• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Persepsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Perilaku K3 pada Pekerja Bagian Produksi PT. Supratama Juru Enginering Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Persepsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Perilaku K3 pada Pekerja Bagian Produksi PT. Supratama Juru Enginering Medan Tahun 2015"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya perlindungan kerja agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan ditempat kerja, serta sumber dan proses produksi dapat digunakan secara aman dan efisien. Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat menentukan bagi perusahaan, tenaga kerja juga merupakan faktor produksi yang memiliki peran penting dalam kegiatan perusahaan.

Dalam melaksanakan pekerjaannya tenaga kerja ini akan menghadapi ancaman bagi keselamatan dan kesehatannya yang akan datang dari pelaksanaan tugas mereka tersebut. Karena itu dalam rangka menjalankan usaha yang aman (safe business), maka program perlindungan bagi karyawan melalui penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) harus dilakukan secara konsisten. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan kewajiban pengusaha melindungi tenaga kerja dari potensi bahaya yang dihadapinya (Shiddiq, dkk, 2013).

Kesehatan berpengaruh penting bagi terwujudnya keselamatan. Sebaliknya gangguan kesehatan atau penyakit dapat menjadi sebab kecelakaan. Sekalipun ringan, gangguan kesehatan menurunkan konsentrasi dan mengurangi kewaspadaan, sehingga kecelakaan terjadi (Suma’mur, 2009).

(2)

dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu, serta dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak terulang kembali. Ada dua golongan penyebab kecelakaan kerja. Golongan pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain faktor manusia. Golongan kedua adalah faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan. Sesungguhnya pekerja tidak perlu mengalami kecelakaan, seandainya ia mengikuti pedoman kerja yang selalu diingatkan oleh supervisor kepada segenap pekerja.

Kecenderungan untuk celaka adalah kenyataan bahwa pekerja tertentu cenderung untuk mengalami kecelakaan (accident prone). Kecelakaan bertubi-tubi terjadi pada yang bersangkutan, frekuensi kecelakaan pada pekerja tersebut jauh melebihi pekerja pada umumnya. Di sini jelas betapa pentingnya faktor manusia selaku individu pada terjadinya peristiwa kecelakaan, termasuk kecelakaan di tempat kerja. Memang ada orang yang mempunyai sifat sembrono, berperilaku asal-asalan, berbuat semaunya, terlalu lamban mengambil sikap, suka melamun, gemar bermain-main terhadap risiko bahaya, dan sifat lainnya, sehingga orang itu berulang-ulang kali ditimpa kecelakaan. Penelitian menunjukkan, bahwa 85% penyebab kecelakaan bersumber kepada faktor manusia (Suma’mur, 2009).

(3)

Sebagai perusahaan khususnya pada bagian produksi yang banyak berhubungan dengan alat-alat yang berbahaya, misalnya mesin potong, alat pengelasan serta alat kerja lainnya, alat–alat tersebut berpotensi dalam mengakibatkan kecelakaan di tempat kerja. Apabila pekerja memiliki persepsi buruk terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta apabila pekerja tidak berhati-hati dalam melakukan pekerjaannya.

Human Eror dalam pekerjaan yang mempunyai risiko tinggi merupakan kejadian yang dilandasi oleh perilaku K3 individu yang buruk. Meskipun perilaku K3 adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni determinan internal seperti tingkat kecerdasan dari pendidikan yang didapat, jenis kelamin, pengetahuan, aktivitas fisik, dan persepsi. Determinan berikutnya adalah determinan eksternal seperti lingkungan sosial, budaya, ekonomi, dan tempat kerja (Notoatmodjo dalam Dahlawy, 2008).

(4)

tidak sehat dalam bekerja dapat dicegah dengan mulai memperbaiki manajemen K3 (Dahlawy, 2008).

Setiap tempat kerja, lingkungan kerja dan jenis pekerjaan, memiliki karakteristik dan persyaratan K3 berbeda. Karena itu K3 tidak bisa timbul sendirinya pada diri pekerja atau pihak lainnya. K3 harus ditanamkan dan dibangun melalui pembinaan dan pelatihan. Menjalankan mesin atau alat kerja dengan aman memerlukan pelatihan yang sesuai. Karena itu, untuk membuat pekerja yang berbudaya K3 mutlak melalui pembinaan dan pelatihan (Ramli, 2010).

Menurut Soekdijo, persepsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku. Jika persepsi seseorang terhadap risiko sudah buruk, maka perilaku yang timbul juga cenderung mengabaikan pajanan risiko (syaaf, 2008).

Persepsi terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah pandangan karyawan terhadap apa yang di berikan perusahaan yang bertujuan supaya karyawan terjaga dan terjamin keselamatan dan kesehatan kerjanya.

(5)

cacat total, dan 2.144 meninggal dunia, jumlah kecelakaan menurun pada tahun 2010, sampai akhir tahun 2010 tercatat 65.000 kasus kecelakaan kerja.

Penelitian Gyekye (2005) di Finlandia, berdasarkan pembahasan dari penelitian tersebut, bahwa persepsi keselamatan dan kesehatan kerja mempengaruhi perilaku pekerja dan dapat menimbulkan kepuasan ataupun ketidak puasan dalam bekerja. Apabila persepsi keselamatan dan kesehatan kerja pekerja baik, maka akan menimbulkan perilaku yang aman, dan pekerja merasa puas dalam melaksanakan pekerjaannya, namun sebaliknya apabila pekerja memiliki persepsi keselamatan dan kesehatan kerja yang buruk, maka menimbulkan perilaku tidak aman pada pekerja, sehingga dapat terjadi kecelakaan, dan pekerja dalam bekerja merasa tidak puas dengan apa yang mereka kerjakan.

Penelitian Shiddiq (2013), yang dilakukan di Makassar pada 60 orang. bahwa dari 38 responden dengan persepsi baik, sebanyak 33 orang (86,8%) yang memiliki perilaku aman mengenai perilaku tidak aman dan 5 orang (13,2%) yang memiliki perilaku tidak aman. Sedangkan dari 22 responden yang memiliki persepsi buruk, sebanyak 12 orang (54,5%) yang berperilaku aman dan 10 orang (45,5%) yang berperilaku tidak aman.

(6)

Rahadi (2011), dalam penelitiannya menunjukkan adanya hubungan yang sedang atau cukup kuat antara variabel persepsi lingkungan kerja fisik dengan perilaku keselamatan (r = 0,491 dengan p = 0,029 < 0,05).

PT. Sumpratama Juru Engineering adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang Elektrikal, yang memproduksi panel-panel listrik mulai dari tegangan rendah, tegangan menengah maupun tegangan tinggi. PT. Sumpratama Juru Engineering juga memproduksi lampu jalan dan lampu taman.

Survei awal yang dilakukan peneliti, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang ada di PT. Sumpratama Juru Engineering adalah Penyediaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) di setiap sudut bangunan, pelatihan K3, Alat Pelindung Diri (APD), seperti kacamata, sarung tangan kain, topeng las, sepatu safety, rambu-rambu keselamatan dan kesehatan kerja (K3) belum ada di

perusahaan ini, hanya ada rambu No Smooking, dan apabila terjadi kecelakaan pada pekerja, rujukan pertama yang disediakan oleh perusahaan PT. Sumpratama Juru Engineering ialah ke Rumah Sakit Martha Friska.

(7)

Menurut penanggung jawab Bagian Produksi PT. Sumpratama Juru Engineering Bapak Edi Purwanto, kecelakaan sering terjadi di bagian panel dan wiring. Mayoritas kecelakaan yang terjadi di perusahaan bagian produksi, karena perilaku K3 pekerja yang tidak aman, seperti tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) dan kurang berhati-hati pada saat bekerja. Apabila pekerja tidak mematuhi apa yang telah diberikan pihak perusahaan, seperti pemakaian alat pelindung diri (APD) dan merokok diruangan produksi maka pekerja di kenakan sanksi seperti teguran dan surat peringatan.

Kecelakaan yang terjadi hanya kecelakaan ringan seperti luka gores karena terkena alat kerja seperti plat, pekerja jarang menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan saat mengangkat plat, karena itu pekerja terkena luka goresan pada tangan, kaki pekerja terkilir karena terjatuh, pekerja terjatuh karena lantai tempat bekerja licin, dan kebakaran kecil yang terjadi karena kelalaian pekerja, menurut Bapak Edi, awal terjadi kebakaran karena ada alat yang mengeluarkan api, karena pekerja panik pekerja tidak langsung mengambil APAR (Alat Pemadam Api Ringan) yang disediakan di setiap sudut ruangan untuk memadamkan api tersebut, tetapi karena pekerja panik pekerja menyenggol bahan yang mudah terbakar, karena itu api semakin besar, beruntung ada pekerja yang lain didekatnya, pekerja tersebut langsung memadamkan api dengan menggunakan alat pemadam api. Namun, tidak terdapat kecelakaan fatal yang sampai menimbulkan kematian.

(8)

seperti paparan dari cat yang dapat mengakibatkan gangguan pernafasan pada pekerja, faktor fisik seperti bising yang ditimbulkan oleh mesin, terpleset karena ada genangan air, dan panas, faktor ergonomi seperti cara pekerja bekerja dari cara duduk, faktor psikologis, dan Pengendaliannya. Hal tersebut dapat menimbulkan risiko kecelakaan kerja oleh karena itu aspek keselamatan perlu diupayakan agar pekerja dapat bekerja secara aman, nyaman, dan selamat.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti ingin mengetahui seberapa besar hubungan persepsi keselamatan dan kesehatan kerja dengan perilaku K3 pada pekerja bagian produksi PT. Sumpratama Juru Engineering Medan Tahun 2015.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dan yang menjadi fokus penelitian adalah seberapa besar hubungan persepsi keselamatan dan kesehatan kerja dengan perilaku K3 pada pekerja bagian produksi PT. Sumpratama Juru Engineering Medan Tahun 2015?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar hubungan persepsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan perilaku K3 pada pekerja bagian produksi PT. Sumpratama Juru EngineeringMedan Tahun 2015.

1.4 Hipotesa Penelitian

(9)

dimana semakin tinggi/semakin baik persepsi keselamatan dan kesehatan kerja, maka semakin tinggi/semakin baik pula perilaku K3 dan sebaliknya.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Instansi/Perusahaan

Sebagai bahan masukan bagi perusahaan PT. Sumpratama Juru Engineering untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja.

1.5.2 Bagi Lembaga Pendidikan

Sebagai bahan informasi yang dapat dijadikan referensi bagi pengembangan ilmu atau penelitian lebih lanjut.

1.5.3 Bagi Peneliti

Referensi

Dokumen terkait

• Kedepannya Krip-Krip Tortilla akan dijadikan produk pangan sehat sehingga tidak dapat menggunakan TBHQ, maka apakah bahan tambahan pangan berupa antioksidan yang

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa kepala sekolah telah berusaha mempengaruhi para guru dengan komunikasi baik lisan maupun tulisan demi peningkatan

Tipe administratif kepemimpinan ini mampu menyelengarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pimpinannya biasanya terdiri dari teknokrat dan

Secara umum tujuan perancangan taman bermain anak adalah menyediakan fasilitas permainan yang aman, nyaman, dan dapat digunakan bagi semua anak termasuk anak

400.000.000,- (empat ratus juta rupiah) Tahun Anggaran 2015, maka dengan ini diumumkan bahwa Pemenang e-Lelang Pemilihan Langsung Ulang pekerjaan tersebut di atas

Dari gambaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada desain, konstruksi dan operasi suatu gedung/fasilitas ada suatu interface yang penting antara lingkungan

SW1#show spanning-tree Shows detailed info about STP state SW1#show spanning-tree interface fa0/2 Shows STP info only on a specific port SW1#show spanning-tree vlan 1 Shows

Pada penelitian kali ini memakai serat polypropylene yang berupa limbah pada plastik gelas air mineral, yang diharapkan dapat mengurangi masalah pada konstruksi