• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Babi Landrace

Babi landrace merupakan babi yang berasal dari Denmark (Bundy dan Diggins, 1968), termasuk tipe bacon yang berkualitas tinggi, dan memiliki pertumbuhan yang cepat (Asih 2003). Babi ini merupakan hasil persilangan antara pejantan Yorkshire dengan induk lokal (Williamson dan Payne, 1993). Babi Landrace sangat popular sehingga dikembangkan juga di Amerika Serikat, Australia, dan Indonesia, yakni American Landrace dan Australian Landrace. Babi ini berwarna putih dengan bulu yang halus, kepala kecil agak panjang, terkenal babi bertubuh panjang seperti busur, besar, lebar, dan dalam, kakinya panjang, telinga terkulai, dan rataan litter size 14 ekor.

Dalam pertumbuhannya ternak babi dapat dibagi menjadi 3 dalam fase yaitu fase starter yaitu dimana fase hidup anak babi dari saat menyusui sampai berumur kurang lebih 8-10 minggu. Fase kedua adalah fase grower dimana anak babi terhitung setelah fase starter sampai dengan berumur kurang lebih 20 minggu. Dan fase terakhir yaitu fase finisher dimana anak babi yang menjelang dewasa (Sampurna, 2011).

(2)

Pada fase starter ini anak babi di sapih dari induknya, dan pada umur ini juga anak babi sangat rentan terhadap berbagai macam penyakit. Situasi ini di karenakan anak babi menghadapi perubahan iklim, lingkungan, konsumsi pakan, dan diet. Hal ini menyebabkan anak babi pada fase ini sangat rentan terhadap beberapa bakteri pathogen yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Penyebab lainnya yakni meningkatnya keasaman ph lambung yang di akibatkan oleh terhentinya pemberian air susu dari induk, yang mengakibatkan tidak tercernanya protein dengan sempurna yang menjadi sumber nutrisi bagi bakteri patogen dalam saluran pencernaan.

Bakteri pathogen pada saluran pencernaan dapat menyebabkan diare pada anak babi, penyakit ini yang sering menimbulkan beberapa kerugian pada peternak. Dalam kasus ini anak babi akan kehilangan berat badan secara drastis dikarenakan terhambatnya proses penyerapan makanan. Hal ini juga dpat menyebabkan kematian, yang menimbulkan dampak kerugian ekonomi pada peternak (Rahardjo, dkk., 2002; Suarjana, dkk,.2016).

Oleh karena itu perlu di lakukan tindakan medikasi yang bertujuan sebagai tindakan pencegahan berbagai macam penyakit, dan membunuh mikroorganisme penyebab penyakit. Program medikasi ini dapat berupa pemberian antibiotik dalam pakan (Ardana & Harya Putra, 2008). Pemberian antibiotik juga di percaya akan menekan bakteri yang bersifat pathogen sehingga anak babi dapat tumbuh dengan baik mencapai bobot yang optimal (Kurniawan, 2011).

(3)

1.2 Gambaran Darah Merah

Darah adalah jaringan yang bersirkulasi melalui pembuluh darah, membawa zat-zat penting untuk kehidupan semua sel tubuh dan menerima produk buangan hasil metabolisme untuk di bawa ke organ ekskresi (Jain 1993). Sistem sirkulasi adalah sistem transport yang mengantarkan O2 dan berbagai zat yang di absorbsi dari traktus

gastrointenstinal menuju ke jaringan serta mengembalikan CO2 ke paru-paru dan

hasil metabolisme lainnya menuju ke ginjal (Ganong 1979). Fungsi sirkulasi adalah untuk melayani kebutuhan jaringan untuk mentransport nutrient ke jaringan untuk memelihara lingkungan yang sesuai dengan seluruh cairan jaringan agar bisa bertahan hidup secara optimal dan untuk fungsi sel-sel (Guyton dan Hall 1997).

Proses pembentukan komponen sel darah disebut hematopoiesis, di mana terjadi proses proliferasi (peningkatan atau pelipatgandaan jumlah sel dari satu sel hematopeitik pluripotent menjadi sel darah), maturasi (proses pematangan sel darah), dan diferensiasi yang menyebabkan beberapa sel darah yang terbentuk memiliki sifat yang bebrbeda. Proses hematopoiesis terdiri atas beberapa periode yakni mesoblastik terjadi pada fase embrio dalam yolk sac menghasilkan HbG1, HbG2, dan Hb Portland., Hepatic terjadi dalam hati dan limpa namun lebih sedikit dari hati menghasilkan Hb., Mieloid terjadi dalam sumsum tulang, kelenjar limfoid, dan timus. Di sumusum tulang terjadi seumur hidup menghasilkan Hb A, granulosit, dan

(4)

trombosit. Pada kelenjar limfonodi terutama pada sel-sel limfosit, sedangkan pada timus yaitu limfosit, terutama limfosit T.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sel darah yakni asam aminio, vitamin, mineral, hormone, ketersediaan oksigen, transfuse darah, dan faktor-faktor perangsang hematopoietic. Pada saat dewasa baik sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit di bentuk di dalam sumsum tulang, sedangkan pada saat fetus, sel-sel darah juga di bentuk di dalam hati dan limpa (Ganong, 1979).

Darah sangat di pengaruhi oleh umur, jenis kelamin, ras (breed), tingkat stres, dan aktifitas (Jain, 1993). Jika tubuh hewan mengalami perubahan fisiologis, maka gambaran darah juga akan mengalami perubahan. Perubahan fisiologis ini dapat di sebabkan karena faktor internal seperti pertambahan umur, status gizi, kesehatan, tingkat strees, proses produksi darah, kebuntingan, dan suhu tubuh. Perubahan eksternal antara lain infeksi kuman penyakit, fraktura, dan perubahan suhu lingkungan (Guyton dan Hall, 1997). Volume total darah mamalia umumnya berkisar antara 7-8 % dari berat badan.

Sel darah merah atau yang disebut juga dengan nama eritrosit berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro yang berarti merah dan cyte yang berarti sel. Sel darah merah berbentuk bikonkaf dan berukuran 7 µm, dan memiliki tebal 1-3 µm. Jumlah sel darah merah sebanyak 45 % dari volume total darah (Williams. 1987). Sel darah merah terdiri sekitar 20% air, 40% protein, 35% lemak, dan 6% karbohidrat. Membran permeable yang menutupi komponen sel darah merah terbuat dari lipid,

(5)

protein dan karbohidrat.perubahan komposisi lipid membran dapat menghasilkan bentuk sel darah merah yang abnormal. Ketidak normalan membrane protein juga menghasilkan bentuk yang tidak normal dari sel darah merah. Jumlah eritrosit (RBC) sering di gunakan untuk menegakan diagnose mengenai penyebab anemia. Fungsi utama sel darah merah mengangkut hemoglobin (Hb). Fungsi Hemoglobin yakni sebagai pembawa O2 dari paru-paru ke jaringan tubuh (Guyton dan Hall, 1997).

Eritrosit merupakan sel darah yang tidak memiliki inti, tidak mempunyai organel seperti sel-sel lain, serta tidak dapat bergerak. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis dan pembentukan protein. Eritrosit bisa di anggap seolah-olah merupakan kantong dari hemoglobin (Kirana, 2012). Sekitar 60% volume eritrosit terdiri atas air dan 40% terdiri atas konjugasi protein yang berbentuk globin dan hem (heme) (Dharmawan, 2002). Total eritrosit pada setiap hewan berbeda-beda, hal ini tidak hanya di pengaruhi oleh jenis hewannya, tetapi perbedaan bangsa, kondisi nutrisi, aktifitas fisik, dan umur hewan juga mempengaruhi jumlah eritrosit. Erithropoiesis merupakan suatu proses yang berlanjut dan sebanding dengan tingkat pengrusakan sel darah merah. Erithropoiesis di atur oleh mekanisme umpan balik di mana prosesnya di hambat oleh peningkatan level sel darah merah yang bersirkulasi dan di rangsang oleh anemia (Yusuf, 2011). Total eritrosit normal babi adalah 5,0-8,0×106/mm3 (Dharmawan, 2002).

Hemoglobin (Hb) merupakan substansi protein yang terdapat pada sel darah merah yang kaya akan zat besi, yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari

(6)

paru-paru ke jaringan. Hemoglobin juga berfungsi sebagai pigmen respiratoris darah dan sebagai bagian dari sistem buffer intrinsik darah. Oksigen tersedia dan dibebaskan secara mudah oleh kandungan atom Fe dalam molekul hemoglobin sambil darah melintasi kapiler paru-paru (Yusuf, 2011).

Produksi hemoglobin di pengaruhi oleh kadar besi (Fe) dalam tubuh karena besi merupakan komponen penting dalam pembebtukan molekul heme. Molekul hemoglobin tersusun atas dua cincin haem dan globin yang disintesis sendiri-sendiri. Rantai haem mengandung besi dan merupakan tempat pengikatan oksigen. Molekul ini mempunyai kemampuan untuk mengambil dan mengantikan oksigen dengan tekanan yang relatif tipis (Guyton dan Hall. 1997). Kadar hemoglobin normal babi dalah 10,0-16,0 gr/100 ml (Dharmawan, 2002).

Hematokrit merupakan presentase volume eritrosit dalam darah yang dimampatkan (Packed Cell Volume) dengan cara diputar dengan kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu. Nilai hematokrit ini sangat berhubungan dengan sel darah merah, nilai dapat berubah-ubah tergantung dengan faktor yang mempengaruhi yaitu ras, jenis kelamin, nutrisi, dan umur. Uji hematokrit dilakukan untuk mengetahui jumlah eritrosit dalam darah (Kumala, 2010). Menurut Indrawati (2011) nilai PCV merupan petunjuk yang sangat baik dalam menentukan volume total eritrosit dalam sirkulasi darah. Presentase hematokrit babi secara normal adalah 32-50% (Dharmawan, 2002).

(7)

Indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritrosit. Istilah lain untuk indeks eritrosit adalah indeks korpuskuler. Indeks eritrosit terdiri atas: isi/volume atau ukuran eritrosit (MCV: mean corpuscular volume atau volume eritrosit rerata), berat (MCH: mean corpuscular hemoglobin atau hemoglobin eritrosi rerata), konsentrasi (MCHC: mean corpuscular hemoglobin atau kadar hemoglobin eritrosi rerata) (Riswanto, 2009). Volume satu sel darah merah (MCV) pada babi secara normal berkisar 50-69 fl, berat hemoglobin dalam tiap selnya (MCH) adalah 17,0-21 pg, dan konsentrasi hemoglobin dalam tiap selnya (MCHC) adalah 30,0-34,0% (Dharmawan, 2002).

1.3 Tylosin

Tylosin adalah salah satu dari golongan antibiotik makrolida yang dapat aktif terhadap bakteri gram positif. Di sebagian negara tylosin digunakan sebagai promotor untuk pertumbuhan ternak diantaranya unggas, sapi dan termasuk ternak babi (Widhi,dkk. 2012). Antibiotik makrolida ini adalah senyawa bakteriostatik yang bersifat reversibel dan mereka merangsang disosiasi peptidil – tRNA dari ribosom selama translokasi (Lewicki, 2006).

Menurut European Pharmacopoeia (2004), Tylosin adalah basa organik lemah yang mudah membentuk garam dan ester. Adapun beberapa bentuk tylosin yaitu: tylosin dasar, tylosin tartrat, dan tylosin fosfat. Namun pada umumnya tylosin adalah

(8)

antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri pada penyakit di saluran pernafasan hewan.

Dalam aktivitas antibakterial invitro tylosin dapat berpengaruh terhadap beberapa jenis bakteri seperti : Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Streptococcus pyogenes, Escherichia colli, Haemophilus influenzae. Dosis yang umum digunakan yaitu berbeda – beda pada setiap jenis hewan seperti pada sapi berkisar 6-10 ml /100 kg berat badan, pada unggas berkisar 0,1 ml / kg berat badan, dan pada babi berkisar 1,2 – 3 ml / 30 kg berat badan (Ivecovic et al., 2003).

Tylosin dengan cepat diserap dari saluran pencernaan hewan monogastrik. Tylosin sangat mudah berikatan dengan lipid. Sehingga tylosin di distribusikan secara luas dalam cairan tubuh dan jaringan. Selain itu Tylosin sendiri di ekskresikan secara lambat sehingga lebih efektif karena obat dapat bekerja lebih lama di dalam tubuh (Lewicki, 2006). Tylosin sifatnya menghambat pertumbuhan bakteri dengan mekanisme kerja menghambat sintesis protein.

Tylosin bekerja dengan menghambat kemampuan protein-manufaktur bakteri lainya, dan tidak mengganggu atau berdampak pada kemampuan pasien itu sendiri untuk memproduksi protein. Karena tylosin merupakan antibiotik bakteriostatik, yang tidak membunuh bakteri dalam usus pasien namun hanya menghambat proses tumbuh dan reproduksi dari bakteri itu sendiri. Dengan membatasi pertumbuhan bakteri, tylosin membantu pasien unutk mengelola infeksi menggunakan system kekebalan tubuh atau system imunitas dari pasien itu sendiri.

(9)

Bioavailibilitas obat tylosin pada tikus, anjing dan sapi yang diberikan secara oral menunjukkan angka yang rendah. Akan tetapi pada babi, bioavailibilitas obat tylosin yang diberikan secara oral mencapai angka yang cukup tinggi (Jerry Well, 1997).

1.4 Enrofloxacin

Enrofloxacin merupakan antibakterial golongan kuinolon dari generasi kedua yang pertama kali disintesa oleh Peterson dan Grohe pada tahun 1980 (Widiastuti, 2008). Enrofloxacin sendiri termasuk kedalam antibakteri berspektrum luas terhadap bakteri Enterobacteriae dan beberapa dari bakteri gram negatif lainnya (Jelena et al., 2006). Pada dunia kedokteran hewan enrofloxacin dapat diberikan dalam beberapa jenis tindakan seperti pemberian dari subcutaneus pada sapi, intramuscular pada babi, dan dapat diberikan melalui oral pada sapi, babi, dan ayam untuk treatmen pada infeksi penyakit pernafasan. Dosis yang dianjurkan yaitu pada sapi dan babi dapat diberikan 2,5 – 5 mg enrofloxacin/kg berat badan/ hari dan diberikan selama 3-5 hari. Sedangkan pada ayam dosis yang dianjurkan 10 mg Enrofloxacin/ kg berat badan/ hari selama 3-10 hari (EMEA, 1998).

Aktivitas bakterisidal enrofloksasin terjadi dalam waktu 20-30 menit setelah pemberian. Ketersediaan hayati (bioavailability) enrofloksasin sangat baik di dalam saluran cerna mamalia dan pedet, dengan hingga 80% dosis yang diberikan diserap ke dalam sirkulasi sistemik. Penyerapan secara oral berlangsung cepat dengan

(10)

konsentrasi serum puncak mencapai 1 – 2 jam setelah pemberian. Enrofloksasin tidak membentuk ikatan komplek dengan protein plasma, sehingga memungkinkan metabolit secara bebas melewati membran plasma (27). Metabolisme enrofloksasin bervariasi diantara spesies. Metabolit utama enrofloksasin adalah siprofloksasin, dengan menghasilkan beberapa biotransformasi/metabolit lainnya, seperti: N-dealkilasi, konjugasi glukoronid menjadi nitrogen di posisi para pada cincin piperazinil, oksidasi di posisi orto menjadi substitusi amin.

Enrofolxasin bertindak dengan menghambat gyrase DNA bakteri (Atoisemerase Tipe-II), sehingga mencegah super coiling DNA dan sitesin DNA termasuk spesies berikut: Pseudomonas aeruginosa,Klebsiella, E.coli, Enterobacter, campylobacter, Shigella, Salmonella, Aeromonas, Haemophilus, Proteus, Yersinia, Serratia, Vibrio, Brucella, Chlamydia, Staphylocci (termasuk beberapa strain resisten Methicillin), mycoplasma dan mycobacterium. Ada dua enzim yang memiliki peran penting dalam replikasi DNA dan proliferasi, yaitu girase DNA dan topoisomerase IV (6). DNA girase adalah enzim penting yang diperlukan untuk kehidupan bakteri. DNA bakteri umumnya dalam keseimbangan antara untai konformasi DNA sirkular tertutup ganda (circular double DNA strand conformation) dan struktur superkoil negatif (highly negatively supercoiled structure). Peran DNA girase adalah untuk mengontrol topologi DNA bakteri dan fungsi kromosom dengan mempertahankan supercoiling DNA negatif. Selain penting untuk replikasi DNA dan juga bertanggung jawab untuk menghilangkan supercoiling negatif, DNA girase membantu dalam membengkokan

(11)

(bending) dan melipat (folding) DNA dan menghapus knot. Topoisomerase IV di sisi lain, bertanggung jawab untuk memisahkan produk dari replikasi DNA, yang merupakan bagian molekul DNA yang saling terkait (interlinked) (17). FQ menghambat DNA gyrase dan enzim topoisomerase IV dengan mengikat kompleks enzimDNA dan mengakibatkan denaturasi enzim (19).

Namun disamping itu enrofloxacin juga memiliki efek mycoplasmocidal yaitu aktif terhadap bakteri yang tidak memiliki dinding sel yang tidak terpengaruh oleh jenis antibiotika biasa (Scuka et al., 2006). Secara historis, Enrofloxacin digunakan sebagai obat hewan dalam kasus penyakit gastrointestinal serta juga digunakan dalam beberapa kasus penyakit gangguan pernafasan pada beberapa jenis hewan termasuk babi (Claudio, et al., 2013).

Pada beberapa negara Enrofloxacin lebih sering digunakan di peternakan ayam. Di dalam tubuh hewan Enrofloxacin akan dimetabolik menjadi siprofloxacin. Hal ini terjadi karena Enrofloxacin melalui proses oksidatif dealkilasi. Walaupun sebagai metabolit, siprofloxacin sendiri mempunyai aktivitas bakterisidal sebagaimana Enrofloxacin. Secara umum, juga dapat digunakan sebagai obat untuk kesehatan manusia (Widiastuti, 2008).

1.5 Kerangka Konsep

Anak babi yang baru di sapih sangat rentan terhadap berbagi macam penyakit, di karenakan perubahan suhu lingkungan, stress, dan perubahan pola makan yang

(12)

menjadi faktor utama penyakit pada saluran pencernaan. Penyebab lainnya yakni meningkatnya keasaman pH lambung yang di akibatkan oleh terhentinya pemberian air susu dari induk, yang mengakibatkan tidak tercernanya protein dengan sempurna yang menjadi sumber nutrisi bagi bakteri patogen dalam saluran pencernaan. Penyakit saluran pencernaan yang sering menyerang anak babi yang baru di sapih adalah kolibacilosis dengan gejala berupa diare. Bilahal ini dibiarkan maka semua proses dalam tubuh seperti pertumbuhan dan proses pembentukan darah akan terganggu, bahkan bisa menimbulkan anemia.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan darah yakni faktor interal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi umur, jenis klamin, ras (breed), genetic dan berat badan. Faktor eksternal yakni suhu lingkungan, tingkat stress, aktifitas, penyakit. Untuk mencegah penurunan proses pembentukan darah ada beberapa faktor yang harus di kendalikan misalnya penyakit. Untuk mencegah timbulnya penyakit perlu dilakukan tindakan pecegahan yakni tindakan medikasi yang baik dalam sistem pemeliharaan ternak babi. Bila penyebab penyakit yakni infeksi bakteri maka perlu diberian antibiotik. Pemberian antibiotik ini dapat melalui air minum atau dalam pakan. Hal ini di tujukan untuk menekan pertumbuhan bakteri penyebab diare pada ternak (Indri, 2006). Berbagai antibiotik yang telah di anjurkan yakni, tylosin yang bekerja dengan menghambat kemampuan protein-manufaktur bakteri. Sedangkan enrofloxaksin bertindak dengan menghambat gyrase DNA bakteri

(13)

(atoisomerase tipe-II) sehingga mencegah supercoiling DNA dan sintesin DNA bakteri.

Antibiotik tylosin dan Enrofloxacin terbukti dapat menekan pertumbuhan bakteri penyebab diare yang di berikan secara oral pada ayam pedaging. Bakteri yang cenderung menyebabkan diare pada ayam pedaging dan babi adalah bakteri golongan Enterobacter. Pada keadaan tertentu jika terjadi perubahan pada inang atau bila kesempatan memasuki tubuh yang lain, banyak diantara bakteri ini yang mampu menimbulkan penyakit (Irianto, 2006). Kombinasi antibiotik ini mungkin dapat meningkatkan atau bahkan menekan daya tahan tubuh pada anak babi yang telah di sapih dalam menghadapi infeksi bakteri patogen.

(14)

Pakan + tylosin dan enroflosaksin (tyloxaksin®)

Anak babi landrace pasca sapih

Gambaran darah merah: – Total eritrosit – Kadar Hemoglobin – Nilai hematokrit Faktor internal: – Jenis kelamin – Ras – Umur – Genetik – Berat badan Faktor eksternal : – Suhu lingkungan – Tingkat stres – Aktifitas

Bila ada bakteri pathogen maka akan di bunuh, sehingga saluran pencernaan sehat, penyerapan

makanan maksimal sehingga mekanisme pembentukan darah

berjalan baik.

(15)

Ket : Di teliti Di kendalikan

(16)

1.6 Hipotesis

Hipotesis yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kombinasi antibiotik Tylosin dan Enrofloxacin berpengaruh terhadap Total

eritrosit babi landrace pasca sapih.

2. Kombinasi antibiotik Tylosin dan Enrofloxacin berpengaruh terhadap persentase hemoglobin (Hb) babi landrace pasca sapih.

3. Kombinasi antibiotik Tylosin dan Enrofloxacin berpengaruh terhadap nilai hematokrit babi landrace pasca sapih.

Gambar

Gambar 1.5 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Untuk bayi yang mengalami gangguan pencernaan yakni gula susu, protein dan lemak sehingga membutuhkan formula khusus yang dapat ditoleransi oleh ususnya..

Penambahan susu tersebut tergantung dari jumlah susu yang tertinggal pada pemberian minum sebelumnya (gastric residual), untuk mencegah regurgitas/ muntah atau

Penurunan laju ketersediaan substrat di dalam kelenjar ambing akan mengakibatkan laju sintesis komponen air susu misalnya laktosa, lemak dan protein juga akan

Secara umum penyebab yang sering terjadi pada pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) ialah faktor usia ≥50 tahun, ginjal mengalami penurunan fungsi yang

1) Bersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak menggangu kestabilan pH di sekitar vagina. Salah satunya produk pembersih yang terbuat dari bahan dasar

Mastitis adalah istilah umum yang mengacu pada peradangan kelenjar susu yang disebabkan oleh berbagai penyebab. Hal ini ditandai dengan perubahan fisik, kimia, dan

Trichiuris, Candida. 3) Kekurangan kalori protein (KKP) pada penderita KKP terdapat atrofi semua organ termasuk atrofi mukosa usus halus, mukosa lambung, hepar

Susu skim digunakan untuk orang yang menginginkan kalori rendah dalam makanannya karena hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu Buckle dkk, 1975 Protein yang terdapat dalam susu