• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Perilaku Asertif

Perilaku asertif adalah perilaku hubungan antar pribadi yang menyertakan kejujuran dan berterus terang secara sosial dalam mengekspresikan pemikiran dan perasaan dengan mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang lain (Rakos,1991). Perilaku adalah tindakan atau perbuatan dari suatu organisme (makhluk hidup) yang dapat diamati maupun di pelajari. Asertif berasal dari kata “to assert” yang memiliki arti menyatakan sesuatu dengan berterus terang, tegas (tidak ragu-ragu) serta bersikap positif. Hubungan antar pribadi adalah interaksi yang melibatkan dua unsur pribadi atau dua orang dengan sikap adanya keterbukaan diri. Keterbukaan diri adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapi kepada orang lain dengan baik.

Agar hubungan antar pribadi dapat berjalan secara efektif maka diperlukan kemampuan seseorang untuk mengkomunikasikan secara jelas apa yang ingin disampaikan, menciptakan kesan yang ingin disampaikan yang disebut sebagai tindakan mengekspresikan pemikiran dan perasaan. Seseorang dapat meningkatkan kualitas hubungan antar pribadi dengan cara berlatih mengungkapkan maksud dan keinginan, menerima umpan balik / kritikan tentang perilaku karena dalam berinteraksi dengan orang lain biasanya seseorang ingin menciptakan dampak tertentu seperti

(2)

8

merangsang munculnya gagasan, menciptakan kesan dan menimbulkan reaksi pesan tertentu ke dalam diri orang lain. Hubungan antar pribadi merupakan komunikasi yang lebih kedalam pribadi individu, sedangkan hubungan antar manusia hanya sekedar komunikasi singkat antar individu yang mengetengahkan tentang maksud yang ingin disampaikan.

Mengekspresikan pemikiran dan perasaan yaitu seseorang dapat mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh seseorang kepada orang lain. Mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang lain, apabila ketika menyampaikan pendapat tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain serta mensejahterakan orang lain.

Menyertakan kejujuran dan terus terang yaitu ketika seseorang menyampaikan pendapat dengan jujur apa adanya, berterus terang keadaan sebenarnya dan tegas. Orang asertif harus tegas karena apabila tidak tegas akan meragukan pendapat yang di ungkapkan sehingga orang lain menjadi bingung ketika berbicara dengan orang yang tidak tegas serta tidak berperilaku asertif. Lebih jelas, perilaku asertif adalah tingkah laku seseorang ketika berhubungan dengan lawan bicara dilakukan secara jujur, terbuka, tegas serta tanpa kecemasan menyatakan perasaan kepada orang lain, baik yang disenangi maupun yang tidak disenangi (berkata tidak dalam menolak permintaan) tanpa menyinggung perasaan orang lain serta mampu menghargai diri sendiri dan orang lain dengan penyampaian verbal maupun non verbal. Selain perilaku asertif juga terdapat sikap asertif yaitu sikap lebih pada reaksi/respons seseorang yang masih tertutup terhadap

(3)

9

suatu obyek. Perilaku termasuk dalam bagian psikomotorik dan sikap termasuk dalam afektif seseorang.

2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Asertif

Perilaku asertif yang dimiliki tiap orang memiliki tingkatan berbeda, ada yang tinggi, baik,cukup bahkan rendah. Dengan perbedaan tingkatan tentu terdapat faktor yang mempengaruhinya. Rakos (1991) menyebutkan terdapat 3 faktor yang mempengaruhi perilaku asertif dalam diri seseorang yaitu pola asuh orang tua, jenis kelamin, dan kebudayaan. a. Pola asuh orang tua;

Merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap perilaku asertif seseorang, karena sejak kecil berada lama dalam lingkup keluarga. Keluarga dengan orang tua yang mendidik anaknya secara bebas untuk mengekspresikan diri dapat menyebabkan timbulnya sikap maupun berperilaku asertif pada anak. Dengan kebebasan untuk mengekspresikan diri sehingga menyebabkan anak memiliki kepercayaan diri yang baik sehingga menyebabkan munculnya perilaku asertif yang direfleksikan dengan aktif, terbuka dan sopan.

Sebaliknya apabila orang tua mendidik anaknya dengan sering melarang anak untuk melakukan sesuatu, maka akan membuat anak takut untuk mencoba ataupun berbuat sesuatu. Adanya larangan yang terus menerus menjadikan seorang anak terlalu berhati-hati dan tidak spontan dalam mengemukakan perasaannya sehingga anak menjadi terbiasa untuk berperilaku tidak asertif.

(4)

10 b. Jenis Kelamin:

Pria lebih berperilaku asertif dibandingkan dengan wanita karena adanya tuntutan masyarakat yang menjadikan pria lebih terbuka dalam pergaulan maupun berpendapat. Laki-laki pada umumnya lebih aktif dan rasional dalam berpikir. Sedangkan umumnya wanita lebih pasif dalam berperilaku, lebih emosional dan mudah terpengaruh. Namun tidak semua wanita tidak dapat untuk berperilaku asertif.

c. Kebudayaan:

Seseorang dibesarkan dengan membawa kebudayaan dari mana seseorang berasal dan kebudayaan berhubungan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Kebudayaan yang berbeda dapat mempengaruhi tingkat asertifitas seseorang. Contoh di Amerika, warga keturunan Asia pada umumnya lebih introvert daripada keturunan Amerika sendiri ataupun keturunan Eropa. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian barat lebih mementingkan seseorang dalam berperilaku asertif namun di negara bagian timur lebih mengutamakan tentang perasaan dan belas kasihan. (Rakos,1991).

2.3 Aspek – aspek Perilaku Asertif

Rakos (1991) menyebutkan aspek-aspek perilaku asertif terdapat beberapa bagian, diantaranya adalah :

a. Content (isi), perilaku verbal atau apa yang dikatakan oleh seseorang kepada orang lain dalam mengungkapkan hak-hak dan kesungguhan, misalnya:

1. Menggunakan pernyataan “saya”.

(5)

11 3. Mampu mengatakan “tidak”.

4. Memberikan pujian atau memberikan komentar positif kepada orang lain.

5. Mengakui kesalahan dan meminta maaf.

6. Menyampaikan kritik yang membangun tanpa menyalahkan dan berprasangka.

7. Respek dengan pemikiran, pendapat dan keinginan orang lain. b. Paralinguistik yaitu keberagaman berbicara dari kata-kata aktual atau

kalimat, memuat banyak arti seperti nada suara keras lembutnya, intonasi, irama serta sikap ragu-ragu dalam menyampaikan informasi. Seseorang yang asertif akan fleksibel dalam menyesuaikan perubahan kondisi lingkungannya. Suara atau vokal yang digunakan pada waktu mengucapkan pesan-pesan verbal dilihat dari kecepatan berbicara, volume, resonansi dan bentuk-bentuk vokal seperti tertawa, rintihan, rengekan dan tinggi rendahnya suara.

c. Perilaku Non Verbal, meliputi :

1. Kontak mata yang wajar pada saat melakukan pembicaraan dengan orang lain.

2. Ekspresi wajah yang positif. 3. Gesture (gerak, isyarat, sikap). d. Kemampuan berinteraksi, meliputi:

1. Dapat berkomunikasi dengan semua orang secara terbuka, penuh percaya diri baik dengan orang yang telah dikenal ataupun yang belum.

(6)

12

2. Memberikan respon minimal yang efektif sesuai situasi dan kondisi. 3. Memiliki kemampuan mengontrol tindakannya sendiri dan menyadari

atas tindakannya.

2.4 Gambaran Perilaku Asertif

Seseorang dalam berperilaku tentu akan menimbulkan dampak ataupun hasil yang baik maupun yang tidak baik. Perilaku asertif merupakan salah satu perilaku yang baik, bila dibandingkan dengan perilaku agresif ataupun pasif / submisif. Dalam perilaku asertif terdapat kriteria orang yang mempunyai tingkatan asertif karena setiap orang tidak sama dalam berperilaku asertif, (Rakos,1991). Orang yang memiliki kategori perilaku asertif tinggi memiliki ciri-ciri seperti :

a. Memiliki kemampuan untuk mengatakan “tidak” dan dapat berkomentar positif terhadap orang lain.

b. Memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta dapat berkomunikasi secara terbuka, penuh percaya diri sehingga apabila seseorang memliki kepercayaan diri tinggi maka perilaku asertif seseorang juga dalam kategori tinggi sehingga dapat berkomunikasi dengan baik pada orang yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal.

c. Memiliki kemampuan untuk melakukan kontak mata secara wajar dengan lawan bicaranya serta dapat menunjukkan ekpresi wajar dan sesuai.

Sedangkan untuk orang yang kurang berperilaku asertif / pada kategori rendah dicirikan sebagai berikut :

(7)

13

a. Individu akan cenderung mengalah dan hanya akan menuruti ataupun menyenangkan orang lain daripada mengusahakan apa yang menjadi haknya.

b. Tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan tidak mampu berkomunikasi secara terbuka, kurang penuh percaya diri pada saat berkomunikasi baik dengan orang yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal.

c. Tidak dapat melakukan kontak mata secara wajar dengan lawan bicaranya dan kurang mampu menunjukkan ekspresi wajah, bahasa tubuh yang sesuai dan wajar.

2.5 Cara Meningkatkan Perilaku Asertif

Perilaku asertif pada diri seseorang bukan merupakan sifat bawaan lahir, namun merupakan hal yang bisa dipelajari dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan serta dapat dilatih kepada seseorang. Berikut cara meningkatkan perilaku asertif yang dapat digunakan dalam meningkatkan perilaku asertif, (Rakos,1991):

a. Dengan cara bermain peran mengajak seseorang untuk memerankan seperti keadaan dalam kehidupan ataupun peristiwa yang sebenarnya (kenyataan).

b. Kesadaran memandang keberadaan orang lain ketika berada dalam suatu kelompok. Melatih untuk dapat menyetujui ataupun menolak gagasan dan berpendapat dengan baik di dalam kelompok seperti menghargai pendapat serta hak orang lain.

(8)

14

c. Melihat tentang keadaan masa lalu mengenai apa yang menyebabkan seseorang tidak dapat berperilaku asertif, sehingga dapat memperbaiki diri dari keadaan masa lalu. Contoh masa lalu seseorang ketika kecil dilarang banyak komentar apabila melihat hal yang baru pertama kali dijumpai maupun mengeluarkan pendapat maka akan berpengaruh ketika dewasa tidak dapat berkata didepan umum dengan baik.

d. Mengurangi kecemasan diri berlebih yang dialami seseorang. Dengan berpikir positif dan mempersiapkan kebutuhan sebelum pelaksanaan kegiatan dimulai. Belajar menenangkan diri, relaks/ tidak tegang e. Mengurangi kemarahan / emosi dengan belajar mengontrol diri.

f. Meningkatkan kepercayaan, keyakinan dan harga diri seseorang. Sadar akan keadaan diri sendiri dan orang lain dalam sebuah situasi hubungan antar pribadi. Dengan melihat orang-orang disekitar ataupun obyek lain akan mengurangi rasa gugup, rasa tidak percaya diri. Melatih kesadaran diri mengenai aturan-aturan sosial dan budaya dalam berperilaku.

2.6 Cara Mengukur Perilaku Asertif

Perilaku asertif merupakan perilaku yang dapat dilakukan pengamatan langsung kepada subyek maupun menggunakan inventory untuk mengetahui kebenarannya. Pengamatan langsung dengan cara observasi mengamati observi / orang lain sebagai objek yang diteliti berdasar aspek perilaku asertif yang dikemukakan oleh ahli teori asertif, dalam penelitian ini menggunakan skala perilaku asertif yang disusun berdasar aspek perilaku asertif dari Rakos (1991). Sedangkan apabila

(9)

15

menggunakan inventory, alat yang digunakan disebut The Assertion

Inventory (Namara & Delamater,1984) , Personal Assertion Inventory, Assesment of Assertion Inventory Gambril & Richey (dalam Rakos,1991). 2.7 Pengertian Percaya Diri

Menurut Kanter (2006) percaya diri adalah perasaan mampu melakukan sesuatu yang dimiliki seseorang yang menghubungkan harapan dengan kemampuan diri sendiri dalam melakukan aktivitas yang terbentuk dari harapan-harapan positif seseorang untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Harapan adalah bentuk dasar dari kepercayaan terhadap suatu hal yang diinginkan oleh manusia sehingga apabila dapat terwujud akan mendatangkan kebahagiaan dan rasa senang. Kemampuan diri sendiri yaitu keahlian yang dimiliki seseorang dalam melakukan sesuatu perbuatan sehingga manusia dapat melakukan serta menyelesaikan banyak hal.

Percaya diri (self confidence) mempunyai arti yang hampir sama dengan keyakinan diri (self efficacy), karena percaya diri merupakan kombinasi dari self esteem (harga diri) dan self efficacy (keyakinan diri). Sehingga rasa percaya diri timbul dari seseorang yang dapat menilai kualitas diri sendiri, menghargai diri bahwa mempunyai kesempatan untuk menang atau berhasil sehingga mendorong seseorang untuk berani, yakin serta percaya bahwa diri seseorang mampu melakukan suatu aktivitas maupun pekerjaan yang dijalankannya. Karena confidence is the solid

placement of everything it takes to do the work and make that work successful. Kepercayaan diri adalah penempatan kuat dari segala sesuatu

(10)

16

yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dan membuat pekerjaan itu berhasil (Kanter,2006)

Rasa percaya diri yang dimiliki seseorang menentukan apakah seseorang akan melangkah atau mengerjakan sesuatu dengan ragu-ragu atau berani dalam mengerjakan sesuatu. Percaya diri dilandasi keberhasilan yang dialami seseorang sehingga merasa yakin akan kembali berhasil melakukan suatu kegiatan yang lain. Namun bila seseorang terlalu yakin mencapai keberhasilan, maka dapat membawa dampak buruk yaitu membuat orang menjadi berlebihan, terlalu gembira, serta menganggap diri tak terkalahkan sehingga menjadi puas diri dan berada dalam keangkuhan. Keangkuhan adalah ketidakmampuan seseorang untuk menyadari kekurangan atau kelemahannya. Harapan adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu hal yang diinginkan oleh manusia sehingga apabila dapat terwujud dapat mendatangkan kebahagiaan dan rasa senang. Sedangkan apabila seseorang mengalami rasa kurang percaya diri membuat orang terlihat lebih buruk, karena membuat orang tidak bersedia berinvestasi atau mengambil resiko, kurang berinovasi dan menganggap semua hal adalah rintangan yang perlu dihindari sehingga membuat orang yang kurang rasa percaya diri akan beranggapan tidak ada gunanya untuk mencoba. Kegagalan menyebabkan percaya diri menurun sehingga orang merasa tidak yakin dengan kemampuan dirinya (Kanter,2006).

Kepercayaan diri tidak hanya berada dalam benak seseorang, namun mencerminkan reaksi yang wajar atas situasi. Kepercayaan diri

(11)

17

seseorang dipengaruhi oleh perbedaan antarindividu dalam hal karakter, suasana hati, dan interpretasi situasi. Orang yang percaya diri baik namun mengalami kegagalan akan cepat-cepat bangkit menuju keberhasilan, sedangkan bila orang yang kurang percaya diri akan semakin terpuruk dan merasa tidak berdaya dalam membangun keberhasilan (Kanter,2006). 2.8 Aspek-aspek Kepercayaan Diri

Menurut Kanter (2006) kepercayaan diri memiliki 4 aspek yang dapat mempengaruhi seseorang untuk bertindak percaya diri,

a. Kepercayaan pada diri sendiri;

Membangkitkan optimisme pada diri sendiri, sehingga memudahkan seseorang membidik harapan lebih tinggi dan berharap dapat mencapai target serta memudahkan seseorang untuk mendapatkan energi untuk bekerja.

b. Saling percaya satu sama lain;

Membuat orang lebih menyukai antar sesama manusia, baik dalam hubungan antar individu maupun hubungan dalam kelompok.

c. Kepercayaan pada sistem;

Struktur dan prosedur organisasi atau peraturan yang berlaku menguatkan tanggung jawab, kerjasama, dan inovasi. Serta membuat seseorang menjadi lebih disiplin dan meraih kesuksesan dengan baik. d. Kepercayaan pihak eksternal:

Dengan keberhasilan yang diraih dapat memudahkan orang lain untuk mempercayai individu, orang lain menjadi tertarik dengan diri individu sehingga menumbuhkan kekuatan diri pada individu tersebut

(12)

18

sehingga membuat dukungan sosial pada diri seseorang menjadi lebih baik dan mantap dalam meraih keberhasilan.

Setiap rangkaian kesuksesan akan lebih memudahkan untuk membangkitkan kepercayaan diri, kepercayaan pada rekan, pada sistem aturan yang berlaku, kepercayaan dari orang lain. Semua aspek kepercayaan diri berpadu untuk menyiapkan orang–orang yang harus mewujudkan kemenangan.

2.9 Cara Meningkatkan Kepercayaan Diri

Untuk meningkatkan kepercayaan diri seseorang yang rendah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa cara diantaranya menurut Kanter (2006) adalah:

a. Membangun keyakinan pemulihan diri dari keterpurukan.

Dalam keadaan seseorang mengalami keterpurukan akibat dari kegagalan yang dialami, masih mempunyai kesempatan untuk melakukan perubahan secara mudah. Dengan membangkitkan kemauan individu untuk berusaha bangkit dari keterpurukan, mengakhiri kebiasaan buruk dan menanamkan kepercayaan pada diri sendiri bahwa yakin menghadapi kegagalan.

b. Menghadapi fakta dan meneguhkan tanggung jawab.

Apabila keadaan nyata semangat seseorang sangat kurang, bangkitkan semangat dengan melihat peluang keberhasilan serta kesempatan yang terbuka. Mencoba untuk mengatur waktu sehingga dapat digunakan seefisien mungkin. Melatih tanggung jawab individu dalam tugasnya sebagai seorang yang dapat berkarya. Melatih dengan memberikan tugas

(13)

19

yang harus diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Apabila seseorang berhasil mengerjakan tugas dengan baik, maka akan melatih tanggung jawab dan kepercayaan diri bahwa bisa menyelesaikan tugas dengan tepat waktu sehingga membuat orang percaya diri akan kemampuannya.

c. Kepercayaan kerjasama dengan tim.

Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan orang lain. Kerjasama diperlukan oleh manusia untuk mempermudah menyelesaikan masalah yang dialami. Bangkitkan seseorang yang memiliki susah bergaul dengan mencoba membuka diri kepada orang lain, melatih seperti bermain peran agar dapat mempraktikkan dalam kehidupan nyata. Dalam suatu kelompok atau tim dilatih untuk saling berkomunikasi untuk memecahkan suatu masalah. Berkomunikasi dengan sopan dan menghargai pendapat orang lain akan memudahkan dalam mengkordinasikan dalam pembagian tugas.

Apabila tidak terjalin komunikasi dengan baik antar anggota kelompok, maka akan mengakibatkan anggota kelompok bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan keinginannya, namun apabila saling berbagi tugas sesuai dengan kemampuannya maka akan lebih cepat selesai seperti yang dicontohkan Kanter (2006) mengenai kerjasama tim Continental Airlines yang mendapat keuntungan daripada maskapai penerbangan lain yang berhenti beroperasi saat pemadaman listrik.

(14)

20

Melatih seseorang untuk dapat berpikir kreatif dalam melakukan sesuatu. Melatih pikiran seseorang untuk dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang baru daripada menggunakan cara lama. Membangkitkan kreativitas seseorang dengan membuat barang sederhana menjadi sesuatu yang berguna. Mengurangi kecemasan maupun kepanikan yang membuat seseorang menjadi mudah menyerah dan kehilangan keyakinan kemampuan diri.

2.10 Cara Mengukur Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri merupakan perasaan yakin yang menghubungkan harapan dengan kemampuan diri sendiri dalam melakukan aktivitas yang terbentuk dari harapan-harapan positif seseorang untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Kepercayaan diri terdapat dalam diri seseorang dan tidak nampak serta tidak dapat dinilai begitu saja, namun untuk membuktikan lebih nyata alat yang dapat digunakan mengukur percaya diri seseorang dapat menggunakan angket, skala sikap, maupun tes seperti Personality

Test (Peter Lauster), TSK (Tes Kematangan Percaya Diri) yang

dikembangkan oleh Robert Epstein (1981). Dalam penelitian ini, menggunakan skala kepercayaan diri yang disusun berdasar aspek kepercayaan diri dari teori Kanter (2006) yaitu kepercayaan pada diri sendiri, saling percaya satu sama lain, kepercayaan pada sistem, serta kepercayaan pihak eksternal, karena peneliti menggunakan landasan teori percaya diri dari Kanter (2006).

2.11 Penelitian Relevan

Untuk mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan pengambilan hipotesis, diperlukan penelitian relevan tentang kepercayaan diri dan perilaku asertif. Penelitian Apollo (2007) tentang hubungan antara

(15)

21

kepercayaan diri dan perilaku asertif dengan kecemasan komunikasi lisan pada siswa SMA Negeri di Kota Madiun dengan sampel penelitian 300 orang yang diambil dari enam SMA Negeri di Kota Madiun, laki-laki berjumlah 147 orang dan perempuan berjumlah 153 orang. Menggunakan alat ukur skala kepercayaan diri, skala perilaku asertif serta skala kecemasan komunikasi lisan, analisis menggunakan SPSS versi 11.5 uji anova (F). Menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara kepercayaan diri dan perilaku asertif dengan kecemasan komunikasi siswa SMA Negeri di seluruh kota Madiun menunjukkan koefisien korelasi rxy = 0.063 dengan sig 0.000 ≤0,05. Sedangkan untuk variabel kepercayaan diri dengan perilaku asertif menunjukkan koefisien korelasi rxy -196 dengan sig 0,005 p≤0,05. Penelitian lain oleh Rosita (2007) tentang hubungan antara perilaku asertif dengan kepercayaan diri pada mahasiswa. Populasi sampel adalah mahasiswa Universitas Gunadarma Depok dan Kelapa Dua berjumlah 100 orang. Data menggunakan kuesioner perilaku asertif dan kepercayaan diri, dianalisis menggunakan SPSS versi 13.0 korelasi Product Moment menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku asertif dengan kepercayaan diri pada mahasiswa dengan koefisien korelasi rxy = 0.571 dengan sig 0.000 ≤0,01.

Penelitian Wijayanto (2011) tentang Hubungan Antara Perilaku Asertif Dan Kemandirian Belajar Dengan Prestasi Belajar menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara perilaku asertif dengan prestasi belajar dengan koefisien korelasi rxy = 0.076 dengan sig 0.090 ≥0.05, serta tidak

(16)

22

ada hubungan positif signifikan antara kemandirian belajar dengan prestasi belajar siswa dengan hasil korelasi rxy = 0,002 dengan sig 0,477 ≥0.05. Selain itu Wijayanto (2011) juga menemukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara perilaku asertif dan kemandirian belajar dengan prestasi belajar siswa dengan koefisien korelasi rxy= 0,087 dengan sig 0,606 ≥0.05. Subyek penelitian adalah seluruh siswa kelas V SD di Gugus Kenanga Suruh menggunakan sampel total sebanyak 136 siswa menggunakan analisis korelasi Kendall’s Tau dengan program SPSS versi 14.0. Pratama (2009) menunjukkan tidak ada perbedaan antara perilaku asertif pada guru laki-laki dan guru perempuan SMA di Ambarawa. Subjek adalah 30 guru laki-laki dan 30 guru perempuan dari 3 sekolah SMA yaitu SMA Islam Sudirman, SMA Bhakti Awam dan SMAN 1 Ambarawa, melakukan penelitian menggunakan alat ukur skala asertifitas yang diadaptasi dari Lovitan (2007). Analisis menggunakan SPSS 17 memakai uji t menunjukkan hasil -0.641 ≥0.05 berarti tidak ada perbedaan antara perilaku asertif guru laki-laki dan perempuan SMA di Ambarawa.

Penelitian yang dilakukan oleh Weni Nur (2012) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan perilaku asertif siswa terhadap perilaku negatif berpacaran siswa kelas X Pemasaran 1 di SMKN 1 Depok, Sleman dengan peningkatan skor pre-test ke post-test sebesar 49.15. Pengumpulan data menggunakan skala, observasi dan wawancara.

2.12 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada hubungan signifikan antara kepercayaan diri dengan perilaku asertif siswa kelas X MAN 1 Kota Salatiga.

Referensi

Dokumen terkait

asarkan nim dari mahasiswa bersangkutan seperti Tabel pada gambar di atas dibentuk berdasarkan data akademik yang. diperoleh dari

Sebagai model dalam verifikasi dengan program THAL, digunakan data teras PLTN jenis PWR dengan daya listrik terbangkit sekitar 1000 MWe (PWR kelas 1000), yaitu PWR generasi II

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Supitcha Rungrodnimitchai dengan 2 orang temannya di Thailand juga menggunakan bantuan microwave dalam pembuatan gel

Gelombang PWM dibangkitkan dengan mengeset (atau mengclearkan) register OC0 pada saat terjadi compare match antara TCNT0 dan OCR0, dan mengclearkan (atau

Otherwise, the column buckles plastically and the Johnson equation (9.16) should be used. Assume the buckling is elastic, so that the Euler equation should be used. Then from Eq..

Dengan menetapkan pengguna atau khalayak sebagai spotlight utama dengan tetap memberikan penanaman ide di dalam konten yang ada di sosial media bahwa Ekhlassi dkk

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk 1) meningkatkan aktivitas belajar siswa, 2) meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa, 3) meningkatkan pemahaman konsep

Faktor kondisi merupakan keadaan ikan yang dilihat berdasarkan besarnya ikan atau kemontokan ikan dinilai dari data panjang berat ikan atau faktor fisik yang