1.1 Definisi stres
Sunaryo (2004), menyatakan bahwa stres adalah reaksi tubuh terhadap
situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi. Rasmun
(2004), menyatakan stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap
kebutuhan tubuh yang terganggu. Menurut Selye (1976 dalam potter & perry
2005), stres adalah segala situasi dimana tuntunan non spesifik mengharuskan
seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan. Respon atau tindakan
yang terganggu pada individu termasuk situasi dalam fisiologis dan psikologis.
Situasi stres ini yang membuat tubuh memproduksi hormon adrenalin yang
berfungsi untuk mempertahankan diri. Stres dikaitkan bukan karena penyakit
fisik, tetapi masalah kejiwaan seseorang. Daya tahan tubuh menjadi lemah dan
rendah pada saat stres menyerang. Menurut Taylor (2009), stres merupakan
pengalaman emosional negatif yang disertai perubahan biokimia, fisiologi dan
perilaku yang dapat diarahkan terhadap usaha untuk mengubah kejadian stres
tersebut.
1.2 Sumber stres
Stres yang dialami manusia dapat berasal dari berbagai sumber dari dalam
diri seseorang, keluarga dan lingkungan. Sumber-sumber stres tersebut, seperti
sumber stres di dalam diri sendiri pada umumnya dikarenakan konflik yang terjadi
dengan dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat menimbulkan suatu stres.
Sumber stres di dalam keluarga ditandai dengan adanya perselisihan masalah
keluarga, keuangan serta adanya tujuan berbeda diantara keluarga. Permasalahan
ini akan selalu menimbulkan suatu keadaan yang dinamakan stres. Sumber stres di
dalam lingkungan yang umumnya, seperti lingkungan pekerjaan. Secara umum
disebut stres pekerja karena lingkungan fisik, akibat kurangnya hubungan
interpersonal serta kurang adanya pengakuan masyarakat sehingga tidak dapat
berkembang (Hidayat, 2007).
1.3 Gejala dan tanda stres
Respon stres secara fisiologis berupa perilaku yang termasuk pengurangan
produktivitas mencakup simptom (Robbins, 2001). Jenis simptom stres:
1. Stres perilaku
Cepat marah, kecemasan, ketidaksabaran, terlalu agresif, menghindari
situasi yang sulit dan bekerja secara berlebihan.
2. Stres kognitif
Ketidakmampuan membuat keputusan, sulit menyelesaikan tugas,
pemikiran negatif yang konstan, kebingungan, sulit berkonsentrasi.
3. Stres somatik
Tekanan darah tinggi, migrain, serangan jantung, stroke, asma, senang
1.4 Penggolongan stres
Menurut Sri kusmiati dan Desminiarti (1990 dalam Sunaryo, 2004) dapat
digolongkan stres fisik disebabkan oleh suhu yang terlalu tinggi atau rendah, sinar
yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik. Stres kimiawi disebabkan oleh
asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormon. Stres mikrobiologik,
disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan penyakit. Stres
fisiologik disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau
sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal. Stres proses
pertumbuhan dan perkembangan disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada masa bayi hingga tua. Stres psikis/ emosional disebabkan
oleh gangguan hubungan interpersonal sosial, budaya atau keagamaan.
1.5 Tingkat stres
Menurut Rasmun (2004), ada tiga tingkatan stres. Stres ringan adalah stres
yang tidak merusak aspek fisiologis dari seseorang. Stres ringan umumnya
dirasakan oleh setiap orang misalnya semangat bekerja besar, yakin atau percaya,
gangguan tidur. Stres ringan biasanya hanya dalam beberapa menit atau beberapa
jam. Situasi ini tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus
menerus.
Stres sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam hingga beberapa hari.
Stres sedang dapat memicu terjadinya penyakit. Stresor yang dapat menimbulkan
stres sedang adalah tidak mampu atau tidak tanggap, gangguan daya ingat, cemas
Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai
beberapa tahun. Stres berat juga dapat memicu terjadinya penyakit. Stresor yang
menimbulkan stres berat adalah kelelahan fisik yang mendalam, tidak memiliki
tenaga, mudah bingung dan panik.
Alat ukur tingkat stres adalah kuesioner dengan sistem skoring yang akan
diisi oleh responden dalam suatu penelitian. Kuesioner yang dipakai untuk
mengetahui tingkat stres pada mahasiswa antara lain:
1. Perceived stress scale (PSS-10)
Perceived stress scale (PSS-10) merupakan self report questionnaire yang
terdiri dari 10 pertanyaan dan dapat mengevaluasi beberapa bulan yang lalu dalam
kehidupan subjek penelitian. Pertanyaan dalam perceived stress scale ini akan
menanyakan perasaan dan pikiran responden dalam satu bulan terakhir.
Responden akan diminta untuk mengindikasiakn seberapa sering perasaan dan
pikiran mengganggu terhadap diri sendiri dengan membulatkan jawaban atas
pertanyaan. Tidak pernah diberi skor 0, hampir tidak pernah diberi skor 1,
kadang-kadang diberi skor 2, cukup sering diberi skor 3, sangat sering diberi skor
4. Semua penilaian disesuaikan dengan total skor tingkatan stres ringan, stres
sedang, stres berat. Pertanyaan terdiri dari merasa sedih dan terganggu karena hal
yang terjadi tanpa diduga, tidak dapat mengontrol hal-hal penting, gelisah dan
tertekan, yakin pada kemampuan diri, merasa yang terjadi sesuai kehendak, tidak
dapat menyelesaikan yang harus dikerjakan, dapat mengontrol rasa mudah
tersinggung, merasa pecundang dan murung, marah diluar kendali, kesulitan
1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres
Menurut Rasmun (2004), Setiap individu akan mendapat efek stres yang
berbeda-beda. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. Kemampuan individu mempersiapkan stresor
Jika stresor di persepsikan akan berakibat buruk bagi individu tersebut,
maka tingkat stres yang dirasakan akan semakin berat. Sebaliknya, jika
stresor dipersepsikan tidak mengancam dan individu tersebut mampu
mengatasinya, maka tingkat stres yang dirasakan akan lebih ringan.
2. Intensitas terhadap stimulus
Jika intensitas serangan stres terhadap individu tinggi, maka kemungkinan
kekuatan fisik dan mental individu tersebut mungkin tidak akan mampu
mengadaptasinya.
3. Jumlah stresor yang harus dihadapi dalam waktu yang sama
Jika pada waktu yang bersamaan bertumpuk sejumlah stresor yang harus
dihadapi, stresor yang kecil dapat menjadi pemicu yang mengakibatkan
reaksi berlebihan.
4. Lamanya pemaparan stresor
Memanjangnya lama pemaparan stresor dapat menyebabkan menurunnya
kemampuan individu dalam mengatasi stres.
5. Pengalaman masa lalu
Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam
6. Tingkat perkembangan
Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stresor
yang berbeda sehingga risiko terjadinya stres pada tingkat perkembangan
akan berbeda.
1.7 Efek-efek stres
Perubahan dalam tubuh meliputi perubahan fungsi tubuh, perasaan, dan
tingkah laku disebabkan oleh stres yang menimbulkan efek –efek dapat berupa
positif dan negatif. Efek positif dari stres terdapat pada status mental meliputi
kreativitas meningkat, kemampuan berfikir meningkat, memiliki orientasi
kesuksesan yang lebih tinggi, motivasi meningkat. Pada emosional terdapat sesuai
dengan kemampuan mengontrol diri meningkat, responsif terhadap lingkungan
sekitar, relasi interpersonal meningkat, serta moral meningkat. Efek positif
terhadap fisik seperti tingkat energi meningkat, stamina meningkat, fleksibilitas
otot dan sendi meningkat, terbebas dari penyakit yang berhubungan dengan stres.
Efek negatif dari stres pada fisik seperti sakit kepala, sakit pinggang, sakit
dada, palpitasi jantung, tekanan darah meningkat,imunitas menurun, sakit
abdomen, gangguan tidur. Pada pikiran adalah merasa cemas, iritabilitas
meningkat, tidak dapat beristirahat, depresi, sedih, marah, sulit untuk fokus, daya
ingat menurun. Efek negatif stres mengenai sikap diantaranya, makan berlebihan,
tidak mau makan, mudah marah, mengkonsumsi alkohol, frekuensi merokok
meningkat, kurang bersosialisasi, sulit melafalkan kata-kata, masalah dengan
1.8 Penanggulangan stres
Kepribadian seseorang dapat berpengaruh terhadap cara bagaimana
individu menanggulangi kejadian stres. Kejadian stres berlangsung dari waktu ke
waktu pada setiap individu dengan lingkungan yang saling mempengaruhi.
Penanggulangan stres merupakan pikiran dan perilaku yang dibutuhkan untuk
mengelola permintaan secara internal dan eksternal. Penanggulangan stres ada
terdapat empat metode meliputi: kognitif adalah menganggap stresor itu sebagai
tantangan dan mengelakkan dirinya dari perfectionisme. Emosional adalah
mencari dukungan sosial dan mendapat nasehat dari yang lain. Perilaku adalah
melaksanakan rencana manajemen waktu dan berusaha untuk mengubah pola
hidup untuk eliminasi stresor. Fisik adalah pelatihan relaksasi yang progresif,
berolahraga dan meditasi (Berstein, 2006).
2. Olahraga
2.1 Definisi olahraga
Serangkaian gerak tubuh yang teratur dan terencana yang dilakukan orang
dengan sadar untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya (Gorowijoyo,
2005). Olahraga merupakan cara efektif dalam mengurangi stres. Olahraga
merupakan cara yang alami untuk mengekspresikan tanda respon melawan atau
menghindar. Olahraga teratur salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan dan
kekebalan fisik maupun mental. Olahraga adalah menggerakkan tubuh dalam
2.2 Kebiasaan berolahraga
Durasi olahraga yang baik dilakukan yaitu 35 sampai 45 menit, dan
frekuensinya 3 sampai 4 kali perminggu (Wenger & Bell, 1986 dikutip dari
Sharkey, 2003). Seseorang dikatakan mempunyai kebiasaan berolahraga
seharusnya melakukan minimal dua kali seminggu dengan durasi 20 menit setiap
waktunya. Pemulihan diri cukup memberi kesempatan pada otot dan persendian.
Kebiasaan yang dilakukan pada kegiatan olahraga atau perbuatan yang dilakukan
setiap saat dalam bergerak (Kusmana, 2006).
Kebiasaan berolahraga atau aktivitas fisik yang teratur dilakukan
berdasarkan jenis kelamin berbeda. Perbedaan yang dikaitkan karena kekuatan
maksimal otot dalam tubuh. Perempuan yang cenderung memiliki jaringan lemak
lebih banyak dibanding laki-laki serta hormon dan kadar hemoglobin yang rendah
(Ruhayati, 2011).
2.3 Jenis-Jenis Olahraga
Menurut Yulianti (2004), jenis olahraga pada dasarnya terbagi menjadi
dua kategori seperti olahraga anaerobik melibatkan penggunaan energi yang
banyak secara khusus memerlukan kekuatan otot dan tenaga, contohnya olahraga
beregu atau futsal, senam, bulu tangkis dan lain-lain. Olahraga aerobik atau
aktivitas yang melibatkan intensitas ini biasanya diukur melalui frekuensi denyut
jantung. Contoh olahraga aerobik yang baik adalah lari, bersepeda, berjalan dan
2.4 Hubungan olahraga dengan stres
Otak akan memberi respon kimia pada suatu aktivitas fisik seseorang.
Reseptor neuron yang diikat oleh polipeptida dapat menghilangkan efek dari stres.
Jika stres tersebut bersifat kronis, bahan kimia termasuk neurotransmitter dan
hormon akan menetap di aliran darah. Stres yang berkepanjangan dapat
menyebabkan nyeri kepala, penurunan fungsi sistem imun, lelah, kelainan
jantung, dan gangguan emosional (Carruthers, 2006). Efek terjadi disebabkan oleh
perubahan struktur dan fisiologis menghubungkan partisipasi olahraga yang
berulang. Olahraga membantu dalam memulihkan ekspresi genetik yang alamiah
ketika menghadapi suatu kejadian stres dan sembuh dari kejadian tersebut (Booth,
2002). Olahraga yang teratur meningkatkan kepekaan insulin. Kepekaan insulin
meningkat karena peningkatan volume otot, aliran darah kepada otot-otot yang
aktif (Stewart, 2005).
Olahraga dapat menurunkan gangguan mood yang berkaitan dengan stres.
Efek ini berhubungan dengan peningkatan neurontransmitter terutamanya
serotonin dan dopamin serta sekresi endorfin (Greenwood, 2008). Salah satu cara
yang bermanfaat untuk melawan efek stres yang dapat merugikan kesehatan
adalah olahraga. Maka, olahraga yang teratur dapat mempengaruhi tingkat stres
dengan adanya perubahan kimia dalam otak setelah berolahraga. Perubahan
tersebut mencakup transportasi dan metabolisme neurontransmitter yang