LAPORAN KASUS
PASIEN MALARIA FALCIPARUM DENGAN CO-INFEKSI DEMAM TIFOID PADA ANAK USIA 6 TAHUN
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Akhir Kepanitraan Klinik Madya SMF Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Abepura
Oleh :
Chici Chahyanti, S.Ked Dyerik Liling, S.Ked Enggelin Stevy, S.Ked Rulianis Aprianti, S.Ked
Pembimbing:
Dr. Immaculata Purwaningsih, SpA
SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD ABEPURA
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Demam Tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enteric serovar typhi (S.Typhi). Demam Tifoid termasuk demam enteric. Pada daerah endemic,
sekitar 90% dari demam enteric adalah demam Tifoid. Sejak awal abad ke 20, insidens demam tifoid menurun di USA dan Eropa dengan ketersediaan air bersih dan sistem pembuangan yang baik yang sampai saat ini yang belum dimiliki sebagian negara berkembang. Secara keseluruhan, demam tifoid diperkirakan menyebabkan 21,6 juta kasus dengan 216.500 kematian pada tahun 2000. Insidens demam tifoid (> 100 kasus per 100.000 populasi pertahun).
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : An. HL
2. Tanggal lahir : 8 Juni 2011
3. Umur : 6 Tahun
4. Jenis kelamin : Perempuan
5. Alamat : Sentani
6. Agama : Kristen Protestan 7. Tanggal Masuk Rumah Sakit : 10 April 2018 8. Tanggal Keluar Rumah Sakit : 16 April 2018
9. NO.RM : 464189
10. Pekerjaan Ayah : Pendeta
11. Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
B. ANAMNESIS
B.1 Keluhan Utama : Panas
B.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
rumah sakit kurang lebih 5 kali dalam 1 hari dengan konsistensi cair dan banyak berwarna putih sampai kuning yang disertai darah tanpa lendir, keluhan penyerta lain yaitu adanya nyeri perut dan nyeri kepala sejak 4 hari SMRS.
B.3 Riwayat Pengobatan :
Sebelum berobat ke Rumah Sakit Abepura, pasien sebelumnya telah berobat ke Apotek 4 hari sebelum masuk rumah sakit dan dari hasil pemeriksaan didapatkan Plasmodium falcifarum +1. Pasien kemudian diberikan obat paracetamol, primakuin dan DHP yang diminum selama 3 hari. Pagi sebelum masuk rumah sakit pasien kembali berobat ke apotek dengan keluhan panas dan disertai mencret disertai darah, mual dan muntah, pasien kemudian disarankan untuk berobat ke rumah sakit abepura.
B.4 Riwayat Penyakit Dahulu : Malaria Falciparum
Demam thypoid tidak pernah dialami pasien sebelumnya
B.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pernah terkena Malaria Falciparum
B.6 Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
B.7 Riwayat Imunisasi :
B.8 Riwayat Tumbuh Kembang
Pasien diberi ASI sampai umur 2 tahun dan mulai diberi bubur sun usia 6 bulan. 0-1 bulan anak mampu memandang objek yang bergerak disekitarnya, merespon suara, dan tersenyum. 2 bulan anak mulai mencengkram tangan orang, kontak mata dengan orang sekitarnya dan bermain dengan jari-jarinya. 3 bulan anak mulai belajar tengkurap dan kepala mulai tegak saat digendong. 4 bulan anak mulai tertawa dan berguling ke satu sisi. 5 bulan anak mulai mampu mengambil barang yang ada disekitarnya dan mulai menangis jika ditinggal ibu atau orang terdekatnya. 6 bulan anak mampu memainkan tangan dan kakinya sendiri dan merangkak. 7 bulan anak mulai meniru suara, duduk tanpa bantuan, dan merespon ketika dipanggil. 8 bulan anak mampu memindahkan benda dari satu tangan ketangan lainnya, dan mulai belajar berdiri dengan berpegangan kebenda lain. 9 bulan anak mulai bisa melempar barang, sedangkan bulan ke 10 anak mulai memanggil mama atau papa, melambaikan tangan dan bermain cilukba. Usia 11 bulan anak mengoceh kata-kata yang sering didengar, dan bisa berdiri sendiri dalam beberapa waktu. 12 bulan anak mulai menunjuk sesuatu yang diinginkan dan meniru aktivitas orang lain.
BCG
Hepatitis B0 HB1√ HB2√ HB3√ HB4 booster
DPT1√ DPT2√ DPT3√ DPT4 booster
Polio1√ Polio2√ Polio3√ Polio 4
Campak Booster
B.9 Riwayat Sosial
Pasien tinggal bersama orangtuanya dengan 2 adik dan 1 kakak, pasien bersekolah di TK Harapan Papua dan diberikan makan rutin setiap pagi dan siang oleh pihak sekolah.
C. PEMERIKSAAN FISIK
C.1 Tanda – Tanda vital
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang Kesadaran : Composmentis Nadi : 105x/menit Respirasi : 25x/menit Suhu : 38,2°C
SpO2 : 98%
Status Gizi : Gizi buruk
C.2 Status Generalis
1. Kepala Bentuk : Bulat, Simetris
2. Rambut : Hitam kecoklatan, Distribusi Merata 3. Muka : Bulat, Simetris, madarosis
4. Mata : Conjungtiva Anemis (+/+); Sklera Ikterik (-/-); Sekret (-/-) 5. Telinga : Deformitas (-), Sekret (-)
6. Hidung : Deviasi (-)
7. Mulut : Oral Candidiasis (-); Tonsil (T1-T1);Lidah Kotor(+)(bagian tengah putih dengan pinggiran yang hiperemis)
9. ThoraksParu :
Inspeksi : Simetris, ikut Gerak Nafas, retraksi (-), Jejas (-) Palpasi : Vokal Fremitus (Dextra=Sinistra)
Perkusi : Sonor di Kedua Lapang Paru
Auskultasi : Suara Nafas. Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) 10. Jantung :
Inspeksi : Iktus Cordis Tidak Terlihat; Thrill (-)
Palpasi : Iktus Cordis Teraba Pada ICS V Midline Clavicula Sinistra Perkusi : Pekak (Batas Jantung Dalam Batas Normal)
Auskultasi : BJ I-II Reguler, Murmur (-), Gallop (-) 11. Abdomen :
Inspeksi : Tampak Datar, Supel, Jejas (-) Auskultasi : Bising Usus (+) Normal Palpasi : Nyeri Tekan (-),
Hepar : teraba 2 jari BAC Lien : tidak teraba
Perkusi : Timpani
12. Ektremitas : Akral Hangat, Capillary Refill Time < 2 detik, Edema (-), Ulkus Clubbing Finger (-), nodulus (-), skuama (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Salmonella Paratyphy A 1/160 1/160
Salmonella Paratyphy B 1/160 1/320
Salmonella Paratyphy C 1/320 1/320
ASTO <200 I.U/mL (Negatif) Rheuma Factor <8 I.U (Negatif)
DDR Negatif
Trombosit (103/mm3) 185 100-300
MPV (fL) 9.1 6.5-12
D.3 Pemeriksaan Feses
Tabel 3. Pemeriksaan Feses
Uji Makroskopik Uji Mikroskopik
Parameter Tanggal Parameter Tanggal
13/4/2018 13/4/2018
Warna Coklat Epitel 1–2 sel/lapangpandang
Konsistensi Lembek Makrofag
-Bau Khas Leukosit 1–2 sel/lapangpandang
Lendir + Eritrosit Positif 1+
Darah - Kristal
-Sel Ragi
-Kista Amoeba/Amoeba -Telur Cacing/Cacing
-Sisa Makanan +
D.4 Pemeriksaan USG
1. Hepar : Tidak membesar, tepi tajam, tekstur parenkim homogen halus, intensitas gema parenkim normal, massa/nodul (-). Ductus biliaris intra dan ekstra hepatal, vena portal tidak melebar.
2. Gallblader : dinding tidak menebal, reguler, batu (-).
3. Pankreas : tidak membesar, massa (-). Duktus pankreaticus tidak melebar. 4. Lien : tidak membesar, tekstur parenkim homogeny halus, massa/nodul
-vena lienalis tidak melebar
5. Ginjal : kanan kiri tidak membesar, system pelvokalises tidak melebar, batas parenkim dengan central echocomplek normal, intensitas gema parenkim normal, batu/kista (-).
6. Ureter : kanan kiri tidak melebar
7. Buli : dinding tidak menebal, regular, batu (-).
8. Prostat : ukuran tidak membesar, tidak tampak massa/ kalsifikasi
KESIMPULAN
Mencret Demam 9/4/2018
Pasien Kembali Demam 8/4/2018
Pasien mulai Demam Berobat ke apotik DDR +
Diberi obat Malaria 6/4/2018 E. TIME LINE
Gambar1. Perjalanan Klinis Pasien Sebelum Masuk RSUD Abepura.
F. ASSESMENT DAN DIAGNOSIS
F.1 Diagnosa
Berdasarkan heteroanamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan maka diagnosa pada pasien atas nama HJL adalah :
1. Demam Tifoid 2. Anemia
Apotek DDR
-10/4/2018
Monitoring Tanda – Tanda Vital IVFD Asering 20 tpm
Nonmedikamentosa
Injeksi sefotaksim 2x750 mg Paracetamol drip 3 x 150 mg Inj Ranitidin 2 x 15 mg Inj Ondancentron 3 x 1.5 mg
Medikamentosa F.2 Diagnosa Banding
1. Malaria
2. Demam Dengue 3. Gastroenteritis Akut 4. Shigellosis
G. TERAPEUTIK
F. HASIL DAN TINDAK LANJUT (+), makan/minum (+), demam (+). O : KU : Tampak lemah
Ekstremitas :
Akral hangat, CRT <3”. A : Demam tifoid
12/04/2018
BJ I-II regular, mur-mur (-), gallop (-).
Akral hangat, CRT <3”.
13/04/2018
Ekstremitas :
Akral hangat, CRT <3”. A. Demam tifoid
Anemia
Pem. Feses : Uji Makroskopik Warna : Coklat
Konsistensi : Lembek Bau : Khas
Lendir : (+) Darah : (-)
Uji Mikroskopik :
Epitel : 1-2 sel/lapang pandang Makrofag : (-)
Hepar :Tidak membesar, tepi tajam, tekstur parenkim homogen halus, intensitas gema parenkim normal, massa/nodul (-). Ductus biliaris intra dan ekstra hepatal, vena portal tidak melebar.
Gallblader:dinding tidak menebal, reguler, batu (-).
14/04/2018 vena lienalis tidak melebar
Ginjal: kanan kiri tidak membesar, system pelvokalises tidak melebar, batas parenkim dengan central echocomplek normal, intensitas gema parenkim normal, batu/kista (-).
Ureter: kanan kiri tidak melebar Buli:dinding tidak menebal, regular,
batu (-).
Prostat: ukuran tidak membesar, tidak tampak massa/ kalsifikasi
KESIMPULAN
15/04/2018
BJ I-II regular, mur-mur (-), gallop (-).
TTV : S. 36,0 C, R. 21x/m, SpO2.
Ekstremitas :
Akral hangat, CRT <3”.
A. Demam tifoid Anemia
Gambar 3. Tampak lidah putih dan berselaput (13 April 2018)
Gambar 5. Tampak conjungtiva anemis pada kedua mata (13 April 2018)
ANAMNESIS
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata antara 10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus dirawat. Variasi gejala tersebut disebabkan oleh :1,2
faktor galur salmonela, status nutrisi,
status imonologik pejamu serta lama sakit dirumah.
Semua pasien demam tifoid selau menderita demam pada awal penyakit. Pada pasien yang tidak diobati, gejala demam pada demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidius, naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan dan pada minggu ketiga dan keempat demam turun secara perlahan, kecuali terjadi fokus infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan menetap. Banyak orang tua pasien demam tifoid melaporkan bahwa demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya. Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah 1,4 :
Nyeri kepala Malaise Anoreksia Mual muntah Mialgia
Pada saat demam sudah tinggi, dapat disertai gejala sistem saraf pusat, seperti penurunan kesadaran mulai dari apatis sampai koma. Gejala gastrointestinal pada demam tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh diare, obstipasi atau obstipasi kemudian disusul episode daire. Pada kasus yang berpenampilan klinis berat, pada saat demam tinggi akan tamapak toksik/sakit berat. Bahkan dapat dijumpai penderita demam tifoid yang datang dengan syok hipovolemik.1
Pada kasus ini pasien mulai mengalami demam pada tanggal 6 april dan telah didiagnosa malaria serta diberikan obat. Setelah diberikan obat, suhu tubuh pasien tidak menurun. Suhu tubuh pasien bahkan mengalami kenaikan yang signifikan pada tanggal 10 April dengan suhu 38,8ºC, hal ini dapat dicurigai bahwa pasien bukan hanya menderita malaria namun ada penyebab lain yang menyebabkan suhu tubuh pasien tidak menurun namun makin meningkat. Pada kasus ini kami mencurigai pasien menderita penyakit demam typhoid karena pasien mulai mengalami demam 5 hari SMRS, demamnya tidak menurun walaupun telah diberi pengobatan malaria dan pada pasien ini demam mencapai tiitk tertinggi pada akhir minggu pertama. Selain pola demam tersebut pasien juga mengeluh demamnya mulai turun pada pagi hari namun tidak kembali normal dan meningkat pada sore dan malam hari
Gambar 1.Grafik Suhu dan Nadi Pada Pasien
Selain keluhan demam yang diraskan pasien 5 hari SMRS. Pasein juga mengeluh nyeri kepala dan nyeri perut 4 hari SMRS dan adanya keluhan gastrointestinal yang dirasakan pasien sejak 1 hari SMRS berupa mual muntah 3 kali dalam sehari berisi ampas makanan dan mencret dialami 5 kali dalam sehari berisi ampas makanan dan berlendir kemudian berisi darah saat akan ke Rumah Sakit Abepura. Keluhan tersebut sesuai dengan keluhan pada penyakit demam tifoid yang dirasakan pasien pada minggu pertama.
Pada kasus ini pasien awalnya mengeluh mencret 5 kali dalam satu hari, keluhan tersebut dirasakan 1 hari SMRS, mencretnya tidak berhenti. Dan saat akan pergi ke rumah sakit abepura pasien mengeluh mencret yang disertai dengan darah. Keluhan tersebut disertai mual muntah dan nyeri perut. Pasien juga mengeluh panas yang tidak turun-turun 5 hari SMRS. Mencretnya kemudian berhenti setelah 7 hari dirawat di rumah sakit (pada tanggal 16 april 2018).
karena keluhan tersebut dapat juga disebabkan oleh bakteri shigella (bakteri yang juga bersifat invasif).2-3 Namun gejala pada umumnya yang membedakan antara shigella dan
salmonella adalah: 3
a. Pada Infeksi Salmonela
Mual muntah sangat sering
Nyeri abdomen
Demam lebih sering
Diare air atau berdarah
b. Pada Infeksi Shigella
Mual muntah jarang
Nyeri abdomen
Demam
Diare berdarah
PATOGENESIS1
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organisme, yaitu: a. Penempelan dan invasi sel-sel Peyer”s patch
b. Bakteri bertahan hidup dan bermulttiplikasi pada makrofag dan kelenjar getah bening c. Bakteri bertahan hidup dalam aliran darah
d. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.
mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan yeyenum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisis Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesentrika, hati dan limfe.
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi), yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon pejamu maka salmonella akan keluar dari habitatnya menuju ke sirkulasi sistemik, seperti hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, peyer’s patch dari ileum terminal.
Gambar 1.Korelasi Konsistensi Feses dan Penyebabnya
Tabel 1. Korelasi Patogenesi dan Gejala Diare
Tipe Mikroorganisme Nausea
dan
Nyeri Abdomen
Muntah
Tabel 2. Gejala dan Tanda Diare Akut Karena Infeksi Berdasarkan Kausal3
Shigella +/- + meningkat perlahan-lahan terutama pada sore hingga malam. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa: 1,5
Bradikardia relative (bradikardia relative adalah peningkatan suhu 1ºC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit),
Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung hiperemis serta tremor), Hepatomegali, splenomegali, meteorismus
Gangguan mental berupa somnolen, sopor, koma, delirium
a. Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1-5 mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung pada orang kulit putih, Ruam ini muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan 2-3 hari.
Bronkitis banyak dijumpai pada demam tifoid.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini diperoleh hasil yang sesuai dengan teori berupa :
Conjungtiva anemis dari tanggal 10 april 2018 – 15 april 2018
Hepar dan lien teraba 2 cm dibawah arkus costa pengukuran dilakukan pada tanggal 12 april 2018
PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Darah Lengkap
Pada Pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia namun dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Selain itu dapat terjadi anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat. Sedangkan SGOT dan SGPT seringkali meningkat tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh.2
b. Uji Widal
Uji widal merupakan uji yang dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap kuman S.typhi. Antigen yang digunakan pada ui widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan. Maksud uji widal adalah untuk untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita. Terdapat 3 aglutinin yaitu 1,2 :
Aglutinin O (dari tubuh kuman) Aglutinin H (flagela kuman) Aglutinin Vi (Simpai kuman).
Peningkatan titer uji widal 4x (2-3 minggu)
Titer 1/160 dilihat 1 minggu kedepan apa ada kenaikan, jika ada + Titer 1/320 atau 1/640 dinyatakan +
Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke empat, dan tetap tinggi selama beberapa. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan. Sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.1,4
c. Uji IgM Dipstick
Uji yang secara khusus mendeteksi antibodi igM spesifik terhadap S. Typhi pada spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen lipopoliaskarida (LPS) S.typhoid dan anti igM sebagai kontrol. Pemeriksaan dimulai dengan inkubasi strip pada larutan campuran reagen deteksi dan serum selama 3 jam pada suhu kamar. Setelah inkubasi, strip dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Secara semi kuantitatif, diberikan penilaiaan terhadap garis uji dengan membandingkan dengan reference strip. Garis kontrol harus terwarna dengan baik.1,3
d. Uji Tubex
e. Uji Typhidot
Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi igM dan IgG terhadap antigen S.typhi. Pada kasus reinfeksi, respon imun sekunder (igG) teraktivasi secara berlebihan sehingga igM sulit terdeteksi. IgG dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga pendeteksian IgG saja tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut dengan kasus reinfeksi. Untuk mengatasi masalah tersebut. Uji ini kemudian dimodifikasi dengan menginaktivasi total IgG pada sampel serum. Uji ini dikenal dengan nama uji Typhidot-M. Dari hasi penelitian tahun 1997 uji ini memiliki sensivitas 100% dan lebih cepat (3 jam) dilakukan bila dibandingkan dengan kultur. Penilitian lain tahun 2002 menunjukan sensivitas uji ini sebesar 98%, spesifitasnya sebesar 76,6% dan efisiensi uji sebesar 84% . 1,3
f. Kultur Darah
Kultur merupakan standar baku dalam menegakkan diagnosis. Kultur darah biasanya positif pada awal 2 minggu pertama, tapi kultur feses biasanya positif selama minggu ke 3 hingga ke 5. Sedangkan kultur urin pada minggu ke 4. Jika kultur negatif tetapi secara klinis suspek kuat demam tifoid, maka kultur biopsi spesimen sumsum tulang belakang dapat dijadikan pertimbangan untuk mencari kuman salmonella. 3
Pada kasus ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan widal, pemeriksaan feses, USG abdomen.
a. Pemeriksaan darah lengkap
Hb (9.8 g/dL) HCT (33.5 %) MCV (63.2 fL) MCH (18.5 pg) MCHC (29.2 g/dl) WBC (103/mm3)
Dari hasil tersebut diketahui bahwa pasien mengalami anemia mikrositik hipokrom dan leukopenia. Hasil pemeriksaan pada pasien tersebut sesuai dengan pemeriksaan darah lengkap pada demam tifoid
b. Pemeriksaan Widal
Pada pemeriksaan widal yang dilakukan pada tanggal 10 april 2018 sebelum pasien masuk Rumah Sakit Abepura didapatkan hasil sebagai berikut
Salmonella Typhy Aglutinin O (1/320) Aglutinin H (1/320)
Salmonella Paratyphy A Aglutinin O (1/160)
Aglutinin H (1/160)
Salmonella Paratyphy B Aglutinin O (1/160)
Aglutinin H (1/320)
Salmonella Paratyphy C Aglutinin O (1/320)
Dari hasil tersebut terbukti bahwa pasien menderita demam tifoid. Hasil pemeriksaan pada pasien tersebut sesuai dengan uji widal pada demam tifoid yaitu positif jika titer aglutinin 1/320 atau 1/640.
c. Pemeriksaan USG Abdomen
Hepar : Tidak membesar, tepi tajam, tekstur parenkim homogen halus,intensitas gema parenkim normal, massa/nodul (-). Ductus biliaris intra dan ekstra hepatal, vena portal tidak melebar.
Gallblader : dinding tidak menebal, reguler, batu (-).
Pankreas : tidak membesar, massa (-). Duktus pankreaticus tidak melebar. Lien : tidak membesar, tekstur parenkim homogeny halus, massa/nodul
-vena lienalis tidak melebar
Dari hasil pemeriksaan USG abdomen hepar dan lien tidak membesar d. Pemeriksaan Feses
Pada pemeriksaan widal yang dilakukan pada tanggal 13 april 2018 saat pasien dirawat di Rumah Sakit Abepura didapatkan hasil sebagai berikut
Uji Makroskopik Uji Mikroskopik
Parameter Tanggal Parameter Tanggal
13/4/2018 13/4/2018
Warna Coklat Epitel 1–2 sel/lapang
pandang
Konsistensi Lembek Makrofag
-Bau Khas Leukosit 1–2 sel/lapang
pandang
Lendir + Eritrosit Positif 1+
Darah - Kristal
-Kista Amoeba/Amoeba -Telur Cacing/Cacing
-Sisa Makanan +
Dari hasil hasil pemeriksaan feses ditemukan adanya eritrosit pada uji mikroskopik hal tersebut sesuai dengan gejala dan patogenesis dari demam tifoid.
Penatalaksanaan 4,5
Sampai saat ini Penatalaksanaan dalam mengobati demam tifoid terdiri atas tiga yaitu:
a. Istirahat dan Perawatan
Tirah Baring dengan tujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Dalam perwatan perlu dijaga kebersihan tempat tidur, pakaiaan dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitu serta higene perlu diperhatikan dan di jaga.
b. Diet dan Terapi Peunjang (Simtomatik dan Suportif)
Tujuannya untuk menngembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. Pemberian cairan dan diet sangat penting untuk memperbaiki keadaan umum dan gizi penderita. Dahulu pemberian diet pada pasien dilakukan secara bertahap sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien (bubur saring kemudian bubur kasar dilanjutkan dengan nasi) tujuannya untuk menghindari komplikasi saluran cerna atau perforasi. Namun sekarang, pemberian makanan padat dini yaitu nasi denga lauk pauk rendah selulosa dapat diberikan dengan aman pada pasien
Merupakan obat pilihan untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis dan diberikan selama 10 hari. Dapat menurunkan demam rata-rata 5 hari.
Tiamfenikol
Dosis dan efektitasnya pada demam tifoid hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis. Demam rata-rata menurunpada hari ke 5 dan ke 6.
Kotrimoksazol
Efektivitas obat ini hampir sama dengan kloramfenikol. Dosisnya 6-8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
Ampisilin dan Amoksisilin
Efektivitas obat ini lebih rendah dibandingkan klloramfenikol. Ampisilin memilik respon yang lebih lambat dibandingkan amoksisilin. Dosis yang ampisilin dianjurkan adalah 100-200 mh/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis. Dosis amoksisilin yang dianjurkan adalah 100 mg/kgBB hari. Kedua obat tersebut diberikan selama 3 minggu
Sefalosporin generasi ketiga Hingga saat ini sefalosporin generasi ketiga yang efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson. Dosis yang dianjurkan adalah 80 mg/kgBB/hari. Diberikan selama 5 hari.
Kortikosteroid
Selain tiga penatalaksanaan yang telah disebutkan sebelumnya, pada demam tifoid juga dapat diberikan transfusi darah pada kasus perdarahan saluran cerna ataupun dapat dilakukan tindakan bedah jika terdapat perforasi.
Pada kasus ini pengobatan yang diberikan pada pasien telah sesuai dengan teori. Berikut tatalaksana yang diberikan pada pasien HJ dari tanggal 10 april 2018-16 april 2018:
a. Tirah Baring
b. Diet dan terapi penunjang IVFD Asering 20 tpm Paracetamol 2x150 mg/IV Ceftriaxone 2x750 mg/IV Zink sirup 1 x1 cth Liprolac 2x1 sachet Ranitidin 2x15 mg/IV Ondancentron 3x1.5 mg IV
Diet yang diberikan pada pasien merupakan diet rendah serat dengan pola makan 3xsehari, dengan bentuk makanan yang diberikan berupa makanan lunak. Tujuan pemberian diet pada pasien ini yaitu untuk memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi, dengan prinsip :
Energi cukup Protein cukup Lemak sedang Karbohidrat cukup
Pasien ini mempunyai berat badan 15 kg dengan usia 6 tahun 8 bulan, adapun kebutuhan energi dan zat gizi yang diberikan pada pasien ini yaitu :
Kebutuhan Energi 1350 kal Kebutuhan Protein 22.5 gr Kebutuhan Lemak 30 gr
Kebutuhan Karbohidrat 247.5 gr c. Antimikroba
Pemberian antimikroba pada pasien ini bertujuan untuk menghentikan dan mencegah penyebaran kuman, Adapun antimikroba yang digunakan pada pasien ini yaitu :
Cefotaxim injeksi 2x750 mg/IV
Antibiotik ini diberikan dari tanggal 10 april dan diberhentikan pada tanggal 13 april. 2018
Ceftriaxon injeksi 2x750 mg/IV
Antibiotik ini diberikan untuk menggantika cefotaxim dan dibeikan dari tanggal 13 april hingga 16 april 2018.
Tiamfenikol 3x250 mg/IV
Merupakan antibiotik dengan kerja menghambat sintesis protein. Pada kasus ini obat tersebut diberikan saat pasien akan pulang (16 april 2018)
Pada kasus diagnosis suatu penyakit berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sangat penting dalam mengkaji penyakit yang sedang diderita pasien maupun koinfeksi dari penyakit tersebut. Sehingga anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta pengobatan yang diberikan pada pasien sesuai dengan penyakit yang diderita oleh pasien dengan tinjauan pustaka yang didapat.
Poorwo Sumarmo, Garna Herry, Rezeki Sri, Irawan Hindra. Demam Tifoid.Dalam Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi II. Jakarta. Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia: 2015.338-345.
Suprapto Novita, Karyanti Mulya. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid I: Tifoid. Jakarta. FK UI Media Aesculapius: 2014. 74-75.
Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 25. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2012. 232-235.
Pickering Larry. Buku Ajar Pediatri Rudolph Edisi 20 Volume 1: Infeksi Salmonella, Shigella, E. Coli Enterik. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2006. 663-676. Bishop P. Warren. Sistem Pencernaan Dalam: Marcdante Karen, Kliegman Robert,