• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi

1. Definisi persepsi

Sensasi yang ditransmisikan ke otak adalah bentuk mentah dari energi yang harus diinterpretasi dan diorganisasi melalui sebuah proses yang disebut persepsi (Lahey, 2007). Atkinson (2000) mendefinisikan persepsi sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap suatu benda, manusia, atau kejadian.

Gibson, dkk (1989) mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif yang dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya (terhadap objek). Gibson juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara individu melihat situasi seringkali lebih penting daripada situasi itu sendiri.

Sebuah kejadian pada umumnya didefinisikan sebagai peristiwa yang meliputi ruang dan waktu. Melalui definisi ini, dapat disimpulkan bahwa kejadian meliputi semua persepsi mengenai gerak, namun persepsi mengenai kejadian sering kali disebut sebagai event

(2)

perception, bukan motion perception. Event perception digunakan

untuk menjelaskan persepsi visual dari aliran optik, pergerakan manusia dan objek yang relatif terhadap lingkungan (Shiffrar, 2005). Shaw, Flascher & Mace (1995) mendefinisikan event perception sebagai deteksi dari informasi mengenai gaya dari perubahan yang terjadi pada struktur dalam ruang dan waktu tertentu. Perbedaan antara

event perception dan motion perception adalah pada motion perception

terjadi dalam isolasi, sedangkan event perception terjadi pada ruang dan waktu.

Berdasarkan theory of unconscious inference yang dicetuskan oleh Helmholtz, beberapa dari persepsi adalah hasil dari asumsi ketidaksadaran yang dibuat mengenai lingkungan. Teori ini meliputi prinsip likelihood, yang mengatakan bahwa individu merasakan objek yang menyebabkan pola stimulus yang diterima. Proses persepsi dinilai sama dengan proses pemecahan masalah. Dalam persepsi, masalahnya adalah untuk menentukan objek mana yang menyebabkan pola tertentu dari stimulus, dan masalah ini diselesaikan dengan proses dimana pengamat menerapkan pengetahuannya untuk menarik kesimpulan mengenai apakah objek tersebut (Goldstein, 2011). Dalam penelitian ini, definisi persepsi yang akan digunakan adalah proses pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu terhadap suatu benda, manusia, atau kejadian.

(3)

2. Aspek-aspek persepsi

Ittelson (dalam Bell, 2001) menyatakan bahwa ada 4 aspek persepsi yaitu :

a. Kognitif, meliputi berpikir mengenai, mengorganisasi dan menyimpan informasi.

b. Afektif, perasaan kita yang mempengaruhi bagaimana kita mempersepsi sesuatu.

c. Interpretatif, sejauhmana individu memaknai sesuatu.

d. Evaluatif, menilai sesuatu sebagai aspek yang baik dan buruk. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi. Faktor-faktor ini menyebabkan adanya perbedaan persepsi tiap1tiap individu. Menurut Rookies & Willson (2000), faktor-faktor tersebut adalah : a. Usia

Kemampuan perseptual berubah dan matang seiring dengan perkembangan. Secara umum, kemampuan perseptual meningkat dan secara lebih akurat merepresentasikan dunia fisik, namun ada juga kemampuan perseptual yang menurun seiring bertambahnya usia. Seseorang dikatakan remaja apabila memasuki rentang usia 11-19 tahun, dan dikatakan dewasa apabila memasuki rentang usia 20-40 tahun (Papalia, 2003). Perbedaan ini dapat memberikan perubahan dalam dunia persepsi seseorang. Santrock (2013) menyatakan ketika seseorang memasuki usia dewasa adanya

(4)

peningkatan informasi di area yang spesifik, pengetahuan umum dan juga berfikir secara realistik.

b. Gender

Masalah perbedaan gender dalam proses psikologi sangat kontroversial. Kemampuan yang memiliki perbedaan gender yang konstan adalah kemampuan visual spasial. Pada kemampuan ini, pria mempunyai skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita.

c. Kepribadian

Orang-orang dengan kepribadian yang berbeda akan bersikap berbeda dalam berbagai situasi sosial dan mungkin saja memberikan respon yang berbeda terhadap berbagai informasi. d. Keadaan psikologis

Ada banyak kerusakan fisik yang dapat mempengaruhi persepsi. Penyakit seperti katarak, agnosia dan prosopagnosia dapat mengakibatkan kesulitan dalam mempersepsikan sesuatu. Selain kerusakan dan penyakit, penggunaan obat-obatan baik yang

legal maupun illegal juga dapat mempengaruhi persepsi. Oleh

karena itu, mungkin saja orang yang menggunakan zat tertentu seperti kafein, akan mempunyai pengalaman perseptual yang berbeda.

(5)

e. Perceptual set

Set adalah ekspektasi yang dibawa oleh observer ke dalam

situasi perseptual. Latar belakang dan pengalaman kita sepertinya membuat kita melihat suatu hal dengan cara tertentu, terutama jika stimulus yang diberikan ambigu. Ada beberapa hal yang mempengaruhi set yaitu motivasi, konteks, ekpektasi, pengalaman sebelumnya dan emosi.

f. Budaya

Ada aspek dalam lingkungan dan budaya yang membuat individu mempersepsikan dan mendapatkan pengalaman yang berbeda. Individu yang dibesarkan dengan pengaruh budaya Barat akan mengenali stimulus visual tertentu seperti televisi dan film, namun stimulus tersebut akan membingungkan individu yang dibesarkan dari daerah yang terpencil. Beberapa studi telah menemukan bukti yang kuat untuk mendukung adanya pengaruh lingkungan fisik terhadap persepsi individu.

g. Pengetahuan sebelumnya

Persepsi bergantung kepada informasi tambahan yang dimiliki oleh individu. Individu dapat mengenali objek yang berbeda karena adanya pengetahuan sebelumnya yang dibawa individu ke dalam situasi tersebut (Goldstein, 2011).

(6)

4. Pengukuran persepsi

Metode yang digunakan dalam pengukuran persepsi adalah

self-report. Metode ini menggunakan daftar pernyataan-pernyataan

yang harus dijawab oleh individu yang disebut sebagai skala persepsi. Dari respon subjek pada setiap pernyataan itu kemudian dapat disimpulkan mengenai persepsi seseorang. Respon individu terhadap stimulus (pernyataan-pernyataan) persepsi yang berupa jawaban setuju atau tidak setuju itulah yang menjadi indikator persepsi seseorang (Azwar, 2003).

B. E-learning

1. Pengertian e-learning

E-learning merupakan penggunaan teknologi informasi dan

komunikasi (TIK) dalam berbagai proses pendidikan untuk mendukung dan meningkatkan pembelajaran di lembaga pendidikan tinggi. Penggunaan teknologi termasuk sebagai suplemen untuk kelas tradisional, belajar online atau pencampuran keduanya (OECD, 2005).

E-learning menawarkan lembaga dan siswa mereka fleksibilitas tempat

dan waktu dalam mentransfer atau menerima informasi belajar. Melanjutkan praktek pengembangan profesional dalam pekerjaan yang bergerak cepat saat ini yang melibatkan penggunaan teknologi modern sebagai bagian dari upaya untuk memberikan pengalaman belajar yang fleksibel dan responsif (Smedley, 2010).

(7)

Munir (2008) menyatakan bahwa e-learning merupakan pembelajaran dengan menggunakan media atau jasa bantuan perangkat elektronik. E-learning adalah proses belajar secara efektif yang dihasilkan dengan cara menggabungkan penyampaian materi secara digital yang terdiri dari dukungan dan layanan dalam belajar.

Pada umumnya, e-learning adalah proses pembelajaran dengan menggunakan/memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya internet, agar pengajar dan pelajar dapat berkomunikasi tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Santrock (2007) yang menyatakan bahwa internet merupakan inti dari komunikasi melalui komputer.

E-learning sering disebut penggunaan jaringan pada teknologi

informasi dan komunikasi dalam mengajar dan belajar. Sejumlah istilah lain juga digunakan untuk menggambarkan cara mengajar dan belajar.

E-learning termasuk online learning (pembelajaran online), virtual learning (pembelajaran virtual), distributed learning, network and web-based learning. Pada dasarnya, mereka semua merujuk kepada proses

pendidikan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk menengahi kegiatan pembelajaran asynchronous maupun

synchronous dan aktifitas pembelajarannya (Naidu, 2006). Tetapi untuk

lebih luasnya, mahasiswa yang menggunakan e-mail dan mengakses materi kuliah secara online juga dapat dikatakan e-learning (OECD, 2005).

(8)

2. Pola E-learning

Menurut Romiszowski (dalam Naidu, 2006) pola e-learning ada empat, yaitu:

a. Individual self-paced e-learning online yang mengacu pada situasi dimana pelajar individu mengakses sumber belajar melalui intranet atau internet. Contoh dari tipe ini adalah pelajar yang belajar sendiri atau mengadakan penelitian pada internet atau jaringan lokal.

b. Individual self-paced e-learning offline yang mengacu pada situasi dimana pelajar individu menggunakan sumber belajar yang tidak terhubung dengan intranet atau internet. Contoh dari tipe ini adalah pelajar yang belajar melalui perangkat seperti CD dan DVD.

c. Group-based e-learning synchronously yang mengacu pada situasi dimana sekelompok pelajar belajar bersama dalam waktu yang nyata melalui intranet atau internet. Hal ini meliputi komunikasi dua arah yang menggunakan audio dan video konferensi.

d. Group-based e-learning asynchronously yang mengacu pada situasi di mana sekelompok pelajar tidak harus belajar dalam waktu yang nyata. Contoh tipikal dari tipe ini meliputi diskusi

online melalui email dan konferensi dengan pembelajaran

(9)

3. Komponen e-learning

Secara garis besar, menurut Romiszowski (dalam Naidu, 2006) ada 3 (tiga) komponen utama yang menyusun e-learning, yaitu :

a. Sistem e-learning

Sistem perangkat lunak yang memvirtualisasi proses belajar mengajar konvensional. Bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian (rapor), sistem ujian online dan segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar. Sistem perangkat lunak tersebut sering disebut dengan learning managements system (LMS).

b. Konten e-learning

Konten dan bahan ajar yang ada pada e-learning system

(learning management system). Konten dan bahan ajar ini bisa

dalam bentuk multimedia - based content (konten berbentuk multimedia interaktif) atau text-based content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajaran biasa).

c. Peralatan e-learning

Infrastruktur e-learning dapat berupa personal computer

(PC), jaringan komputer dan perlengkapan multimedia. Termasuk

di dalamnya peralatan teleconference apabila kita memberikan layanan synchronous learning melalui teleconference.

(10)

4. Kelebihan dan kekurangan pada e-learning

Rusman (2011) ada beberapa kelebihan dari e-learning, yaitu :

a. Tersedianya fasilitas e-moderating dimana dosen dan mahasiswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja tanpa dibatasi jarak, tempat, dan waktu.

b. Dosen dan mahasiswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari.

c. Mahasiswa dapat belajar atau me-review bahan pelajaran setiap saat dan dimana saja kalau diperlukan, mengingat bahan ajar tersimpan di komputer.

d. Bila mahasiswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat mengakses di internet secara lebih mudah.

e. Baik dosen maupun mahasiswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah mahasiswa yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.

f. Perubahan dari mahasiswa yang pasif ke aktif dan lebih mandiri.

(11)

g. Relatif lebih efisien, misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi.

Selain itu, ada terdapat beberapa kritik mengenai e-learning menurut Bullen (dalam Rusman, 2011), yaitu :

a. Kurangnya interaksi antara dosen dan mahasiswa atau bahkan antar sesama mahasiswa itu sendiri.

b. Kecenderungan mengabaikan aspek akademis atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial. c. Proses pembelajaran cenderung ke arah pelatihan daripada

pendidikan.

d. Perubahan peran dosen dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT/medium komputer.

e. Mahasiswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal.

f. Tidak semua tempat tersedia difasilitasi internet.

g. Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan mengoperasikan internet.

h. Kurangnya personal dalam hal penguasaan bahasa pemprograman computer.

(12)

C. Mahasiswa

Secara harfiah, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut, maupun akademi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi.

Menurut Papalia (2003), mahasiswa termasuk dalam tahap pencapaian (achieving stage), yaitu tahap dimana indivdu menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk mencapai kemandirian dan kompetensi, misalnya dalam hal karir dan keluarga. Masa di kampus merupakan tempat dimana mahasiswa dapat mengembangkan rasa ingin tahu mereka secara intelektual, dan meningkatkan kemampuan dalam hal bekerja serta meningkatkan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan. Memilih untuk kuliah merupakan suatu gambaran untuk memperoleh karir di masa depan dan hal ini akan cenderung mempengarhui pola berpikir individu.

Masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25 tahun (Winkel, 1997). Menurut Hurlock (1999) masa ini termasuk ke dalam masa dewasa dini. Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun.

D. Mahasiswa USU

Mahasiswa USU merupakan peserta didik yang terdaftar di USU secara sah pada satu jenis pendidikan akademik, profesi, dan/atau vokasi. Warga negara asing dapat menjadi mahasiswa USU setelah memenuhi persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Mahasiswa USU dapat

(13)

dikategorikan ke dalam beberapa program yaitu program diploma, program strata-1, dan program pascasarjana. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel dari mahasiswa USU program strata-1. Dalam program strata-1, mahasiswa USU terbagi kedalam 14 fakultas/program studi yaitu fakultas kedokteran, fakultas hukum, fakultas pertanian, fakultas teknik, fakultas ekonomi, fakultas kedokteram gigi, fakultas ilmu budaya, fakultas MIPA, fakultas FISIP, fakultas kesehatan masyarakat, fakultas keperawatan, fakultas psikologi, fakultas farmasi¸ dan fakultas fasilkom TI dimana setiap fakultas/program studi memiliki kapasitas yang berbeda-beda berkaitan dengan jumlah mahasiswanya. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2014 tentang Statuta Universitas Sumatera Utara).

E. Gambaran persepsi mahasiswa USU terhadap e-learning

Atkinson (2000) menyebutkan persepsi sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap suatu benda, manusia, atau situasi. Ittelson (dalam Bell, 2001) menyatakan bahwa ada 4 aspek persepsi yaitu, kognitif, afektif, interpretatif dan evaluatif. Aspek kognitif meliputi pemikiran individu terhadap suatu stimulus, aspek afektif meliputi perasaan individu terhadap suatu stimulus, aspek interpretatif meliputi pemaknaan individu terhadap suatu stimulus, dan aspek evaluatif meliputi penilaian individu terhadap suatu stimulus.

(14)

Persepsi individu muncul karena adanya suatu stimulus. Dalam hal ini stimulusnya adalah pola-pola e-learning menurut Romiszowski (dalam Naidu, 2004) yaitu, Individual self-paced e-learning online, Individual

self-paced e-learning offline, Group-based e-learning synchronously, dan Group-based e-learning asynchronously.

Gambaran persepsi mahasiswa USU terhadap pola-pola e-learning dimaksudkan sebagai pemikiran, perasaan, pemaknaan dan penilaian yang dilakukan mahasiswa USU terhadap penerapan sistem belajar e-learning yang ditinjau dari pola-pola e-learning itu sendiri. Berdasarkan fenomena yang diperoleh, kampus USU sudah menyediakan fasilitas e-learning di beberapa fakultasnya namun beberapa mahasiswa USU tidak mengetahui atau tidak dapat mengutarakan apa yang di maksud dengan e-learning itu sendiri. Goldstein (2011) menyatakan persepsi bergantung kepada informasi yang dimiliki oleh individu. Individu dapat mengenali objek yang berbeda karena adanya pengetahuan sebelumnya yang dibawa individu ke dalam situasi tersebut. Dalam hal ini, mahasiswa USU belum mengetahui banyak informasi tentang e-learning sehingga minimnya informasi tersebut menyebabkan beberapa mahasiswa USU tidak dapat mengutarakan apa itu e-learning.

Pada pola pertama dan kedua, yaitu individual self paced

e-learning online dan individual self paced e-e-learning offline. Berdasarkan

fenomena yang diperoleh, mahasiswa USU merasakan manfaat yang diperoleh dengan adanya pembelajaran e-learning yang bersifat online

(15)

maupun offline karena pada pola ini meliputi kegiatan sehari-hari mahasiswa USU dalam mengerjakan tugas dengan bantuan jaringan internet dan juga kegiatan menggunakan aplikasi di komputer/laptop yang mempermudah mahasiswa USU dalam mengerjakan tugas perkuliahan. Rusman (2011) menyatakan kelebihan dari e-learning salah satunya adalah mahasiswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui jaringan internet kapan saja tanpa dibatasi jarak, tempat, dan waktu. Manfaat inilah yang dirasakan mahasiswa USU dalam pembelajaran e-learning.

Pada pola kedua dan ketiga, yaitu group based e-learning

synchronously dan group based e-learning asynchronously. Pola ini

berkaitan dengan kegiatan individu ketika bersama dengan kelompoknya atau berbeda tempat dengan kelompoknya, individu tetap memanfaatkan

e-learning atau tidak. Berdasarkan fenomena yang diperoleh, individu jarang

memanfaatkan e-learning dalam kegiatan group. Seperti layanan video

conference atau audio conference yang terdapat dalam pola ketiga, ada

sebagian mahasiswa USU yang tidak mengerti dengan istilah tersebut dan ada sebagian mahasiswa USU yang mengerti dengan istilah tersebut juga tidak memanfaatkan layanan tersebut dalam kegiatan belajar di kampus. Romiszowski (2004) menyatakan ada 3 (tiga) komponen utama yang menyusun learning, salah satunya adalah peralatan infrastruktur

e-learning berupa personal computer (PC), jaringan komputer dan

perlengkapan multimedia. Termasuk di dalamnya peralatan teleconference apabila kita memberikan layanan synchronous learning melalui

(16)

teleconference. Minimnya infrastruktur ini membuat mahasiswa USU

tidak mengetahui atau tidak memanfaatkan layanan synchronous learning dengan baik. Sama halnya dengan email, mahasiswa USU sudah familiar menggunakan email karena fiturnya yang memudahkan mahasiswa USU bertukar pesan dengan teman ataupun dosen, namun mahasiwa USU tidak memanfaatkan layanan chat yang ada di email untuk berdiskusi dengan kelompoknya.

Referensi

Dokumen terkait

Mikrokontroler adalah sebuah perangkat komputasi mini atau dapat kita katakan sebuah komputer kecil yang dapat kita program untuk melakukan hal-hal seperti menerima input

The output transducer converts the electrical signal at the output of the receiver back to the original form (i.e) Sound, picture and data signals.. The typical examples of

yards kilometers miles, nautical feet kilometers miles, statute f eet inches grams, metric kilograms tons, long tons, metric kilograms per meter kilograms per square

SKRIPSI PENGARUH SISTEM DISPERSI

Jadi dalam kesimpulan yang dikemukakan Abdilah 2002, belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman

Analisa – analisa yang ada lebih banyak didasarkan pada sisi arsitektur, sedangkan masalah non teknis lainnya yang tidak berkaitan dengan bidang arsitektur adalah sebagai

Keterlibatan Institusi terkait dalam Proses Pemidanaan Anak sebagai terdakwa tindak pidana pencurian di Pengadilan Negeri Denpasar Lembaga yang terkait dalam sistem

Lebih lanjut, Garvin dan Mathiot (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 152) menyatakan tiga ciri sikap bahasa adalah (1) kesetiaan bahasa ( language loyality ), yang mendorong