• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage:http//

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage:http//"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional Sains Antariksa

Homepage:http//www.lapan.go.id

PENGARUH BADAI GEOMAGNET TERHADAP ANOMALI IONISASI

EKUATORIAL DI BPAA SUMEDANG

(GEOMAGNETIC STORM EFFECT ON EQUATORIAL IONIZATION

ANOMALY AT BPAA SUMEDANG)

Anwar Santoso, Dadang Nurmali, Mira Juangsih, Iyus Edi Rusnadi, Sri Ekawati, Anton Winarko, Siska Filawati

Pusat Sains Antariksa LAPAN Jln. DR. Djundjunan 133 Bandung email: anwar.santoso@lapan.go.id

ABSTRAK

Riwayat Artikel: Diterima: 22-11-2016 Direvisi: 17-03-2017 Disetujui: 27-03-2017 Diterbitkan: 22-05-2017 Kata kunci:

respon foF2 ionosfer, anomali ionosasi ekuatorial (EIA), badai geomagnet, medan magnet antarplanet (IMF)

Badai geomagnet menyebabkan gangguan foF2 ionosfer yang dinamakan badai ionosfer melalui kopling magnetosfer-ionosfer. foF2 merupakan indikator konsentrasi elektron yang menyediakan informasi tentang dinamika ionosfer ekuator. Salah satunya adalah equatorial ionization anomaly (EIA). Dalam makalah ini akan dianalisis pengaruh badai geomagnet terhadap EIA menggunakan data ionosfer foF2 dari BPAA Sumedang tahun 2011-2015. Hasil studi menunjukkan bahwa kejadian badai geomagnet atau penurunan indeks Dst berkorelasi kuat dengan arah selatan IMF komponen Bz. Selain itu, dapat disimpulkan juga bahwa badai geomagnet menyebabkan variasi foF2 di BPAA Sumedang terganggu yang diawali badai ionosfer positif (positif foF2SMD) dan diikuti badai ionosfer

negatif (negatif foF2SMD) akibat terganggunya (peningkatan atau

penghambatan) EIA yang dipicu penetrasi medan listrik. Besar kecilnya badai ionosfer bergantung pada intensitas badai geomagnet yang memicunya dan responnya bisa mencapai beberapa jam setelah puncak badai geomagnet. Keywords: foF2 ionosphere response, equatorial ionization anomaly (EA), geomagnetic storm, interplanetary magnetic field (IMF)

ABSTRACT

Geomagnetic storms cause to ionosphere foF2 disturbance named storms ionosphere through ionosphere-magnetosphere coupling. foF2 is a good indicator of the electrons concentration that can provide information about the equatorial ionosphere dynamics. One of them is equatorial ionization anomaly (EIA). In this paper we analyzed the effect of geomagnetic storms in EIA uses the ionosphere foF2 data from the BPAA Sumedang 2011-2015. Study shown that the geomagnetic storm events or decrease Dst index correlates strongly with southward IMF Bz component. Geomagnetic storms cause foF2 variations in Sumedang BPAA distrubed as negative and positive ionospheric storms. The size of the ionosphere storm depends on the intensity of geomagnetic storms that caused it.

(2)

1. Pendahuluan

Matahari merupakan sumber penggerak cuaca antariksa. Salah satu fenomena di matahari yang menjadi sumber penggerak cuaca antariksa adalah Coronal Mass Ejection (CME) atau dinamakan juga peristiwa ledakan matahari. Ketika terjadi CME, partikel-partikel dan medan magnet dilontarkan ke antariksa terbawa serta oleh angin surya. Angin surya yang menuju Bumi akan bertumbukan dengan magnetosfer dan dapat terjadi injeksi energi medan listrik melalui mekanisme rekoneksi (Burton et al., 1975; O’Brien dan McPherron, 2000; Ballatore dan Gonzalez, 2003, Russell, 2006). Energi tersebut akan menyebabkan pertumbuhan arus cincin di sekitar Bumi yang memicu gangguan medan magnet bumi skala global dinamakan badai geomagnet (magnetic storm) (Mayaud, 1980; Gonzales et al., 1994; Nagatsuma, 2002; Gopalswamy, 2009; Russel, 2006; Khabarova, 2007; Santoso, 2010).

Momentum dan energi saat badai geomagnet membangkitkan perubahan sistem arus di magnetosfer. Peningkatan arus listrik tersebut menyebabkan perubahan gradien serta kelengkungan drift plasma sehingga arus cincin (ring current) yang mempunyai ion-ion (terutama H +, He + dan O +) dan elektron dalam garis gaya medan magnet bumi akan mengalami peningkatan aktivitas. Hal ini dapat menyebabkan perubahan medan listrik, suhu, angin dan komposisi yang mempengaruhi proses ionisasi dan rekombinasi di ionosfer. Pengaruh badai geomagnet terhadap ionosfer di ekuator dan lintang rendah memiliki fitur yang unik. Hal ini diduga dipengaruhi oleh modifikasi pada Equatorial ionization anomaly (EIA), Equatorial spread-F (ESF) dan Equatorial electrojet (EEJ) yang diproduksi oleh : (1) gangguan medan listrik yang dihasilkan dari penetrasi medan listrik lintang tinggi menuju ekuator dengan cepat, (2) gangguan dinamo yang digerakkan oleh peningkatan sirkulasi termosfer global yang dihasilkan dari masuknya energi pada lintang tinggi, dan (3) gangguan angin (zonal dan meridional) yang memodifikasi dinamika termosfer ekuator. EIA adalah dinamika ionosfer yang terjadi di daerah ekuator yang dikontrol oleh drift ExB melalui plasma fountain (Rezende et al., 2007). Di bawah pengaruh penetrasi yang cepat medan listrik dan gangguan medan listrik dinamo, anomali ionisasi khatulistiwa (Equatorial Ionization Anomaly, EIA) dapat mengalami modifikasi drastis yang menghasilkan gangguan ionosfer besar di

lintang rendah (Abdu et al., 1991; Mukherjee et al., 2010).

Pada September 2015 lalu, Pusat Sains Antariksa, Kedeputian Bidang Sains Antariksa dan Atmosfer-LAPAN mengembangkan program Space Weather Information and Forecast Services (SWIFtS), yang merupakan penyempurnaan dari layanan informasi cuaca antariksa sebelumnya yakni Sistem Pemantauan dan Informasi Cuaca Antariksa (SPICA). Salah satu masalah yang ditemui oleh para peneliti dalam kegiatan SWIFtS tersebut adalah memperkirakan respon ionosfer di wilayah Indonesia akibat badai geomagnet.

Dari gambaran di atas maka dalam makalah ini dilakukan analisis Pengaruh Badai Geomagnet Pada Anomali Ionisasi Ekuatorial (Equatorial Ionization Anomaly, EIA) di Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer Sumedang (BPAA SMD; 6,91o LS; 106,83o BT

koordinat geografis atau 16,55o LS; 179,95o BT

koordinat magnet). Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh badai geomagnet pada anomali ionisasi ekuator di BPAA Sumedang. Harapannya adalah pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk membantu memperkirakan respon ionosfer di sekitar BPAA Sumedang akibat badai geomagnet.

2. Data dan Metode

2.1. Data

Data yang digunakan adalah indeks Dst, medan magnet antarplanet (Interplanetary magnetic field, IMF) komponen Bz (IMF Bz),

medan listrik planeter (Ey)

(http://omniweb.gsfc.nasa.gov/form/dx1.html, pusat data angin surya dan IMF, didownload tanggal 11 Juli 2016) dan foF2 ionosfer dari BPAA Sumedang (BPAA SMD: 6,91o LS;

106,83o BT koordinat geografis atau 16,55o LS;

BT 179,95o koordinat magnet). Periode data

yang diolah adalah tahun 2011-2015. Indeks

Dst

(http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/dstdir/index.html, pusat data indeks Dst, didownload tanggal 11 Juli 2016) digunakan untuk mengidentifikasi kejadian dan tingkat intensitas badai geomagnet. Adapun tingkatan kuat badai geomagnet dikelompokkan menurut kriteria Loewe dan Prolss (1997), seperti ditunjukkan pada Tabel 2-1.

Hasil identifikasi badai geomagnet menggunakan indeks Dst dan didasarkan pada Tabel 2-1, dipilih 8 kejadian badai geomagnet sebagai studi kasus seperti ditampilkan pada Tabel 2-2.

(3)

2.2. Metode

Setelah kejadian badai geomagnet terpilih maka selanjutnya adalah menghitung deviasi foF2 ionosfer di BPAA Sumedang (foF2SMD (%))

bersamaan dengan hari terjadinya badai geomagnet tersebut menggunakan rumus:

% = 100%

... (3-1) Dengan foF2Obs-SMD adalah nilai foF2 ionosfer pengamatan di BPAA Sumedang dan foF 2Med-SMD adalah nilai median bulanan foF2 ionosfer

di BPAA Sumedang. Selanjutnya dilakukan pengeplotan Ey, Bz IMF, foF2SMD (%) dan

indeks Dst pada masing-masing kejadian badai geomagnet. Hasilnya dianalisis untuk mengetahui perubahan perilaku antara Ey, Bz

IMF, foF2SMD (%) dan indeks Dst selama fase

utama badai geomagnet. Analisis dilakukan menggunakan metode visual.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Kejadian Badai Geomagnet 17

Maret 2015 dan 9 Maret 2012

Kejadian badai geomagnet tanggal 17 Maret 2015 dan 9 Maret 2012 ini mempunyai nilai Dst minimum masing-masing pada pukul 05.00 WIB tanggal 18 Maret 2015 (Dst = -223 nT) dan pukul 15.00 WIB tanggal 9 Maret 2012 (Dst = -131 nT). Kedua kejadian badai geomagnet tersebut bertipe sudden storm commencement (SSC).

Pada kejadian badai geomagnet tanggal 17 Maret 2015, variasi indeks Dst mencapai nilai minimum di -223 nT pukul 05.00 WIB tanggal 18 Maret terjadi 9 jam setelah Bz IMF mencapai nilai minimum di -18,1 nT pukul 21.00 WIB tanggal 17 Maret 2015. Kemudian diikuti dengan dua kali deviasi negatif foF2 BPAA Sumedang yakni berturut-turut pada pukul 03.00 WIB dengan nilai -54,86% dan pukul 17.00 WIB dengan nilai -61,55% tanggal 18 Maret 2015. Deviasi foF2 BPAA Sumedang pukul 03.00 WIB tanggal 18 Maret 2015 bersamaan dengan IMF Bz mengarah ke selatan (IMF Bz(-)). Sebelum deviasi negatif yang kedua, foF2 BPAA Sumedang mengalami deviasi positif dengan nilai 40,90% pukul 07.00 WIB tanggal 18 Maret 2015.

Menurut Mayr et al. (1978) dan Rishbeth (1991) bahwa kemunculan  positif pada fase pemulihan badai geomagnet merupakan tanda adanya perubahan atau pergantian di komposisi gas netral.

Pada kejadian badai geomagnet 9 Maret 2012, variasi indeks Dst mencapai nilai minimum di -131 nT pukul 15.00 WIB tanggal 9 Maret terjadi 3 jam setelah Bz IMF mencapai nilai minimum di -16,4 nT pukul 12.00 WIB tanggal yang sama. Kemudian diikuti dengan deviasi negatif foF2 BPAA Sumedang yakni pada pukul 09.00 WIB dengan nilai -48,90% tanggal 9 Maret 2015. Deviasi tersebut tidak bersamaan dengan IMF Bz saat mengarah ke selatan (IMF Bz(-)) maupun indeks Dst minimum. Setelah mengalami deviasi negatif, foF2 BPAA Sumedang mengalami deviasi positif dengan nilai 29,58% pukul 05.00 WIB tanggal 10 Maret 2015.

Dari gambar tersebut, diperoleh bahwa fluktuasi pola Bz IMF ke arah negatif diikuti dengan pola variasi indeks Dst yang juga ke arah negatif (badai geomagnet). Nilai variasi indeks Dst minimum dikendalikan atau dipengaruhi oleh nilai negatif Bz. Sedangkan nilai Dst minimum menentukan besar atau kecilnya nilai deviasi foF2 BPAA Sumedang. Tabel 2-1.

Klasifikasi intensitas badai geomagnet berdasarkan indeks Dst (Loewe dan Prolss, 1997). No Kelas Skala 1 2 3 4 5 Lemah Sedang Kuat Sangat Kuat Super Badai Dst > -50 nT -50 nT > Dst > -100 nT -100 > Dst > -200 nT -200 > Dst > -300 nT Dst < -300 nT Tabel 2-2.

Kejadian badai geomagnet terpilih sebagai bahan studi kasus.

No Tanggal Dstmin Kelas

1 17-Mar-2015 -223 Sangat Kuat 2 23-Jun-2015 -204 Sangat Kuat 3 7-Oct-2015 -124 Kuat 4 19-Feb-2014 -119 Kuat 5 9-Mar-2012 -132 Kuat 6 6-Aug-2011 -115 Kuat 7 25-Oct-2011 -147 Kuat

(4)

3.2. Kejadian Badai Geomagnet 23 Juni

2015 dan 7 Oktober 2015

Kejadian badai geomagnet tanggal 23 Juni dan 7 Oktober 2015 ini mempunyai nilai Dst minimum masing-masing pada pukul 11.00WIB tanggal 23 Juni 2015 (Dst = -204 nT dan pukul 05.00 WIB tanggal 8 Oktober 2015 (Dst = -124 nT). Badai geomagnet tanggal 23 Juni 2015 bertipe sudden storm commencement (SSC) dan yang tanggal 7 Oktober 2015 bertipe gradual storm (GS).

Pada kejadian badai geomagnet tanggal 23 Juni 2015, variasi indeks Dst mencapai nilai minimum di -204 nT pukul 11.00 WIB tanggal 23 Juni yang terjadi bersamaan dengan Bz IMF cenderung mengarah ke selatan (IMF Bz(-)). Pada kejadian ini, Bz IMF mencapai nilai minimum di tiga waktu yakni pukul 02.00 WIB dengan Bz = -26,3 nT; pukul 09.00 WIB dengan Bz = -22,2 nT dan pukul 16.00 WIB dengan Bz

= -14,5 nT. Deviasi negatif foF2 BPAA Sumedang nilainya berfluktuatif. Terdapat tiga nilai deviasi negatif yakni berturut-turut pada pukul 22.00-23.00 WIB tanggal 22 Juni dengan nilai deviasi yang tidak dapat diketahui (karena tidak ada data), pukul 11.00-13.00 WIB tanggal 23 Juni dengan nilai deviasi yang tidak dapat diketahui (karena tidak ada data) dan pukul 01.00 WIB tanggal 24 Juni dengan nilai -52,25%. Pada tanggal 26 Juni 2015 pukul 01.00 WIB, deviasi foF2 BPAA Sumedang mengalami kenaikan cukup tinggi yakni sebesar foF2SMD

= 110,37%.

Sedangkan pada kejadian badai geomagnet 7 Oktober 2015, variasi indeks Dst mencapai nilai minimum di -124 nT pukul 05.00 WIB tanggal 8 Oktober yang terjadi 8 jam setelah Bz IMF mencapai nilai minimum di -11,2 nT pukul 21.00 WIB tanggal 7 Oktober. Variasi Bz IMF sebelum mencapai nilai minimum berfluktuatif. Kejadian badai geomagnet ini menyebabkan tiga deviasi Gambar 3-1. Panel pertama menunjukkan komponen Bz IMF, panel kedua menunjukkan medan listrik planeter (Ey), panel ketiga menunjukkan persentase deviasi foF2 BPAA Sumedang (foF2 atau dalam grafik tertulis dfoF2) dan panel terakhir menunjukkan indeks Dst. (kiri) tanggal 16-19 Maret 2015 dan (kanan) tanggl 8-13 Maret 2012. Tanda (-) pada Bz dan Dst artinya Bz dan Dst bernilai negatif; Tanda (-) pada  artinya foF2 lebih besar dari mediannya dan tanda (+) pada Ey berarti ada kenaikan medan listrik. Notasi 1, 2, artinya kejadian pertama dan kedua.

(5)

negatif foF2 BPAA Sumedang yakni berturut-turut pada pukul 21.00 WIB tanggal 7 Oktober 2015 pukul 21.00 WIB dengan nilai -48,79%, tanggal 8 Oktober pukul 21.00 WIB dengan nilai -62,74% dan dengan nilai -53,57% tanggal 10 Oktber 2015. Deviasi negatif foF2 BPAA Sumedang pukul 21.00 WIB tanggal 7 Oktober 2015 terjadi bertepatan dengan nilai IMF Bz minimum. Sehingga diduga deviasi ini berkorelasi dengan Bz.

3.3. Kejadian Badai Geomagnet 6

Agustus 2011 dan 25 Oktober 2011

Kejadian badai geomagnet tanggal 6 Agustus dan 25 Oktober 2011 ini mempunyai nilai Dst minimum masing-masing Dst = -115 nT pukul 10.00 WIB tanggal 6 Agustus dan Dst = -147 nT pukul 08.00 WIB tanggal 25 Oktober. Badai geomagnet tanggal 6 Agustus dan 25 Oktober 2011, keduanya bertipe sudden storm commencement (SSC).

Pada kejadian badai geomagnet tanggal 6 Agustus 2011, variasi indeks Dst mencapai nilai minimum di -115 nT pukul 10.00 WIB tanggal 6 Agustus yang terjadi bersamaan dengan Bz IMF mengarah ke selatan (IMF Bz(-)). Pada kejadian ini, Bz IMF mencapai nilai minimum pukul 04.00 WIB tanggal 6 Agustus dengan Bz = -19,3 nT. Dengan kata lain, Bz IMF mencapai nilai minimum 4 jam sebelum Dst mencapai nilai minimumnya. Pola deviasi foF2 BPAA Sumedang mengikuti pola variasi Bz IMF. Nilai deviasi foF2 BPAA Sumedang bersamaan dengan nilai minimum Bz IMF adalah foF2SMD = -6 %. Nilai deviasi foF2

BPAA Sumedang minimum adalah foF2SMD =

-36,63% terjadi pukul 11.00 WIB tanggal 7 Agustus 2011 atau bersamaan dengan fase pemulihan badai geomagnet. Nilai ini diduga dipengaruhi oleh badai geomagnet dengan Dst minimum -115 nT pukul 10.00 WIB tanggal 6 Agustus 2011. Selisih waktu antara Dst Gambar 3-2. Panel pertama menunjukkan komponen Bz IMF, panel kedua menunjukkan medan listrik planeter (Ey), panel ketiga menunjukkan persentase deviasi foF2 BPAA Sumedang (foF2 atau dalam grafik tertulis dfoF2) dan panel terakhir menunjukkan indeks Dst. (kiri) tanggal 21-26 Juni 2015 dan (kanan) tanggl 6-11 Oktober 2015. Tanda (-) pada Bz dan Dst artinya Bz dan Dst bernilai negatif; Tanda (-) pada  artinya foF2 lebih besar dari mediannya dan tanda (+) pada Ey berarti ada kenaikan medan listrik. Notasi 1, 2, 3 artinya kejadian pertama, kedua dan ketiga.

(6)

minimum dan deviasi minimum foF2 BPAA Sumedang adalah 25 jam.

Sedangkan pada kejadian badai geomagnet 25 Oktober 2011, variasi indeks Dst mencapai nilai minimum di -147 nT terjadi 2 jam setelah Bz IMF mencapai nilai minimum di -13,2 nT pukul 06.00 WIB. Pukul 19.00 WIB tanggal 25 Oktober, Bz IMF bernilai positif dengan nilai puncak 21,3 nT. Pada pola deviasi foF2 BPAA Sumedang, terlihat dua nilai negatif di sekitar minimum Bz IMF dan Dst berturut-turut yaitu pada foF2SMD = -33,16% pukul 04.00 WIB

tanggal 25 Oktober 2011 dan foF2SMD =

-28,65% pukul 23.00 WIB tanggal yang sama. Deviasi negatif foF2 BPAA Sumedang pertama terjadi 2 jam sebelum Bz IMF mencapai nilai minimumnya dan deviasi negatif kedua terjadi 15 jam setelah Dst mencapai nilai minimumnya. Deviasi foF2 BPAA Sumedang pertama diduga dipengaruhi oleh dinamika arus ketika Bz IMF mulai mengarah ke selatan. Deviasi foF2 BPAA Sumedang kedua

diduga diakibatkan oleh badai geomagnet yang puncaknya terjadi pada pukul 08.00 WIB tanggal 25 Oktober 2011.

3.4. Kejadian Badai Geomagnet 9

Maret 2012 dan 19 Februari

2014

Kejadian badai geomagnet tanggal 9 Maret 2011 dan 19 Februari 2011 ini mempunyai nilai Dst minimum berturut-turut adalah Dst = -131 nT pukul 15.00 WIB tanggal 9 Maret 2012 dan Dst = -116 nT pukul 15.00 WIB tanggal 19 Februari 2014. Badai geomagnet tanggal 9 Maret 2012 bertipe sudden storm commencement (SSC) dan yang atanggal 19 Februari 2014 bertipe Gradual storm (GS).

Pada kejadian badai geomagnet 9 Maret 2012, variasi indeks Dst mencapai nilai minimum di -131 nT pukul 15.00 WIB tanggal 9 Maret atau terjadi 3 jam setelah Bz IMF mencapai nilai minimum di -16,4 nT pukul 12.00 WIB tanggal yang sama. Kemudian Gambar 3-3. Panel pertama menunjukkan komponen Bz IMF, panel kedua menunjukkan medan listrik planeter (Ey), panel ketiga menunjukkan persentase deviasi foF2 BPAA Sumedang (foF2 atau dalam grafik tertulis dfoF2) dan panel terakhir menunjukkan indeks Dst. (kiri) tanggal 5-11 Agustus 2011 dan (kanan) tanggl 24-29 Oktober 2011. Tanda (-) pada Bz dan Dst artinya Bz dan Dst bernilai negatif; Tanda (-) pada  artinya foF2 lebih besar dari mediannya dan tanda (+) pada Ey berarti ada kenaikan medan listrik.

(7)

diikuti dengan deviasi negatif foF2 BPAA Sumedang yakni pada pukul 09.00 WIB dengan nilai foF2 = -48,90% tanggal 9 Maret 2015. Deviasi tersebut tidak bersamaan dengan IMF Bz mengarah ke selatan (IMF Bz(-)) maupun indeks Dst minimum. Setelah mengalami deviasi negatif, foF2 BPAA Sumedang mengalami deviasi positif dengan nilai foF2 = 29,58% pukul 05.00 WIB tanggal 10 Maret 2012.

Sedangkan pada kejadian badai geomagnet tanggal 19 Februari 2014, variasi indeks Dst mencapai nilai minimum di -116 nT pukul 15.00 WIB tanggal 19 Februari 2014 atau 3 jam setelah Bz IMF mencapai nilai minimum di -12,6 nT pukul 12.00 WIB tanggal yang sama. Variasi deviasi foF2 BPAA Sumedang terlihat berfuktuasi. Deviasi negatif foF2 BPAA Sumedang berturut-turut terjadi pada pukul 14.00 WIB tanggal 18 Februari dengan nilai foF2 = -38,01%, pukul 14.00 WIB tanggal 19

Februari dengan nilai foF2 = -40,23%, pukul 03.00 WIB tanggal 20 Februari dengan nilai foF2 = -48,92% dan pukul 14.00 WIB tanggal 20 Februari 2014 dengan nilai foF2 = -42,67%. Deviasi negatif foF2 BPAA Sumedang pukul 14.00 WIB tanggal 19 Februari 2014 terjadi bertepatan dengan nilai IMF Bz minimum. Sehingga diduga deviasi ini berkorelasi dengan Bz. Sedangkan deviasi negatif foF2 BPAA Sumedang pukul 03.00 WIB dan 14.00 WIB tanggal 20 Februari 2014 terjadi sebagai akibat dari badai geomagnet atau dipengaruhi Dst minimum di -116 nT pukul 15.00 WIB tanggal 19 Februari 2014.

Respon lapisan F ionosfer terhadap badai geomagnet agak kompleks, yakni bisa berupa badai ionosfer positif maupun negatif. Deviasi positif dan negatif selama badai geomagnet sangat bergantung pada fase perkembangnan badai geomagnet itu sendiri. Penurunan nilai foF2 di BPAA Sumedang yang teramati selama Gambar 3-4. Panel pertama menunjukkan komponen Bz IMF, panel kedua menunjukkan medan listrik planeter (Ey), panel ketiga menunjukkan persentase deviasi foF2 BPAA Sumedang (foF2 atau dalam grafik tertulis dfoF2) dan panel terakhir menunjukkan indeks Dst. (kiri) tanggal 9 Maret 2012 dan (kanan) tanggal 19 Februari 2014. Tanda (-) pada Bz dan Dst artinya Bz dan Dst bernilai negatif; Tanda (-) pada  artinya foF2 lebih besar dari mediannya dan tanda (+) pada Ey berarti ada kenaikan medan listrik. Notasi 1, 2, 3 artinya kejadian pertama, kedua dan ketiga.

(8)

badai geomagnet pada tanggal 6 Agustus 2011, 25 Oktober 2011, 9 Maret 2012, 19 Februari 2014, 17 Maret 2015, 23 Juni 2015 dan 7 Oktober 2915 kemungkinan dikarenakan oleh sirkulasi gas dari lintang tinggi ke lintang rendah yang berlangsung saat fase utama badai geomagnet sehingga meningkatkan densitas molekul N2. Penurunan ionisasi yang

diakibatkan gas terinduksi badai geomagnet terjadi sebagai konsekuensi dari berkurangnya rasio (O)/(N2). Selain itu, penurunan foF2

selama badai geomagnet menunjukkan secara jelas penghambatan equatorial ionization anomaly (EIA) disebabkan oleh peningkatan drift vertikal. Seperti diketahui bahwa distribusi plasma di ekuator dan lintang rendah terutama dikendalikan oleh drift EXB melalui plasma fountain, yang bertanggung jawab pada Equatorial Ionization Anomaly (EIA). Selama badai geomagnet, gangguan medan listrik dapat meningkatkan perkmbangan atau penghambatan EIA (Abdu, 1997; Mukherjee et al., 2010).

Peningkatan kuat nilai foF2 BPAA Sumedang pada tanggal 26 Juni 2015 (foF2 = 110, 37%); tanggal 6 Agustus 2011 (foF2 = 116, 97%) dan tanggal 12 Maret 2012 (foF2 = 79,81) diduga disebabkan oleh penetrasi kuat medan listrik di lintang rendah yang dibangkitkan oleh masuknya partikel angin surya saat interplanetary shock (Sobral et al., 2010; Mukherjee et al., 2010). Sedangkan peningkatan kuat nilai foF2 BPAA Sumedang pada tanggal 18 Maret 2015 (foF2 = 40,90%); 29 Oktober 2011 (foF2 = 49,87%) dan tanggal 8 Agustus 2011 (foF2 = 107,57%) diduga sebagai dampak fase recovery badai geomagnet bersamaan dengan anomali cuaca antariksa lainnya yang belum bisa diketahui saat ini.

4. Kesimpulan

Dari studi di atas dapat disimpulkan bahwa badai geomagnet menyebabkan variasi foF2 di BPAA Sumedang terganggu yang diawali badai ionosfer positif (positif foF2SMD)

dan diikuti badai ionosfer negatif (negatif foF2SMD) akibat terganggunya (peningkatan

atau penghambatan) EIA yang dipicu penetrasi medan listrik. Besar kecilnya badai ionosfer bergantung pada intensitas badai geomagnet yang memicunya dan responnya bisa mencapai beberapa jam setelah puncak badai geomagnet.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Pusat Sains Antariksa atas

diperkenankannya menggunakan data ionosfer BPAA Sumedang. Terima kasih juga disampaikan kepada tim scaling ionogram yang telah men-scaling data ionogram untuk mendapatkan nilai foF2 (salah satu parameter ionosfer) BPAA Sumedang yang digunakan sebagai analisis dalam penelitian ini.

Rujukan

Abdu, M.A., Sobral, J.H.A., Paula, E.R., Batista, I.S. (1991). Magnetospheric disturbance effects on the Equatorial Ionization Anomaly (EIA): an overview. J. Atmos. Terr. Phys., 53, 757–771

Abdu, M. A. (1997). Major phenomena of the equatorial ionosphere thermosphere system under disturbed conditions, J. Atmos. Terr. Phys., 59, 1505–1519.

Ballatore, P. and Gonzalez, W. D. (2003). On the estimates of ring current injection and decay. Earth Planets Space, 55, 427-435. Burton, R. K., McPherron, R. L., and Russell, C.

T. (1975). An empirical relationship between interplanetary conditions and Dst, J. Geophys. Res., 80, 4204–4214.

Gonzalez, W. D., J. A. Joselyn, Y. Kamide, H. W. Kroehl, G. Rostoker, B. T. Tsurutani, and V. M. Vasyliunas. (1994). What is a geomagnetic storm? J. Geophys. Res., 99, 5771–5792.

Gopalswamy, N. (2009). Halo coronal Mass ejections and geomagnetic storm. Earth Planet Space, 61, 1-3.

Khabarova O. V. (2007). Current problems of magnetic storm prediction and Possible ways of their solving, Sun and Geosphere, 2, 32-37.

Loewe C. A. dan Prolss G. W. (1997). Classification and mean behavior of magnetic storms. J. Geophys. Res., 102, 14209-14213.

Mayaud, P. N. (1980). Derivation, meaning and use of geomagnetic indices, Geophysical monograph 22. America Geophysical Union, Washington, DC.

Mayr H. G., Harris I. and Spencer N. W. (1978). Some properties of upper atmosphere dynamics. Rev. Geophys. Space. Sci., 16, 539-565.

Mukherjee S., Sarkar S., Purohit P. K., Gwal A. K. (2010). Effect of geomagnetic storms in the Equatorial Anomaly Region observed from ground based data, Int. Journal of Geomagnetics and Geosciences, 1, 478-488. Nagatsuma, T. (2002). Geomagnetic storm,

Journal of the communications research laboratory, 49, 3.

(9)

O’Brien, T. P. and R. L. McPherron. (2000). An empirical phase space analysis of ring current dynamics: Solar wind control of injection and decay, J. Geophys. Res., 105, 7707-7720.

Rezende L. F. C., Paula E. R., Batista I. S., Kantor I. V., Muella M. T. A. H. (2007). Study of ionospheric irregulities during intense magnetic storms. Rev. Bras. Geof., 25, 2.

Rishbeth H. (1991). F-region storms and thermospheric dynamics. J. Geomagn. Geoelectr., 43, 513-524.

Russell C.T. (2006). The solar wind interaction with the Earth’s Magnetosphere : Tutorial,

Department of Earth and space sciences and Institute of Geophysics and Space Physics of University of California, Los Angeles.

Santoso A. (2010). Identifikasi Kondisi Angin Surya (Solar Wind) Untuk Prediksi Badai Geomagnet, Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, Semarang, pp. 275-283, 10 April 2010.

Anwar Santoso, M.Si, lahir di kota Surabaya (Jawa Timur) pada tanggal 5 Oktober 1971 dan bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), masuk mulai tahun 2003, menjadi staf Peneliti Bidang Fisika Magntosferik dan Ionosferik di satuan kerja Pusat Sains Antariksa di Bandung. Menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) di Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya Jurusan Fisika lulus pada tahun 1999 dan Strata 2 (S2) di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Jurusan Fisika lulus pada tahun 2007.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perekembangannya pada tahun 2015, Perseroan melakukan reorganisasi kegiatan usaha dan Perseroan kemudian menjadi sebagai perusahaan induk bagi Entitas Anak

Percabangan tumbuh mulai dari 1/3 buku bagian atas diikuti percabangan dibagian tengah buluh terus ke bagian bawah, percabangan bambu betung termasuk kelompok banyak cabang

Bahasa Indonesia adalah hasil pertumbuhan sosial- budaya bangsa sepanjang sejarah, Bahasa Indonesia lahir sebagai suatu keharusan sejarah untuk menjawab suatu tantangan

Kartu Peserta Ujian dapat dicetak oleh peserta yang dinyatakan lulus seleksi administrasi Calon Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Solok Tahun 2018 melalui laman

Menurut penelitian Utami (2013) di Pontianak, dari 1.435 resep pasien diabetes melitus rawat jalan, diperoleh bahwa interaksi obat terjadi pada 62,16% resep

Proses pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah mesin penggiling dan pengaduk adonan bakso yang telah dibuat dapat bekerja dengan baik sesuai dengan fungsinya yaitu

7 Tahun 2014 belum maksimal dilaksanakan karena belum ditetapkannya Peraturan Bupati Tentang pengelolaan sampah, yang merupakan peraturan pelaksana dari Perda

K tersedia adalah K yang dapat ditukar dan K dalam larutan, K yang lambat tersedia yaitu K yang berada pada tapakan tanah yang mengandung mineral liat yang mengikat