• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisa Yuridis Terhadap Penggunaan Laba Perseroan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisa Yuridis Terhadap Penggunaan Laba Perseroan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perekonomian yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan

prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,

kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi

nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka

mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, untuk lebih meningkatkan

pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh

bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi sekarang dan akan terus berlanjut

pada masa mendatang, juga perlu dukungan lembaga perseroan terbatas yang dapat

menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif yang tentunya digerakan

dalam kerangka yang kokoh dari Undang-Undang yang mengatur tentang perseroan

terbatas.1

Perseroan terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) sebagai salah satu pilar

pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum yang kuat untuk

lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan

asas kekeluargaan, dengan tetap memunculkan prinsip-prinsip keadilan dalam berusaha.

Perseroan merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian untuk

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham,

serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang dan Peraturan

1

(2)

Pelaksanaannya. Kegiatan usaha dari Perseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuan

didirikannya Perseroan, serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,

ketertiban umum, dan atau kesusilaan.2

Perseroan bukan satu-satunya asosiasi yang berbadan hukum. Yang dimaksud

dengan asosiasi adalah suatu wadah kerja sama untuk jangka waktu relatif lama dan

berkesinambungan antara dua orang atau lebih dengan maksud agar lebih mudah

tercapainya suatu tujuan yang dikehendaki, dengan jalan mendirikan satu badan hukum Istilah dari “Perseroan” menurut UU No.40 Tahun 2007 merupakan

penyebutan untuk Perseroan Terbatas. Namun istilah Perseroan tersebut masih belum

dipahami oleh masyarakat pada umumnya. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki

tentang badan usaha yang ada menjadi salah satu faktor yang menyebabkan

penyalahgunaan istilah Perseroan yang ada. Ada yang menyamakan pengunaan istilah

perseroan untuk semua jenis usaha yang ada seperti menyamakan Perseroan dengan

Firma maupun Commanditaire Venootschap. Disamping itu terdapat juga masyarakat

yang mengunakan istilah perseroan sebagai penyebutan perusahaan pada umumnya.

Dari pengertian Perseroan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendirian

perseroan mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan/atau kesusilaan

sebagaimana diamanatkan dalam UU No.40 Tahun 2007 tersebut. Perseroan melakukan

kegiatan usaha dengan penyertaan modal untuk menghasilkan suatu hasil (output).

Maksud dan tujuan utama dari pendirian Perseroan adalah memperoleh keuntungan

(laba)

2Ibid.

(3)

yang berbadan hukum (Perseroan) atau tanpa berbadan hukum (maatschap, atau firma

atau CV,antara lain). 3

Di antara asosiasi yang ada, pada pokoknya, dapat dibedakan atas dua macam

asosiasi. Ada asosiasi yang diadakan dengan tujuan komersial, dan ada yang diadakan

tidak dengan tujuan komersial. Dan pada itu ada yang oleh undang-undang diakui

sebagai badan hukum dan ada yang tidak diakui sebagai badan hukum.4

Seperti diuraikan sebelumnya bahwa Perseroan berupa persekutuan modal

dimana modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Menurut UU No.40 Tahun

2007, modal dasar Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud

harus ditempatkan dan disetor penuh. Undang-undang mengatur kegiatan usaha tertentu

dapat menentukan jumlah minimum modal Perseroan lebih besar daripada ketentuan

modal dasar tersebut. Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha tertentu” antara lain

usaha perbankan, asuransi, atau freight forwarding.

Asosiasi yang bukan badan hukum berupa : perusahaan dagang, persekutuan

perdata, persekutuan firma, persekutuan komanditer. Dan asosiasi yang berupa badan

hukum berupa: Perseroan, Koperasi, BUMN, Yayasan.

5

Perubahan besarnya modal dasar

tersebut ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.6

Pada usaha perbankan misalnya, modal disetor untuk mendirikan Bank

ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah).

7

3

Rudhi Prasetya, Perseroan Terbatas, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2011),hal.6. 4Ibid.

5

Penjelasan Pasal 32 ayat (2) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 6

Pasal 32 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 7

Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia No. :2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum.

(4)

adalah Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).8 Sedangkan modal disetor untuk usaha Freight Forwarding adalah sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No.10 Tahun 1988, disebutkan bahwa

Freight Forwarding (Jasa Pengurusan Transportasi) adalah usaha yang ditujukan untuk

mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan

bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut,

udara yang dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi, pengepakan,

penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan

dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim, asuransi atas pengiriman barang

serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman

barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak

menerimanya.9

Dikarenakan modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham

maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Perseroan identik dengan adanya pemegang

saham. Tanggung jawab dari pemegang saham adalah terbatas. Ia hanya bertanggung

jawab terhadap kerugian yang diderita Perseroan sebatas saham yang dimilikinya saja

(tidak tanggung renteng hingga harta kekayaan pribadi dari pemegang saham). Hal

tersebut dapat dilihat di pasal 3 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 yaitu : “Pemegang

saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas

nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham

yang dimiliki.”10

8

Pasal 6 ayat (1) PP No.39 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas PP No.73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

9

http://nuswantarajayaabadi.blogspot.com/2012/12/syarat-pendirian-usaha-jasa-freight.html?m=1 , diakses tanggal 9 Juli 2013.

10

(5)

Saham disertakan oleh pemegang saham tidak dengan cuma-cuma tanpa

mengharapkan suatu balas jasa (imbalan). Perseroan mempunyai tujuan komersial yaitu

mencari keuntungan, maka pemegang saham juga menyertakan modal untuk mengejar

keuntungan yang ada. Modal yang ada digunakan untuk menjalankan perseroan sesuai

dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang telah dimuat di dalam anggaran

dasar Perseroan. Dividen akan diberikan kepada pemegang saham sebagai balasan dari

andil yang mereka punya di Perseroan. Tidak semua keuntungan yang diperoleh oleh

Perseroan akan dibagikan kepada pemegang saham. Tata cara penggunaan laba dan

pembagian dividen telah dimuat dianggaran dasar sewaktu pendirian Perseroan.

Di dalam UU No.40 Tahun 2007 dimuat juga ketentuan mengenai

penggunaan laba perseroan yang dapat ditemukan di dalam Pasal 70 hingga Pasal 73

UU tersebut.

Perseroan merupakan subjek hukum. Subjek hukum atau subject van een

recht, yaitu orang yang mempunyai hak, manusia atau badan hukum yang berhak,

berkehendak atau melakukan perbuatan hukum.11 Perseroan adalah bentuk subjek hukum yang imaginer (yang dapat melakukan perbuatan hukum tertentu). Perseroan

termasuk subjek hukum yang berupa badan hukum . Perseroan mempunyai status

persona standi in judico. Artinya sekalipun ia hanya berwujud suatu badan dan bukan

manusia alamiah, namun di mata hukum ia dipandang sama seperti manusia alamiah

yang dapat mempunyai hak dan kewajiban menurut hukum.12

11

Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, (Medan, CV.Cahaya Ilmu,2006) hal.113.

12

Rudhi Prasetya, Op.cit., hal 18.

Perseroan dapat memiliki

kekayaan, mengadakan perikatan dan lain sebagainya meskipun melalui perantaraan

(6)

Di dalam Perseroan yang bertindak sebagai pengurus perseroan yang bertugas

menjalankan Perseroan lebih dikenal dengan istilah organ perseroan. Organ yang

terdapat di Perseroan yaitu : Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan

Komisaris. Organ tersebut memiliki wewenang dan tanggung jawab sesuai peran

masing-masing.

Perseroan bukan baru ditemukan atau dibuat pada tahun 2007. UU No.40

Tahun 2007 ini merupakan revisi dari UU No. 1 Tahun 1995 (diumumkan dalam

Lembaran Negara Nomor 3587) tentang Perseroan Terbatas.13 Karena dipandang UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas tidak sesuai lagi dengan perkembangan

hukum dan kebutuhan masyarakat maka dibuatlah Undang-undang yang baru yaitu UU

No.40 Tahun 2007. Sejak UU No.40 Tahun 2007 ini diberlakukan yaitu sejak

diundangkan pada tanggal 21 September 2007 maka UU No.1 Tahun 1995 dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan penutup yang

terdapat pada pasal 160 UU No.40 Tahun 2007 yang berbunyi : “Pada saat

Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1995 Nomor 13, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tidak

berlaku”.14

Sebenarnya apa yang diatur didalam UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan

bukanlah merupakan UU yang menjadi mendasari hukum tentang Perseroan. UU No.1

Tahun 1995 tersebut sebenarnya merupakan pengaturan kembali apa yang sebelumnya

telah diatur dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Wetboek van Koophandel voor

Nerderlansche Indie yang disingkat WvK (yang setelah kita merdeka kita kenal dan kita

13Ibid.

, hal.1. 14

(7)

sebut dengan sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Dagang/KUHD), yang di sana sini

dilakukan penyesuaian dengan apa yang diperlukan setelah kita merdeka. Naamloze

Vennootschap (yang disingkat dengan NV) demikian sebutan yang dipergunakan oleh

WvK untuk institusi yang sekarang kita sebut sebagai “Perseroan Terbatas” yang

disingkat sebagai PT). 15

1. Bagaimana peran organ perseroan dalam penggunaan laba perseroan ?

Pada UU No.1 Tahun 1995 juga dapat dijumpai ketentuan yang mengatur

mengenai penggunaan laba perseroan. Ketentuan tersebut dituangkan dalam Pasal 61 –

Pasal 62 UU No 1 Tahun 1995. Namun dikarenakan UU tersebut dipandang sudah

tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga

perlu diganti dengan undang-undang yang baru maka penyempurnaan dilakukan dengan

mengeluarkan UU No. 40 Tahun 2007.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas penulis tertarik untuk membahas mengenai

analisa yuridis terhadap penggunaan laba perseroan menurut UU No 40 Tahun 2007.

B. Perumusan Permasalahan

Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang

akan saya bahas di dalam skripsi ini adalah , sebagai berikut :

2. Bagaimana mekanisme penggunaan laba perseroan dan peruntukan laba perseroan ?

3. Dimana letak perbedaan penggunaan laba menurut UU No.40 Tahun 2007 dengan

15

(8)

UU No. 1 Tahun 1995 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam pembahasan skripsi penulis yang

berjudul “Analisa Yuridis Terhadap Penggunaan Laba Perseroan Menurut UU No.40

Tahun 2007”, yaitu :

1. Untuk mengetahui peran organ perseroan dalam penggunaan laba perseroan.

2. Untuk mengetahui mekanisme penggunaan laba perseroan dan peruntukan laba

perseroan.

3. Untuk mengetahui perbedaan penggunaan laba menurut UU No.40 tahun 2007

dengan UU No.1 Tahun 1995.

Selanjutnya penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk :

1. Manfaat secara teoritis

Adapun manfaat akademis dari penelitian ini adalah memperkaya serta

menambah wawasan ilmiah dalam khasanah ilmu hukum khususnya mengenai

penggunaan laba perseroan menurut UU No.40 Tahun 2007. Dengan adanya penelitian

ini diharapkan dapat memberikan kajian baru dalam bidang hukum ekonomi sehingga

hukum ekonomi semakin berkembang dari masa ke masa.

2. Manfaat secara praktis

Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas, penulisan skripsi ini

diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

a. Hasil Penulisan ini dapat bermanfaat terhadap para organ perseroan untuk

mengetahui peran masing-masing berdasarkan UU No.40 Tahun 2007.

(9)

mengetahui mekanisme penggunaan laba perseroan.

D. Keaslian Penulisan

Pembahasan skripsi ini dengan judul : “Analisa Yuridis Terhadap

Penggunaan Laba Perseroan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007”,

merupakan karya ilmiah yang belum pernah diangkat menjadi judul skripsi di

lingkungan Strata 1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Analisa

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 sebagai pembahasan dalam skripsi memang telah sering

diangkat. Misalnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sendiri

telah beberapa kali diangkat UU No.40 Tahun 2007 sebagai permasalahan yang dibahas

dalam skripsi. Beberapa diantaranya yaitu : Tanggung Jawab Direksi dan Dewan

Komisaris dalam pembagian Dividen Interim berdasarkan Undang-Undang No.40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Asidoro S.Parsaulian, 020200074); Tinjauan

Yuridis Business Judgment Rule Pada Dewan Komisaris menurut UU No.40 Tahun

2007 tentang Perseroan terbatas (Tri Yuwandani H, 060200017); Tinjauan Yuridis

Terhadap Tindakan Ultra Vires oleh Direksi Perseroan Terbatas Berdasarkan UU No.40

Tahun 2007 (Rebecka Endang Aritonang); Due Inteligence dalam Akusisi Perseroan

Terbatas berdasarkan UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas (Christanti

Silaban, 07020089). Kesamaan skripsi-skripsi tersebut adalah mengangkat

permasalahan dari UU No.40 Tahun 2007 namun substansi yang dibahas tidaklah sama.

Di dalam skripsi ini memang akan dibahas juga mengenai dividen interim,

namun pembahasan tersebut hanya merupakan sub bab dari permasalahan utama

tepatnya akan dibahas dalam peruntukan laba yang diperoleh oleh Perseroan. Selain itu

(10)

membuat perbedaan adalah masing-masing membahas organ Perseroan namun dengan

permasalahan pokok yang sangat berbeda.

Oleh karena alasan tersebut diatas maka pembahasan yang dibahas di dalam

skripsi ini dikatakan murni hasil pemikiran penulis yang dikaitkan dengan teori-teori

hukum yang berlaku maupun doktrin-doktrin yang yang ada, dalam rangka melengkapi

tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara , dan apabila ternyata dikemudian hari terdapat judul yang

sama dan permasalahan yang sama maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya

terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Perseroan Terbatas (PT)

Sebuah badan usaha atau bentuk perusahaan yang paling banyak digunakan

dalam bisnis dewasa ini dan di masa yang akan datang adalah Perseroan Terbatas (PT).

Selain memiliki landasan hukum yang jelas seperti yang diatur dalam Undang-undang

Nomor 40 Tahun 2007 Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang

Perseroan Terbatas, bentuk PT ini juga dirasakan lebih menjaga keamanan para

pemegang saham / pemilik modal dalam berusaha.16 Keamanan tersebut didasarkan adanya tanggung jawab terbatas para pemegang saham yang terdapat dalam pasal 3 UU

No.40 Tahun 2007 yang berbunyi : “Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung

jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak

bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki”.17

16

http://fe.unsada.ac.id/?page_id=47, diakses tanggal 5 Juni 2013. 17

Pasal 3 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(11)

PT Istilah atau bentuk PT ini berasal dari Hukum Dagang Belanda (WvK)

yang dikenal dengan istilah Naamloze Vennootschap (NV), istilah ini lama digunakan

di Indonesia, dan kemudian diganti nama dengan Society Anonim (SA) yang secara

harfiah berarti “Perseroan Tanpa Nama”. Maksudnya adalah bahwa PT itu tidak

mengunakan nama salah seorang atau lebih diantara para pemegang sahamnya,

melainkan memperoleh namanya dari tujuan perusahaan saja (Pasal 36 KUHD).

Pengertian tentang Perseroan Terbatas secara tegas dapat ditemukan dalam

ketentuan umum di dalam UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang

terdapat dalam pasal 1 butir 1 yang menyebutkan bahwa : “Perseroan Terbatas yang

selanjutnya disebut sebagai perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan

perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi

dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini

serta peraturan pelaksanaannya.”18

Setelah UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku lagi maka diundangkan UU yang baru yaitu UU No.40 Tahun

2007. Di dalam UU No.40 Tahun 2007 juga secara tegas dapat ditemukan pengertian

dari Perseroan Terbatas yang terdapat dalam ketentuan umum pasal 1 butir 1 yang

menyebutkan bahwa : “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah

badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham

dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan

pelaksanaannya.”19

18

Pasal 1 butir 1 UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. 19

(12)

Dari pengertian Perseroan Terbatas yang terdapat di atas, dapat dilihat 3

unsur utama dari Perseroan itu, yaitu :

1. Badan hukum : Perseroan merupakan suatu badan hukum. R.Subekti mengatakan

badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat

memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta

memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.20

2. Persekutuan modal : Menurut R.Subekti yang dinamakan Persekutuan adalah satu

perjanjian antara dua orang atau lebih untuk berusaha bersama-sama mencari

keuntungan yang akan dicapai dengan jalan masing-masing memasukan suatu

dalam suatu kekayaan bersama.

21

Maka persekutuan modal adalah persatuan

orang-orang yang sama kepentingannya (terhadap suatu perusahaan tertentu) dengan jalan

memasukan modal. Modal adalah nilai kekayaan yang dipergunakan oleh

perusahaan untuk kegiatan usahanya.22

3. Didirikan berdasarkan perjanjian : Menurut Prof. Subekti, perjanjian adalah suatu

peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau antara 2 (dua)

orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.23

20

Mulhadi, Hukum Perusahaan, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2010), hal.73. 21

Chidir Ali, Badan Hukum, (Bandung: Alumni, 1991), hal. 136. 22

Moenaf H.Regar, Pembahasan Kritis Aspek Manajemen dan Akuntansi Undang-Undang Perseroan Terbatas 1995, (Jakarta: Pustaka Quantum, 2001), hal. 47.

23

I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan (Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Perseroan Terbatas), (Jakarta: Kesaint Blanc, 2000), hal. 10.

Suatu Perseroan berdiri

atau ada semata-mata karena perjanjian oleh dua orang atau lebih dengan akta resmi

atau akta notaris. Dengan demikian ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No.40

Tahun 2007, yang menyatakan bahwa “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau

lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.” Ketentuan pasal 7

(13)

syarat mutlak untuk adanya suatu Perseroan. Tanpa adanya akta otentik ini akan

meniadakan eksistensi Perseroan, sebab akta pendirian inilah nantinya yang harus

disahkan oleh Menteri Kehakiman. 24

4. Melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam

saham : Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Namun

tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal

mengatur modal Perseroan yang terdiri atas saham tanpa nilai nominal. Pendirian

Perseroan tidak dapat dilakukan tanpa pemenuhan syarat modal minimum.

Pemenuhan syarat modal minimum bertujuan agar pada waktu Perseroan didirikan

setidak-tidaknya sudah mempunyai modal, yaitu sebesar modal dasar

(maatschappelijk; statutaire kapitaal; authorized capital), modal ditempatkan

(geplaats kapitaal; issued capital) dan modal disetor (gestort kapitaal; paid

capital) yang akan menjadi jaminan bagi pihak ketiga terhadap Perseroan.25 Modal dasar adalah seluruh nilai saham yang dapat dikeluarkan. Modal ditempatkan dan

disetor adalah jumlah nilai nominal yang telah dibayar oleh pemegang saham. 26

2. Subjek Hukum

Di dalam hukum perkataan “orang” atau “persoon” berarti pembawa hak, yaitu

segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban dan disebut sebagai subjek hukum

yang terdiri dari :

1. Manusia (naturlijke person).

2. Badan hukum (rechtpersoon). 27

24

Agus Budiarto, Op.cit., hal. 33. 25

Mulhadi, Op.cit., hal. 96. 26

Moenaf H.Regar, Op.cit., hal. 56. 27

(14)

Berlakunya seorang manusia sebagai pembawa hak (subjek hukum) ialah

mulai saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia.28 Disamping manusia sebagai pembawa hak, di dalam hukum juga badan-badan atau

perkumpulan-perkumpulan dipandang sebagai subjek hukum yang dapat memiliki hak-hak dan

melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia. Badan-badan dan

perkumpulan-perkumpulan itu dapat memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu

lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat dan menggugat di muka

Hakim, singkatnya diperlakukan sepenuhnya sebagai seorang manusia.29

Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan tersebut dinamakan badan

hukum (Rechtperson), yang berarti orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum. Yang

dimaksud dengan badan hukum itu adalah misalnya: Negara, Propinsi, Kabupaten,

Perseroan Terbatas, Koperasi, Yayasan (Stichting), Wakaf, Gereja, dan lain-lain.30

Menurut Meijers, badan hukum meliputi sesuatu yang menjadi pendukung

hak dan kewajiban. Ia menambahkan bahwa badan hukum itu merupakan suatu realitas

konkret, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal, atau merupaka suatu juridische

realiteit kenyataan yuridis. Logemann, menyebut badan hukum sebagai suatu

personifikasi atau perwujudan (bestendigheid) hak dan kewajiban. Sementara itu,

E.Utrecht, menyatakan badan hukum adalah badan yang menurut hukum berkuasa

(berwenang) menjadi pendukung hak. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa badan hukum

itu adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa, atau lebih tepat yang bukan

manusia. Sedangkan R.Subekti mengatakan badan hukum pada pokoknya adalah suatu

badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti

seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di

28Ibid . 29Ibid

(15)

depan hakim. Pendapat hampir senada juga dikemukakan oleh R.Rochmat Soemitro,

yang mengatakan bahwa badan hukum (rechtpersoon) merupakan suatu badan yang

dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi. Sri Soedewi

Machsun Sofwan menjelaskan bahwa manusia adalah badan pribadi (manusia tunggal).

Selain dari manusia tunggal, dapat juga oleh hukum diberikan kedudukan sebagai badan

pribadi kepada wujud yang disebut badan hukum, yaitu kumpulan dari orang-orang

yang secara bersama-sama mendirikan suatu badan (baik perhimpungan orang maupun

perkumpulan harta kekayaan) untuk tujuan tertentu, seperti yayasan. Disamping itu,

Wirjono Prodjodikoro juga mengemukakan pengertian suatu badan hukum yaitu badan,

disamping manusia perseorangan yang dianggap dapat bertindak dalam hukum dan

yang mempunyai hak-hak, juga kewajiban-kewajiban dan hubungan hukum terhadap

orang lain atau badan lain.31

a. Perkumpulan orang atau perkumpulan modal (organisasi).

Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan secara garis besar

pengertian badan hukum sebagai subjek hukum, yang mencangkup unsur-unsur atau

kriteria (materil) sebagai berikut:

b. Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan

hukum (rechtsbetrekking).

c. Mempunyai harta kekayaan sendiri

d. Mempunyai pengurus

e. Mempunyai hak dan kewajiban

f. Dapat digugat dan menggugat di depan pengadilan.32

3. Organ Perseroan

31

Mulhadi, Op.cit., hal.73-74. 32Ibid

(16)

Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan

Komisaris.33

a. Rapat Umum Pemegang Saham

Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ

Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan

Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran

dasar.34 b. Direksi

Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas

pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan

Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai

dengan ketentuan anggaran dasar.35 c. Dewan Komisaris

Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara

umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta member nasihat kepada

Direksi.36

4. Laba

Laba atau keuntungan dapat didefinisikan dengan dua cara. Yang pertama

laba dalam ilmu ekonomi murni didefinisikan sebagai peningkatan kekayaan seorang

investor sebagai hasil penanam modalnya, setelah dikurangi biaya-biaya yang

berhubungan dengan penanaman modal tersebut (termasuk di dalamnya, biaya

kesempatan). Sementara itu, laba dalam akuntansi didefinisikan sebagai selisih antara

33

Pasal 1 butir 2 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 34

Pasal 1 butir 4 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 35

Pasal 1 butir 5 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 36

(17)

harga penjualan dengan biaya produksi. Perbedaan di antara keduanya adalah dalam hal

pendefinisian biaya.37

Ada juga yang berpendapat bahwa : “Laba adalah selisih lebih antara

pendapatan dengan beban.”38

a. Current Operating Concept of Income;

Menurut ilmu akuntansi, terdapat dua konsep cakupan laba, yaitu :

b. All Inclusive Concept.39

Menurut konsep Current Operating Concept of Income, income hanya

meliputi item-item yang sifatnya regular dan dari elemen-elemen pendapatan dan beban

yang sifatnya berulang (recurring) dan berasal dari operasi saat ini (current operating).

Item-item yang sifatnya irregular tidak dimasukan sebagai komponen laba, sehingga

tidak mencerminkan earning power di masa yang akan datang dari satu kesatuan

usaha.40

Menurut konsep All Inclusive Concept, cakupan laba meliputi semua

perubahan dan kenaikan net asset selama periode tertentu, kecuali yang diakibatkan dari

investasi oleh pemilik dan distribusi kepada pemilik (transaksi modal). Dalam konsep

ini, item-item yang sifatnya dan berasal dari aktivitas baik reguler dan nonreguler,

recurring maupun nonrecurring, termasuk dalam cangkupan laba.41

a. item-item yang berasal dari operasi yang dihentikan (discontinue operation),

Terdapat lima kategori irregular items dalam konsep all inclusive tersebut,

yaitu sebagai berikut:

37

http://id.wikipedia.org/wiki/Laba, Laba, diakses tanggal 24 April 2013. 38

Suradi, Akuntansi Pengantar 1, (Yogyakarta: Gaya Media, 2009), hal.38. 39

Winwin Yadiati, Teori Akuntansi (Suatu Pengantar), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hal.99.

40Ibid. 41Ibid.

(18)

b. extraordinary item,

c. unusual gains dan losses,

d. perubahan dalam prinsip akuntansi, dan

e. perubahan dalam estimasi.42

5. Saham

Pada masa penjajahan Belanda dahulu, agar para pemodal mau menanamkan

modalnya ke dalam VOC, maka kepada setiap pemodal yang memasukan uangnya,

diberikan suatu tanda yang dinamakan “penning”. Pemegang penning boleh

memindahtangankan penning tersebut kepada orang lain yang mau

mengambilalihkannya, jika kemudian ternyata pemegang penning tidak berkeinginan

lebih lanjut menanamkan uangnya. Penning inilah yang merupakan cikal bakal dari

saham. 43

a. Bagian; andil; sero (tentang permodalan)

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, saham berarti:

b. Surat bukti pemilikan bagian modal perseroan terbatas yang memberi hak atas

deviden dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor;

c. Hak yang dimiliki orang (pemegang saham) terhadap perusahaan berkat

penyerahan bagian modal sehingga dianggap berbagi dalam pemilikan dan

pengawasan.44

Saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Persyaratan kepemilikan

saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang

ditetapkan oleh instansi yang berwenang, sesuai dengan ketentuan peraturan

42Ibid.

43

Rudhi Prasetya, Op.cit., hal.17. 44

(19)

undangan. Jika persyaratan kepemilikan saham telah ditetapkan, tetapi tidak dipenuhi,

pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak

selaku pemegang saham dan harus dicapai. Nilai saham harus tercantum dalam mata

uang rupiah. Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan oleh perseroan.

Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai

nominal dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.45

Pemegang saham diberikan bukti kepemilikan saham, yang saham tersebut

memberikan hak kepada pemiliknya untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam

RUPS, menerima pembayaran dividen, dan sisa kekayaan hasil likuidasi. Ketentuan ini

berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang saham atas nama pemiliknya.

Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi. Jika satu

saham dimiliki oleh lebih dari satu orang, hak yang timbul dari saham tersebut

digunakan dengan cara menunjuk satu orang sebagai wakil bersama.46

Anggaran dasar menetapkan satu klasifikasi saham atau lebih, yang setiap

saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang juga

sama. Jika terdapat lebih dari satu klasifikasi saham, anggaran dasar menetapkan salah

satu diantaranya sebagai saham biasa. Yang dimaksud dengan“saham biasa“ adalah

saham yang mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai

segala hal yang berkaitan dengan pengurusan Perseroan, mempunyai hak untuk

menerima dividen yang dibagikan, dan menerima sisa kekayaan hasil likuidasi. Hak

suara yang dimiliki oleh pemegang saham biasa dapat dimiliki juga oleh pemegang

saham klasifikasi lain.47

45

Frans Satrio, Op.cit.,hal.59. 46Ibid.

, hal.60 47

(20)

Yang dimaksud dengan “klasifikasi saham” adalah pengelompokan saham

berdasarkan karakteristik yang sama.48

a. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;

Klasifikasi saham sebagaimana dimaksud ,

antara lain:

b. saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota

Dewan Komisaris;

c. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan

klasifikasi saham lain;

d. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih

dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara

kumulatif atau nonkumulatif;

e. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu

dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan

dalam likuidasi.49

Bermacam-macam klasifikasi saham tidak selalu menunjukkan bahwa klasifikasi

tersebut masing- masing berdiri sendiri, terpisah satu sama lain, tetapi dapat merupakan

gabungan dari 2 (dua) klasifikasi atau lebih.50

6. Dividen

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dividen berarti:

a. Bagian laba atau pendapatan perusahaan yang besarnya ditetapkan oleh direksi

serta disahkan oleh rapat umum pemegang saham untuk dibagikan kepada para

pemegang saham;

b. Sejumlah uang yang berasal dari hasil keuntungan yang dibayarkan kepada

48

Penjelasan Pasal 53 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 49

Pasal 53 ayat (4) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 50

(21)

pemegang saham sebuah perseroan.51

F. Metode Penelitian

1. Sifat / Bentuk Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah

pertama yang dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum

sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum

perdata khususnya terhadap pengaturan penggunaan laba perseroan. Selain itu juga

dipergunakan bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini.

Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam

meletakan persoalan ini dalam perspektif hukum ekonomi khususnya yang terkait

dengan analisa yuridis terhadap penggunaan laba perseroan menurut UU No.40 Tahun

2007.

2. Bahan Hukum

Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.52

b. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum Dalam penelitian

ini antara lain : Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang;

51

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal.271.

52

(22)

primer,53

c. Bahan Hukum Tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder,

seperti : hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, majalah dan jurnal

ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan

penelitian ini;

54

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulis

menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (Library

Research), yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku,

majalah-majalah , surat kabar, peraturan perundang-undangan, makalah ilmiah, internet dan

bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam penulisan

skripsi ini yang digunakan sebagai dasar ilmiah dalam pembahasan materi..

4. Analisis Data

Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah dan

dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan pemilihan pasal-pasal yang

berisis kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang penggunaan laba perseroan

menurut UU No.40 Tahun 2007, kemudian membuat sistematika dari pasal-pasal

tersebut sehingga akan menghasilkan klarifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan

yang dibahas dalam penelitian ini.

seperti kamus umum, kamus hukum

serta bahan-bahan primer, sekunder dan tertier di luar bidang hukum yang relevan

dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian

ini. Selanjutnya Situs Web juga menjadi bahan bagi penulisan skripsi ini sepanjang

memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini.

53Ibid

(23)

Pada bagian akhir, data yang berupa peraturan perundang-undangan ini

diteliti dan dianalisis secara induktif kualitatif yang diselaraskan dengan hasil dari data

pendukung sehingga sampai pada suatu kesimpulan yang akan menjawab seluruh pokok

permasalahan dalam penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penulisan skripsi ini mempunyai kaitan dan hubungan satu

sama lainnya. Pada dasarnya isi dari penulisan ini merupakan suatu kesatuan. Gambaran

isi skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dan beberapa sub bab sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini menguraikan mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan latar belakang, Perumusan Masalah, Keaslian Penulisan, Tujuan dan

Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan dan diakhiri dengan Metode

Penelitian dan Sistematika Penulisan .

BAB II PERAN ORGAN PERSEROAN DALAM PENGGUNAAN LABA PERSEROAN

Pada bab ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan pengertian dan dasar

hukum penggunaan laba perseroan , organ perseroan yang berperan dalam

penggunaan laba perseroan seperti peran direksi dalam penggunaan laba

perseroan, peran komisaris dalam penggunaan laba perseroan dan peran rapat

(24)

BAB III MEKANISME PENGGUNAAN LABA PERSEROAN DAN PERUNTUKAN LABA PERSEROAN

Pada bab ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme penggunaan

laba perseroan seperti laporan keuangan perseroan dan mengenai

penyelenggaraan RUPS perihal penggunaan laba perseroan. Juga akan

dibahas mengenai peruntukan dari laba yang diperoleh oleh Perseroan.

BAB IV PERBEDAAN ANTARA PENGGUNAAN LABA MENURUT UU NO. 40 TAHUN 2007 DENGAN UU NO. 1 TAHUN 1995

Pada bab ini dibahas mengenai perbedaan ketentuan penggunaan laba

menurut UU No. 40 Tahun 2007 dengan UU No.1 Tahun 1995 seperti

ketentuan saldo laba yang positif dan mengenai dividen interim yang baru

ditemukan pengaturannya pada UU No.40 Tahun 2007.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini dibahas mengenai kesimpulan dan saran sebagai hasil dari

Referensi

Dokumen terkait

Pelayanan air bersih sistem non perpipaan yang dimanfaatkan oleh penduduk di Kabupaten Luwu untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya cukup tinggi dibanding dengan

is 10 percent or more of the greater, in absolute amount, of (a) the combined reported profit of all operating segments that reported a profit or (b) the combined reported loss

 those skills that allow a written message to be decoded into speech in order to ascertain its meaning.  those skills that allow a spoken message to be encoded in writing,

KOMPETENSI PROFESIONAL & PEDAGOGIS GURU BAHASA INGGRIS DALAM BERBAGAI TUNTUTAN PROFESI.. Tim Pengabdian pada Masyarakat PPs Pendidikan Bahasa

Hasil belajar siswa menggunakan nilai post test dengan teknik analisis data statistik uji-t satu sampel ( one sample t-test ). Hasil penelitian ini menunjukan penuntun

Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah (1) bagaimana kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI dalam praktikum materi ibadah praktis, (2)

Hasil penelitian Riyanti (2014) pada penelitian yang sama menunjukkan bahwa dosis ekstrak daun binahong tidak berpengaruh nyata terhadap kadar hemoglobin, leukosit, dan

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui Locus of Control ( LOC ) dari mahasiswa Universitas Muria Kudus (UMK) dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Al-Anwar,