Berdasarkan jenis kelamin, diklasifikasikan menjadi laki-laki dan perempuan.

7. Berdasarkan usia, dikalasifikasikan menjadi usia dibawah 17 tahun sampai diatas usia 45 tahun.

8. Berdasarkan jenis pekerjaan, diklasifikasikan menjadi pelajar/mahasiswa, ibu rumah tangga, pegawai negeri sipil, wiraswasta, pegawai swasta/karyawan dan tidak bekerja/lain-lain.

II.3 Faktor – Faktor Penyebab Kecelakaan

Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu kejadian kecelakaan terjadi akibat dari komulatif beberapa faktor penyebab kecelakaan.

Faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan identik dengan unsur-unsur pembentuk lalu lintas yaitu pemakai jalan, kendaraan, jalan, dan lingkungan. Kecelakaan dapat timbul jika salah satu dari unsur tersebut tidak berperan sebagaimana mestinya.

(11)

dengan unsur – unsur sistem transportasi, yaitu pemakai jalan ( Pengemudi dan Pejalan kaki ), Kendaraan, Jalan dan Lingkungan, atau kombinasi dari dua unsur atau lebih.

 Kecelakaan dapat disebabkan oleh faktor pemakai jalan (pengemudi dan pejalan

kaki), faktor kendaraan dan faktor lingkungan (Pignataro, 1973). Pignataro juga menyatakan bahwa kecelakaan diakibatkan oleh kombinasi dari beberapa faktor perilaku buruk dari pengemudi ataupun pejalan kaki, jalan, kendaraan, pengemudi ataupun pejalan kaki, cuaca buruk ataupun pandangan yang buruk.

 Mulyono (2008) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa faktor manusia

mempunyai konstribusi terbesar sebagai penyebab kecelakaan hingga 80%, meski tidak berdiri sendiri.Menurut Hobbs (1979) mengelompokkan faktor – faktor penyebab kecelakaan menjadi tiga kelompok, yaitu :

a. Faktor pemakai jalan (manusia) b. Faktor kendaraan

c. Faktor jalan dan lingkungan

Berdasarkan hasil penelitian yang pernah ada, faktor penyebab kecelakaan dapat dikomposisikan dalam tabel II.2. berikut ini.

Tabel II.2Faktor-faktor penyebab kecelakaan lalu-lintas jalan Faktor

Penyebab

Uraian % Pengemudi lengah, mengantuk, tidak terampil, lelah,

mabuk, kecepatan tinggi,

tidak menjaga jarak, kesalahan pejalan, gangguan binatang

93.52

Kendaraan ban pecah, kerusakan sistem rem, kerusakan sistem kemudi, as/kopel

lepas, sistem lampu tidak berfungsi

2.76

Jalan persimpangan, jalan sempit, akses yang tidak dikontrol/ dikendalikan,

marka jalan kurang/tidak jelas, tidak ada rambu batas kecepatan,

permukaan jalan licin

3.23

(12)

dengan kendaraan

lambat, interaksi/campur antara kendaraan dengan pejalan,

pengawasan dan penegakan hukum belum efektif, pelayanan gawatdarurat

yang kurang cepat.

Cuaca: gelap, hujan, kabut, asap

Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2000) dikutip oleh Dwiyogo dan Prabowo (2006), dikutip oleh Robertus dan Sadar (2007)

Dari Tabel II.2. di atas, faktor pengemudi (human error) menduduki peringkat pertama yaitu sebesar 93,52% dalam penyebab kecelakaan, faktor jalan di peringkat kedua sebesar 3,23%, dan di peringkat ketiga faktor kendaraan sebesar 2,76%.

II.3.1 Faktor Manusia

a. Pengemudi

Faktor manusia sebagai pengemudi kendaraan sangat berperan penting dalam menjalankan kendaraan, dengan mempercepat, memperlambat, dan menghentikan kendaraaan.

Manusia sebagai pengemudi memiliki faktor-faktor fisiologis dan psikologis. Faktor-faktor tersebut perlu mendapat perhatian karena cenderung sebagai penyebab potensial kecelakaan. Perilaku pengemudi berasal dari interaksi antara faktor manusia dengan faktor lainnya termasuk hubungannya dengan unsur kendaraan dan lingkungan jalan (Dwiyogo dan Prabowo,2006). Faktor-faktor fisiologis dan psikologis tersebut dapat dilihat pada tabel II.3 dibawah ini :

Tabel II.3Faktor-faktor fisiologis dan psikologis

Faktor Fisiologis Faktor Psikologis

Sistem syaraf Motivasi

Penglihatan Intelegensia Pendengaran Pelajaran / Pengalaman

(13)

Indera Lain (sentuh,bau) Kedewasaan Modifikasi (lelah, obat) Kebiasaan Sumber : Robertus dan Sadar (2007)

Faktor manusia sebagai pengemudi kendaraan sangat berperan penting dalam menjalankan kendaraan, dengan mempercepat, memperlambat, dan menghentikan kendaraaan. Hal ini merupakan penyebab utama timbulnya kecelakaan lalu lintas. Beberapa faktor pengemudi yang cenderung menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan lalu lintas antara lain adalah :

a. Pengemudi mabuk (drunk driver); adalah keadaan di mana pengemudi hilang kesadaran karena pengaruh obat-obatan, alkohol, atau narkotika yang dipergunakan pengemudi sebelum ataupun pada saat pengemudi mengemudikan kendaraannya.

b. Pengemudi mengantuk; adalah keadaan dimana pengemudi kurang istirahat (tidur).

c. Pengemudi kurang terampil (unskilled driver); yaitu keadaan dimana pengemudi kurang dapat memperkirakan kendaraannya, misalnya kemampuan untuk melakukan pengereman, kemampuan untuk menjaga jarak dengan kendaraan di depannya, dan lain-lain.

d. Pengemudi lelah (fatiqued or overly tired driver); adalah keadaan di mana pengemudi terbagi konsentrasinya karena kondisi fisik lelah.

e. Pengemudi tidak mempunyai jarak pandang yang cukup; adalah keadaan di mana pengemudi dengan jarak antara kendaraannya dengan kendaraan di depannya kurang dari jarak pandang henti yang disyaratkan.

(14)

Analisis yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat menunjukkan bahwa usia 16 – 30 tahun merupakan penyebab terbesar kecelakaan (55,99%), kelompok usia 21 – 25 tahun adalah kelompok terbesar penyebab kecelakaan dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Sedangkan pada kelompok 26 – 30 tahun sebagai penyebab kecelakaan menurun cukup drastis. Kelompok usia 40 tahun menjadi penyebab kecelakaan relatif lebih kecil seiring dengan kematangan dan tingkat disiplin yang lebih baik. Faktor-faktor usia tersebut dapat dilihat pada tabel II.4 dibawah ini :

Tabel II.4Usia pengemudi yang terlibat kecelakaan lalu-lintas jalan

KELOMPOK USIA %

16-20 tahun 19.41

21-25 tahun 21.98

26-30 tahun 14.60

31-35 tahun 09.25

36-40 tahun 07.65

41-75 tahun 18.91

Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2000), dikutip oleh Robertus dan Sadar (2007)

Menurut PP No.44 Th.1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi, memuat pasal-pasal yang dapat dipandang sebagai perangkat lunak pengelolaan pengemudi. Pasal-pasal ini khusus memuat ketentuan-ketentuan bagi pengemudi menyangkut: penggolongan, persyaratan dan tata cara memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM), ujian bagi pemohon SIM, dan lain-lain termasuk ketentuan batas usia minimum hak mengemudi kendaraan bermotor, yaitu:

1) Usia 16 tahun, dapat memiliki SIM-C 2) Usia 17 tahun, dapat memiliki SIM-A

(15)

b. Pejalan kaki

Salah satu pemakai jalan lainnya adalah pejalan kaki (pedestrian) juga dapat menjadi penyebab kecelakaan. Pejalan kaki dapat menjadi penyebab kecelakaan dalam berbagai kemungkinan seperti menyeberang jalan pada tempat ataupun waktu yang tidak tepat (tidak aman), berjalan terlalu ketengah dan tidak berhati-hati.

Menurut Hermariza (2008) Seperti halnya pengemudi, perilaku pejalan kaki juga dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar, antara lain:

 Kecepatan pejalan kaki.

Kecepetan berjalan setiap orang berbeda – beda. Kecepatan berjalan rata-rata orang dewasa berkisar 1,4 m perdetik sedangkan untuk anak kecil terkadang bisa lebih cepat yaitu mencapai kisaran 1,6 m perdetik.

 Kondisi trotoar yang kurang nyaman.

Keadaan ini menyebabkan sebagian besar pejalan kaki lebih menyukai menggunakan badan jalan sebagai bagian perjalanannya.

II.3.2 Faktor Kendaraan

(16)

Kendaraan dapat menjadi faktor penyebab kecelakaan apabila tidak dapat dikendalikan sebagaimana mestinya yaitu sebagai akibat kondisi teknisnya yang tidak layak jalan ataupun penggunaan yang tidak sesuai dengan ketentuan. Yang dimaksud dengan kondisi teknis yang tidak layak jalan misalnya seperti rem blong, mesin yang tiba-tiba mati, ban pecah, kemudi tidak berfungsi dengan baik, lampu mati, dll. Sedangkan penggunaan kendaraan yang tidak sesuai dengan ketentuan misalnya kendaraan yang dimuati secara berlebihan (Hermariza,2008).

Terdapat beberapa karakteristik kendaraan yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas antara lain :

a. Ban; kondisi ban sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas. Sebelum masuk pintu tol, pengemudi harus memeriksa kondisi ban dan tekanan udara pada ban. Ban yang gundul serta tekanan ban yang berlebihan pada ban kendaraan dapat menyebabkan ban mudah pecah. Apabila ban mudah pecah, maka kendaraan tersebut akan kehilangan keseimbangan sehingga kecelakaan lalu lintas dapat terjadi.

b. Alat kendali kendaraan; yang termasuk alat-alat kendali kendaraan adalah rem, kopling, dan kemudi. Sebelum memasuki jalan tol, pengemudi harus memeriksa keadaan rem, kopling, dan kemudi. Kondisi rem dan kopling yang sudah tipis, atau minyak rem yang sudah habis, serta keadaan kemudi yang tidak seimbang dapat mengakibatkan kendaraan mudah selip. Pengemudi pun dapat kehilangan keseimbangan dalam mengendarai kendaraan. Hal tersebut dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

c. Lampu kendaraan; lampu kendaraan merupakan faktor yang sangat penting, terutama bila kendaraan dioperasikan malam hari. Lampu kendaraan sebagai alat penerangan berfungsi antara lain untuk :

(17)

2. Menyediakan penerangan di luar bagi pengemudi agar dapat melihat pemandangan di depan dan di sekitar kendaraan pada saat kendaraan melaju.

Semua lampu yang berada di kendaraan harus dipastikan berfungsi dengan baik. Bila lampu kendaraan tidak menyala, maka pengemudi tidak dapat melihat keadaan jalan dengan jelas atau kendaraannya tidak dapat dilihat oleh kendaraan lain. Keberadaan kendaraan yang berlawanan arah terkadang menggunakan lampu yang menyulitkan. Keadaan ini dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas.

d. Dimensi Kendaraan; dimensi kendaraan terdiri dari berat, ukuran, dan daya kendaraan. Semakin besar dimensi kendaraan maka akan semakin lambat akselerasi yang dapat dilakukan sehingga kemungkinan terjadinya kecelakaan semakin tinggi.

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. 81 tahun 1993 tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor dalam (Dwiyogo dan Prabowo,2006), menyebutkan antara lain tujuannya:

a) Untuk memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan kendaraan bermotor di jalan.

b) Melestarikan lingkungan dari kemungkinan yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor di jalan Sehingga untuk keperluan tersebut maka diperlukan beberapa alat pengujian yang antara lain meliputi :

 Alat uji suspensi roda dan pemeriksaan kondisi teknis bagian bawah kendaraan;

 Alat uji rem utama dan rem parkir;  Alat uji lampu utama;

 Alat uji spedometer;

 Alat uji emisi gas buang, termasuk ketebalan gas buang;  Alat pengujian berat;

(18)

 Alat uji tingkat suara;  Alat uji dimensi;

 Alat uji tekanan udara;

 Alat uji kaca;

 Alat uji ban;

 Alat uji sabuk keselamatan;

 Peralatan pembantu.

II.3.3 Faktor Jalan

Jalan juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan lalu lintas. Menurut Hermariza (2008) Kondisi jalan dapat menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Jalan yang rusak dapat menjadi faktor penyebab kecelakaan antara lain untuk hal-hal sebagai berikut:

• Kerusakan pada permukaan jalan, misalnya terdapat lubang yang tidak dikenali pengemudi.

• Konstruksi jalan yang tidak sempurna, misalnya posisi permukaan bahu jalan terlalu rendah dibandingkan dengan permukaan perkerasan jalan.

• Geometrik jalan yang kurang sempurna, misalnya derajat kemiringan yang terlalu kecil atau terlalu besar pada tikungan, terlalu sempitnya pandangan bebas bagi pengemudi, dan lain sebagainya.

(19)

1. Faktor fisik

a. Tata letak jalan

Tata letak jalan sangat bermanfaat untuk menyesuaikan kondisi jalan yang dibuat dengan perencanaan jalan dan geometrik jalan

b. Permukaan jalan

Permukaan jalan yang basah dan licin, cenderung membuat keamanan dan kenyamanan berkurang. Kondisi ini akan menjadi lebih buruk jika turun hujan yang dapat membatasi pandangan pemngemudi. Namun tidak berarti jalan yang tidak licin / rusak itu baik. Tidak sedikit kecelakaan yang terjadi merupakan akibat dari kondisi permukaan jalan yang buruk, seperti berlubang, tidak rata,dll. Pada intinya diperlukan pengawasan dan pemantauan yang benar terhadap kondisi permukaan jalan sehingga dapat segera dilakukan tindakan antisipasi apabila diperlukan.

c. Desain jalan

(20)

dibuat sesuai dengan sifat, komposisi kendaraan yang akan menggunakan jalan tersebut sehingga memberikan nilai keamanan yang tinggi.

Beberapa hal dalam desain geometrik jalan yang perlu diperhatikan antara lain: - Lebar lajur jalan

Lebar lajur jalan ditentukan oleh dimensi dan kecepatan kendaraan. Umumnya lebar lajur terdiri atas jalur lalu lintas, median jalan, drainase jalan, bahu jalan dan pagar pengaman.

- Standar perencanaan geometric dan alinemen

Untuk mewujudkan suatu jalan yang aman dan nyaman, dalam perencanaan desain jalan merujuk pada peraturan standar perencanaan geometrik dan alinemen jalan disesuaikan dengan fungsi jalan., kecepatan rencana dan klasifikasi medan.

- Desain perkerasan jalan

Tipe perkerasan yang paling menentukan adalah lapisan teratas dari perkerasan (surface), karena faktor pengereman mengandalkan gesekan antara kendaraan dan perkerasan. Ketentuan terhadap dimensi dan desain geometrik jalan berbeda – beda sesuai dengan kelas jalannya.

2. Piranti pengatur lalu lintas

(21)

a. Marka jalan

Bentuk fisik dari marka jalan yaitu berupa garis putus-putus maupun garis lurus berwarna putih maupun kuning yang dipergunakan sepanjang perkerasan jalan. Pada jalan bebas hambatan dibantu dengan delineator dan mata kucing yang berada di luar perkerasan pada jarak tertentu. Marka jalan ini termasuk dalam piranti lalu lintas yang dianggap dapat mempunyai kemampuan untuk menyampaikan pesan berupa penuntun, petunjuk, pedoman, larangan atau peringatan terhadap kemungkinan adanya bahaya yang timbul.

b. Penerangan jalan

Fungsi utama dari penerangan jalan adalah untuk memberikan cahaya/penerangan yang dapat membantu penglihatan yang cepat, tepat dan nyaman terutama pada malam hari. Pengemudi harus dapat melihat pada jarak jauh dan menentukan dengan pasti posisinya., khususnya arah jalan maupun sekitarnya dan segala hambatan – hambatan yang mungkin terjadi selama berlalu lintas. Selain itu, penempatan penerangan jalan harus ditentukan sesuai kebutuhan dan ditempatkan pada titik yang tepat. Penggunaan penerangan jalan raya secara tepat sebagai suatu alat operasi akan memberikan keuntungan ekonomis dan social kepada masyarakat. Sebagian besar aspek keamanan lalu lintas melibatkan faktor penglihatan. Faktor utama yang berpengaruh langsung pada penglihatan adalah:

- kecerahan objek pada atau di dekat jalan raya - kecerahan latar belakang jalan

- kontras antara objek dan daerah sekitarnya

- perbandingan antara penerangan jalan dengan lingkungan sebagaimana dilihat oleh pengamat.

(22)

Piranti lalu lintas ini membantu memberikan petunjuk kepada pengemudi dalam mengemudikan kendaraannya. Petunjuk dapat berupa arah, atau peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh pengemudi. Perhatian diutamakan pada penempatan rambu-rambu agar sedemikian rupa dapat dengan mudah dilihat oleh pengemudi,selain itu besar huruf dan warna serta bentuk dari rambu juga harus diperhatikan.

Terkadang terdapat kasus dimana rambu lalu lintas diletakkan tidak sesuai dengan kebutuhan dan di tempat yang kurang tepat. Misalnya rambu peringatan adanya tikungan diletakkan tepat di tikungan yang dimaksud sehingga terkesan tidak berguna karena pengemudi sudah mengetahui hal tersebut. Oleh karena itu penempatan rambu yang tepat sangat diperlukan dalam rangka program prevensi kecelakan.

Jalan dapat menjadi faktor penyebab kecelakaan antara lain dapat dilihat:

a. Kerusakan pada permukaan jalan (adanya lubang yang sulit dikenali oleh pengemudi).

b. Konstruksi jalan yang rusak atau tidak sempurna (misalnya letak bahu jalan terlalu rendah terhadap permukaan jalan).

c. Geometrik jalan yang kurang sempurna (misalnya derajat kemiringan/superelevasi yang terlalu kecil atau terlalu besar pada belokan).

II.3.4 Lingkungan

Terkadang lingkungan juga merupakan salah satu faktor penyebab kecelakaan. Widyasih (2003) mengatakan bahwa faktor lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas. Diantaranya adalah kendaraan berhenti, penyebrang jalan, asap kendaraan, asap lingkungan, hewan, dan benda asing di jalan.

(23)

mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan kabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama di daerah pergunungan.

Dalam Simamora (2011) Pertimbangan cuaca yang tidak menguntungkan serta kondisi jalan dapat mempengaruhi kecelakaan lalu lintas, akan tetapi pengaruhnya belum dapat

ditentukan. Lingkungan jalan menuntut perhatian pengemudi tergantung dari tempat dan

waktu, karena lingkungan jalan akan berubah terhadap waktu dan tempat.

Kendaraan yang tidak berhenti pada tempat yang sudah disediakan dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Benda-benda asing juga dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas, misalnya: paku, batu, dan lain-lain.

Asap tebal yang terdapat di jalan, baik asap kendaraan maupun asap lingkungan (pembakaran sampah/rumput di pinggir jalan), juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas. Asap tebal dapat menghalangi pandangan pengemudi, sehingga tidak dapat melihat jalan maupun kendaraan lain yang berada di depannya. Bagaimanapun pengemudi dan pejalan kaki merupakan faktor terbesar dalam kecelakaan lalu lintas para perancang jalan bertanggung jawab untuk memasukkan sebanyak mungkin bentuk–bentuk keselamatan dalam rancangannya agar dapat memperkecil jumlah kecelakaan, sehubungan dengan kekurangan geometrik. Faktor lingkungan dapat berupa pengaruh cuaca yang tidak menguntungkan, kondisi lingkungan jalan, penyeberang jalan, lampu penerangan jalan.

II.4 Daerah Rawan Kecelakaan

(24)

suatu ruas jalan dapat disebut daerah rawan kecelakaan. Lokasi yang dianggap sebagai daerah bahaya sering disebut juga Black Spot.

Dalam Pedoman Operasi ABIU/UPK (Accident Blackspots Investigation Unit/Unit Penelitian Kecelakaan) Dirjen Perhubungan Darat (2007), daerah rawan kecelakaan dibedakan sebagai berikut :

a. Blackspot adalah lokasi pada jaringan jalan (sebuah persimpangan, atau bentuk yang spesifik seperti jembatan, atau panjang jalan yang pendek, biasanya tidak lebih dari 0,3 km), di mana frekuensi kecelakaan atau jumlah kecelakaan lalu lintas dengan korban mati, atau kriteria kecelakaan lainnya, per tahun lebih besar daripada jumlah minimal yang ditentukan.

b. Blacklink adalah panjang jalan (lebih dari 0,3 km, tapi biasanya terbatas dalam satu bagian rute dengan karakteristik serupa yang panjangnya tidak lebih dari 20 km) yang mengalami tingkat kecelakaan, atau kematian, atau kecelakaan dengan kriteria lain per kilometer per tahun, atau per kilometer kendaraan yang lebih besar daripada jumlah minimal yang telah ditentukan.

c. Blackarea adalah wilayah di mana jaringan jalan (wilayah yang meliputi beberapa jalan raya atau jalan biasa, dengan penggunaan tanah yang seragam dan yang digunakan untuk strategi manajemen lalu lintas berjangkauan luas. Di daerah perkotaan wilayah seluas 5 km persegi sampai 10 km persegi cukup sesuai) mengalami frekuensi kecelakaan, atau kematian, atau kriteria kecelakaan lain, per tahun yang lebih besar dari jumlah minimal yang ditentukan.

(25)

Kriteria umum yang dapat digunakan untuk menentukan blackspot dan blacksite

menurutDewanti (1996) dalam Simamora (2011) :

a. Blackspot. Jumlah kecelakaan selama periode tertentu melebihi suatu nilai tertentu,

tingkat kecelakaan atau accident rate (per-kendaraan) untuk suatu periode tertentu melebihi suatu nilai tertentu, jumlah kecelakaan dan tingkat kecelakaan, keduanya melebihi nilai tertentu, dan tingkat kecelakaan melebihi nilai kritis.

b. Blacksite. Jumlah kecelakaan melebihi suatu nilai tertentu, jumlah kecelakaan per- km melebihi suatu nilai tertentu, dan tingkat kecelakaan atau jumlah kecelakaan per-kendaraan melebihi nilai tertentu.

Pada daerah perkotaan, lokasi rawan kecelakaan yang dianggap sebagai blackspot berupa persimpangan atau segmen ruas jalan sepanjang 100 – 300 meter untuk jalan perkotaan, sedangkan untuk jalan antar kota adalah ruas jalan sepanjang 1 km (Pd-T-09-2004-B,2004). Kriteria umum lainnya yang dapat digunakan untuk menentukan black spot adalah :

1. Memiliki angka kecelakaan yang tinggi. 2. Lokasi kejadian kecelakaan relatif menumpuk.

3. Kecelakaan terjadi dalam ruang dan rentang waktu yang relatif sama. 4. Memiliki penyebab kecelakaan dengan faktor yang spesifik.

5. Tingkat kecelakaan melebihi nilai kritis yang diturunkan dari analisis data tersedia.

(26)

maksimum 3 (tiga) km. Simpul (persimpangan) dengan radius 100 meter. Tolak ukur kerawanan kecelakaan lalu lintas pada ruas dan simpul ditentukan pada tabel II.5 berikut ini. Tabel II.5 Ketentuan Lokasi Rawan Kecelakaan

Lokasi Rawan Kecelakaan Dalam Kota Luar Kota

Pada ruas dan simpul jalan Minimal 2 kecelakaan lalu lintas dengan akibat meninggal dunia atau 5 kecelakaan lalu lintas dengan akibat luka/rugi material (pertahun).

Minimal 3 kecelakaan lalu lintas dengan akibat meninggal dunia atau 5 kecelakaan lalu lintas dengan akibat luka/rugi material (pertahun).

Sumber : Pedoman Penyusunan Lokasi Rawan Kecelakaan Lalu Lintas (1990) dikutip oleh Dwiyogo dan Prabowo (2006)

Lokasi rawan kecelakaan adalah suatu lokasi dimana angka kecelakaan tinggi dengan kejadian kecelakaan berulang dalam suatu ruang dan rentang waktu yang relatif sama yang diakibatkan oleh suatu penyebab tertentu (Pd-T-09-2004-B).

Khisty dan Lall (1989) menyatakan bahwa ada 7 metode dalam mengidentifikasi lokasi rawan kecelakaan. Yaitu :

1. Metode Frekuensi

2. Metode Tingkat Kecelakaan 3. Metode Laju Frekuensi

4. Metode Kendali Mutu Tingkat 5. Metode Keparahan Kecelakaan 6. Metode Indeks Bahaya

7. Inventori fitur Jalan Berbahaya

1. Metode frekuensi

(27)

2500 mil (sekitar 4000 km) atau kurang umumnya dapat menggunakan metode ini (Khisty,1989).

Dalam metode ini, daerah rawan kecelakaan ditentukan dengan suatu angka, dimana angka tersebut dianggap mewakili sebuah nilai kritis. Seluruh kecelakaan yang terjadi dianggap merupakan suatu hal yang sangat serius dan harus diperhatikan, tanpa melihat jumlah dan kondisi korban. Metode ini dapat dihitung berdasarkan jumlah kecelakaan atau tingkat kecelakaan. Dalam perhitungan berdasarkan jumlah kecelakaan hanya mencari segmen yang memiliki jumlah kecelakaan lebih besar dari nilai kritis. Untuk perhitungan berdasarkan tingkat kecelakaan, suatu segmen dinyatakan black spot jika tingkat kecelakaan di segmen tersebut lebih tinggi dari indeks tingkat kecelakaan.

Tingkat kecelakaan adalah suatu besaran yang menunjukkan jumlah kecelakaan per 100 juta kendaraan km perjalanan. Rumus tingkat kecelakaan dapat dilihat pada persamaan (2.1).

...(2.1)

Sedangkan indeks tingkat kecelakaan merupakan besarnya tingkat kecelakaan dengan jumlah kecelakaan 10 kejadian. Pada dasarnya akan diperoleh hasil yang sama antara perhitungan berdasarkan jumlah ataupun tingkat kecelakaan (Hermariza,2008).

2. Metode tingkat kecelakaan

(28)

panjangnya 10.000 mil atau kurang dapat menggunakan metode ini. Untuk tempat-tempat titik :

Rsp = . . ... (2.2)

untuk bagian-bagian jalan :

Rse = . . ... (2.3)

dengan :

Rsp = tingkat kecelakaan disatu titik (kecelakaan/juta kendaraan)

Rse = tingkat kecelakaan di bagian jalan (kecelakaan/juta kendaraan-mil) A = jumlah kecelakaan untuk periode kajian

T = AADT selama periode kajian (untuk persimpangan)

V = perjumlahan volume yang masuk untuk seluruh cabang persimpangan L = panjang bagian jalan (mil)

3. Metode laju frekuensi

(29)

Gambar 2.2 Matriks Frekuensi (Sumber : Khisty,1989)

4. Metode kendali mutu tingkat

Memanfaatkan pengujian statistik untuk menentukan apakah tingkat kecelakaan pada tempat tertentu itu sangat lebih tinggi daripada laju rata-rata yang ditentukan sebelumnya untuk tempat-tempat dengan karakteristik yang serupa, yang didasarkan pada distribusi Poisson. laju kritis, yang didasarkan pada tingkat kecelakaan rata-rata berskala sistem untuk jenis jalan raya, ialah sebagai berikut :

... (2.4)

dengan :

Rc = tingkat kecelakaan kritis untuk suatu titik (kecelakaan/106 kend) atau ruas (kecelakaan/10^6 kend-mil)

Ra = tingkat kecelakaan rerata untuk suatu titik dengan karakteristik serupa atau pada jenis jalan yang sama.

(30)

M = juta kendaraan yang melewati titik atau juga kendaraan-mil perjalanan dalam satu ruas jalan.

K = faktor probabilitas yang ditentukan oleh tingkat signifikan yang diinginkan.

5. Metode keparahan kecelakaan

Digunakan untuk mengidentifikasi dan memeringkat prioritas tempat-tempat kecelakaan tinggi. Keparahan kecelakaan dikelaskan oleh National Safety Council (AS) dikutip oleh Khisty (1989) dalam dan banyak negara lain kedalam 5 kategori berikut :

kecelakaan fatal F : satu kematian atau lebih (F)

Luka-luka jenis A : kecelakaan yang menyebabkan cacat (A) Luka-luka jenis B : kecelakaan bukan cacat (B)

Luka-luka jenis C : kemungkinan luka-luka (C)

PDO : hanya kerusakan harta benda (PDO=Property Damage Only)

Salah satu dari banyak metode keparahan menggunakan faktor hanya kerusakan harta benda ekivalen (EPDO) dengan :

EPDO = 9,5(F+A) + 3,5(B+C) +PDO... (2.5)

Dengan huruf-huruf menandakan jumlah setiap kategori. Pemeringkatan tempat berdasarkan jumlah EPDO yang dihitung.

6. Metode indeks bahaya

(31)

 

Gambar 2.3 Contoh Metode Indeks Bahaya (Sumber : Khisty,1989)

7. Metode inventori fitur jalan berbahaya

Sebagian besar didasarkan pada pembandingan kegagalan jalan yang ada dengan standar keselamatan dan desain. Tujuan dari desain keselamatan jalan proaktif atau

Nomor Tempat ___________________ Tanggal ____________________ Jenis Persimpangan Pedesaan

(32)

keselamatan desain sadar secara eksplisit memperkirakan risiko. Tidak hanya harus diperkirakan total risiko tetapi juga komponen risiko. Dalam metode ini, identifikasi lokasi rawan kecelakaan melalui survey langsung ke lokasi kecelakaan. Semakin banyak kekurangan fitur pada jalan tersebut, maka dapat dikategorikan jalan tersebut sebagai black spot. Ukuran yang dipakai untuk menentukan black spot adalah kekurangan fitur pada jalan berbahaya.

Contoh-contoh fitur berbahaya seperti jembatan sempit, kemiringan sisi jalan yang terjal, lajur atau bahu yang sempit, jembatan layang tak berpagar, lampu jalan yang tidak ada, rambu-rambu lalu lintas yang tidak tersedia atau tidak jelas, dan sebagainya.

II.4.1 Metode Tingkat Kecelakaan

Metode-metode yang dipakai dalam perhitungan tingkat kecelakaan adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui tingkat kecelakaan (accident rute) suatu ruas jalan adalah jumlah kecelakaan setiap 100 juta km per perjalanan (Pignataro,1973), dinyatakan dalam persamaan :

RSEC = 100.000.000 x A ... (2.6)

365 x T x V x L

Keterangan :

RSEC : tingkat kecelakaan sepanjang jalan yang diamati A : jumlah kecelakaan yang terliput

V : LHR

(33)

b. Untuk perhitungan tingkat kecelakaan pada titik tertentu menggunakan (Pignataro, 1973) :

RSP = 1.000.000 x A ... (2.6) 365 x T x V

Keterangan :

RSP : tingkat kecelakaan suatu titik tertentu V : LHR

A : jumlah kecelakaan terdata T : waktu analisa (tahun)

c. Untuk menghitung tingkat kecelakaan berdasarkan jumlah total pengemudi kendaraan yang terlibat kecelakaan selam periode investigasi menggunakan rumus (Pignataro, 1973) :

R = 100.000.000 x N ... (2.7)

V

Keterangan :

R : tingkat kecelakaan per 100 juta kendaraan per km

N : jumlah pengemudi kendaraan yang terlibat kecelakaan selama periode investigasi

V : jumlah perjalanan kendaraan per mile di jalan selama periode investigasi

d. Untuk menghitung angka kematian berdasarkan jumlah kendaraan (Pignataro,1973) yang terdaftar atau terdata menggunakan rumus :

(34)

Keterangan :

R : angka kematian per 100 juta kendaraan yang terdaftar B : jumlah kematian akibat kecelakaan lalu lintas dalam 1 tahun M : jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar pada suatu tempat

e. Untuk menghitung angka kecelakaan berdasarkan jumlah perjalanan kendaraan per km menggunakan (Pignataro, 1973) :

R = 100.000.000 x C ... (2.9)

V

Keterangan :

R : tingkat kecelakaan per 100 juta kendaraan per km

C : jumlah total kecelakaan (mati dan luka-luka) dalam 1 tahun V : perjalanan kendaraan per mile dalam 1 tahun

II.4.2 Metode Analisa Statistik ( Uji – Chi Kuadrat)

Menurut Penanganan Lokasi Rawan Kecelakaan Lalu Lintas (Pd. T-09-2004-B), Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Analisa statistik dimanfaatkan untuk melihat sejauh mana suatu tipe kecelakan yang dianggap dominan pada suatu lokasi kecelakaan akan berbeda nyata dengan kondisi kecelakaan di suatu perkotaan atau ruas jalan. Teknik analisa statistik :

(35)

2) Hipotesis : buat suatu pernyataan dengan asumsi – asumsi untuk menguji adanya persamaan atau perbedaan dari kondisi site dengan control, dengan hipotesis nol (Ho) dan alternatifnya (Hi) sebagai berikut :

Ho : tidak terdapat perbedaan yang berarti antara jumlah angka kecelakaan pada grup kecelakaan pada suatu lokasi rawan (site) dengan kelompok tipikal

kecelakaan yang sejenis pada ruas jalan atau pada suatu area (control) secara

umum.

Hi : terdapat perbedaan yang berarti. a) Uji – Chi kuadrad

Nilai observasi diperoleh dengan perhitungan Chi – kuadrat yang mengacu kepada tabel kontingensi 2x2 seperti pada contoh tabel-1 :

Tabel IV-1 Tabel Kontingensi 2x2

Variabel Site Control Total

Tipe kecelakaan x a C g = a + c

Tipe Kecelakaan selain x b D h = b + d

Total e = a + b f = c+d n = a+b+c+d

Rumus Chi – Kuadrat (x2) :

X | – | / ² ...(3.0)

Dengan :

X2 adalah nilai Chi – kuadrat

a adalah proporsi tipikal kecelakaan (site)

(36)

d adalah proporsi tipikal kecelakaan lainnya (control) e,f,g,h, n lihat pada Tabel-1

II.5 Jalan

Menurut PP No.34 Tahun 2006, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang

diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaaan

tanah, di bawah permukaan tanah dan / atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan

kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

II.5.1. Bagian - Bagian Jalan

Bagian – bagian jalan meliputi :

a. Ruang manfaat jalan adalah suatu ruang yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan dan terdiri atas badan jalan, saluran tepi serta ambang pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah dengan bahu jalan, termasuk jalur pejalan kaki. Ambang pengaman jalan terletak di bagian yang paling luar dari ruang manfaat jalan dan dimaksudkan untuk mengamankan bangunan jalan.

b. Ruang milik jalan adalah sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan yang dibatasi oleh tanda batas ruang milik jalan yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan keamanan penggunaan jalan antara lain untuk keperluan pelebaran ruang manfaat jalan pada masa yang akan datang. c. Ruang pengawasan jalan adalah ruang tertentu yang terletak di luar ruang milik jalan yang

(37)

II.5.2. Klasifikasi Jalan

Menurut sistem jaringan jalan, jalan terdiri atas :

a. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

b. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

Menurut fungsinya, jalan dikelompokkan menjadi empat yaitu :

a. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. b. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau

pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

c. Jalan lokal merupakan jalan umum yamg berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

d. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

Menurut statusnya, jalan dikelompokkan menjadi lima yaitu :

(38)

b. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

c. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dan sistem jaringan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan stategis kabupaten.

d. Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat pemukiman yang berada di dalam kota.

e. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar pemukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas :

a. Jalan bebas hambatan (freeway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus yang memberikan pelayanan menerus/tidak terputus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh, dan tanpa adanya persimpangan sebidang, serta dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan, paling sedikit 2 lajur setiap arah dan dilengkapi dengan median.

b. Jalan raya (highway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median, paling

sedikit 2 lajur setiap arah.

(39)

d. Jalan kecil (street) adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 lajur untuk 2 arah dengan lebar paling sedikit 5,5 meter.

II.6 Audit Keselamatan Jalan

Audit keselamatan jalan didefenisikan oleh Austroads (1993) adalah suatu bentuk pengujian formal dari suatu ruas jalan yang ada dan ayang akan datang atau proyek lalu lintas, atau berbagai pekerjaan yang berinteraksi dengan pengguna jalan, yang dilakukan secara independen, oleh penguji yang dipercaya di dalam melihat potensi kecelakaan dan penampilan keselamatan suatu ruas jalan (RSNI T-17-2005).

Road Safety Audit (RSA) adalah prosedur pemeriksaan sistematis yang membawa pengetahuan keselamatan lalu lintas ke dalam perencanaan jalan dan proses desain untuk mencegah terjadinya kecelakaan. RSA meliputi : identifikasi potensi kecelakaan, tahap perencanaan, perancangan, konstruksi dan pasca konstruksi, dilakukan oleh qualified dan mandiri, serta memerhatikan semua kelompok pengguna jalan.

Latar belakang adanya RSA adalah angka kecelakaan yang tinggi, kerugian moril dan materiil, serta perlu adanya tindakan preventif (daripada kuratif). Manfaat RSA terbukti (di negara-negara maju) bahwa biaya RSA <<< manfaat yang diperoleh. Organisasi RSA adalah meliputi pemrakarsa, perencana dan perancang, pelaksana/kontraktor, operator jalan, dan pelaksana RSA.

Prinsip-prinsip keselamatan :

1. perancangan geometri,

(40)

3. pemasangan rambu dan pelengkap jalan,

4. manajemen lalulintas,

5. pekerjaan peningkatan dan perawatan jalan.

Prosedur pelaksanaan RSA : Tahap persiapan, pengumpulan data/informasi dan dokumen terkait, persiapan pelaksanaan RSA, pelaksanaan RSA (cek dokumen perencanaan dan perancangan, inspeksi lapangan), rekomendasi, pelaksanaan rekomendasi.

Tujuan audit keselamatan jalan adalah untuk :

a) mengidentifikasi potensi permasalahan keselamatan bagi pengguna jalan dan yang pengaruh-pengaruh lainnya dari proyek jalan, dan

b) memastikan bahwa semua perencanaan/desain jalan baru dapat beroperasi semaksimal mungkin secara aman dan selamat.

Manfaat audit keselamatan jalan adalah untuk :

a) mencegah atau mengurangi kemungkinan terjadinya suatu kecelakaan pada suatu ruas jalan.

b) mengurangi parahnya korban kecelakaan.

c) menghemat pengeluaran negara untuk kerugian yang diakibatkan kecelakaan lalu-lintas. d) meminimumkan biaya pengeluaran untuk penanganan lokasi kecelakaan suatu ruas jalan

melalui pengefektifan desain jalan.

Prinsip yang harus dipenuhi didalam pelaksanaan audit keselamatan jalan, antara lain: a) ruang lingkup audit dan organisasi pelaksana harus jelas tertuang di dalam proposal proyek

audit;

b) pelaksana audit merupakan team yang tidak terkait dengan perencanaan proyek;

(41)

d) temuan audit harus terdokumentasi dan dilaporkan dalam setiap tahapan pelaksanaan audit;

e) pelaksanaan audit harus dilakukan dengan prosedur yang jelas dan sistematis;

f) pelaksanaan audit mengacu kepada standar geometri dan prinsip-prinsip keselamatan jalan sebagaimana yang tertuang di dalam NSPM.

II. 7 Keaslian Penelitian

Penelitian seperti ini sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh beberapa orang. Penelitian sejenis yang pernah dilakukan antara lain :

1. Judul : Analisa Karekteristik Kecelakaan Lalu lintas Segmen Jalan Jember – Sumberbaru ( KM JBR.7 – KM JBR.38)

Penulis : Aldian

Jurnal ini menyimpulkan bahwa :

a. Karakteristik kecelakaan pada ruas jalan Jember – Sumberbaru menunjukan angka kecelakaan yang cukup tinggi mulai tahun 2006 sampai tahun 2008 dengan faktor manusia sebagai penyebab kecelakaan paling tinggi yaitu sebesar 94,13 %. Dimana terdapat beberapa karakteristik kecelakaan yang paling menonjol yaitu :

1. Jenis kecelakaan yang paling sering terjadi adalah tipe tabrak samping (sisi dan sudut), dengan prosentase sebesar ± 40 %.

2. Waktu yang paling sering terjadi kecelakaan yaitu pada selang waktu pukul 06:01 – 12:00, dengan prosentase sebesar ± 40 %.

3. Keterlibatan sepeda motor sebagai penyumbang kecelakaan menempati posisis pertama, dengan prosentase sebesar ± 65 %.

(42)

b. Berdasarkan analisis angka kecelakaan lalu lintas, maka dapat ditentukan lokasi daerah rawan kecelakaan berupa blackspot dan blacksite. Dimana lokasi blackspot yang paling menonjol pada ruas jalan Jember – Sumberbaru terletak pada Km 10 dan Km 28, sedangkan lokasi blacksite yang paling menonjol pada ruas jalan Jember – Sumberbaru terletak pada ruas jalan Bangsalsari – Tanggul.

2. Judul : Analisa Kecelakaan Lalu lintas dan Solusinya Ruas Jalan Purwodadi – Semarang ( KM 00,000 – 10,000 ) di Purwodadi

Penulis : Suwardi

Jurnal ini menyimpulkan bahwa : Daerah rawan kecelakaan berdasarkan indeks keparahan di ruas jalan Purwodadi-Semarang (Km 00.000 - 10.000) adalah pada (Km 07.000 - 10.000) sebesar 28,125 %, daerah rawan kecelakaan berdasarkan EAN terjadi pada (Km 07.000 - 10.000) dengan angka 233, daerah rawan kecelakaan berdasarkan EPDO terjadi pada (Km 07.000 - 10.000) dengan angka 616.

Faktor penyebab terjadinya kecelakaan di ruas jalan Purwodadi-Semarang yang utama atau paling dominan adalah faktor manusia sebesar 87,76 %, faktor jalan sebesar 7,14 %, faktor kendaraan sebesar 4,08 %, faktor lingkungan sebesar 1,02 %. Sebaiknya pada daerah pemukiman perlu pengurangan kecepatan dan perlu ketertipan dalam berlalulintas.

3. Judul : Analisis Faktor – faktor Penyebab kecelakaan Sebagai upaya Peningkatan Keselamatan Lalu Lintas di Kota Makassar.

Penulis : Hakima

Jurnal ini menyimpulkan bahwa di Kota Makassar manusia merupakan faktor penyebab kecelakaan lalu lintas utamanya aspek umur, pekerjaan dan waktu kecelakaan, selain itu

faktor yang juga mempengaruhi adalah jalan, kendaraan, dan lingkungan; Hakima

(43)

kejadian, pekerjaan, keterlibatan kendaraan, bentuk tabrakan, dan keterlibatan jalan dan lingkungan dalam kecelakaan lalu lintas di jalan.

4. Judul : Analisa Kecelakaan Lalu lintas di jalan Tol Belmera Penulis : Maya

Penelitian ini menyimpulkan bahwa :

1. metode identifikasi black spot, hasil metode Upper Control Limit (UCL) sama dengan hasil dari metode tingkat kecelakaan dan metode frekuensi.

2. Tidak terdapat lokasi rawan kecelakaan (black spot) di Jalan Tol Belmera. Karena jumlah kecelakaan per km adalah 3, sedangkan nilai minimal adalah 10 kecelakan per km (berdasarkan metode frekuensi), sedangkan berdasarkan metode tingkat kecelakaan juga tidak terdapat black spot, tetapi terdapat black site.

Gambar

Tabel II.1 Klasifikasi Kecelakaan Berdasarkan Posisi Terjadinya
Tabel II.2 Faktor-faktor penyebab kecelakaan lalu-lintas jalan
Tabel II.3 Faktor-faktor fisiologis dan psikologis
Tabel II.4 Usia pengemudi yang terlibat kecelakaan lalu-lintas jalan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui karakteristik kecelakaan lalu lintas yang terjadi sehubungan dengan faktor-faktor utama penyebab kecelakaan dan untuk mengetahui

Dari hasil penelitian Raymond (2008) mengenai kecelakaan lalu lintas di Jakarta Timur bulan Januari-Maret tahun 2008, peneliti mendapatkan bahwa faktor penyebab kecelakaan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PADA KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS OLEH ANAK YANG MENYEBABKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA.. Diajukan Oleh :

Faktor penyebab kecelakaan lalu lintas yang paling banyak adalah tindakan tidak aman pengemudi (99,4%), disusul kondisi tidak aman lingkungan fisik (8,7%), kondisi tidak

Pemodelan hubungan antara angka korban kecelakaan dengan faktor penyebab kecelakaan lalu lintas yang diambil adalah hasil pemodelan kumulatif pada Tahun 2015– 2017

Data yang digunakan adalah data jumlah kecelakaan yang terjadi di ruas Jalan Sisingamangaraja Kota Medan yang terjadi pada tahun 2007 – 2011 yang dikelompokkan

Pemodelan hubungan antara angka korban kecelakaan dengan faktor penyebab kecelakaan lalu lintas yang diambil adalah hasil pemodelan kumulatif pada Tahun 2015– 2017 yang membentuk

Kendala dalam penyelesaian kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia dengan pendekatan restorative justice yaitu adanya benturan dengan sistem pemidanaan yang