• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lima belas tahun sudah berlalu, peristiwa pameran seni rupa modern bernafaskan Islam pada Festival Istiqlal I 1991 dan II 1995 telah dilewati. Tentu dari peristiwa yang telah dilewati tersebut, pada dasarnya ada kejadian yang sempat diingat dan sempat tercatat. Di lain pihak tak jarang pula ada kejadian yang tertinggal dan nyaris dilupakan. Telah diingat bahwa kegiatan pameran seni rupa modern Islam Indonesia pada Festival Istiqlal I yang diselenggarakan pada tahun 1991 te rsebut, telah mengukir kesuksesan sepanjang sejarah peristiwa kegiatan kebudayaan dan kesenian Islam yang dipertunjukkan kepada publik, khususnya di Indonesia. Menurut catatan artikel yang diterbitkan dalam jurnal Arts & Islamic World yang berjudul ”The Istiqlal Festival Foundation An Effort to Preserve and Develop an Islamic Indonesia Culture” tahun 1994 contohnya saja, jumlah pengunjung yang datang mendatangi kegiatan Festival Istiqlal I pada tahun 1991 tersebut, tidak kurang 7 juta pengunjung yang datang selama 2 bulan penuh pada acara kegiatan tersebut (Arts & Islamic Worlds, :1994:54). Total pengunjung yang mencapai 7 juta orang tersebut, tentunya bukanlah prestasi yang mudah diraih bahkan diulang bagi siapa pun di Indonesia dalam hal urusan mengajak pengunjung lewat peristiwa pameran kebudayaan lain dengan jenis tawaran kesenian yang lain pula.

Festival Istiqlal I tahun 1991, tepatnya yang dilaksanakan pada tanggal {15 Oktober sampai dengan 15 November} tersebut. Pada dasarnya menampilkan semua bentuk ekspresi seni dalam suatu corak nafas Islam yang berkembang dalam tradisi kebudayaan Indonesia. Rekor total pengunjung yang mencapai 7 juta orang, dalam konteks yang lebih luas. Menurut artikel yang berjudul: “The Istiqlal Festival Foundation an Effort to Preserve and Develop an Islamic Indonesian Culture” yang termuat dalam jurnal Arts & Islamic World tahun 1994 tersebut, setidaknya telah mengindikasikan

(2)

bagaimana kebudayaan Indonesia sedang menuju proses ’menemukan’ identitas milik sendiri. Uraian inilah salah satunya yang tertuang pada Festival Istiqlal I tahun 1991:

“The 1991 Istiqlal Festival (15 October – 15 November 1991) which displayed the Islamic spirit of Indonesian culture in all its forms, took place at the Istiqlal Masque in Jakarta and was visited by more than 7 million people, the greatest number of visitors ever recorded to have visited a festival in the country. Such a number of visitors is certainly a strong indication that Indonesian culture is in the process of finding its own identity.” (Arts & Islamic Worlds, :1994:54)

Festival Istiqlal yang secara khusus merupakan perayaan nasional umat muslim Indonesia serta menandakan kegiatan pameran seni rupa yang membawa nilai dan nafas Islam secara khusus. Pada dasarnya hanyalah bagian refleksi dari konstelasi sekaligus kondisi keanekaragaman budaya Indonesia sendiri yang tak pernah memiliki satu jenis suku, etnik, agama yang hanya satu macam saja (Ferdy Salim:1994). Menurut Ferdy Salim selanjutnya, negeri Indonesia merupakan suatu negeri yang terdiri atas hampir 13.000 pulau, yang membentang sepanjang garis khatulistiwa. Negeri ini mempunyai suatu populasi kurang lebih sekitar 180 juta orang, yang terdiri dari kelompok-kelompok etnik dari berbagai agama-agama. Mayoritas populasi yang pertama merupakan muslim yang mencapai 87% (sekitar 157 juta orang), sementara yang lainnya terdiri sekitar 23 juta, dari yang 23 juta inilah mereka memeluk agama-agama lain dan kepercayaan-kepercayaan lain termasuk agama Kristen, Hindu, dan Buddha (Ferdy Salim:1994).

Selanjutnya, setelah menuai kesuksesan pada Festival Istiqlal I 1991. Begitu pula yang terjadi pada kegiatan Festival II, yang diselenggarakan 4 tahun sesudahnya yang diselenggarakan pada bulan September sampai dengan November pada tahun 1995. Berbeda dengan kegiatan Festival Istiqlal yang pertama yang dilaksanakan pada tahun 1991. Menurut Ferdy Salim, salah seorang yang ditunjuk sebagai koordinator pada Festival Istiqlal II 1995, kegiatan Festival Istiqlal II 1995 dibuat, dilatarbelakangi oleh keinginan mengambil momentum kegembiraan dan semangat kerendah- hatian peristiwa 50 tahun kemerdekaan Indonesia sekaligus 50 tahun perjalanan usia Republik dalam mengarungi berbagai tantangan perubahan dan arus globalisasi (Ferdy Salim, :1996).

(3)

Sejumlah catatan la in dicatat pula. Jika dalam Festival Istiqlal I 1991, undangan yang berpartisipasi terbatas dan hanya diikuti oleh negara-negara ASEAN dan negara China. Sebaliknya, pada kegiatan Festival Istiqlal II 1995 cakupannnya lebih meluas. Jumlah peserta dan partis ipan dari negara- negara Timur Tengah dan Afrika ternyata turut dilibatkan. Negara-negara seperti: Mesir, Jordania, Saudi Arabia, Turki, Libanon, Tunisia, Maroko, Palestina dan Sudan ikut serta. Sebagian lagi diikuti oleh negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Uzbekistan, dan Bosnia Herzegovina. Termasuk juga dengan melibatkan negara- negara non- muslim tetapi memiliki jumlah populasi muslim yang tidak kalah sedikit seperti di India dan U.K (United Kingdom).

Pada Festival Istiqlal II 1995, telah mengundang dan menghadirkan pula figur-figur intelektual muslim dunia dan para pejabat penting yang mewakili masing-masing negara muslim yang ikut berpartisipasi diantaranya ialah: Dr. Anwar Ibrahin dari Malaysia, guru besar dari Al- Azhar Mesir yang diwakili oleh Dr. Hassan Hanafi dan Dr. Ali Gade Al Haque, kemudian dari Turki diwakili oleh Prof. Dr. Ekmeleddin Ihsanoglu, M.H Faruqi, Dr. Abdul Hamid Al Gabid, Dr. Mohammad Ali, M. Jafar Ul Haq, Ikrimah Sabri dan Dr. Mustafa Cefik. Diikuti pula oleh masing-masing menteri- menteri agama negara muslim utamanya dari Jordania, Maroko, Mesir, Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA) (Ferdy Salim, :1996).

Rekor fantastis pun telah diukir. Festival Istiqlal II 1995 telah mendatangkan hampir 11 juta pengunjung dalam acara 1 bulan penuh, jauh melewati Festival Istiqlal I yang mencatat jumlah 7 juta pengunjung. Jumlah total pengunjung sebanyak itu, umumnya merupakan pengunjung domestik di samping pula pengunjung yang datang dari mancanegara. Lalu, acara inagurasi dan seremonial Festival Istiqlal II 1995 tersebut dilaksanakan pada tanggal 28 September 1995 di Mesjid Istiqlal, Jakarta. Pembukaan acara Festival Istiqlal pun dibuka sendiri oleh Presiden Muhammad Soeharto. Dalam acara pembukaannya tersebut Presiden Soeharto mengatakan:

”Negara dan bangsanya yang kuat bertahan pada agama, seni tidak hanya memberi suatu aspek rohani kepada kesadaran keindahan saja, tetapi juga

(4)

suara hati kepada hal-hal yang lebih dalam serta yang lebih berprinsip dalam kehidupan. Festival Istiqlal dirancang berpijak pada agama, yang kemudian diperkenalkan dalam aspek moral, aspek rohani dan etis bagi pengembangan bangsa Indonesia dan memperkuat kesadaran nasionalisme.”(Soeharto, :1995)

Pun di samping menghadirkan pameran kebudayaan dan kesenian Islam nusantara dari berbagai cabang ekspresi seni, mulai arsitektur mesjid, seni rupa hingga seni pertunjukkan. Peristiwa pameran seni rupa modern Indonesia bernafaskan Islam pada Festival Istiqlal, tentu saja menampilkan sejumlah catatan yang sangat menarik. Peristiwa seperti Festival Istiqlal yang mencakup hampir menampilkan keseluruhan wujud ekspresi seni Islam di nusantara. Secara historis, idenya tumbuh dari konsep yang dibuat oleh ’Tim 7’ dan di awali terlebih dahulu dengan penganganan proyek pembuatan mushaf Al-Qur’an.

Pada dasarnya pembuatan mushaf Al-Qur’an itu sendiri, telah menugaskan sejumlah komite khusus yang diberi nama:’The Mushaf Istiqlal Committee’, yang dikepalai oleh Ponjto Sutowo sebagai Executive Chairman, yang didampingi oleh A.D Pirous sebagai asisten. Achmad Noe’man sebagai arsitek, Machmud Buchori sebagai peneliti seni mushaf, kemudian Ferdy Salim bertugas sebagai koordinator. Dicatat pula hampir sekitar 123 manuskrip telah dibuat, totalnya berjumlah sekitar 938 halaman, penge rjaan dan penulisan mushaf Istiqlal sendiri telah melibatkan sekitar 70 seniman muda Indonesia. Usai dirampungkannya pengerjaan mushaf Istiqlal tersebut, secara simbolik penandatanganan atau penulisan Bismillah (atas nama Allah) sendiri, dituliskan langsung oleh Presiden Muhammad Soeharto.

Peristiwa Festival Istiqlal merupakan peristiwa nasional dan melibatkan banyak pihak internasional. Festival Istiqlal secara tidak langsung seolah meyakinkan bagaimana kekayaaan kebudayaan dan kesenian Indonesia yang berasal dari berbagai tradisi, suku, agama dan etnik sangat berlimpah-ruah. Kekayaan berbagai populasi agama maupun etnis tersebut yang tumbuh di Indonesia, pada proses akarnya hampir membutuhkan 700 tahun yang berangsur-angsur lamanya, khususnya ketika Isla m datang ke Indonesia pada

(5)

abad ke-15 (Ferdy Salim, :1996). Jalinan interaksi antara Islam dan kultur lokal yang asli itulah, yang telah menggerakkan suatu proses perubahan yakni melahirkan suatu kultur yang baru di Indonesia, khususnya yang diilhami oleh ’roh Islam’.

Dalam salah satu makalahnya yang memuat tentang kajian ’Seni Benafaskan Islam di Indonesia: Kajian Khusus Seni Rupa Masa Kini Dalam Perspektif Seniman Muslim’, yang ditulis sendiri oleh A.D Pirous, bahwa perkembangan kesenian Islam selama kurang lebih 4 abad (A.D Pirous, :2003). Pada dasarnya hanya terbatas di beberapa daerah saja seperti: Sumatra, Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi, Lombok dan kepulauan Maluku. Di luar daerah-daerah tersebut tradisi etnik masih belum tersentuh oleh Islam sehingga tradisinya bertahan tanpa mengalami perubahan. Menurut A.D Pirous pula, proses awal masuknya Islam ke berbagai daerah di Indonesia yang mempunyai kelompok etnik sangat beragam, pada akhirnya telah menyemaikan pula unsur kesenian Islam. Inilah kemudian yang memunculkan sikap adaptif para seniman dan patron seni terhadap kebudayaan setempat adalah ciri utama dalam kesenian Islam pada umumnya. Hal inilah yang kemudian menegaskan bagaimana kesenian Islam di Indonesia memiliki bentuk ekspresi budaya yang tidak sama dengan yang terdapat di negara-negara Islam lain dengan kesatuan corak kesenian dan kesinambungan perkembangannya sejak awal sampai masa kini.

Dalam telaahnya tersebut A.D Pirous juga menambahkan, bertolak dari keinginan untuk menyebarluaskan agama Islam di berbagai lapisan masyarakat, para perintis dan pemikir seni telah menggali nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi lama untuk menemukan bahasa ekspresi seni baru sesuai dengan kepentingan budaya Islam. Dalam konteks ini A.D Pirous telah mencatatnya:

”Para pengajar agama Islam dengan cara moderat telah mempergunakan bahasa kesenian yang sudah akrab dalam masyarakat sebelum Islam seperti bentuk dan cerita wayang, untuk mengantarkan mereka ke masyarakat yang Islami. Dari pendekatan demikian, telah merangsang lahirnya corak baru dengan ragam warna yang kaya dalam berbagai kesenian daerah yang bernafaskan Islam”.

(6)

Polarisasi antara Islam dan budaya lokal Indonesia, ditengarai juga oleh ulama sekaligus pemikir Abdurrahman Wahid disebutnya sebagai kenyataan sejarah. Kenyataan sejarah telah menunjukkan hal itu, dan akan semakin banyak tuntutan sejarah untuk berdialog lebih mendalam antara Islam dan keduanya. Abdurrahman Wahid kemudian mencatatnya:

Islam datang ke bumi Nusantara dengan mengambil pendekatan budaya. Dalam arti tidak mementingkan penaklukan militer. Beberapa melalui kegiatan pendidikan, kesenian, ekonomi, dan perkawinan, lambat laun Islam berkembang dari pulau ke pulau di seluruh tanah air. Islam tidak selalu tampil dalam bentuk pemerintahan, melainkan lebih banyak sebagai cara peribadatan, hukum positif setempat, dan pengajaran kitab-kitab kuning di kalangan rakyat.

(Abdurrahman Wahid, :1990)

Peristiwa Festival Istiqlal II 1995 telah menghadirkan berbagai produksi kultural, baik hasil- hasil heritage Islam masa lampau maupun hasil kesenian kontemporer. ’Kitab Al-Qur’an kontemporer’ yang menunjukkan, bagaimana tulisan Al-Qur’an menyebar ke segala penjuru dunia juga telah dihadirkan. Kitab dan penulisan Al-Qur’an yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa nasional masing-masing negara berhasil dilakukan. Sebagai contoh Al-Qur’an yang berasal dari negara- negara seperti Rusia, Polandia, Finlandia, Hungaria, Kenya, Uganda, China, Prancis, Jepang, Cekoslowakia dan Italia. Hal itu telah menandakan bagaimana sesungguhnya penyebaran Islam di seluruh dunia dilakukan tanpa mengenal tempat dan kawasan.

Catatan lain pun telah mengiringi, Festival Istiqlal II 1995 yang didatangi hampir 11 juta pengunjung tersebut. Bagi Mar’ie Muhammad yang pada saat itu menjabat selaku ’General Chairman of The Festival’, mengatakan peristiwa Festival Istiqlal II 1995 yang teramat sukses dan telah diliput oleh berbagai siaran radio hingga penyiaran oleh stasiun televisi internasional (Ferdy Salim, 1994:84). Setidaknya, telah membuktikan bahwa roh agama Islam masih hidup, bahkan tumbuh subur di antara generasi yang lebih muda. Kendati pun generasi muda ini punya kecenderungan khusus, mereka sangat membuka terhadap pengaruh-pengaruh dalam jalan hidup modern. Festival Istiqlal II 1995 juga

(7)

menetapkan identitas bangsa Indonesia itu di tengah-tengah meningkatkanya pengaruh dunia materialisme, utamanya yang giat tumbuh di dunia luar. Bagi negara-negara muslim lain, Festival Istiqlal II 1995 juga telah memberikan pengaruh dan menarik banyak perhatian pihak internasional ihwal suatu populasi masyarakat Islam dunia secara substansial.

Sebagai bagian peristiwa nasional dan internasional dari kedua Festival Istiqlal I 1991 dan Festival Istiqlal II 1995. ’Pameran Seni Rupa Modern Yang Bernafaskan Islam’ yang menjadi salah satu bagian acara pada Festival Istiqlal baik yang ke I 1991 maupun ke II 1995. Pada dasarnya merupakan upaya khusus panitia Festival menampilkan bagaimana tumbuhnya bentuk seni rupa modern Islam di Indonesia dalam berbagai cakupan ekspresi seni. Penelitian ini secara khusus, mencoba mendekati peristiwa pameran seni rupa modern yang bernafaskan Islam yang menjadi salah satu bagian acara pameran pada Festival Istiqlal I 1991 dan Festival Istiqlal II 1995. Studi penelitian akan memakai pendekatan kritik seni untuk mengkaji kedua peristiwa pameran seni rupa modern yang bernafaskan Islam, utamanya baik pada peristiwa Festival Istiqlal I 1991 maupun Festival Istiqlal II 1995.

Sebagai catatan perbandingan signifikansi persoalan penelitian yang secara khusus mendekati masalah seni rupa modern Islam Indonesia. Utamanya, yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, khusus di Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB ini. Sebelumnya telah dilakukan oleh Ilham Khoiri tahun 2002, yang mengambil topik penelitian: ’Telaah Wacana Seni Rupa Modern Islam di Indonesia (1970-2000)’. Namun kendati begitu, jika Ilham Khoiri mendekati persoalan seni rupa modern Islam Indonesia, karena di latar belakangi oleh pendidikan Ilham Khoiri sebelumnya yang menempuh pendidikan ushuluddin (ilmu perbandingan agama) pada IAIN Sunan Gunung Jati Jakarta. Umumnya, pendekatan penelitian terhadap seni rupa modern Islam Indonesia yang dilakukannya ialah melalui pendekatan kaidah ilmu fiqh dan filsafat Islam.

(8)

Sementara perbedaan penelitian tesis ini sendiri secara spesifik, ialah mencoba mendekati peristiwa ’Pameran Seni Rupa Modern Dan Kontemporer Indonesia Yang Bernafaskan Islam’, yang merupakan bagian acara dari Festival Istiqlal I 1991 dan Festival Istiqlal II 1995, mendekati problematika masalahnya lewat pendekatan tinjauan seni dan sosiologi.

Penelitian tesis ini memakai topik judul: ’Identifikasi Pada Pameran Seni Rupa Modern Indonesia Bernafaskan Islam Festival Istiqlal I 1991 & II 1995’, dengan acuan kasus pada peristiwa pameran seni rupa modern yang bernafaskan Islam pada peristiwa nasional dan internasional Festival Istiqlal I 1991 dan Festival Istiqlal II 1995. Alasan topik itu dipilih, karena, bagaimana pun juga peristiwa Festival Istiqlal merupakan kenyataan sejarah yang telah memberikan konstribusi penting bagi pengembangan seni dan budaya, khususnya hasil kebudayaan dan kesenian Islam modern di Indonesia.

(9)

1.2 Rumusan Masalah

Fokus rumusan masalah dari penelitian tesis ini mencoba mengkaji dan meneliti beberapa hal sebagai berikut:

1. Pameran seni rupa modern dan kontemporer yang bernafaskan Islam Indonesia, yang terjadi pada Festival Istiqlal I tahun 1991 dan Festival Istiqlal II 1995, pada dasarnya merupakan kenya taan sejarah dan peristiwa budaya yang sangat penting. Apa makna pameran seni rupa modern yang bernafaskan Islam Indonesia yang terjadi pada Festival Istiqlal I 1991 dan Festival Istiqlal II 1995, dalam konteks seni rupa modern Indonesia secara umum?

2. Bagaimana pencapaian estetik karya seni rupa yang telah dipamerkan dalam pameran seni rupa modern yang bernafaskan Islam Indonesia pada kegiatan Festival Istiqlal, terutama pada Festival Istiqlal I 1991 dan Festival Istiqlal II 1995?

(10)

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis membatasi yang hendak dikaji adalah pameran seni rupa modern yang bernafaskan Islam, khususnya, yang terjadi pada peristiwa Festival Istiqlal. Periode yang diteliti ialah pada pameran seni rupa modern yang bernafaskan Islam pada Festival Istiqlal I 1991 dan pada pameran seni rupa modern Indonesia yang bernafaskan Islam pada Festival Istiqlal II 1995.

Secara khusus penelitian ini terfokus pada pencapaian hasil- hasil karya seni rupa yang terdapat pada Festival Istiqlal I 1991 dan Festival Istiqlal II 1995 dengan melihat kembali pencapaian-pencapaian estetik yang telah dimunculkannya. Metodologi yang digunakan untuk mendekati persoalan tersebut, peneliti menggunakan kritik seni sebagai alat pendekatan.

1.4 Tujuan Pene litian

Sebagai bahan penelitian yang terfokus pada perkembangan seni rupa modern Islam di Indonesia. Penelitian ini ditujukan mempunyai hasil- hasil yang diharapkan berikut ini:

1. Mengetahui makna pameran seni rupa modern yang bernafaskan Islam Indonesia yang terjadi pada Festival Istiqlal I 1991 dan Festival Istiqlal II 1995, dalam konteks seni rupa modern Indonesia.

2. Mengetahui bagaimana pencapaian estetik terhadap hasil- hasil karya seni rupa yang telah dimunculkan pada pameran seni rupa modern yang bernafaskan Islam Indonesia, pada Festival Istiqlal I 1991 dan Festival Istiqlal II 1995.

(11)

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian tesis ini yang mengambil topik judul: ’Pendekatan Kritik Seni Pada Seni Rupa Modern Indonesia Bernafaskan Islam Festival Istiqlal I 1991 & II 1995’. Bagi penulis sendiri diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Berusaha memberikan kontribusi secara keilmuwan terhadap penelitian seni, yang memakai kritik seni sebagai pendekatan penelitian seni.

2. Penelitian ini dilakukan sebisa nya memberikan konstribusi serta manfaat kepada khalayak dan publik, khususnya menyangkut bidang kajian seni rupa modern Indonesia dan seni rupa modern yang bernafaskan Islam di Indonesia.

1.6 Hipotesis

Penyelenggaraan pameran seni rupa modern yang bernafaskan Islam pada peristiwa Festival Istiqlal. Utamanya, baik yang berlangsung pada Festival Istiqlal I 1991 maupun Festival Istiqlal II 1995, menampilkan karya seni rupa dan pencapaian estetik yang kaya. Hasil karya seni rupa yang dihadirkan pada kedua pameran seni rupa modern bernafaskan Islam tersebut, baik Festival Istiqlal I 1991 dan Festival Istiqlal II 1995. Pada dasarnya merepresentasikan bentuk karya seni rupa serta pencapaian estetik persilangan antara nilai estetik ’ke-Islaman’ dengan nilai estetik ’modern’.

Di lain pihak pameran seni rupa modern bernafaskan Islam pada kedua Festival Istiqlal tersebut. Telah memberikan makna kultural, ’kebaruan’, dan membuka peluang alternatif bagi perkembangan seni rupa modern Indonesia, secara lebih luas. Kond isi demikian, pada dasarnya tidak lepas dari kaitan persoalan sosial budaya Islam itu sendiri dan ihwal pemikiran modernitas Islam yang sangat kontekstual.

(12)

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitan ini secara umum memakai pendekatan jenis penelitian kualitatif karena bagi penulis metodologi inilah yang paling tepat untuk mendekati bagian-bagian masalah yang akan dicoba diketahui. Penelitian ini juga memakai kritik seni sebagai pendekatan. Kritik seni dalam metodologi penelitian seni kerap digolongkan ke dalam kelompok estetika empiris, selain morfologi estetik dan semiotika. Disamping itu penelitian tesis ini mencoba melihat bahwa kelangsungan 'Pameran Seni Rupa Modern Indonesia Bernafaskan Islam Pada Festival Istiqlal I 1991 dan Festival Istiqlal II 1995'. Pada persoalannya dibangun oleh tiga instrumen pengetahuan yang satu sama lain saling meneguhkan: pertama, pada soal latar belakang penyelenggaraan. Kedua, karya-karya seni rupa yang dipamerkan. Dampaknya kemudian yang ketiga, wacana yang muncul sekaligus yang dihasilkan pasca kedua pameran seni rupa modern Islam tersebut, baik dalam wacana sosial dan ideologi.

Teknik pengumpulan data, akan meninjau sejumlah literatur - literatur (studi pustaka), observasi ke nara sumber utama panitia Festival Istiqlal. Dala m pelacakan data-data tambahan dilakukan melalui wawancara dengan para pengamat seni yang dianggap punya integritas terhadap pengetahuan kesenian dan kebudayaan Islam.

(13)
(14)

1.9 SISTEMATIKA PENULISAN BAB I PENDAHULUAN

Memaparkan beberapa persoalan yang dikemukakan dalam latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat, asumsi, metodologi, kerangka pemikiran dan sistematika penulisan.

BAB II SENI RUPA MODERN INDONESIA DAN SENI RUPA MODERN INDONESIA BERNAFASKAN ISLAM

Seni rupa modern Indonesia, pertumbuhan seni rupa modern gagasan nilai Islam di Indonesia.

BAB III FESTIVAL ISTIQLAL I 1991 & II 1995: SENI RUPA MODERN YANG BERNAFASKAN ISLAM

Festival Istiqlal I dan II sebagai peristiwa seni rupa modern bernafaskan Islam. Kemudian, tim 7 sebagai formulasi gagasan konseptual sekaligus fundamental pada Festival Istiqlal I 1991 dan II 1995.

BAB IV IDENTIFIKASI PADA PAMERAN SENI RUPA MODERN DAN KONTEMPORER ISLAM INDONESIA: FESTIVAL ISTIQLAL I & II SEBAGAI KAJIAN

Memuat evaluasi kritik atas kelangsungan Festival Istiqlal I dan II, terhadap gagasan estetika Islam dan kelangsungannya atas seni rupa modern Islam di Indonesia. Sebagai kajian kritik, secara internal Festival Istiqlal I dan II dilihat sebagai pengaruh daripada unsur-unsur estetik. Secara ekstrenal Festival Istiqlal I dan II dilihat sebagai pengaruh unsur-unsur non-estetik; menyangkut pergulatan antara identitas Islam, agama, politik dan kekuasaan.

BAB V KESIMPULAN

Evaluasi dan tanggapan terhadap Festival Istiqlal I dan II, khususnya untuk pengembangan praktik seni rupa modern dan kontemporer Islam Indonesia ke depan.

Referensi

Dokumen terkait

Pengkajian ini akan dibatasi pada pembahasan yang berkaitan dengan prinsip-prinsip dasar seni rupa meliputi ruang kosong, kejelasan, kesederhanaan, kesatuan,

Penelitian terdahulu yang pertama, yaitu yang ditulis oleh Pratikna Diyah Vivanda dari program studi Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Surakarta (2014), dengan

Sedangkan pada Tinjauan Estetik Penciptaan Karya menjelaskan mengenai tinjauan dari berbagai literatur yang terkait teori seni, ilmu seni rupa dan estetika yang

Dengan memahami teori perkembangan seni rupa anak guru juga akan lebih mudah dalam mengarahkan kemampuan seni siswa dan tidak keliru memberi patokan yang justru

Menata karya seni rupa yang diciptakan dalam bentuk pameran sekolah atau luar sekolah  Menyiapkan karya seni tradisi,modern / kontemporer bersama yang dikembangkan dari

Fungsi utama dari Gedung Apresiasi adalah sebagai gedung pameran karya seni rupa modern dan kontemporer, pada area pameran ini juga dapat terjadi kegiatan jual-beli

Adanya Pusat Perkembangan Kreativitas Anak dalam bidang kesenian seperti seni musik, seni tari, seni rupa, seni teater, dan seni sastra yang memiliki sarana dan

1.2 Judul Proyek 1.3 Tema Perancangan Tema yang dipilih pada perancangan bangunan seni rupa dan desain ini adalah culture up to date dengan langgam kontemporer yang diterapkan