6 ABSTRAK
Dalam beberapa masyarakat ada kecendrungan untuk menyelesaikan sengketa melalui peradilan, namun adapula masyarakat yang lebih suka menyelesaikan sengketa melalui forum-forum lain diluar pengadilan. Alasan-alasan kebudayaan menyebabkan beberapa masyarakat cenderung mengenyampingkan pengadilan sebagai tempat penyelesaian sengketa yang timbul diantara mereka.Permasalahan yang dibahas dalam tesis ini yaitu begaimana pelaksanaan pembagian waris secara adat pada masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan. Bagaimana peran lembaga adat jika terjadi sengketa dalam pembagian waris pada masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan. Serta bagaimana kekuatan hukum dari hasil penyelesaian sengketa waris menurut lembaga penyelesaian sengketa waris adat pada masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanulu Selatan.
Adapun jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif/doktrinal dan yuridis empiris yang didukung studi lapangan dengan model penelitian yang mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai keputusan hakim in concreto menurut doktrin realisme.
Pelaksanaan hukum waris pada masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan pada awalnya menggunakan hukum waris secara adat, yakni hanya anak laki-laki yang mewarisi, akan tetapi anak perempuan mendapat harta hibah yang biasanya dikenal dengan pemebrian kasih sayang (Holong Ate) yakni pemberian benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Namun setelah adanya pengaruh Islam yang masuk ke Tapanuli Selatan, hukum waris adat Angkola mengalami perubahan khususnya bagi masyarakat Angkola yang beragama Islam. Masyarakat Angkola yang beragama Islam tunduk pada hukum waris Islam, yakni menggunakan pembagian 2:1 untuk anak laki-laki dan perempuan. Sedangkan untuk masyarakat non Muslim masih tunduk pada hukum waris adatnya. Lembaga adat yang terdapat di Tapanuli Selatan pada dasarnya memiliki tugas untuk berbagai kegiatan yakni pernikahan, kelahiran dan kematian. Lembaga ini dikenal dengan nama Dalihan Na Tolu, yang dibentuk berdasarkan peranan adat istiadat. Dalihan Na Tolu berfungsi menentukan kedudukan, hak, dan kewajiban masyarakat adat Angkola. Kekuatan hukum dari hasil penyelesaian yang dilakukan secara adat hanya berlaku jika kedua belah pihak menyetujui hasil dari sidang adat tersebut. Atas tanggung jawab dari pemimpin sidang adat yakni Hatobangon dan Harajaon sebagai pemimpin sidang adat didampingi Dalihan Na Tolu sebagai mediatornya. Jika hasil dari musyawarah itu disetujui harta warisan akan jatuh ketangan yang bersangkutan dengan perjanjian yang telah disepakati. Jika kedua belah pihak tidak menyetujui maka akan berlanjut ke pengadilan. Pelaksanaan hukum waris secara adat dipandang tidaklah sesuai dengan ajaran Islam. Mengingat 90% masyarakat Angkola beragama Islam. Pelaksanaan hukum waris secara adat akan memecah persaudaraan dikarenakan salah satu pihak tidak menyetujui dengan alasan keadilan. Hendaknya masyarakat Angkola Muslim menggunakan hukum waris Islam, karena sudah ditentukan besarnya masing-masing dan merupakan ketentuan dari Allah SWT. Peran lembaga adat hendaknya tidak menyelesaikan permasalahan adat saja, tetapi harus lebih dari itu yakni menjaga persaudaraan agar tidak terjadi perpecahan.
Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa Waris Berdasarkan Hukum Adat Angkola Di
Kabupaten Tapanuli Selatan.
7