• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Pengertian Kepemimpinan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Pengertian Kepemimpinan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Kepemimpinan

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Berikut adalah beberapa pengertian kepemimpinan menurut para ahli : Menurut House et al., dalam Yukl (2010 : 21), “Leadership is the ability of an individual to influence, motivate, and enable others to contribute toward the effectiveness and success of the organization” yang dapat diartikan menjadi “Kepemimpinan adalah kemampuan dari seorang individu untuk mempengaruhi, memotivasi, dan memungkinkan orang lain untuk berkontribusi terhadap efektifitas dan kesuksesan suatu organisasi.”

Kepemimpinan menurut Kaith Davis yang dikutip oleh Arifin dalam bukunya yang berjudul Leadership : Ilmu dan Seni Kepemimpinan (2012 : 4), “Kepemimpinan adalah kemampuan mempersuasi orang-orang untuk mencapai tujuan yang tegas dengan gairah.”

Menurut Kanter dalam Hughes, Ginnett, dan Curphy (2009 : 4), “Leadership is the process of influencing an organized group toward accomplishing its goals” yang dapat diartikan menjadi “Kepemimpinan adalah proses dari mempengaruhi sebuah grup yang terorganisir untuk mencapai tujuannya”

Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah sebuah kemampuan atau proses untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.

(2)

2.1.1.1 Teori-Teori Kepemimpinan

Teori kepemimpinan berbicara tentang bagaimana seseorang menjadi pemimpin atau bagaimana cara timbulnya seorang pemimpin. Teori-teori kepemimpinan menurut Arifin (2012 : 27-32) yaitu :

1.Teori Sifat

Teori ini beranggapan bahwa seseorang dilahirkan sebagai pemimpin karena memiliki sifat-sifat sebagai pemimpin (bakat bawaan/turunan). Asumsi pemikiran bahwa keberhasilan seseorang pemimpin ditentukan oleh kualitas sifat (karakteristik) tertentu yang dimiliki atau melekat dalam diri, dan berhubungan dengan fisik, mentalitas, psikologis, personalitas dan intelektualitas. Teori ini tidak memungkiri bahwa sifat-sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi juga dicapai karena suatu proses pendidikan dan pengalaman.

Menurut George R. Terry sifat-sifat seorang pemimpin adalah : Kekuatan

Stabiliti emosi

Pengetahuan tentang relasi insane Kejujuran Objektif Dorongan Pribadi Keterampilan berkomunikasi Kemampuan mengajar Keterampilan sosial

Kecakapan teknis atau kecakapan manajerial

2.Teori perilaku

Teori ini beranggapan bahwa kepemimpinan merupakan interaksi pemimpin dengan pengikut, dan dalam interaksi tersebut pengikutlah yang harus menganalisis dan mempersepsikan apakah menerima atau

(3)

menolak pengaruh dari pemimpinnya. Teori ini melahirkan dua orientasi perilaku pemimpin, yaitu :

Berorientasi pada tugas (Task Oriented)

Mengutamakan penyelesaian tugas, dan menampilkan gaya kepemimpinan otokratis

Berorientasi pada orang (People Oriented)

Mengutamakan penciptaan hubungan-hubungan manusiawi, dan menampilkan gaya kepemimpinan demokratis atau pastisipatif. Dari dua orientasi perilaku pemimpin inilah seterusnya melahirkan gaya-gaya kepemimpinan.

3.Teori situasional

Teori ini beranggapan bahwa gaya kepemimpinan yang efektif itu berbeda-beda sesuai dengan kematangan bawahan. Kematangan yang dimaksud bukanlah dalam arti usia atau stabilitas emosional, melainkan lebih kepada keinginan untuk berprestasi, kesediaan untuk menerima tanggung jawab, dan kemampuan serta pengalaman yang berhubungan dengan tugas, tujuan, dan pengetahuan.

Hubungan antara manajer dan bawahan bergerak melalui empat tahap yang sejalan dengan perkembangan dan kematangan bawahannya, yaitu :

Fase pertama, ketika bawahan pertama kali memasuki organisasi.

Fase kedua, ketika bawahan mulai mempelajari tugas-tugas yang diberikan.

Fase ketiga, ketika kemampuan dan motivasi bawahan mulai meningkat dan mereka secara aktif mencari tanggung jawab yang lebih besar.

Fase keempat, ketika bawahan sudah tidak memerlukan atau mengharapkan lagi suatu hubungan yang bersifat mengarahkan dengan pemimpin.

(4)

Para pemimpin perlu mengubah kepemimpinannya untuk disesuaikan dengan pekembangan setiap tahap.

4.Teori kepemimpinan kontigensi

Model kepemimpinan yang dikemukakan oleh Fiedler yang beranggapan bahwa sangat sulit bagi pemimpin untuk mengubah gaya kepemimpinan yang telah membuat ia berhasil. Teori ini menekankan mengenai efektivitas dari suatu kelompok yang tergantung pada dua variable yang saling berinteraksi, yaitu sistem motivasi dari pemimpin, dan tingkat atau keadaan yang menyenangkan dari suatu situasi.

Dimensi-dimensi dari situasi kepemimpinan :

Hubungan pemimpin-pengikut, pemimpin akan mempunyai lebih banyak kekuasaan dan pengaruh apabila ia dapat menjalin hubungan yang baik dengan anggota-anggotanya , artinya kalau ia disenangi, dihormati, dan dipercaya.

Struktur tugas, penugasan yang terstruktur baik, jelas, eksplisit, dan terprogram akan memungkinkan pemimpin lebih mempunyai pengaruh.

Posisi kekuasaan, pemimpin akan mempunyai kekuasaan dan pengaruh lebih banyak apabila posisi atau kedudukannya memperkenankan ia memberikan ganjaran, hukuman, mengangkat, dan memecat. Dimensi ini merupakan urutan ketiga dalam menciptakan situasi yang menyenangkan.

5.Teori Path-Goal

Teori ini berusaha menjelaskan bagaimana perilaku seorang pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan. Berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam segala situasi. Pemimpin yang efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif,

(5)

kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Terdapat dua dalil penting, yaitu :

Tingkah laku pemimpin efektif sejauhmana bawahan mempersepsikan perilaku tersebut sebagai suatu sumber kepuasan langsung atau sebagai sarana bagi kepuasan di masa mendatang.

Tingkah laku pemimpin bersifat motivasional sejauhmana memberikan kepuasan dari kebutuhan bawahan yang kontingen pada prestasi efektif dan melengkapi lingkungan bawahan dengan memberikan bimbingan, kejelasan arah, dan penghargaan yang diperlukan untuk prestasi efektif.

4 teori perilaku pemimpin yang berlangsung dalam setiap organisasi :

Supportive leadership (kepemimpinan yang mendukung), kepemimpinan yang memberi perhatian kepada keperluan bawahan, memperlihatkan perhatian terhadap kesejahteraan mereka, dan menciptakan suasana yang bersahabat dalam unit kerja mereka.

Directive leadership (kepemimpinan yang instruktif), kepemimpinan yang memberitahukan kepada para bawahan apa yang diharapkan dari mereka, member pedoman yang spesifik, meminta para bawahan untuk mengikuti peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur, mengatur waktu, dan merngkoordinasikan pekerjaan mereka.

Participative leadership (kepemimpinan yang partisipatif), kepemimpinan yang berkonsultasi dengan bawahan dan memperhitungkan opini dan saran mereka.

Achievement oriented leadership (kepemimpinan yang berorientasi pada keberhasilan), kepemimpinan yang menetapkan tujuan-tujuan yang menantang, mencari perbaikan dalam kinerja, menekankan kepada keunggulan dalam kinerja, dan

(6)

memperlihatkan kepercayaan bahwa para bawahan akan mencapai standar yang tinggi (Yukl, 1994)

2.1.1.2 Gaya Kepemimpinan

Menurut Sedarmayanti (2009 : 131-132) Gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, yang tampak dan yang tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan yang paling tepat adalah gaya yang dapat memaksimalkan produktivitas, kepuasan kerja, pertumbuhan dan mudah menyesuaikan produktivitas, kepuasan kerja, pertumbuhan, dan mudah menyelesaikan dengan segala situasi.

Menurut Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia (2009 : 16) dari kutipan Basuki Ranto, studi kasus PD. Dharma Jaya Jakarta mengartikan Gaya kepemimpinan pada dasarnya sebagai suasi representasi filosofi, keterampilan dan sikap serta perilaku seorang pemimpin, jadi dengan demikian gaya kepemimpinan merupakan perilaku pemimpin dalam lingkungan organisasi untuk mencapai tujuan.

Menurut Nawawi dan Hadari, (2012 : 94-102) ada 3 tipe pokok gaya kepemimpinan, yaitu :

Otoriter, tipe kepemimpinan yang menempatkan kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang di antara mereka tetap ada seseorang yang paling berkuasa. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal.

Demokratis, tipe kepemimpinan yang menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok dan diwarnai dengan usaha mewujudkan dan mengembangkan hubungan manusiawi (human relationship) yang efektif

(7)

berdasarkan prinsip saling menghormati dan menghargai antara yang satu dengan yang lain.

Bebas (Laissez Faire), tipe kepemimpinan yang dimana pemimpinnya berkedudukan sebagai symbol dan kepemimpinannya dijalankan dengan memberi kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan.

Adapun upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan gaya kepemimpinan menurut Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia (2009 : 21) dari kutipan Basuki Ranto, studi kasus PD. Dharma Jaya Jakarta yaitu :

Pertama : menentukan gaya kepemimpinan yang cocok dan tepat dalam organisasi yang dipimpinnya, sehingga mampu memperoleh dukungan dari bawahan, sehingga semua kebijakan yang ditetapkan dapat dilaksanakan dengan baik dan dapat menghasilkan kinerja yang ditargetkan

Kedua : mengetahui siapa bawahan yang dipimpin, baik tingkat kemampuan, potensi dan personal sehingga dapat melakukan dengan tepat bagaimana memberikan perintah dan petunjuk yang mudah dimengerti dan dilaksanakan dengan hasil yang baik.

Ketiga : empati dalam arti atasan dapat memahami keinginan bawahan baik kebutuhan akan perhatian, kesejahteraan dan ketenangan maupun etika budaya yang menjadi bagiannya.

Keempat : perhatian, dengan maksud mampu mengetahui bentuk komunikasi, tingkat kesulitan, pengharapan dan pemenuhan kebutuhan mulai yang paling normative sampai bentuk penghargaan.

(8)

2.2 Kinerja

2.2.1 Pengertian Kinerja

Menurut Wirawan (2009 : 5), Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indicator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.

Menurut Rivai (2011 : 554), Kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.

2.2.2 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja berarti mengevaluasi kinerja karyawan saat ini dan/atau di masa lalu sesuai dengan standar kinerjanya (Dessler, 2012 : 284). Penilaian kinerja mengasumsikan bahwa karyawan memahami apa standar kinerja mereka, dan juga memberikan karyawan umpan balik, pengembangan, dan insentif yang diperlukan untuk membantu orang yang bersangkutan menghilangkan kinerja yang kurang baik atau melanjutkan kinerja yang baik.

Terdapat 5 alasan untuk menilai kinerja karyawan (Dessler, 2012 : 285):

1.Beberapa orang masih menjadikan penilaian kinerja sebagai dasar untuk berbagai keputusan seperti pemberian gaji dan promosi.

2.Penilaian memainkan peranan yang penting dalam proses manajemen kinerja perusahaan.

3.Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan dalam menyusun rencana untuk mengoreksi segala kekurangan-kekurangan yang ditemukan dan menegaskan hal-hal yang telah dilakukan dengan baik dan benar oleh karyawan.

(9)

4.Penilaian harus dapat memfasilitasi tujuan perencanaan karir. Penilaian menyediakan kesempatan untuk me-review rencana karir karyawan dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan karyawannya secara secara spesifik.

5.Supervisor dapat menggunakan penilaian kinerja untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan, performance gap antara kinerja karyawan dengan standar yang telah ditentukan, alasan terjadinya gap tersebut, dan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk memperbaikinya.

Proses penilaian kinerja terdiri dari 3 tahap (Dessler, 2012 : 285) :

1.Menentukan standar pekerjaan.

2.Menilai kinerja karyawan yang sesungguhnya sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

3.Memberikan feedback kepada karyawan dengan tujuan untuk membantu mereka menghilangkan kekurangan dalam kinerja mereka atau agar mereka dapat terus bekerja dengan kinerja yang di atas rata-rata.

Beberapa cara/metode yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian kinerja (Dessler, 2012 : 290) :

1.Metode Skala Peringkat Grafis

Skala peringkat grafis adalah teknik penilaian yang paling sederhana dan paling populer. Skala peringkat grafis menuliskan ciri-ciri atau dimensi-dimensi kinerja (seperti komunikasi dan kerjasama) dan jangkauan nilai kinerja (dari tidak memuaskan sampai luar biasa atau dari tidak memuaskan sampai sangat memuaskan) untuk setiap cirinya. Pemimpin menilai setiap bawahan dengan melingkari atau menandai nilai yang paling mendeskripsikan kinerja karyawan untuk setiap ciri. Nilai yang ditandai kemudian dijumlahkan.

(10)

2.Metode Peringkat Alternasi

Membuat peringkat karyawan dari yang terbaik sampai terburuk berdasarkan ciri tertentu adalah salah satu cara lain, karena biasanya lebih mudah untuk membedakan karyawan yang terburuk dan yang terbaik. Langkah pertama dalam membuat metode peringkat alternasi adalah dengan menuliskan nama semua bawahan yang akan diberi peringkat, lalu hilangkan nama-nama yang kurang diketahui kinerjanya. Kemudian dalam formulir pilih karyawan yang terbaik untuk karakteristik yang diukur dan juga karyawan yang terburuk. Kemudian pilih yang terbaik dan yang terburuk berikutnya, teruskan membuat secara bergantian antara terbaik dan terburuk sampai semua karyawan mendapatkan peringkat.

3.Metode Perbandingan Berpasangan

Metode perbandingan berpasangan membantu membuat metode penilaian menjadi lebih tepat. Untuk setiap ciri (kuantitas kerja, kualitas kerja, dan lainnya), pemimpin memasangkan dan membandingkan setiap bawahan dengan bawahan lainnya.

4.Metode Distribusi Paksa

Metode ini mirip dengan penilaian menggunakan kurva. Pada metode ini pemimpin meletakkan persentase yang telah ditentukan sebelumnya pada beberapa kategori kinerja dan proporsi pada setiap kategori tidaklah harus simetris. Metode ini dapat memperlihatkan bahwa karyawan terbaik terkadang dapat melampaui karyawan yang biasa-biasa saja dan karyawan yang kinerjanya buruk.

(11)

5.Metode Kejadian Kritis

Dengan metode kejadian kritis, pemimpin menyimpan catatan tentang contoh positif dan negatif (kejadian kritis) dari perilaku karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan. Setiap beberapa bulan tertentu, pemimpin dan bawahan bertemu untuk mendiskusikan kinerja bawahan dengan menggunakan kejadian tersebut sebagai contoh. Metode ini memberikan beberapa keuntungan. Pertama, memberikan contoh aktual kinerja baik dan buruk yang dapat digunakan oleh pemimpin untuk menjelaskan penilaian seseorang. Hal ini dapat memastikan bahwa pemimpin akan selalu memikirkan tentang penilaian bawahannya sepanjang tahun. Kedua, metode ini berguna untuk mengumpulkan kejadian-kejadian yang erat kaitannya dengan tujuan-tujuan karyawan. Namun kekurangan dari metode ini adalah dengan tidak adanya penilaian menggunakan angka, metode ini tidak terlalu berguna dalam membandingkan karyawan dan menentukan gaji mereka.

6.Formulir Naratif

Pada metode ini pemimpin menilai bawahannya menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab menggunakan narasi untuk menilai kinerja mereka. Penilaian narasi tersebut dapat membantu para karyawan untuk dapat lebih mengerti apakah kinerja mereka baik atau buruk, dan bagaimana cara untuk mengembangkannya.

2.2.3 Indikator-Indikator Kinerja

Menurut Hasibuan (2003 : 95), beberapa unsur-unsur yang dinilai dalam kinerja karyawan adalah sebagai berikut :

Prestasi : Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan karyawan tersebut dari uraian pekerjaannya.

(12)

Kecakapan : Penilai menilai kecakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaraskan bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat di dalam penyusunan kebijaksanaan dan di dalam situasi manajemen.

Kerja sama : Penilai menilai kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerja sama denkaryawan lainnya secara vertikal atau horizontal di dalam maupun di luar pekerjaan sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik.

Tanggung jawab : Penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan, dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang dipergunakannya, serta perilaku kerjanya.

Kepribadian : Penilai menilai karyawan dari sikap perilaku, kesopanan, periang, disukai, member kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta berpenampilan simpatik dan wajar.

2.3 Penelitian Terdahulu

Menurut penelitian Frederick Binfor, Sampson Kwadwo Boateng, Edith Anokor Abbey Samuel Adu Osei, Felix K. M. Swanzy dan Theophilus Francis Gyepi-Garbrah pada tahun 2013 yang berjudul “THE EFFECT OF LEADERSHIP STYLES AND MOTIVATION ON EMPLOYEE PERFORMANCE IN PUBLIC INSTITUTIONS: EVIDENCE FROM GHANA” menyatakan bahwa :

dari analisis data-data yang telah dikumpulkan lewat kuesioner, wawancara, dan berbagai sumber lainnya, kami menyimpulkan bahwa manajemen kepemimpinan yang baik dan motivasi membantu untuk mengembangkan kerjasama dan integrasi dari individual, group dan tujuan. Pemimpin harus menjadi substansi perubahan dan ketidakpastian, dan juga sensitif terhadap dampak dari proses perubahan pada orang-orang. Kepemimpinan yang efektif dan motivasi adalah kunci untuk menggeser

(13)

persepsi masyarakat dari cara memandang perubahan sebagai ancaman menjadi melihatnya sebagai sebuah tantangan yang menarik.

Menurut penelitian M. Umer Paracha, Adnan Qamar, Anam Mirza, Inam-ul-Hassan, dan Hamid Waqas dalam thesisnya pada tahun 2012 yang berjudul “Impact of Leadership Style (Transformational & Transactional Leadership) On Employee Performance & Mediating Role of Job Satisfaction” Study of Private School (Educator) In Pakistan menyatakan bahwa :

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan apakah gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional memiliki dampat terhadap kinerja karyawan. Dan juga kami berkeinginan untuk melihat apakah kepuasan kerja dapat berfungsi sebagai penghubung antara gaya kepemimpinan dengan kinerja karyawan. Untuk penelitian ini, data-data dikumpulkan dari 6 sekolah di daerah Rawalpindi dan Islamabad. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedua gaya kepemimpinan tersebut, yaitu transformasional dan transaksional berhubungan secara positif dan signifikan dengan kinerja karyawan, namun kepemimpinan transaksional lebih signifikan dibandingkan dengan kepemimpinan transformasional. Penemuan penting lainnya adalah tidak adanya fungsi penghubung dari kepemimpinan transaksional, namun fungsi tersebut ada dalam kepemimpinan transformasional.

Penelitian ini sangatlah penting bagi para manager sekolah-sekolah swasta ataupun institusi ketika sedang memantau para karyawan karena mungkin saja membantu mereka untuk mengerti dan untuk mengimplementasikan gaya kepemimpinan yang benar untuk meningkatkan kinerja para karyawannya. Sangat disarankan bahwa organisasi mengimplementasikan campuran dari kepemimpinan transformasional dan transaksional sesuai dengan keadaan dan tugas-tugas yang diberikan kepada karyawannya. Namun dalam konteks budaya Pakistan, disarankan bagi sekolah-sekolah baru ataupun yang telah berjalan untuk focus terhadap kepemimpinan transaksional agar dapat menarik kinerja yang maksimal dari para karyawan.

(14)

Menurut penelitian P. Parks Duncan dalam thesisnya pada tahun 2013 yang berjudul “The Impact of Leadership Styles on Employee Performance” menyatakan bahwa:

Survei kepuasan kerja sejak tahun 1920 dan seterusnya secara seragam melaporkan bahwa pemimpin dapat membuat perbedaan dalam kepuasan dan kinerja karyawan mereka. Sikap pilih - pilih karyawan terhadap pemimpin mereka telah dilaporkan sebagai kontributor terhadap kepuasan kerja mereka serta berkaitan langsung dengan produktivitas kelompok kerja (Bass, 1990 seperti dikutip oleh Chan, 2005).

Sebuah tinjauan literatur menunjukkan bahwa bagian-bagian dari teori kontingensi kepemimpinan menunjukkan cacat dan didasari oleh asumsi. Ia juga mencatat bahwa meskipun penggunaan luas dari Model Kepemimpinan Situasional (SLM) oleh Hersey dan Blanchard (1977), kebanyakan studi telah kritis dari teori. Bahkan, beberapa studi telah menunjukkan prestasi kerja yang lebih rendah oleh para pengikut dari pemimpin yang menggunakan SLM.

Maka dari itu, jurnal ini menyimpulkan adanya kuantitas informasi yang cukup yang menyarankan teori kontingensi yang cacat telah kehilangan popularitasnya di kalangan practitioners dan teoris. Teori transaksional efektif sampai tahapan tertentu, namun tidaklah optimal. Teori transformasional adalah yang paling berguna untuk mengoptimalkan kinerja saat ini. Namun, ada beberapa bukti dalam berbagai studi yang mengatakan bahwa campuran dari kepemimpinan transformasional dan transaksional perlu untuk diteliti lebih lanjut karena dapat meningkatkan kinerja lebih baik lagi, terutama di kalangan organisasi militer dan yang bersifat militer seperti lembaga penegak hukum.

Menurut penelitian Syarifah Fatmawati dalam thesisnya pada tahun 2013 yang berjudul “ Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Pada Kebun Rimba Belian Inti Kabupaten Sanggau“ menunjukkan hasil penelitian sebagai berikut :

(15)

1.Ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan demokratis terhadap kinerja karyawan

Penelitian yang telah dilakukan ini baru pada tingkat awal untuk memahami karakteristik variabel kinerja yang dipengaruhi oleh variable gaya kepemimpinan. Sebagaimana yang telah diulas pada tinjauan literatur bahwa kepuasan kerja sangatlah kompleks dan banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka dalam menggunakan hasil penelitian ini sebagai landasan kebijakan haruslah berhati-hati. Karena variabel gaya kepemimpinan sebesar 0,87 atau 65% yang kategorinya sangat kuat dalam mempengaruhi kinerja karyawan di kebun rimba belian inti.

Menurut Penelitian Lusy Indah Amelia dalam thesisnya pada tahun 2013 yang berjudul “ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA DIVISI FRONT OFFICE DI HOTEL LE MERIDIEN” menunjukkan hasil penelitian bahwa :

1.Pengaruh gaya kepemimpinan demokratis (X1) terhadap kinerja karyawan (Y) adalah berpengaruh secara signifikan sebesar 79% pada divisi front office di Hotel Le Meridien. Dimana jika pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan dengan baik, maka kinerja karyawan akan meningkat, begitu juga sebaliknya.

2.Pengaruh budaya organisasi (X2) terhadap kinerja karyawan (Y) adalah berpengaruh secara signifikan sebesar 77,1% pada divisi front office di Hotel Le Meridien. Dimana jika perusahaan dapat menerapkan budaya organisasi dengan baik, maka kinerja karyawan akan meningkat, begitu juga sebaliknya.

3.Pengaruh gaya kepemimpinan demokratis (X1) dan budaya organisasi (X2) secara simultan terhadap kinerja karyawan (Y) adalah berpengaruh secara signifikan sebesar 81% pada divisi front office di Hotel Le Meridien.

(16)

2.4 Kerangka Pemikiran Gaya kepemimpinan (X) : Otoriter Demokratis Laissez-faire

Kinerja karyawan (Y) Prestasi

Kecakapan Kerja sama Tanggung jawab

Kepribadian

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi pada obstruksi saluran kemih dengan gagal ginjal sekunder mungkin terbejadi tiba - tiba, dan diskusi mungkin tidak dapat dilakukan atau dihindarkan

Setelah berhasil memberikan makna terhadap simbol, maka makna tersebut disimpan dalam sistem memori sebagai data, informasi, dan ilmu pengetahuan baru.. Dalam kajian

Transformasi politik yang mengiringi gerakan kaum muda NU, mereka concern di jalur kultural dan berkiprah dengan mengusung wacana pemikiran dan gerakan-gerakan politik yang

LPMP Kepulauan Riau, sesuai dengan tugas dan fungsi, melaksanakan layanan penjaminan mutu pendidikan di tingkat provinsi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Di dalam al-Qur’an sendiri, seperti yang telah dikemukakan di dalam ayat-ayat tentang pengungkapan al- Qur’an terhadap Ahlul al-Kitab, Yahudi dan Nasrani sebagai yang

Gambar – baik dalam bentuk grafik maupun foto – diberi judul dengan penomoran gambar sesuai dengan urutan kemunculannya dalam naskah.. Judul gambar ditulis

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kulit dan biji kelengkeng (Euphoria longan (Lour.) Steud) untuk membuktikan adanya aktivitas antibakteri terhadap

Pada tanggal 1 s/d 4 Februari 2015 Ikatan Mahasiswa Planologi Tarumanagara ( IMAPLANTA ) mengadakan acara Studi Ekskursi dengan tujuan Pulau Bali, Tema kegiatan ini adalah