• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi. yaitu konversi lahan sawah dan luas panen.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi. yaitu konversi lahan sawah dan luas panen."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

51

konversi lahan sawah yang mempengaruhi produksi padi di Kecamatan Banguntapan dan Kasihan. Tiga variabel tersebut terdiri dari satu variabel dependen yaitu produksi padi dan dua variabel independen yaitu konversi lahan sawah dan luas panen.

1. Konversi lahan sawah kecamatan Banguntapan

Dari hasil penelitian diketahui bahwa perkembangan luas lahan sawah dan produksi padi mengalami penurunan yang disebabkan konversi lahan sawah yang marak terjadi.

Tabel 1. Perkembangan Laju Konversi Kecamatan Banguntapan

Kecamatan Tahun Luas Sawah (Hektar) Laju Konversi Sawah (Hektar) Produksi Padi (Ton) Produksi Padi (Ton/Hektar) Banguntapan 2010 1.172 1 17.544** 6,8 2011 1.160 12 16.829** 7,4 2012 1.159 1 19.701** 7,6 2013 1.157 2 19.709** 7,9 2014 1.156 1 20.318** 7,8

Sumber : Kecamatan Banguntapan 2015 Ket : ** (Dua Kali Panen Dalam Setahun)

Luas lahan sawah di Kecamatan Banguntapan yang terkonversi pada tahun 2010 sebanyak satu hektar, pada tahun 2011 mengalami peningkatan konversi sekitar 12 hektar dikarenakan adanya pembangunan perumahan, sedangkan pada tahun 2012 hingga 2013

(2)

konversi sawah berkisar antara 1-2 hektar. Konversi sawah yang tertinggi di Kecamatan Banguntapan yaitu pada tahun 2011. Produksi padi pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2013 produksi padi memiliki rentang jumlah yang sama. Pada tahun 2014 produksi padi mengalami peningkatan. Rata-rata produksi padi di Kecamatan Banguntapan sekitar 7 ton/hektar dengan dua kali panen setiap tahunnya.

Hubungan antara variabel konversi lahan sawah dengan produksi padi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 1. Hubungan antara laju konversi lahan sawah dengan Produksi Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar R = 0,701 hal ini menunjukkan bahwa hubungan konversi lahan dan produksi padi dikategorikan kuat. Nilai koefisien determinasinya R2 = 0,504 hal ini menunjukkan bahwa konversi lahan sawah dipengaruhi 50,4% terhadap penurunan produksi padi, sedangkan 49,6% di pengaruhi oleh faktor luas tanam padi yang kecil dan Jumlah penduduk. Selanjutnya uji

y = -225,48x + 19587 R = 0,701 R² = 0,504 0 5000 10000 15000 20000 25000 0 5 10 15

Laju Konversi Lahan Sawah (Hektar)

P roduk si p ad i (Ton ) ( T on )

(3)

statistik menunjukkan bahwa nilai Sig yaitu sebesar 0,179 sehingga dapat disimpulkan bahwa konversi sawah tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi padi. Hal ini dimungkinkan terjadinya intensitas tanam tiga kali setahun dengan panen sebanyak dua kali dalam setahun, serta penggunaan pupuk yang berimbang dikarenakan bantuan dari pemerintah setempat. Persamaan yang berada pada garis linier Y = -225,48x+ 19587, nilai koefisien b = -225,48 (negatif) maka model regresi bernilai negatif atau tidak searah, artinya jika variabel konversi lahan (X) semakin tinggi maka nilai variabel produksi padi (Y) semakin rendah.

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa luas tanam padi di kecamatan Banguntapan tergolong kecil, sekitar 70% petani membudidayakan padi pada luasan lahan <500 m2 /orang (lampiran 3). Berkurangnya luas tanam di Kecamatan Banguntapan dikarenakan kecamatan ini merupakan daerah peralihan atau Rural-urban fringe karena lokasinya berbatasan langsung dengan daerah kota dan daerah desa. Selain itu Kecamatan Banguntapan sebagian wilayahnya telah berkembang menjadi daerah perkotaan terutama di daerah pinggiran yang berbatasan langsung dengan daerah perkotaan dan sebagian lahan pertanian telah berubah menjadi lahan non pertanian.

Laju pertumbuhan penduduk kecamatan Banguntapan sekitar 2,42%, laju pertumbuhan tersebut tergolong tinggi (tingkat nasional 1,49%). Bertambahnya jumlah penduduk dikarenakan Banguntapan

(4)

merupakan daerah urban, sehingga menyebabkan meningkatnya kebutuhan dasar manusia (basic need) yaitu kebutuhan fisiologis meliputi papan/perumahan.

Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan aktivitas pembangunan fisik di kecamatan Banguntapan berkembang pesat. Namun kepesatan pembangunan fisik tidak disertai dengan daya dukung

(carrying capacity) lahan yang memadai, sehingga sering kali terjadi

pemanfaatan lahan yang sebenarnya masih potensial untuk aktivitas usaha tani, terpaksa digunakan untuk membangun kompleks perumahan, pertokoan, industri atau infrastuktur lainnya.

2. Konversi lahan sawah kecamatan Kasihan

Dari hasil penelitian diketahui bahwa perkembangan luas lahan sawah dan produksi padi mengalami penurunan yang disebabkan konversi lahan sawah yang marak terjadi.

Tabel 2. Perkembangan Laju Konversi Kecamatan Kasihan

Kecamatan Tahun Luas Sawah (Hektar) Laju Konversi Sawah (Hektar) Produksi Padi (Ton) Produksi Padi (Ton/Hektar) Kasihan 2010 606 7 10.932,4** 7,8 2011 598 8 8.207,9** 6,8 2012 592 6 9.432** 7,6 2013 583 9 8.063,1** 7,1 2014 563 2 9.764,6** 7,2

Sumber : Kecamatan Kasihan 2015

Ket : ** (Dua Kali Panen Dalam Setahun)

Luas lahan sawah di Kecamatan Kasihan yang terkonversi pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 berkisar antara 6 sampai 9 hektar,

(5)

sedangkan pada tahun 2014 sebanyak dua hektar. Konversi sawah yang tertinggi di Kecamatan Kasihan yaitu pada tahun 2013. Produksi padi pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 mengalami penurunan yang signifikan. Produksi padi pada tahun 2012 sampai dengan 2013 juga mengalami penurunan. Pada tahun 2014 produksi padi mengalami peningkatan. Rata-rata produksi padi di Kecamatan Kasihan sekitar 7 ton/hektar dengan dua kali panen setiap tahunnya

Hubungan antara variabel konversi lahan sawah dengan produksi padi dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 2. Hubungan antara laju konversi lahan sawah dengan Produksi

Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar R = 0,918 hal ini menunjukkan bahwa hubungan konversi lahan dan produksi padi dikategorikan kuat. Nilai koefisien determinasinya R2 = 0,843 hal ini menunjukkan bahwa konversi lahan sawah dipengaruhi 84,3% terhadap penurunan produksi padi, sedangkan 15,7% di pengaruhi oleh

y = -13469x + 113079 R² = 0,8426 -20000 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 0 2 4 6 8 10 P rodu ks i P adi ( Ton )

(6)

faktor luas tanam padi yang kecil, Jumlah penduduk dan pergantian komoditas yang lebih menguntungkan. Selanjutnya uji statistik menunjukkan bahwa nilai Sig yaitu sebesar 0,028 sehingga dapat disimpulkan bahwa konversi sawah berpengaruh signifikan terhadap produksi padi. Persamaan yang berada pada garis linier Y = -13469x + 113079, nilai koefisien b = -13469 (negatif) maka model regresi bernilai negatif atau tidak searah, artinya jika variabel konversi lahan (X) semakin tinggi maka nilai variabel produksi padi (Y) semakin rendah.

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa luas tanam padi di kecamatan Kasihan tergolong kecil, sekitar 60% petani membudidayakan padi pada luasan lahan <500 m2 /orang (lampiran 3). Berkurangnya luas tanam ini dikarenakan pertambahan penduduk kecamatan Kasihan yang pesat, laju pertumbuhan penduduk mencapai 5.64%. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal, sehingga masyarakat mengkonversi lahan untuk dijadikan tempat tinggal. Faktor lainnya yang menyebabkan penurunan produksi padi di Kecamatan Kasihan yaitu sekitar 35% petani (lampiran 3) menggantikan padi dengan komoditas lain seperti kedelai, cabai, kangkung dan bayam hal ini dikarenakan produktivitas padi kecil membuat petani menggantikan komoditas yang ditanami.

Penurunan produksi padi di Kecamatan Banguntapan dan Kasihan disebabkan oleh luas tanam yang kecil dan pertambahan jumlah penduduk. Berdasarkan hasil analisis, konversi lahan sawah di

(7)

Kecamatan Banguntapan dan Kasihan, tidak berpengaruh signifikan kepada hasil produksi padi. Hal ini disebabkan hasil produksi padi sawah secara makro dalam setahun berkaitan dengan intensitas penanaman padi. Besarnya intensitas penanaman disesuaikan dengan umur tanam varietas padi yang digunakan dan ketersediaan air di setiap musim terutama lahan sawah beririgasi tadah hujan. Jika luas lahan sawah yang lebih dari sekali ditanami padi dalam setahun, maka luas panen dan hasil produksi akan meningkat. Begitu pun sebaliknya, jika luas lahan sawah yang sekali ditanami padi dalam setahun, maka luas panen dan hasil produksi akan menurun. Meskipun luas tanam tidak selalu sama dengan luas panen pada satu tahun (karena adanya perbedaan tahun antara waktu tanam dan waktu panen), tetapi intensitas penanaman masih dapat mewakili dalam menentukan luas panen dan hasil produksi.

Peningkatan intensitas tanam dapat diupayakan dengan memperbaiki infrastruktur pertanian-irigasi. Pengairan yang bagus mampu mengairi sawah lebih luas dan sepanjang tahun dapat menambah intensitas tanam. Bertambahnya intensitas tanam akan menambah jumlah produksi jumlah produksi padi. Konversi lahan tidak berpengaruh terhadap produksi padi juga dipengaruhi oleh kualitas lahan garapan. Pada tingkat teknologi yang sama baik dalam jenis varietas yang digunakan, produksi padi dapat bervariasi antar daerah akibat perbedaan kualitas garapan. Berdasarkan informasi dari lapangan, petani di kecamatan Banguntapan dan Kasihan umumnya menggunakan pupuk

(8)

kandang sapi atau kompos sebagai pupuk dasar, hal tersebut berguna untuk memperbaiki kualitas tanah yang mengalami degradasi.

Konversi lahan sawah tidak mempengaruhi hasil produksi padi di Kecamatan Banguntapan disebabkan adanya intervensi pemerintah untuk menekan dampak konversi melalui program intensifikasi dan mekanisasi. Pemerintah melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul berupaya mengoptimalkan hasil produksi padi sawah. Program pemerintah ikut menentukan hasil produksi padi dalam setahun. Ketika program pemerintah berjalan efektif, maka hasil produksi setahun akan meningkat, begitu pun sebaliknya.

Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul Upaya untuk meningkatkan produksi padi melalui intensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan meningkatkan produktivitas padi menjadi lebih tinggi. Salah satu upaya upaya untuk mendukung ini adalah dengan menyediakan sarana dan prasarana pertanian seperti irigasi, penerapan teknologi tepat guna, penggunaan bibit unggul berlabel seperti IR64, Ciherang dan pemupukan yang berimbang seperti penggunaan pupuk organik (pupuk kandang dan kompos) sedangkan pemupukan anorganik dilaksanakan dengan tepat yakni tepat dosis, waktu dan cara aplikasi. Dosis anjuran yaitu : Urea 250 kg/hektar, SP36 100 kg/hektar dan KCl 75 kg/hektar. Dengan menerapkan usaha ini diharapkan Kecamatan Banguntapan dan Kasihan mampu meningkatkan produksi padi.

(9)

3. Luas panen kecamatan Banguntapan

Dari hasil penelitian diketahui bahwa perkembangan luas panen dan produksi padi di Kecamatan Banguntapan meningkat, seiring dengan tingginya luas panen.

Tabel 3. Perkembangan luas panen Kecamatan Banguntapan

Sumber : Kecamatan Banguntapan 2015 Ket : ** ( Dua Kali Panen Dalam Setahun)

Luas panen di Kecamatan Banguntapan pada tahun 2010 sekitar 2.544 hektar dan mengalami penurunan pada tahun 2011 sekitar 298 hektar, pada tahun 2012 mengalami peningkatan sekitar 328 hektar, pada tahun 2013 mengalami penurunan sekitar 100 hektar dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan sekitar 98 hektar. Hubungan antara variabel luas panen dengan produksi padi dapat dilihat pada Gambar 8.

Kecamatan Tahun Luas Panen (Hektar) Produksi padi (Ton) Produksi padi (Ton/Hektar) Banguntapan 2010 2.544 17.544** 6,8 2011 2.246 16.829** 7,4 2012 2.574 19.701** 7,6 2013 2.474 19.709** 7,9 2014 2.572 20.318** 7,8

(10)

Gambar 3. Hubungan antara luas panen dengan Produksi padi

Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar R = 0,708 hal ini menunjukkan bahwa hubungan luas panen dan produksi padi dikategorikan kuat. Nilai koefisien determinasinya R2 = 0,502 hal ini menunjukkan bahwa luas panen mempengaruhi produksi padi sebesar 50,2%, sedangkan 49,8% di pengaruhi oleh benih dan pupuk. Selanjutnya uji statistik menunjukkan bahwa nilai Sig yaitu sebesar 0,181 sehingga dapat disimpulkan bahwa luas panen tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi padi. Persamaan yang berada pada garis linier Y = 7,8711x – 715,81, nilai koefisien b = 7,8711 (positif) maka model regresi bernilai positif atau searah, artinya jika variabel luas panen (X) semakin tinggi maka nilai variabel produksi padi (Y) juga semakin tinggi.

Penggunaan varietas yang unggul mampu meningkatkan produksi padi, berdasarkan data dan informasi yang diperoleh petani Banguntapan sekitar 57,5% menggunakan varietas IR64 dan 42,5% menggunakan

y = 7,8711x - 715,81 R = 0,708 R² = 0,5019 0 5000 10000 15000 20000 25000 2200 2300 2400 2500 2600 P rod u k si P ad i (Ton )

(11)

varietas ciherang, kedua varietas ini mampu menghasilkan rata-rata produksi 6 ton/hektar (lampiran 3). Selain itu juga penggunaan pupuk yang berimbang juga dapat meningkatkan hasil produksi padi. Selain penggunaan pupuk anorganik, sekitar 47,5% petani Banguntapan menggunakan pupuk kandang sapi sebagai pupuk dasar, pupuk organik berguna untuk menambah ketersediaan unsur hara ditanah yang dibutuhkan tanaman. Petani Banguntapan, umumnya menggunakan pupuk anorganik seperti Urea, ZA, SP36 dan NPK yang di subsidi oleh pemerintah setempat (lampiran 3).. Produktivitas tanaman padi sangat tergantung dengan ketersediaan hara, jika unsur hara kurang maka produksi akan semakin rendah

4. Luas panen Kecamatan Kasihan

Dari hasil penelitian diketahui bahwa perkembangan luas panen dan produksi padi di Kecamatan Kasihan meningkat, seiring dengan tingginya luas panen.

Tabel 4.Perkembangan luas panen Kecamatan Kasihan

Sumber : Kecamatan Kasihan 2015

Ket : ** (Dua Kali Panen Dalam Setahun) Kecamatan Tahun

Luas Panen

(Hektar) Produksi (Ton)

Produksi Padi (Ton/Hektar) Kasihan 2010 1.401 10.932,4** 7,8 2011 1.194 8.207,9** 6,8 2012 1.234 9.432** 7,6 2013 1.135 8.063,1** 7,1 2014 1.349 9.764,6** 7,2

(12)

Luas panen di Kecamatan Kasihan pada tahun 2010 sekitar 1.401 hektar dan mengalami penurunan pada tahun 2011 sekitar 207 hektar, pada tahun 2012 mengalami peningkatan luas panen sekitar 40 hektar, pada tahun 2013 luas panen mengalami penurunan sekitar 99 hektar dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan luas panen sekitar 214 hektar. Penurunan luas panen diakibatkan konversi lahan yang marak terjadi di dua kecamatan tersebut.

Hubungan antara variabel luas panen dengan produksi padi dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 4. Hubungan antara luas panen dengan Produksi padi

Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar R = 0,464 hal ini menunjukkan bahwa hubungan luas panen dan produksi padi dikategorikan sedang. Nilai koefisien determinasinya R2 = 0,215 hal ini menunjukkan bahwa luas panen mempengaruhi produksi padi sebesar

y = 167,23x - 184267 R² = 0,2154 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 1000 1100 1200 1300 1400 1500

Luas Panen (Hektar)

P rodu ks i P adi ( Ton )

(13)

21,5%, sedangkan 78,5% di pengaruhi oleh pupuk. Selanjutnya uji statistik menunjukkan bahwa nilai Sig yaitu sebesar 0,431 sehingga dapat disimpulkan bahwa luas panen tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi padi. Persamaan yang berada pada garis linier Y = 167,23x – 184267, nilai koefisien b = 167,23 (positif) maka model regresi bernilai positif atau searah, artinya jika variabel luas panen (X) semakin tinggi maka nilai variabel produksi padi (Y) juga semakin tinggi.

Penggunaan pupuk yang berimbang mampu meningkatakan hasil produksi padi, hasil penelitian menunjukkan 52,5% petani Kecamatan Kasihan (lampiran 3). menggunakan pupuk kandang sapi sebagai pupuk dasar, penggunaan pupuk dasar ini bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah dan menambah unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Selain itu juga, penggunaan pupuk anorganik diperlukan oleh tanaman, petani Kasihan menggunakan pupuk urea dan Ponska yang didapatkan dari pemerintah setempat.

Luas areal panen padi adalah jumlah seluruh lahan yang dapat memproduksi padi. Areal panen yang memadai merupakan salah satu syarat untuk terjaminnya produksi beras yang mencukupi.peningkatan luas panen padi secara tidak langsung akan menigkatkan produksi padi. Luas areal panen padi menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap besarnya produksi padi, komponen ini sangat dipengaruhi oleh kondisi alam yang terjadi pada musim tanam, apabila kondisi alam bersahabat dalam artian tidak terjadi kekeringan maupun kebanjiran, maka dapat

(14)

diharapkan terjadi peningkatan dalam luas areal panen padi, sehingga berpengaruh terhadap produksi padi.

Hal ini menunjukkan bahwa luas panen di Kecamatan Banguntapan dan Kasihan mampu meningkatkan produksi padi, artinya jika luas panen tinggi maka produksi padi akan meningkat berdasarkan informasi dari lapangan yang diperoleh produksi padi yang tinggi tidak hanya dikarenakan luas panen yang tinggi. Produksi padi yang tinggi juga didukung dengan penggunaan benih. Varietas yang sering digunakan di Kecamatan Banguntapan dan Kasihan adalah varietas IR 64 dengan produksi sebanyak 6 ton. Selain penggunaan bibit yang unggul, pupuk memiliki peranan penting sebagai salah satu faktor dalam peningkatan produksi padi. Penggunaan pupuk yang berimbang sesuai dengan kebutuhan tanaman mampu meningkatkan produksi padi, pupuk yang digunakan petani di Kecamatan Banguntapan dan Kasihan pada umumnya yakni pupuk bersubsidi yaitu Urea, ZA, SP36 dan NPK.

Penggunaan pupuk subsidi mampu meningkatkan produksi, karena dapat menekan harga sehingga petani tertarik untuk menanam padi. Hal ini sesuai dengan kriteria ekonomi bahwa jika harga input produksi meningkat maka penggunaan terhadap faktor produksi akan berkurang begitupun sebaliknya jika harga input produksi turun maka penggunaan terhadap faktor produksi akan bertambah. Faktor produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk. Jika harga pupuk murah (subsidi) maka petani akan mudah mendapatkan pupuk, sehingga petani

(15)

menambah jumlah penggunaan pupuk sesuai aturan dan akan meningkatkan lahan garapannya yang pada akhirnya dapat meningkatkan luas areal panen padi dan meningkatkan produksi padi. Kenyataannya, apabila terjadi kenaikan harga pupuk maka petani akan mengurangi jumlah pembelian pupuk yang akhirnya juga akan berkurangnya jumlah penggunaan pupuk, sehingga produksi padi dan luas areal panen juga berkurang.

Menurut Dirjen Tanaman Pangan Departemen Pertanian, dalam mendapatkan pupuk bersubsidi setiap petani wajib mengajukan usulan permintaan pupuk bersubsidi, yaitu dengan mengisi rencana defentif kebutuhan kelompok tani (RDKK). RDKK tersebut harus disetujui dari petugas teknis, penyuluh pertanian lapangan atau kepala cabang dinas setempat di tingkat Kecamatan. Penyimpangan dalam penentuan alokasi pupuk akan dikenakan sanksi administratif kepegawaian. Sementara itu pengecer resmi harus memiliki data petani lengkap dengan kepemilikan lahannya. Berdasarkan informasi dari lapangan yang diperoleh responden di dua kecamatan tersebut rata-rata memiliki kelompok tani, dan menggunakan pupuk subisidi dalam budidaya padi.

(16)

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi Konversi Sawah Konversi lahan sawah pada Kecamatan Banguntapan dan Kasihan dipengaruhi tiga faktor yaitu faktor ekonomi, sosial dan kebijakan

pemerintah.

1. Faktor Ekonomi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ekonomi memiliki pengaruh yang besar terhadap keputusan petani mengkonversikan lahan sawah. Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap persepsi petani mengenai konversi lahan sawah, Kecamatan Banguntapan sebanyak 65% (26 petani) dan Kecamatan Kasihan sebanyak 80% (32 petani) sebelum melakukan konversi lahan mempunyai pendapatan <Rp 1.000.000 (kurang dari satu juta) dan sebanyak 35% (14 petani) di Kecamatan Banguntapan dan 20% (8 petani) di Kecamatan Kasihan yang berpendapat >Rp 1.000.000. Jika dibanding dengan upah minimum kabupaten Bantul tahun 2016 sebesar Rp 1.000.000 dan mengacu pada angka kebutuhan hidup layak di kabupaten Bantul sebesar Rp 1.297.700 maka dapat disimpulkan bahwa masih banyak responden yang belum memenuhi angka kebutuhan pendapatan layak. Dengan kondisi dimana kepala keluargalah yang bekerja mencari penghasilan, maka jika menggantungkan pendapatan pada sektor pertanian yang tidak menentu, kesejahteraan yang diinginkan secara perekonomian tidak akan tercapai. Faktor inilah yang membuat petani Kecamatan

(17)

Banguntapan dan Kasihan mengkonversi lahan sawah ke sektor lainnya.

Siklus hidup padi menjadi poin penting bagi petani yang melakukan konversi lahan sawah, siklus yang terlalu lama dan keadaan cuaca serta iklim yang tidak terprediksi membuat petani memilih mengkonversikan lahan sawah padi dengan komoditas lain (pertanian maupun non pertanian) yang lebih menguntungkan. Biaya operasional komoditas pertanian non padi dirasakan petani pemilik lahan yang melakukan konversi lahan lebih efisien jika di bandingkan dengan komoditas padi.

Harga tanah di Kecamatan Banguntapan pada tahun 2015, berkisar antara Rp 1.250.000 hingga Rp 2.000.000 per meter persegi, sedangkan di Kecamatan Kasihan harga tanah berkisar antara Rp 500.000 hingga Rp 1.000.000 per meter persegi. Harga tersebut merupakan harga yang berada di luar areal perumahan, berdekatan dengan jalan raya dan pabrik industri seperti PG Madukismo, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul. Kenaikan harga tanah ini pun berdampak pada trend konversi lahan yang makin marak karena harga tanah yang semakin melonjak naik.

2. Faktor Sosial

a. Perubahan Perilaku

Prasarana dan sarana transportasi dan komunikasi yang memadai telah membuka wawasan penduduk pedesaan terhadap dunia baru

(18)

diluar lingkungannya. Mereka merasa dirinya sebagai petani yang ketinggalan zaman dan sama sekali belum modern. Persepsi mereka,terutama generasi mudanya, terhadap profesi petani tidak jauh berbeda dengan persepsi masyarakat perkotaan, yaitu bahwa profesi petaniadalah pekerjaan yang kurang bergengsi.

Akibat dari perubahan cara pandang tersebut, citra petani dibenak mereka semakin menurun. Dengan demikian lahan pertanian bukan lagi merupakan aset sosial semata, tetapi lebih diandalkan sebagai aset ekonomi atau modal kerja bila mereka beralih profesi di luar bidang pertanian. keadaan tersebut semakin diperburuk dengan kondisi ekonomi seperti saat ini, dimana kesempatan kerja formal semakin sedikit. Tidak sedikit petani menjual lahannya untuk biaya hidup, pendidikan serta kesehatan.

b. Tingkat pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang dalam menjalani hidup ini. Tinggi rendahnya pendidikan petani berpengaruh pada keputusan dalam mengkonversi lahan, semakin tinggi tingkat pendidikan petani semakin kritis dalam pengambilan keputusan. Sebaliknya semakin rendah pendidikannya berarti semakin mudah petani tersebut untuk terpengaruh pada orang lain.

Pada penelitian ini tingkat pendidikan diukur berdasarkan pendidikan formal yang ditempuh oleh responden, yang digolongkan menjadi tiga bagian yaitu tidak tamat SD, SD dan SMP. Semakin

(19)

tinggi pendidikan seseorang maka semakin matang pula ia dalam berpikir dan bertindak,yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja. Rendahnya produktivitas seseorang dapat diakibatkan rendahnya pendidikan dan keterampilan yang dimiliki. Disamping itu pendidikan memiliki peran yang penting bagi seseorang yang hendak melakukan pekerjaan. Tingkat pendidikan mempunyai korelasi dengan pekerjaan, semakin tinggi pendidikan seseorang makin besar kemungkinan untuk memperoleh kesempatan kerja. Untuk lebih jelasnya tentang jenjang pendidikan yang dimiliki responden dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 5. Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh

Kecamatan Pendidikan jumlah Persentase (%) Banguntapan Tidak Tamat SD 16 40

SD 18 45

SMP 6 15

Kasihan Tidak Tamat SD 20 50

SD 13 32,5

SMP 7 17,5

Sumber : Data Primer kuisioner

Berdasarkan data pada tabel 14, diketahui bahwa mayoritas petani di Kecamatan Banguntapan yaitu SD yaitu sebesar 45% (18 petani), tidak tamat SD sebesar 40% (16 Responden) dan SMP sebesar 15% (6 petani). Sedangkan pada Kecamatan Kasihan mayoritas petani tidak tamat SD sebesar 50% (20 responden), SD sebesar 32,5% (13 petani) dan SMP sebesar 17,5% (7 petani). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petani memiliki pendidikan yang

(20)

rendah. Banyaknya petani yang tidak tamat SD berpengaruh terhadap pengambilan keputusan untuk mengkonversi lahan mereka menjadi sektor non pertanian. Jika pendidikan petani rendah, tidak menutup kemungkinan petani tersebut akan mudah terpengaruh orang lain. Pengaruh tersebut bisa datang dari tetangga disekitarnya atau dari aparat desa yang bersangkutan. Sebaliknya jika petani memilikipendidikan tinggi maka dapatberpikir rasional dalam mengambil keputusan untuk mengkonversi lahan sawah yang dimiliki. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi teknik budidaya yang dilakukan petani, petani yang memiliki teknik pendidikan rendah membudidayakan padi berdasarkan pengalaman turun temurun sedangkan petani yang memiliki pendidikan tinggi membudidayakan padi sesuai dengan GAP (good agriculture practice).

c. Kepadatan penduduk

Kepadatan penduduk di suatu wilayah sangat mempengaruhi tingkat konversi lahan yang terjadi di wilayah tersebut. Semakin besar jumlah penduduk maka kebutuhan lahan yang akan dijadikan tempat tinggal juga meningkat. Berdasarkan Tabel 11 kepadatan penduduk di kecamatan Banguntapan dan Kasihan dalam lima tahun terakhir (2010-2014) mengalami peningkatan. Kepadatan penduduk ini diprediksi akan terus meningkat jika dilihat dari perkembangan Kota Yogyakarta. Adapun rumus kepadatan Penduduk yaitu :

(21)

r = (Pt/Po)(1/t) – 1 x 100)

keterangan : r = laju pertumbuhan penduduk Pt = jumlah penduduk tahun terakhir Po = jumlah penduduk tahun dasar

t = selisih antara tahun terakhir dan tahun dasar Tabel 6. Kepadatan Penduduk Kecamatan Banguntapan Dan Kasihan Kecamatan Tahun Luas Wilayah Kepadatan Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk Banguntapan 2010 120.123 4.218 2,42 2011 122.510 4.302 2012 128.838 4.384 2013 131.584 4.620 2014 135.420 4.755 Kasihan 2010 92.688 3.367 5,64 2011 109.030 1.724 2012 114.412 3.533 2013 119.271 3.683 2014 121.995 3.768

Sumber : Kabupaten Bantul, 2015

Laju pertumbuhan jumlah penduduk kecamatan Banguntapan mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir sekitar 2,42 jiwa dan kecamatan Kasihan sekitar 5,64 jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk di kecamatan Banguntapan dan Kasihan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi serta banyaknya fasilitas umum yang semakin pesat. Hal ini juga didukung dengan letak wilayah yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta sehingga banyaknya pembangunan perumahan-perumahan baru di kecamatan Banguntapan dan Kasihan.

(22)

Salah satu penyebabnya adalah semakin sempitnya lahan kosong di daerah Kota Yogyakarta yang dijadikan sebagai tempat bisnis dan kantor sehingga harus beralih pada daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta

3. Persepsi masyarakat

Persepsi atau cara pandang beberapa individu yang dianggap dapat mewakili masyarakat lainnya dalam aktifitas di suatu wilayah yang sama. Cara pandang masyarakat dibutuhkan untuk mengetahui secara langsung faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah di Kecamatan Banguntapan dan Kasihan. Untuk mengetahui persepsi masyarakat dilakukan dengan penyebaran

Tabel 7. Persepsi Masyarakat Yang Melakukan Konversi Lahan Sawah

No Pertanyaan Jawaban Kec.

BT Kec. K % B.T % K 1

Berapa luas lahan yang anda tanami padi a. <500 m2 28 24 70 60 b. 500-1000m2 5 9 12,5 22,5 c. 1000-5000m2 7 7 17,5 17,5 d. 5000m2- 1 hektar 2 Apakah pemerintah daerah pernah memberikan bantuan saprodi a. Kadang-kadang 22 29 55 72,5 c. tidak pernah 18 11 45 27,5 3 Apakah ada bagian dari lahan anda yang di konversikan ?

a. ada 40 40 100 100

(23)

4

Berapa persen lahan yang anda konversikan ? a. 50% 17 13 42,5 32,5 b. 100% 23 27 57,5 67,5 5 Mengapa anda mengkonversikan lahan ? a. tempat tinggal 12 19 30 47,5 b. industri/pengembang 18 5 45 12,5

c. lahan tidak subur 14 35

d. letak yang strategis 10 2 25 5

6

Apakah ada yang mendorong anda untuk mengkonversikan lahan ? a. ada 11 27,5 b. tidak ada 29 40 72,5 100 7 Apakah anda mengurus surat izin perubahan penggunaan tanah (IPPT) ? a. ya 15 14 37,5 35 b. tidak 25 26 62,5 65 8 Apakah mudah perizinan untuk pengubahan konversi lahan dari pemerintah a. ya 15 14 37,5 35 b. tidak 25 26 62,5 65

Sumber : Data Primer Ket: BT = Banguntapan

K = Kasihan

Berdasarkan hasil analisis kuisioner luasan lahan yang ditanami padi oleh petani bermacam-macam, <500 m2 (57,5% petani Banguntapan, 60% Kasihan), 500-1000m2 (17,5% petani Banguntapan, 22,5% Kasihan), 1000-5000 m2 ( 25% petani Banguntapan, 17,5% Kasihan). Dalam budidaya padi yang dilakukan petani, pemerintah memberikan bantuan saprodi berupa pupuk, bibit. Petani yang pernah menerima bantuan saprodi dari pemerintah sebanyak (55% petani Banguntapan, 72,5% Kasihan) dan petani yang tidak pernah

(24)

mendapatkan bantuan saprodi sebanyak (45% petani Banguntapan, 27,5% Kasihan). Petani yang tidak mendapat bantuan saprodi dikarenakan tidak memiliki kelompok tani, sedangkan yang mendapat bantuan saprodi memiliki kelompok tani, peraturan yang ditetapkan pemerintah yaitu penerima bantuan saprodi harus memiliki kelompok tani.

Lahan sawah yang dikonversikan oleh petani antara 50-100%, untuk konversi lahan sebanyak 50% (42,5% petani Banguntapan, 32,5% Kasihan) dan konversi lahan sebanyak 100% (57,5% petani Banguntapan, 67,5% Kasihan). Petani yang mengkonversikan lahan digunakan untuk tempat tinggal (45% petani Banguntapan, 47,5% Kasihan), 30% petani Banguntapan dan 25% Kasihan menjual lahan mereka kepada pengembang (perumahan dan industri), 12,5% petani Kasihan mengantikan tanaman budidaya padi dengan tebu dikarenakan lahan yang sudah tidak subur, 25% petani Banguntapan dan 15% Kasihan dimanfaatkan untuk berwirausaha karena letaknya yang strategis dengan jalan raya dan berbatasan dengan perkotaan. Masyarakat mengubah lahannya karena kebutuhan ekonomi yang terus meningkat sedangkan hasil dari lahan sawahnya tidak dapat memenuhi kebutuhan perekonomiannya sehingga masyarakat, merubah lahannya untuk menjadi tempat tinggal yang akan disewakan, hal ini berkaitan dengan perkembangan aglomerasi kota Yogyakarta.

(25)

Perkembangan Fisik Kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (APY) merupakan salah satu faktor penyumbang terjadinya konversi lahan, hal ini berkaitan dengan populasi penduduk yang telah mendekati angka 1.500.000 jiwa. Selain itu, mobilitas manusia serta aktivitas ekonomi masuk dan keluar dari pusat kota Yogyakarta mengakibatkan terjadinya perubahan struktur pemanfaatan ruang desa-desa yang berada pada kawasan kota Yogyakarta seperti daerah sub urban di Kabupaten Sleman dan Bantul (BKTRN, 2016).

Hasil kuisioner tentang perizinan alih fungsi lahan, tidak semua petani mengurus izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) yang sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul No. 23 tahun 2000. Dapat dilihat bahwa ada 62,5% petani Banguntapan dan 65% Kasihan tidak melakukan perizinan dalam mengkonversikan lahannya pada saat wawancara petani menyatakan karena sulitnya untuk mengurus perizinan dan lokasi untuk melakukan perizinan terlalu jauh. Sedangkan 37,5% petani Banguntapan dan 35% Kasihan telah melakukan perizinan sesuai pada Peraturan Daerah Kabupaten Bantul No. 23 tahun 2000. Dalam mengurus perizinan sebanyak 67,5% petani Banguntapan dan 75% Kasihan menyatakan sulitnya mengurus perizinan, sehingga mereka langsung mengubah lahannya.

(26)

4. Kebijakan Pemerintah

Konversi lahan sawah di Kecamatan Banguntapan dan Kasihan dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, karena pada dasarnya belum ada peraturan pertanahan yang mengikat masyarakat dalam menahan laju konversi lahan sawah. Masyarakat Kecamatan Banguntapan dan Kasihan melihat fenomena konversi lahan sawah sebagai hal yang wajar dilakukan oleh petani karena hal ini menyangkut hubungan pemilik lahan dengan lahannya. Pertambahan jumlah penduduk menjadi faktor penting dalam meningkatkan volume konversi lahan pada Kecamatan Banguntapan dan Kasihan, karena dengan bertambahnya jumlah penduduk menuntut untuk sebuah wilayah mendirikan pemukiman yang layak bagi penduduk. Para pengembang perumahan yang melihat potensi besar untuk mendirikan industri perumahan, sehingga para pemilik lahan yang jenuh dengan pendapatan yang minim tertarik untuk menjual lahan milik mereka.

Aparat pemerintah Kecamatan Banguntapan dan Kasihan yang menjadi responden penelitian mengatakan sangat sulit mencegah konversi lahan pertanian karena jika petani diperingatkan maka para petani berdalih semua hak untuk mengurus lahan adalah milik petani pemilik lahan, secara tidak langsung para aparat pemerintahan tidak bisa melakukan intervensi mengenai konversi lahan pertanian. Para pemilik lahan memiliki keleluasaan dalam mengatur sumber daya lahan pertanian miliknya, dan tentunya untuk melakukan perubahan

(27)

terhadap lahannya, dalam tatanan ini konversi lahan pertanian sangat mungkin terjadi.

Hal serupa diungkapkan beberapa responden penelitian yang mengkonversikan lahan, mereka menyatakan memiliki kebebasan untuk mengkonversi lahan pertanian miliknya, dan tidak ada pihak yang keberatan dan merasa dirugikan dengan konversi lahan telah mereka lakukan. Responden juga mengatakan jika mereka tetap melakukan budidaya khususnya tanaman padi, pemerintah tidak memperhatikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan petani, sehingga para petani merasa enggan untuk membudidayakan tanaman padi, harga jual gabah yang tidak menentu juga menjadi salah satu pendorong petani untuk tidak membudidayakan padi, hal ini dikarenakan pemerintah tidak peduli dengan harga jual kepada petani.

Permasalahan lain yang dihadapi pemerintah daerah dalam menangulangi tingginya tingkat konversi lahan di Kabupaten Bantul yaitu banyak lahan-lahan pertanian yang diubah fungsinya menjadi lahan terbangun tanpa izin terlebih dahulu kepada pemerintah daerah, hal ini menjadi permasalahan serius apabila konversi lahan berpotensi melanggar jalur yang ditetapkan oleh Perda rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Bantul yang mengakibatkan laju konversi lahan pertanian menjadi non pertanian terus meningkat dan meluas. Pemerintah Kabupaten Bantul sendiri telah melakukan tindakan teguran dan surat peringatan kepada masyarakat yang melakukan

(28)

konversi lahan tanpa izin dan apabila tidak segera menyelesaikan perizinan maka bisa terkena sanksi berupa kurungan maksimal tiga tahun atau denda administrasi antara Rp 100 hingga Rp 500 juta sesuai Perda Kabupaten Bantul No. 23 Tahun 2000 pasal 63 tentang ketentuan pidana.

Konsep Tata Ruang yang tidak jelas turut mempengaruhi konversi lahan pertanian pada Kecamatan Banguntapan dan Kasihan. Petani pemilik lahan dan pemerintah setempat belum memiliki konsep tata ruang yang jelas sehingga lahan pertanian yang seharusnya diperhatikan dan tidak boleh dikonversikan menurut Perda Kabupaten Bantul Nomor 4 Tahun 2011, saat ini berubah fungsi menjadi lahan non pertanian berupa perumahan, perhotelan dan ruko. Daerah yang sebelumnya hamparan sawah berubah menjadi perumahan dan pemanfaatan non pertanian lainnya.

5. Efektivitas Kebijakan Pemerintah Mengendalikan Konversi Lahan

Pemerintah Kabupaten Bantul mengeluarkan kebijakan yang erat kaitannya dengan upaya pengendalian konversi lahan sawah, yakni peraturan daerah (perda) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul Tahun 2010 – 2030 menjelaskan kawasan peruntukan pertanian meliputi kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, dan kawasan

(29)

peternakan. Ketentuan pengendalian penataan ruang dibahas dalam Bab VIII Perda Nomor 4 Tahun 2011 yang sinergi dengan pengaturan pemanfaatan lahan sawah dan diselenggarakan melalui :

1. Ketentuan umum peraturan zonasi

Kawasan peruntukkan pertanian terdiri dari ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian tanaman pangan meliputi a). Pengarah untuk pembudidayaan tanaman pangan. b). Pengizinan adanya kegiatan pendukung pertanian. c). Pelarangan adanya kegiatan budidaya yang dapat mengurangi luas kawasan sawah irigasi. d). Pelarangan adanya kegiatan budidaya yang mengurangi atau merusak fungsi lahan dan kualitas tanah.

2. Ketentuan perizinan

Perizinan yang harus dipenuhi dalam pemanfaatan ruang termasuk sebelum pemanfaatan lahan sawah yang disesuaikan dengan zonasi dari pola ruang peruntukkannya yang meliputi fatwa pengarah lokasi,izin/penetapan lokasi izin pemanfaatan tanah/bangunan, serta izin pendirian bangunan.

3. Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif

Insentif diberikan sebagai stimulan bagi yang mendukung kebijakan pemerintah, salah satunya dalam pengembangan ruang terbuka hijau.insentif dapat berupa kemudahan perizinan maupun pemberian pelayanan utilitas.

(30)

Disinsetif diberikan untuk membatasi pembangunan di kawasan resapan air termasuk lahan sawah agar tidak dikonversi meskipun bukan pada kawasan peruntukkan pertanian tanaman pangan. Disinsetif dapat berupa pengenaan biaya perizinan yang lebih besar (izin usaha di bidang perdagangan,izin usaha industri, izin mendirikan bangunan, dan lain-lain), persyaratan koefisien dasar bangunan yang kecil dan koefisien daerah hijau yang besar, persyaratan spesifikasi bangunan, kompensasi untuk mengganti resapan air yang berkurang.

4. Ketentuan sanksi

Keberadaan kawasan peruntukkan tanaman pangan harus dipertahankan agar tidak dikonversi dengan cara pemberian sanksi administratif bagi pihak yang melanggar di bidang penataan ruang, termasuk bagi yang menutupakses sumber air irigas untuk lahan sawah. Sanksi admisitratif dapat berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangunan, pemulihan fungsi ruang, dan/atau denda administratif.

Kebijakan pemerintah dalam upaya pengendalian konversi lahan sawah akan berjalan efektif ketika terdapat pengajuan perizinan umumnya dilakukan oleh pihak yang akan membangun lokasi bagi kegiatan industri, perdagangan, atau perumahan yang mengkonversikan lahan sawah secara gradual dengan membelinya dari petani/pemilik. Hal ini dapat ditandai dengan terkonsentrasinya lahan sawah yang

(31)

dikonversi pada suatu hamparan yang luas. Lain halnya dengan konversi langsung dilakukan oleh petani/pemilik lahan sawah dengan tidak perlu mengajukan perizinan kepada pemerintah. Konversi hanya terpantau ketika lahan sawah sudah beralih fungsi pada saat pendataan pemanfaatan lahan di akhir tahun dan tidak terpantau ketika proses konversi akan dilakukan. Proses konversi yang dilakukan petani berlangsung secara instan yang ditandai dengan lahan sawah terkonversi berada dalam luasan kecil dan tersebar di berbagai tempat. Dengan demikian, tidak semua proses konversi lahan sawah dapat terdata dan terpantau pemerintah.

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Laju Konversi Kecamatan Banguntapan
Gambar 1. Hubungan antara laju konversi lahan sawah dengan Produksi  Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar R =  0,701 hal ini menunjukkan bahwa hubungan konversi lahan dan produksi  padi    dikategorikan  kuat
Tabel 2. Perkembangan Laju Konversi Kecamatan Kasihan
Gambar 2.  Hubungan antara laju konversi lahan sawah dengan Produksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Parameter pengujian yang digunakan adalah resistansi dan tegangan keluaran sensor, (ii) membuat rangkaian akuisisi data untuk menguji sensor dalam mendeteksi bahan

Penelitian ini bertujuan untuk produksi sabun mandi transparan dengan memanfaatkan VCO mengandung karotenoid tomat (VCO+tmt), serta menentukan kombinasi gliserol,

menunjukkan jika plat resin akrilik yang direparasi dengan penambahan E- JODVV ¿EHU dengan volumetrik 7,4% menghasilkan kekuatan transversal tertinggi dibandingkan

Dalam mencapai tujuan MDGs khususnya poin 4 dan 5 tahun 2015 dimana salah satu tujuannya adalah memperbaiki kondisi kelompok rentan ibu dan anak yang masih

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa MI BPI Kampung Baru, peneliti memperoleh dan mengumpulkan data melalui instrumen tes tentang skor pemahaman

Perbandingan tekanan yang terjadi menunjukkan bahwa data ukur awal (tanpa PRV) menunjukkan peningkatan tekanan yang semakin besar yang disebabkan oleh perbedaan elevasi yang

Seluruh Dosen Jurusan Teknik Industri Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah memberikan ilmu kepada saya selama 4 tahun mencari ilmu.. General Manager

Perhatian ekowisata yang menekankan pada nilai-nilai konservasi dari lingkungan dan budaya lokal, multiplier effect bagi masyarakat, dan partisipasi masyarakat