BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perekonomian yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, untuk lebih meningkatkan
pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh
bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi sekarang dan akan terus berlanjut
pada masa mendatang, juga perlu dukungan lembaga perseroan terbatas yang dapat
menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif yang tentunya digerakan
dalam kerangka yang kokoh dari Undang-Undang yang mengatur tentang perseroan
terbatas.1
Perseroan terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) sebagai salah satu pilar
pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum yang kuat untuk
lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan
asas kekeluargaan, dengan tetap memunculkan prinsip-prinsip keadilan dalam berusaha.
Perseroan merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian untuk
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham,
serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang dan Peraturan
1
Pelaksanaannya. Kegiatan usaha dari Perseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuan
didirikannya Perseroan, serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
ketertiban umum, dan atau kesusilaan.2
Perseroan bukan satu-satunya asosiasi yang berbadan hukum. Yang dimaksud
dengan asosiasi adalah suatu wadah kerja sama untuk jangka waktu relatif lama dan
berkesinambungan antara dua orang atau lebih dengan maksud agar lebih mudah
tercapainya suatu tujuan yang dikehendaki, dengan jalan mendirikan satu badan hukum Istilah dari “Perseroan” menurut UU No.40 Tahun 2007 merupakan
penyebutan untuk Perseroan Terbatas. Namun istilah Perseroan tersebut masih belum
dipahami oleh masyarakat pada umumnya. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki
tentang badan usaha yang ada menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
penyalahgunaan istilah Perseroan yang ada. Ada yang menyamakan pengunaan istilah
perseroan untuk semua jenis usaha yang ada seperti menyamakan Perseroan dengan
Firma maupun Commanditaire Venootschap. Disamping itu terdapat juga masyarakat
yang mengunakan istilah perseroan sebagai penyebutan perusahaan pada umumnya.
Dari pengertian Perseroan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendirian
perseroan mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan/atau kesusilaan
sebagaimana diamanatkan dalam UU No.40 Tahun 2007 tersebut. Perseroan melakukan
kegiatan usaha dengan penyertaan modal untuk menghasilkan suatu hasil (output).
Maksud dan tujuan utama dari pendirian Perseroan adalah memperoleh keuntungan
(laba)
2Ibid.
yang berbadan hukum (Perseroan) atau tanpa berbadan hukum (maatschap, atau firma
atau CV,antara lain). 3
Di antara asosiasi yang ada, pada pokoknya, dapat dibedakan atas dua macam
asosiasi. Ada asosiasi yang diadakan dengan tujuan komersial, dan ada yang diadakan
tidak dengan tujuan komersial. Dan pada itu ada yang oleh undang-undang diakui
sebagai badan hukum dan ada yang tidak diakui sebagai badan hukum.4
Seperti diuraikan sebelumnya bahwa Perseroan berupa persekutuan modal
dimana modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Menurut UU No.40 Tahun
2007, modal dasar Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud
harus ditempatkan dan disetor penuh. Undang-undang mengatur kegiatan usaha tertentu
dapat menentukan jumlah minimum modal Perseroan lebih besar daripada ketentuan
modal dasar tersebut. Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha tertentu” antara lain
usaha perbankan, asuransi, atau freight forwarding.
Asosiasi yang bukan badan hukum berupa : perusahaan dagang, persekutuan
perdata, persekutuan firma, persekutuan komanditer. Dan asosiasi yang berupa badan
hukum berupa: Perseroan, Koperasi, BUMN, Yayasan.
5
Perubahan besarnya modal dasar
tersebut ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.6
Pada usaha perbankan misalnya, modal disetor untuk mendirikan Bank
ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah).
7
3
Rudhi Prasetya, Perseroan Terbatas, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2011),hal.6. 4Ibid.
5
Penjelasan Pasal 32 ayat (2) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 6
Pasal 32 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 7
Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia No. :2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum.
adalah Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).8 Sedangkan modal disetor untuk usaha Freight Forwarding adalah sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No.10 Tahun 1988, disebutkan bahwa
Freight Forwarding (Jasa Pengurusan Transportasi) adalah usaha yang ditujukan untuk
mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan
bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut,
udara yang dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi, pengepakan,
penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan
dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim, asuransi atas pengiriman barang
serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman
barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak
menerimanya.9
Dikarenakan modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham
maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Perseroan identik dengan adanya pemegang
saham. Tanggung jawab dari pemegang saham adalah terbatas. Ia hanya bertanggung
jawab terhadap kerugian yang diderita Perseroan sebatas saham yang dimilikinya saja
(tidak tanggung renteng hingga harta kekayaan pribadi dari pemegang saham). Hal
tersebut dapat dilihat di pasal 3 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 yaitu : “Pemegang
saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas
nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham
yang dimiliki.”10
8
Pasal 6 ayat (1) PP No.39 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas PP No.73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
9
http://nuswantarajayaabadi.blogspot.com/2012/12/syarat-pendirian-usaha-jasa-freight.html?m=1 , diakses tanggal 9 Juli 2013.
10
Saham disertakan oleh pemegang saham tidak dengan cuma-cuma tanpa
mengharapkan suatu balas jasa (imbalan). Perseroan mempunyai tujuan komersial yaitu
mencari keuntungan, maka pemegang saham juga menyertakan modal untuk mengejar
keuntungan yang ada. Modal yang ada digunakan untuk menjalankan perseroan sesuai
dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang telah dimuat di dalam anggaran
dasar Perseroan. Dividen akan diberikan kepada pemegang saham sebagai balasan dari
andil yang mereka punya di Perseroan. Tidak semua keuntungan yang diperoleh oleh
Perseroan akan dibagikan kepada pemegang saham. Tata cara penggunaan laba dan
pembagian dividen telah dimuat dianggaran dasar sewaktu pendirian Perseroan.
Di dalam UU No.40 Tahun 2007 dimuat juga ketentuan mengenai
penggunaan laba perseroan yang dapat ditemukan di dalam Pasal 70 hingga Pasal 73
UU tersebut.
Perseroan merupakan subjek hukum. Subjek hukum atau subject van een
recht, yaitu orang yang mempunyai hak, manusia atau badan hukum yang berhak,
berkehendak atau melakukan perbuatan hukum.11 Perseroan adalah bentuk subjek hukum yang imaginer (yang dapat melakukan perbuatan hukum tertentu). Perseroan
termasuk subjek hukum yang berupa badan hukum . Perseroan mempunyai status
persona standi in judico. Artinya sekalipun ia hanya berwujud suatu badan dan bukan
manusia alamiah, namun di mata hukum ia dipandang sama seperti manusia alamiah
yang dapat mempunyai hak dan kewajiban menurut hukum.12
11
Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, (Medan, CV.Cahaya Ilmu,2006) hal.113.
12
Rudhi Prasetya, Op.cit., hal 18.
Perseroan dapat memiliki
kekayaan, mengadakan perikatan dan lain sebagainya meskipun melalui perantaraan
Di dalam Perseroan yang bertindak sebagai pengurus perseroan yang bertugas
menjalankan Perseroan lebih dikenal dengan istilah organ perseroan. Organ yang
terdapat di Perseroan yaitu : Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan
Komisaris. Organ tersebut memiliki wewenang dan tanggung jawab sesuai peran
masing-masing.
Perseroan bukan baru ditemukan atau dibuat pada tahun 2007. UU No.40
Tahun 2007 ini merupakan revisi dari UU No. 1 Tahun 1995 (diumumkan dalam
Lembaran Negara Nomor 3587) tentang Perseroan Terbatas.13 Karena dipandang UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas tidak sesuai lagi dengan perkembangan
hukum dan kebutuhan masyarakat maka dibuatlah Undang-undang yang baru yaitu UU
No.40 Tahun 2007. Sejak UU No.40 Tahun 2007 ini diberlakukan yaitu sejak
diundangkan pada tanggal 21 September 2007 maka UU No.1 Tahun 1995 dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan penutup yang
terdapat pada pasal 160 UU No.40 Tahun 2007 yang berbunyi : “Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1995 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku”.14
Sebenarnya apa yang diatur didalam UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan
bukanlah merupakan UU yang menjadi mendasari hukum tentang Perseroan. UU No.1
Tahun 1995 tersebut sebenarnya merupakan pengaturan kembali apa yang sebelumnya
telah diatur dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Wetboek van Koophandel voor
Nerderlansche Indie yang disingkat WvK (yang setelah kita merdeka kita kenal dan kita
13Ibid.
, hal.1. 14
sebut dengan sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Dagang/KUHD), yang di sana sini
dilakukan penyesuaian dengan apa yang diperlukan setelah kita merdeka. Naamloze
Vennootschap (yang disingkat dengan NV) demikian sebutan yang dipergunakan oleh
WvK untuk institusi yang sekarang kita sebut sebagai “Perseroan Terbatas” yang
disingkat sebagai PT). 15
1. Bagaimana peran organ perseroan dalam penggunaan laba perseroan ?
Pada UU No.1 Tahun 1995 juga dapat dijumpai ketentuan yang mengatur
mengenai penggunaan laba perseroan. Ketentuan tersebut dituangkan dalam Pasal 61 –
Pasal 62 UU No 1 Tahun 1995. Namun dikarenakan UU tersebut dipandang sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga
perlu diganti dengan undang-undang yang baru maka penyempurnaan dilakukan dengan
mengeluarkan UU No. 40 Tahun 2007.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas penulis tertarik untuk membahas mengenai
analisa yuridis terhadap penggunaan laba perseroan menurut UU No 40 Tahun 2007.
B. Perumusan Permasalahan
Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang
akan saya bahas di dalam skripsi ini adalah , sebagai berikut :
2. Bagaimana mekanisme penggunaan laba perseroan dan peruntukan laba perseroan ?
3. Dimana letak perbedaan penggunaan laba menurut UU No.40 Tahun 2007 dengan
15
UU No. 1 Tahun 1995 ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dalam pembahasan skripsi penulis yang
berjudul “Analisa Yuridis Terhadap Penggunaan Laba Perseroan Menurut UU No.40
Tahun 2007”, yaitu :
1. Untuk mengetahui peran organ perseroan dalam penggunaan laba perseroan.
2. Untuk mengetahui mekanisme penggunaan laba perseroan dan peruntukan laba
perseroan.
3. Untuk mengetahui perbedaan penggunaan laba menurut UU No.40 tahun 2007
dengan UU No.1 Tahun 1995.
Selanjutnya penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk :
1. Manfaat secara teoritis
Adapun manfaat akademis dari penelitian ini adalah memperkaya serta
menambah wawasan ilmiah dalam khasanah ilmu hukum khususnya mengenai
penggunaan laba perseroan menurut UU No.40 Tahun 2007. Dengan adanya penelitian
ini diharapkan dapat memberikan kajian baru dalam bidang hukum ekonomi sehingga
hukum ekonomi semakin berkembang dari masa ke masa.
2. Manfaat secara praktis
Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas, penulisan skripsi ini
diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :
a. Hasil Penulisan ini dapat bermanfaat terhadap para organ perseroan untuk
mengetahui peran masing-masing berdasarkan UU No.40 Tahun 2007.
mengetahui mekanisme penggunaan laba perseroan.
D. Keaslian Penulisan
Pembahasan skripsi ini dengan judul : “Analisa Yuridis Terhadap
Penggunaan Laba Perseroan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007”,
merupakan karya ilmiah yang belum pernah diangkat menjadi judul skripsi di
lingkungan Strata 1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Analisa
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 sebagai pembahasan dalam skripsi memang telah sering
diangkat. Misalnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sendiri
telah beberapa kali diangkat UU No.40 Tahun 2007 sebagai permasalahan yang dibahas
dalam skripsi. Beberapa diantaranya yaitu : Tanggung Jawab Direksi dan Dewan
Komisaris dalam pembagian Dividen Interim berdasarkan Undang-Undang No.40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Asidoro S.Parsaulian, 020200074); Tinjauan
Yuridis Business Judgment Rule Pada Dewan Komisaris menurut UU No.40 Tahun
2007 tentang Perseroan terbatas (Tri Yuwandani H, 060200017); Tinjauan Yuridis
Terhadap Tindakan Ultra Vires oleh Direksi Perseroan Terbatas Berdasarkan UU No.40
Tahun 2007 (Rebecka Endang Aritonang); Due Inteligence dalam Akusisi Perseroan
Terbatas berdasarkan UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas (Christanti
Silaban, 07020089). Kesamaan skripsi-skripsi tersebut adalah mengangkat
permasalahan dari UU No.40 Tahun 2007 namun substansi yang dibahas tidaklah sama.
Di dalam skripsi ini memang akan dibahas juga mengenai dividen interim,
namun pembahasan tersebut hanya merupakan sub bab dari permasalahan utama
tepatnya akan dibahas dalam peruntukan laba yang diperoleh oleh Perseroan. Selain itu
membuat perbedaan adalah masing-masing membahas organ Perseroan namun dengan
permasalahan pokok yang sangat berbeda.
Oleh karena alasan tersebut diatas maka pembahasan yang dibahas di dalam
skripsi ini dikatakan murni hasil pemikiran penulis yang dikaitkan dengan teori-teori
hukum yang berlaku maupun doktrin-doktrin yang yang ada, dalam rangka melengkapi
tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara , dan apabila ternyata dikemudian hari terdapat judul yang
sama dan permasalahan yang sama maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap skripsi ini.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Perseroan Terbatas (PT)
Sebuah badan usaha atau bentuk perusahaan yang paling banyak digunakan
dalam bisnis dewasa ini dan di masa yang akan datang adalah Perseroan Terbatas (PT).
Selain memiliki landasan hukum yang jelas seperti yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2007 Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas, bentuk PT ini juga dirasakan lebih menjaga keamanan para
pemegang saham / pemilik modal dalam berusaha.16 Keamanan tersebut didasarkan adanya tanggung jawab terbatas para pemegang saham yang terdapat dalam pasal 3 UU
No.40 Tahun 2007 yang berbunyi : “Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung
jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak
bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki”.17
16
http://fe.unsada.ac.id/?page_id=47, diakses tanggal 5 Juni 2013. 17
Pasal 3 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
PT Istilah atau bentuk PT ini berasal dari Hukum Dagang Belanda (WvK)
yang dikenal dengan istilah Naamloze Vennootschap (NV), istilah ini lama digunakan
di Indonesia, dan kemudian diganti nama dengan Society Anonim (SA) yang secara
harfiah berarti “Perseroan Tanpa Nama”. Maksudnya adalah bahwa PT itu tidak
mengunakan nama salah seorang atau lebih diantara para pemegang sahamnya,
melainkan memperoleh namanya dari tujuan perusahaan saja (Pasal 36 KUHD).
Pengertian tentang Perseroan Terbatas secara tegas dapat ditemukan dalam
ketentuan umum di dalam UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang
terdapat dalam pasal 1 butir 1 yang menyebutkan bahwa : “Perseroan Terbatas yang
selanjutnya disebut sebagai perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini
serta peraturan pelaksanaannya.”18
Setelah UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku lagi maka diundangkan UU yang baru yaitu UU No.40 Tahun
2007. Di dalam UU No.40 Tahun 2007 juga secara tegas dapat ditemukan pengertian
dari Perseroan Terbatas yang terdapat dalam ketentuan umum pasal 1 butir 1 yang
menyebutkan bahwa : “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah
badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham
dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.”19
18
Pasal 1 butir 1 UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. 19
Dari pengertian Perseroan Terbatas yang terdapat di atas, dapat dilihat 3
unsur utama dari Perseroan itu, yaitu :
1. Badan hukum : Perseroan merupakan suatu badan hukum. R.Subekti mengatakan
badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat
memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta
memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.20
2. Persekutuan modal : Menurut R.Subekti yang dinamakan Persekutuan adalah satu
perjanjian antara dua orang atau lebih untuk berusaha bersama-sama mencari
keuntungan yang akan dicapai dengan jalan masing-masing memasukan suatu
dalam suatu kekayaan bersama.
21
Maka persekutuan modal adalah persatuan
orang-orang yang sama kepentingannya (terhadap suatu perusahaan tertentu) dengan jalan
memasukan modal. Modal adalah nilai kekayaan yang dipergunakan oleh
perusahaan untuk kegiatan usahanya.22
3. Didirikan berdasarkan perjanjian : Menurut Prof. Subekti, perjanjian adalah suatu
peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau antara 2 (dua)
orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.23
20
Mulhadi, Hukum Perusahaan, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2010), hal.73. 21
Chidir Ali, Badan Hukum, (Bandung: Alumni, 1991), hal. 136. 22
Moenaf H.Regar, Pembahasan Kritis Aspek Manajemen dan Akuntansi Undang-Undang Perseroan Terbatas 1995, (Jakarta: Pustaka Quantum, 2001), hal. 47.
23
I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan (Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Perseroan Terbatas), (Jakarta: Kesaint Blanc, 2000), hal. 10.
Suatu Perseroan berdiri
atau ada semata-mata karena perjanjian oleh dua orang atau lebih dengan akta resmi
atau akta notaris. Dengan demikian ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No.40
Tahun 2007, yang menyatakan bahwa “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau
lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.” Ketentuan pasal 7
syarat mutlak untuk adanya suatu Perseroan. Tanpa adanya akta otentik ini akan
meniadakan eksistensi Perseroan, sebab akta pendirian inilah nantinya yang harus
disahkan oleh Menteri Kehakiman. 24
4. Melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham : Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Namun
tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal
mengatur modal Perseroan yang terdiri atas saham tanpa nilai nominal. Pendirian
Perseroan tidak dapat dilakukan tanpa pemenuhan syarat modal minimum.
Pemenuhan syarat modal minimum bertujuan agar pada waktu Perseroan didirikan
setidak-tidaknya sudah mempunyai modal, yaitu sebesar modal dasar
(maatschappelijk; statutaire kapitaal; authorized capital), modal ditempatkan
(geplaats kapitaal; issued capital) dan modal disetor (gestort kapitaal; paid
capital) yang akan menjadi jaminan bagi pihak ketiga terhadap Perseroan.25 Modal dasar adalah seluruh nilai saham yang dapat dikeluarkan. Modal ditempatkan dan
disetor adalah jumlah nilai nominal yang telah dibayar oleh pemegang saham. 26
2. Subjek Hukum
Di dalam hukum perkataan “orang” atau “persoon” berarti pembawa hak, yaitu
segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban dan disebut sebagai subjek hukum
yang terdiri dari :
1. Manusia (naturlijke person).
2. Badan hukum (rechtpersoon). 27
24
Agus Budiarto, Op.cit., hal. 33. 25
Mulhadi, Op.cit., hal. 96. 26
Moenaf H.Regar, Op.cit., hal. 56. 27
Berlakunya seorang manusia sebagai pembawa hak (subjek hukum) ialah
mulai saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia.28 Disamping manusia sebagai pembawa hak, di dalam hukum juga badan-badan atau
perkumpulan-perkumpulan dipandang sebagai subjek hukum yang dapat memiliki hak-hak dan
melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia. Badan-badan dan
perkumpulan-perkumpulan itu dapat memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu
lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat dan menggugat di muka
Hakim, singkatnya diperlakukan sepenuhnya sebagai seorang manusia.29
Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan tersebut dinamakan badan
hukum (Rechtperson), yang berarti orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum. Yang
dimaksud dengan badan hukum itu adalah misalnya: Negara, Propinsi, Kabupaten,
Perseroan Terbatas, Koperasi, Yayasan (Stichting), Wakaf, Gereja, dan lain-lain.30
Menurut Meijers, badan hukum meliputi sesuatu yang menjadi pendukung
hak dan kewajiban. Ia menambahkan bahwa badan hukum itu merupakan suatu realitas
konkret, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal, atau merupaka suatu juridische
realiteit kenyataan yuridis. Logemann, menyebut badan hukum sebagai suatu
personifikasi atau perwujudan (bestendigheid) hak dan kewajiban. Sementara itu,
E.Utrecht, menyatakan badan hukum adalah badan yang menurut hukum berkuasa
(berwenang) menjadi pendukung hak. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa badan hukum
itu adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa, atau lebih tepat yang bukan
manusia. Sedangkan R.Subekti mengatakan badan hukum pada pokoknya adalah suatu
badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti
seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di
28Ibid . 29Ibid
depan hakim. Pendapat hampir senada juga dikemukakan oleh R.Rochmat Soemitro,
yang mengatakan bahwa badan hukum (rechtpersoon) merupakan suatu badan yang
dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi. Sri Soedewi
Machsun Sofwan menjelaskan bahwa manusia adalah badan pribadi (manusia tunggal).
Selain dari manusia tunggal, dapat juga oleh hukum diberikan kedudukan sebagai badan
pribadi kepada wujud yang disebut badan hukum, yaitu kumpulan dari orang-orang
yang secara bersama-sama mendirikan suatu badan (baik perhimpungan orang maupun
perkumpulan harta kekayaan) untuk tujuan tertentu, seperti yayasan. Disamping itu,
Wirjono Prodjodikoro juga mengemukakan pengertian suatu badan hukum yaitu badan,
disamping manusia perseorangan yang dianggap dapat bertindak dalam hukum dan
yang mempunyai hak-hak, juga kewajiban-kewajiban dan hubungan hukum terhadap
orang lain atau badan lain.31
a. Perkumpulan orang atau perkumpulan modal (organisasi).
Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan secara garis besar
pengertian badan hukum sebagai subjek hukum, yang mencangkup unsur-unsur atau
kriteria (materil) sebagai berikut:
b. Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan
hukum (rechtsbetrekking).
c. Mempunyai harta kekayaan sendiri
d. Mempunyai pengurus
e. Mempunyai hak dan kewajiban
f. Dapat digugat dan menggugat di depan pengadilan.32
3. Organ Perseroan
31
Mulhadi, Op.cit., hal.73-74. 32Ibid
Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan
Komisaris.33
a. Rapat Umum Pemegang Saham
Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ
Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan
Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran
dasar.34 b. Direksi
Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai
dengan ketentuan anggaran dasar.35 c. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara
umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta member nasihat kepada
Direksi.36
4. Laba
Laba atau keuntungan dapat didefinisikan dengan dua cara. Yang pertama
laba dalam ilmu ekonomi murni didefinisikan sebagai peningkatan kekayaan seorang
investor sebagai hasil penanam modalnya, setelah dikurangi biaya-biaya yang
berhubungan dengan penanaman modal tersebut (termasuk di dalamnya, biaya
kesempatan). Sementara itu, laba dalam akuntansi didefinisikan sebagai selisih antara
33
Pasal 1 butir 2 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 34
Pasal 1 butir 4 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 35
Pasal 1 butir 5 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 36
harga penjualan dengan biaya produksi. Perbedaan di antara keduanya adalah dalam hal
pendefinisian biaya.37
Ada juga yang berpendapat bahwa : “Laba adalah selisih lebih antara
pendapatan dengan beban.”38
a. Current Operating Concept of Income;
Menurut ilmu akuntansi, terdapat dua konsep cakupan laba, yaitu :
b. All Inclusive Concept.39
Menurut konsep Current Operating Concept of Income, income hanya
meliputi item-item yang sifatnya regular dan dari elemen-elemen pendapatan dan beban
yang sifatnya berulang (recurring) dan berasal dari operasi saat ini (current operating).
Item-item yang sifatnya irregular tidak dimasukan sebagai komponen laba, sehingga
tidak mencerminkan earning power di masa yang akan datang dari satu kesatuan
usaha.40
Menurut konsep All Inclusive Concept, cakupan laba meliputi semua
perubahan dan kenaikan net asset selama periode tertentu, kecuali yang diakibatkan dari
investasi oleh pemilik dan distribusi kepada pemilik (transaksi modal). Dalam konsep
ini, item-item yang sifatnya dan berasal dari aktivitas baik reguler dan nonreguler,
recurring maupun nonrecurring, termasuk dalam cangkupan laba.41
a. item-item yang berasal dari operasi yang dihentikan (discontinue operation),
Terdapat lima kategori irregular items dalam konsep all inclusive tersebut,
yaitu sebagai berikut:
37
http://id.wikipedia.org/wiki/Laba, Laba, diakses tanggal 24 April 2013. 38
Suradi, Akuntansi Pengantar 1, (Yogyakarta: Gaya Media, 2009), hal.38. 39
Winwin Yadiati, Teori Akuntansi (Suatu Pengantar), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hal.99.
40Ibid. 41Ibid.
b. extraordinary item,
c. unusual gains dan losses,
d. perubahan dalam prinsip akuntansi, dan
e. perubahan dalam estimasi.42
5. Saham
Pada masa penjajahan Belanda dahulu, agar para pemodal mau menanamkan
modalnya ke dalam VOC, maka kepada setiap pemodal yang memasukan uangnya,
diberikan suatu tanda yang dinamakan “penning”. Pemegang penning boleh
memindahtangankan penning tersebut kepada orang lain yang mau
mengambilalihkannya, jika kemudian ternyata pemegang penning tidak berkeinginan
lebih lanjut menanamkan uangnya. Penning inilah yang merupakan cikal bakal dari
saham. 43
a. Bagian; andil; sero (tentang permodalan)
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, saham berarti:
b. Surat bukti pemilikan bagian modal perseroan terbatas yang memberi hak atas
deviden dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor;
c. Hak yang dimiliki orang (pemegang saham) terhadap perusahaan berkat
penyerahan bagian modal sehingga dianggap berbagi dalam pemilikan dan
pengawasan.44
Saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Persyaratan kepemilikan
saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang
ditetapkan oleh instansi yang berwenang, sesuai dengan ketentuan peraturan
42Ibid.
43
Rudhi Prasetya, Op.cit., hal.17. 44
undangan. Jika persyaratan kepemilikan saham telah ditetapkan, tetapi tidak dipenuhi,
pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak
selaku pemegang saham dan harus dicapai. Nilai saham harus tercantum dalam mata
uang rupiah. Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan oleh perseroan.
Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai
nominal dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.45
Pemegang saham diberikan bukti kepemilikan saham, yang saham tersebut
memberikan hak kepada pemiliknya untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam
RUPS, menerima pembayaran dividen, dan sisa kekayaan hasil likuidasi. Ketentuan ini
berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang saham atas nama pemiliknya.
Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi. Jika satu
saham dimiliki oleh lebih dari satu orang, hak yang timbul dari saham tersebut
digunakan dengan cara menunjuk satu orang sebagai wakil bersama.46
Anggaran dasar menetapkan satu klasifikasi saham atau lebih, yang setiap
saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang juga
sama. Jika terdapat lebih dari satu klasifikasi saham, anggaran dasar menetapkan salah
satu diantaranya sebagai saham biasa. Yang dimaksud dengan“saham biasa“ adalah
saham yang mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai
segala hal yang berkaitan dengan pengurusan Perseroan, mempunyai hak untuk
menerima dividen yang dibagikan, dan menerima sisa kekayaan hasil likuidasi. Hak
suara yang dimiliki oleh pemegang saham biasa dapat dimiliki juga oleh pemegang
saham klasifikasi lain.47
45
Frans Satrio, Op.cit.,hal.59. 46Ibid.
, hal.60 47
Yang dimaksud dengan “klasifikasi saham” adalah pengelompokan saham
berdasarkan karakteristik yang sama.48
a. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;
Klasifikasi saham sebagaimana dimaksud ,
antara lain:
b. saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota
Dewan Komisaris;
c. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan
klasifikasi saham lain;
d. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih
dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara
kumulatif atau nonkumulatif;
e. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu
dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan
dalam likuidasi.49
Bermacam-macam klasifikasi saham tidak selalu menunjukkan bahwa klasifikasi
tersebut masing- masing berdiri sendiri, terpisah satu sama lain, tetapi dapat merupakan
gabungan dari 2 (dua) klasifikasi atau lebih.50
6. Dividen
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dividen berarti:
a. Bagian laba atau pendapatan perusahaan yang besarnya ditetapkan oleh direksi
serta disahkan oleh rapat umum pemegang saham untuk dibagikan kepada para
pemegang saham;
b. Sejumlah uang yang berasal dari hasil keuntungan yang dibayarkan kepada
48
Penjelasan Pasal 53 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 49
Pasal 53 ayat (4) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 50
pemegang saham sebuah perseroan.51
F. Metode Penelitian
1. Sifat / Bentuk Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah
pertama yang dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum
sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum
perdata khususnya terhadap pengaturan penggunaan laba perseroan. Selain itu juga
dipergunakan bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini.
Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam
meletakan persoalan ini dalam perspektif hukum ekonomi khususnya yang terkait
dengan analisa yuridis terhadap penggunaan laba perseroan menurut UU No.40 Tahun
2007.
2. Bahan Hukum
Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari :
a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.52
b. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum Dalam penelitian
ini antara lain : Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang;
51
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal.271.
52
primer,53
c. Bahan Hukum Tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
seperti : hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, majalah dan jurnal
ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan
penelitian ini;
54
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulis
menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (Library
Research), yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku,
majalah-majalah , surat kabar, peraturan perundang-undangan, makalah ilmiah, internet dan
bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam penulisan
skripsi ini yang digunakan sebagai dasar ilmiah dalam pembahasan materi..
4. Analisis Data
Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah dan
dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan pemilihan pasal-pasal yang
berisis kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang penggunaan laba perseroan
menurut UU No.40 Tahun 2007, kemudian membuat sistematika dari pasal-pasal
tersebut sehingga akan menghasilkan klarifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan
yang dibahas dalam penelitian ini.
seperti kamus umum, kamus hukum
serta bahan-bahan primer, sekunder dan tertier di luar bidang hukum yang relevan
dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian
ini. Selanjutnya Situs Web juga menjadi bahan bagi penulisan skripsi ini sepanjang
memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini.
53Ibid
Pada bagian akhir, data yang berupa peraturan perundang-undangan ini
diteliti dan dianalisis secara induktif kualitatif yang diselaraskan dengan hasil dari data
pendukung sehingga sampai pada suatu kesimpulan yang akan menjawab seluruh pokok
permasalahan dalam penelitian ini.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penulisan skripsi ini mempunyai kaitan dan hubungan satu
sama lainnya. Pada dasarnya isi dari penulisan ini merupakan suatu kesatuan. Gambaran
isi skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dan beberapa sub bab sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan ini menguraikan mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan latar belakang, Perumusan Masalah, Keaslian Penulisan, Tujuan dan
Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan dan diakhiri dengan Metode
Penelitian dan Sistematika Penulisan .
BAB II PERAN ORGAN PERSEROAN DALAM PENGGUNAAN LABA PERSEROAN
Pada bab ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan pengertian dan dasar
hukum penggunaan laba perseroan , organ perseroan yang berperan dalam
penggunaan laba perseroan seperti peran direksi dalam penggunaan laba
perseroan, peran komisaris dalam penggunaan laba perseroan dan peran rapat
BAB III MEKANISME PENGGUNAAN LABA PERSEROAN DAN PERUNTUKAN LABA PERSEROAN
Pada bab ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme penggunaan
laba perseroan seperti laporan keuangan perseroan dan mengenai
penyelenggaraan RUPS perihal penggunaan laba perseroan. Juga akan
dibahas mengenai peruntukan dari laba yang diperoleh oleh Perseroan.
BAB IV PERBEDAAN ANTARA PENGGUNAAN LABA MENURUT UU NO. 40 TAHUN 2007 DENGAN UU NO. 1 TAHUN 1995
Pada bab ini dibahas mengenai perbedaan ketentuan penggunaan laba
menurut UU No. 40 Tahun 2007 dengan UU No.1 Tahun 1995 seperti
ketentuan saldo laba yang positif dan mengenai dividen interim yang baru
ditemukan pengaturannya pada UU No.40 Tahun 2007.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini dibahas mengenai kesimpulan dan saran sebagai hasil dari