23 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Baitut Tamwil
Di Indonesia, kegiatan Baitut Tamwil ini bisa dijalankan oleh industri Perbankan Syariah maupun Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Kedua jenis lembaga keuangan ini pada prinsipnya memiliki kesamaan konsep operasional, perbedaannya terletak pada bentuk badan hukum serta konsekuensi yang mengikutinya sebagai badan hukum.
Lembaga Keuangan Mikro Syariah merupakan lembaga keuangan yang kegiatan operasionalnya berdasarkan prinsip syariah namun bukan bank. Di masyarakat lebih dikenal sebagai BMT atau koperasi syariah. BMT dengan badan hukum yang berkembang di Indonesia ada yang berbentuk koperasi, namun ada juga yang berbentuk yayasan. Saat ini yang banyak berkembang adalah BMT dengan badan hukum koperasi karena Kementrian Koperasi dan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) telah
mengeluarkan SK Menteri Koperasi dan UKM No:
91/Kep/M.UKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegitan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
Dengan adanya SK tersebut, koperasi yang ingin menjalankan kegiatan operasional dengan prinsip syariah bisa memilih bentuk badan hukumnya apakah berbentuk Koperasi Simpan Pinjam berdasarkan prinsip syariah dengan bentuk Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau Koperasi Serba Usaha (KSU) yang membuka Unit Jasa Keuangan Syariah
24
(UJKS).22 SK Menteri Koperasi dan UKM tersebut memberikan
penguatan hukum terhadap keberadaan LKMS dengan bentuk kegiatan koperasi jasa keuangan berdasarkan prinsip syariah.
Pasal 1 ayat (2) ketentuan tersebut menjelaskan bahwa KJKS adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiyaan, investasi, dan simpanan sesuai dengan pola bagi hasil (syariah). Selanjutnya ayat (3) pasal tersebut menjelaskan bahwa UJKS adalah unit koperasi yang bergerak di bidang pembiayaan, investasi dan simpanan dengan pola bagi hasil (syariah) sebagai bagian dari kegiatan koperasi yang bersangkutan.
Pola yang dikembangkan pada KJKS dan UJKS hampir sama dengan konsep yang dikembangkan pada Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syarih (UUS). KJKS merupakan koperasi yang sejak awal berdiri sudah mencanangkan diri sebagai penyedia jasa layanan dengan basis transaksi syariah sedangkan UJKS merupakan salah satu bagian yang ada pada koperasi konvensional. Biasanya pembentukan UJKS diawali dengan membentuk Koperasi Serba Usaha (KSU) yang kemudian membentuk Unit Simpan Pinjam berbasis transaksi syariah atau membentuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang awalnya beroperasi dengan model konvensional (berbasis bunga) yang kemudian membuka
unit tersendiri yang berbasis syariah.23
22
Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariah Konsep dan Implementasi PSAK Syariah, (Yogyakarta:P3EI Press, 2008) hlm. 43
23
25 B. Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau
berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usahanya. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan sedangkan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.24
Berdasarkan kaidah al-mudharabah, bank Islam akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung, bank akan bertindak sebagai mudharib „pengelola‟, sedangkan penabung bertidak sebagai shahibul maal „penyandang dana‟. Antara keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan
masing-masing pihak.25
24 Muhammad Syafi‟i Antonia, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani
Press,2001) hlm. 95
25
26 2. Landasan Syariah
Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut ini.
a. Al-Qur‟an
....ِ هاللَّ ِل ْضَف ْهِم َن ىُغَتْبَي ِضْرَلأْا ًِف َنىُبِرْضَي َنوُرَخاَءَو...
“.... dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah SWT....” (Al-Muzzamil:20)
ْباَو ِضْرَلأا ًِف ْاوُرِشَتْوافُة ىَلهصلا ِجَيِضُق اَذِإَف
....ِ هاللَّ لْضَف ْهِم ا ْىُغَت
...
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di
muka bumi dan carilah karunia Allah SWT...” (al-Jumu‟ah:10)
b. Al-Hadits
{
:لاَق ًُهوَأ اَمُهْىَع ُاللَّ َيِضَر ِساهبَع ُهىْبا يَوَر
ُساهبَعْلااَوُدِّيَس َناَك
ِدْبَع ُهْب
َعَفَد اَذِإ ِبِّلَطُمْلا
اًر ْحَب ًِِب ُكُلْسَيَلا ْنَأ ًِِبِحاَص ًَلَع َط َرَتْشِا ًتَبَراَضُم َلاَمْلا
تهباَد ًِِب يِرَتْشَي َلاَو اًيِد اَو ًِِب ُل ِزْىَيَلاَو
َهَمَض َكِلَذ َلَعَف ْنِإَف ٍتَبْطَر ِدَبَك َثاَذ
ِاللَّ َلىُسَر ًَُط ْرُش َغَلَبَف
ُيَه َاََاَف َ هلَس َو ًِْيَلَع ُاللَّ ًهلَص
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Syyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembahyang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang
27
Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw. Dan Rasulullah pun membolehkannya.” (HR. Thabrani)
{
َ هلَسَو ًِْيَلَع ُاللَّ ًهلَص ِاللَّ ُلْىُسَر َلاَق َلاَق ًِْيِبَأ ْهَع ٍبْيَهُص ِهْب ِحِلاَص ْهَع
ِّرُبْلا ُط َلَ ْخَأَو ُتَضَراَقُمْلاَو ٍلَََأ ًَلِإ ُعْيَبْلا ُتَكَرَبْلا ههِهْيِف ث َلََث
ِجْيَبْلِل ِرْيِعهشل اِب
ِعْيَبْلِل َلا
Artinya: Dari shahih bin shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw.
Bersabda “tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah no. 2280, kitab at-tijarah)
c. Ijma‟
Imam Zailai telah mengatakan bahwa para sahabat telah terkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara
mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit
hadist yang dikutip Abu Ubaid.26
3. Rukun dan Syarat Mudharabah
Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah: a. Pelaku
Dalam akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pelaku pertama bertindak sebagai pemilik modal (shohibul maal), sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pelaksanan usaha (mudharib atau „amil). Tanpa dua pelaku ini, maka akad
mudharabah tidak ada.
26
28 b. Objek Mudharabah (modal dan kerja)
Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management
skill dan lain-lain. Tanpa dua objek ini akad mudharabah pun
tidak akan ada.
c. Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qobul)
Persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin minkum (sama-sama rela). Di sini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana, sementara si pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontrbusikan kerja.
d. Nisbah keuntungan
Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencermikan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas penyertaan kerjanya, sedangkan shohibul maal mendapatkan imbalan atas
29 penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak
mengenai cara pembagian keuntungan. 27
4. Jenis-jenis mudharabah
Secara umum mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu
mudharabah muthlaqoh dan mudharabah muqayyadah.
a. Mudharabah muthlaqoh
Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqoh adalah bentuk kerja sama antar shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama
salafus seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta
(lakukan sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasan sangat besar.
b. Mudharabah muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/ specified mudharabah adalah kebalikan
dari mudharabah muthlaqoh. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam
memasuki jenis dunia usaha28. Shahibul maal menetapkan batasan
– batasan atau syarat-syarat tertentu guna menyelamatkan
modalnya dari risiko kerugian. Syarat-syarat atau batasan-batasan
27 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih Dan Keuangan (Jakarta: Rajawali
press,2009) hlm. 205-206
28
30 ini harus dipenuhi oleh si mudharib. Apabila mudharib melanggar batasan-batasan ini, ia harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul.29
5. Aplikasi mudharabah dalam bank syariah
Mudharabah yang dipahami oleh umat islam sekarang ini
mempunyai dua makna. Pertama menekankan makna mudharabah sebagai sebuah produk, sementara di sisi yang lain mudharabah berarti sebuah sistem. Kedua mengacu pada makna pembagian hasil usaha. Mudharabah sebagai sebuah sistem adalah bahwa mudharabah menjadi pedoman umum bagi bank dalam melakukan berbagai transaksi poduk perbankan yang tersedia. Dengan sistem ini bank akan membagi keuntungan dengan para pengguna jasanya dan para investornya. Pada posisi ini mudharabah secara tepat dipahami sebagai pengganti dari sistem bunga.
Sementara mudharabah sebagai sebuah produk ditetapkan dalam jenis-jenis pelayanan yang disediakan oleh bank untuk para nasabahnya. Dalam kerangka ini mudharabah dibedakan menjadi dua yaitu mudharabah yang bersifat tabungan atau akumulasi dana dan
mudharabah yang bersifat pembiayaan. Mekanismenya sebagai
sebuah tabungan adalah bank menerima simpanan uang (modal) dari nasabah dengan prosedur tertentu untuk dijadikan modal bagi bank dalam melaksanakan usahanya. Dalam konteks ini penabung menjadi
29
31
shahibul al-maal (investor) sedangkan bank menjadi mudharib (entrepreneur). Keuntungan yang diperoleh bank akan dibagi bersama
berdasarkan kesepakatan bagi hasil yang telah ditentukan sebelumnya. Aplikasi mudharabah dalam perbankan syariah diwujudkan dalam bentuk:
a. Tabungan berjangka. Tabungan mudharabah ini disebut juga dengan deposito biasa. Tabungan ini dimaksudkan untuk tujuan-tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabunga qurban dan lain sebagainya.
b. Tabungan khusus. Disebut juga dengan special investment. Tabungan ini secara khusus akan disalurkan untuk bisnis atau proyek tertentu, misalnya murabahah atau ijarah.
Dalam kontruksi mudharabah sebagai sebuah produk ditetapkan bahwa bank sebagai shahibul al-maal bebas mengelola uang tersebut untuk berbagai kegiatan yang menguntungkan. Posisinya sebagai sebuah lembaga intemedier ini membuat bank menawarkan berbagai macam produk yang diminati pasar. Nama-nama produk tersebut ada yang menyebutkan istilah mudhrabah seperti: tabungan mudharabah, deposito mudharabah dan lain sebagainya. Ada juga yang tidak menyebutkan seperti: simpanan/tabungan idul fitri, idul qurban, haji,
32
pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.30 Sedangkan untuk
pembiayaan biasanya menggunakan nama pembiayaan mudharabah.
C. Bagi Hasil
1. Pengertian Bagi Hasil
Sistem bagi hasil dengan metode profit sharing and loss sharing merupakan dasar di dalam transaksi investasi, namun di Indonesia saat ini mengenal dua metode yakni profit sharing dan revenue sharing.
Profit sharing adalah bagi hasil yang basis perhitungannya berdasarkan
pada keuntungan yang diterima bank. Sistem investasi dengan profit
sharing telah banyak dikenal masyarakat melalui pasar modal,
reksadana dan lembaga bagi hasil lainnya. Pada lembaga-lembaga tersebut, masyarakat dapat menginvestasikan dengan prinsip “high risk
high return” adalah memperoleh bagi hasil yang melebihi tingkat suku
bunga bank konvensional atau bahkan dana investasinya berkurang atau justru hilang. Sehingga revenue sharing adalah sistem bagi hasil yang berbasis perhitungannya berdasarkan pada pendapatan yang diterima bank. Dengan menggunakan revenue sharing, maka dana investasi
nasabah tidak akan berkurang atau minimal tidak mendapat bagi hasil.31
Dalam mekanisme keuangan syariah model bagi hasil ini berhubungan dengan usaha pengumpulan dana (Funding) maupun pelemparan dana (Financing). Terutama yang berkaitan dengan produk
30 Muhammad, Kontruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah,(Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta, 2005). Hlm 91-94
31 Sunarto zulkifli, Panduan Praktik Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul
33 penyertaan atau kerja sama usaha. Di dalam pengembangan produknya, dikenal istilah shohibul maal dan mudharib. Shohibul maal merupakan pemilik dana yang mempercayakan dananya pada lembaga keuangan Syariah (bank dan BMT) untuk dikelola sesuai dengan perjanjian. Sedangkan mudharib merupakan kelompok orang atau badan yang memperoleh dana untuk dijadikan modal usaha atau investasi.
Dalam sistem ini, BMT akan memerankan fungsi ganda. Pada tahap funding, ia akan berperan sebagai mudharib dan karenanya dana yang terkumpul harus dikelola secara optimal. Namun pada financing, BMT akan berperan selaku shohibul maal dan karenanya ia harus menginvestasikan dananya pada usaha-usaha yang halal dan menguntungkan.
Kerja sama para pihak dengan sistem bagi hasil harus dijalankan secara transparan dan adil. Karena untuk mengetahui tingkat bagi hasil pada periode tertentu itu tidak dapat dijalankan kecuali harus ada laporan keuangan atau pengakuan yang terpercaya. Pada tahap perjanjian kerja sama ini disetujui oleh para pihak, maka aspek yang berkaitan dengan usaha harus disepakati dalam kontrak, agar antar
pihak dapat saling mengingatkan.32
2. Keunggulan Bagi Hasil
Sistem bagi hasil menjadi karakteristik tersendiri bagi bank syariah karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain:
32 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Watamwil, (Yogyakarta:UII Press, 2004) hlm.
34 a. Transaksi berdasarkan bagi hasil tidak melanggar keadilan
Dalam bisnis, hasil dari setiap perusahaan selalu tidak pasti. Peminjam berhak mendapatkan keuntungan jika perusahaan untung, sebaliknya jika perusahaan merugi maka peminjam juga turut menanggung risiko kerugian tersebut.
b. Transaksi berdasarkan bagi hasil lebih fleksibel dan
menguntungkan.
Hal ini menyebabkan tumbuhnya potensi produktif masyarakat secara keseluruhan, karena bank syariah membuka kesempatan sangat luas dalam bisnis melalui ba’i al mudharabah, bai assalam,
bai al istishna’, al ijarah, al mudharabah, al musyarakah, al hiwalah, ar rahn, al kafalah dan al wakalah. Semuanya merupakan
infrastuktur yang memberikan peluang kedua belah pihak untuk memetik keuntungan yang adil dan profesional.
c. Transaksi berbasis bagi hasil membuka munculnya inovasi usaha kecil.
Usaha kecil dapat mengajukan pembiayaan mudharabah kepada bank syariah untuk mencoba teknik dan produk barunya. Bila berhasil, maka mereka akan membayar kembali pinjaman berikut bagi hasil keuntungannya dan usaha kecil akan menjadi usaha besar. d. Dalam sistem bagi hasil, bank syariah tidak akan mengalami negatif
spreed. Negatif spreed adalah tingginya tingkat bunga deposito dari
35 luar biasa besarnya. Dalam bank syariah, praktik-praktik perbankan dilaksanakan dengan menggunakan instrumen-instrumen keuangan yang bertumpu pada pembagian keuntungan dan kerugian.
3. Faktor yang mempengaruhi bagi hasil
Kontrak mudharabah adalah suatu kontrak yang dilakukan minimal dua pihak. Tujuan utama kontrak ini adalah memperoleh hasil investasi. Besar kecilnya hasil dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya;
a. Faktor langsung
1) Invesment rate merupakan presentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan
investment rate sebesar 80%, hal ini berarti 20% dari total dana
dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
2) Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk
diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan salah satu metode; a) Rata-rata saldo minimum bulanana. b) Rata-rata saldo minimum harian.
Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia
untuk diinvestasikan akan menghasilkan jumlah dana aktual yang digunkan.
36 a) Salah satu ciri mudharabah adalah nisbah yang harus
ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian.
b) Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat berbeda.
c) Nisbah dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. d) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan
account lainnya dengan besarnya dana dan jatuh
temponya. b. Faktor tidak langsung
Faktor tidak langsung yang mempengaruhi bagi hasil adalah: 1) Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah.
a) Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya. Pendapatan yang “dibagi hasilkan” merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya.
b) Jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut
revenue sharing.
2) Kebijakan acconting (prinsip dan metode akuntansi)
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang ditetapkan, terutama sehubungan dengan
pengakuan pendapatan dan biaya.33
33
37 4. Rumus bagi hasil
Rumus perhitungan bagi hasil tabungan di bank syariah ada 2 yaitu: a. Menurut Adiwarman Karim perhitungan bagi hasil tabungan
mudharabah dilakukan berdasarkan saldo rata-rata harian yang
dihitung di tiap akhir bulan dan di buku awal bulan berikutnya. Rumusan perhitungan bagi hasil tabungan mudharabah adalah sebagai berikut :
b. Rumus perhitungan bagi hasil tabungan dan deposito yang dikemukakan oleh Muhammad adalah sebagai berikut: