• Tidak ada hasil yang ditemukan

Data Penulis: Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Obat Berbasis Multiuser pada Apotek Winong Kidul Pati Putri Nurjanah, Iman Saufik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Data Penulis: Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Obat Berbasis Multiuser pada Apotek Winong Kidul Pati Putri Nurjanah, Iman Saufik"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Dosen STEKOM

Eni Endaryati, S.Kom, M.Si Program Studi Komputer Akuntansi

Eko Siswanto, S.Kom Program Studi Sistem Komputer

Iman Saufik Suasana, S.Kom, M.Kom Program Studi Teknik Komputer

Kasih Purwantini, S.Kom, M.Si. Program Studi Komputerisasi Akuntansi Sukemi Kamto Sudibyo, S.Kom, M.Si Program Studi Komputer Akuntansi Sri Wahyuning, S.Kom, M.Si Program Studi Komputerisasi Akuntansi Tantik Sumarlin, S.Kom, M.Si Program Studi Komputer Akuntansi Vivi Kumalasari S., S.E, M.Si Program Studi Komputer Akuntansi

Alumnus STEKOM

Nanik Setyamurti, S.Kom Program Studi Komputer Akuntansi

Putri Nurjanah, S.Kom Program Studi Sistem Komputer

Ratna Indah Dwipunti, S.Kom Program Studi Komputer Akuntansi Vega Alen Septiana, S.Kom Program Studi Komputer Akuntansi Wisnu Agusta Alfiandanu, S.Kom Program Studi Sistem Komputer

Jurnal KOMPAK diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Elektronika dan Komputer (STEKOM). Jurnal KOMPAK sebagai sarana komunikasi dan penyebarluasan hasil penelitian,

pemikiran serta pengabdian pada masyarakat

Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Laporan Keuangan Sebagai Tolok Ukur Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Metode Rasio Keuangan (PT. KR Semarang)

Nanik Setyamurti, Eni Endaryati 1 – 13

Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Obat Berbasis Multiuser pada Apotek Winong Kidul Pati

Putri Nurjanah, Iman Saufik 14 – 19

Perancangan Sistem Informasi Administrasi Keuangan pada Sanggar Tari Sekar Tanjung Kendal Berbasis Client Server

Ratna Indah Dwipunti, Sukemi Kamto Sudibyo 20 – 24

Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Barang dengan Metode FIFO (Studi Kasus Pada De Kosmo Factory Outlet)

Sri Wahyuning 25 – 31

Pengaruh Budaya dan Teknologi Komputer terhadap Kepuasan Kerja dengan Sistem Informasi sebagai Variabel Intervening di Kabupaten Semarang

Tantik Sumarlin 32 - 40

Sistem Informasi Akuntansi Simpan Pinjam dan Analisis Laporan Keuangan dengan Metode CAMEL (Studi Kasus Di KSU Manunggal Jaya Kendal)

Vega Alen Septiana, Kasih Purwantini 41 – 48

Kecurangan Pelaporan Keuangan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Vivi Kumalasari 49 - 68

Sistem Informasi Pengolahan Data Gaji dan Perhitungan PPH Pasal 21 pada CV. Sinar Teknik Ngaliyan Semarang

(2)

KOMPAK

JURNAL ILMIAH KOMPUTER AKUNTANSI

Penanggung Jawab :

Ketua Sekolah Tinggi Elektronika dan Komputer

Pemimpin Redaksi :

Unang Achlison, S.T, M.Kom

Mitra Bestari :

Prof. YL Sukestiyarno M.S, Ph.D (Universitas Negeri Semarang)

Sekretaris Redaksi :

Rini Rubhiyanti, S.Kom, M.Si

Dewan Redaksi :

Dr. Ir. Agus Wibowo, M.Kom, M.Si, M.M

Eni Endaryati, S.Kom, M.Si

Sukemi Kamto Sudibyo, S.Kom, M.Si

Sulartopo, S.Pd. M.Kom

Vivi Kumalasari S., S.E, M.Si

Desain Grafis :

Joseph Teguh Santoso, S.Kom, M.Kom

Setyo Adi Nugroho, S.E, M.Kom

Alamat Redaksi :

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Sekolah Tinggi Elektronika dan Komputer

Jl. Majapahit No. 605 Semarang Telp. 024-6723456

(3)

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan terbitnya Jurnal KOMPAK

(Komputer Akuntansi) Edisi April 2015, Volume 8 Nomor 1 Tahun 2015 dengan

artikel-artikel yang selalu mengikuti perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam

bidang Komputer Akuntansi.

Semua artikel yang dimuat pada Jurnal Komputer Akuntansi (KOMPAK) ini telah

ditelaah oleh Dewan Redaksi yang mempunyai kompetensi di bidang Komputer

Akuntansi.

Pada edisi ini kami menyajikan beberapa topik menarik tentang penerapan

metode-metode dalam Sistem Keuangan yaitu: “Analisis dan Perancangan Sistem Informasi

Laporan Keuangan Sebagai Tolok Ukur Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Metode

Rasio Keuangan”, serta “Sistem Informasi Akuntansi dengan menyajikan Sistem

Informasi Akuntansi Persediaan Barang dengan Metode FIFO”, dan “Sistem Informasi

Akuntansi Simpan Pinjam dan Analisis Laporan Keuangan dengan Metode CAMEL”.

Topik selanjutnya adalah makalah tentang Sistem Informasi Akuntansi berbasis Multiuser

atau Client Server yaitu: “Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Obat Berbasis

Multiuser”, serta “Perancangan Sistem Informasi Administrasi Keuangan pada Sanggar

Tari Sekar Tanjung Kendal Berbasis Client Server”, dan “Pengaruh Budaya dan

Teknologi Komputer terhadap Kepuasan Kerja dengan Sistem Informasi sebagai Variabel

Intervening di Kabupaten Semarang”. Sebagai penutup kami menyajikan makalah

mengenai yaitu Pelaporan Keuangan dan Perpajakan yaitu: “Kecurangan Pelaporan

Keuangan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi”, dan “Sistem Informasi Pengolahan

Data Gaji dan Perhitungan PPH Pasal 21”.

Terima kasih yang mendalam disampaikan kepada penulis makalah yang telah

berkontribusi pada penerbitan Jurnal KOMPAK edisi kali ini. Dengan rendah hati dan

segala hormat, mengundang Dosen dan rekan sejawat peneliti dalam bidang Elektronika

dan Komputer untuk mengirimkan naskah, review, gagasan dan opini untuk disajikan pada

Jurnal Komputer Akuntansi (KOMPAK) ini.

Sebagai akhir kata, saran dan kritik terhadap Jurnal Komputer Akuntansi

(KOMPAK) yang membangun sangat diharapkan. Selamat membaca.

Semarang, April 2015

(4)

KOMPAK

JURNAL ILMIAH KOMPUTER AKUNTANSI

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

1. Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Laporan Keuangan Sebagai Tolok Ukur

Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Metode Rasio Keuangan (PT. KR Semarang)

(Nanik Setyamurti, Eni Endaryati) ... 1

2. Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Obat Berbasis Multiuser pada Apotek Winong

Kidul Pati (Putri Nurjanah, Iman Saufik) ... 14

3. Perancangan Sistem Informasi Administrasi Keuangan pada Sanggar Tari Sekar Tanjung

Kendal Berbasis Client Server (Ratna Indah Dwipunti, Sukemi Kamto Sudibyo) ... 20

4. Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Barang dengan Metode FIFO - Studi Kasus

Pada De Kosmo Factory Outlet (Sri Wahyuning) ... 25

5. Pengaruh Budaya dan Teknologi Komputer terhadap Kepuasan Kerja dengan Sistem

Informasi sebagai Variabel Intervening di Kabupaten Semarang (Tantik Sumarlin) ... 32

6. Sistem Informasi Akuntansi Simpan Pinjam dan Analisis Laporan Keuangan dengan

Metode CAMEL - Studi Kasus Di KSU Manunggal Jaya Kendal (Vega Alen Septiana,

Kasih Purwantini) ... 41

7. Kecurangan Pelaporan Keuangan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

(Vivi Kumalasari) ... 49

8. Sistem Informasi Pengolahan Data Gaji dan Perhitungan PPH Pasal 21 pada CV. Sinar

Teknik Ngaliyan Semarang (Wisnu Agusta Alfiandanu, Eko Siswanto) ... 69

(5)

KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA

VIVI KUMALASARI

Sekolah Tinggi Elektronika dan Komputer

Jl. Majapahit 605 & 304 Semarang Indonesia E-mail : [email protected]

Abstract

This study examines the effect of the characteristics of the company (leverage, ROA, and the change in total assets) and the characteristics of the external auditor (audit firm tenure and status KAP) against fraudulent financial reporting. The sample used in this study as many as 84 companies, which consists of 42 companies that perform fraudulent financial reporting and the 42 companies that do not perform fraudulent financial reporting. The sample used in this study is the data pairs (matched-pairs sample) which consists of the data companies doing fraudulent financial reporting and data company that does not perform fraudulent financial reporting. Logistic regression models with SPSS used in this study.

The results of this study indicate that the leverage, the change in total assets, the audit firm tenure, and KAP status has no effect on fraudulent financial reporting. The results of this study also showed Return on Assets (ROA) significant negative effect on fraudulent financial reporting.

Keywords: financial reporting fraud, fraudulent financial reporting, corporate characteristics, the characteristics of the

external auditors

Intisari

Penelitian ini menguji pengaruh karakteristik perusahaan (leverage, ROA, dan perubahan total aset) dan karakteristik auditor eksternal (audit firm tenure dan status KAP) terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 84 perusahaan, yang terdiri dari 42 perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan 42 perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data berpasangan (matched-pairs sample) yang terdiri dari data perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan data perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Model regresi logistik dengan SPSS digunakan dalam penelitian ini.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa leverage, perubahan total aset, audit firm tenure, dan status KAP tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan Return on Assets (ROA) berpengaruh negatif signifikan terhadap kecurangan pelaporan keuangan.

Kata kunci: kecurangan pelaporan keuangan, fraudulent financial reporting, karakteristik perusahaan, karakteristik

auditor eksternal

.

A. PENDAHULUAN

Beberapa kasus skandal keuangan seperti Enron, Global Crossing, WorldCom, dan

lain-lainnya menyebabkan masalah pelaporan

keuangan dan kualitas audit menjadi fokus perhatian bagi para regulator di Amerika Serikat. Fraudulent financial reporting adalah perilaku yang disengaja atau ceroboh, baik dengan

tindakan atau penghapusan, yang menghasilkan laporan keuangan yang menyesatkan (bias)

(Effendi, 2006). Kecurangan pelaporan

keuangan yang dilakukan oleh perusahaan menimbulkan berbagai macam efek negatif. Penelitian yang dilakukan oleh The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) terhadap 350 kasus kecurangan pelaporan keuangan

(6)

perusahaan-perusahaan publik di Amerika Serikat dalam kurun waktu 10 tahun (1998-2007) menemukan bahwa kecurangan dalam pelaporan keuangan

memberikan konsekuensi negatif yang

signifikan terhadap para investor dan eksekutif. Dugaan kecurangan telah mengakibatkan penu-runan abnormal harga saham rata-rata 16,7% dalam 2 hari setelah diumumkan (COSO, 2010). Di Indonesia, kasus kecurangan pelaporan keuangan juga menimbulkan efek negatif bagi banyak pihak seperti kasus-kasus yang terjadi di Amerika Serikat. Salah satu contoh kasus kecurangan pelaporan keuangan yang terjadi di Indonesia adalah kasus PT Kimia Farma. Kasus ini membuat PT Kimia Farma dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp500 juta dan direksi Lama PT Kimia Farma periode 1998-Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp1 milyar karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma diwajibkan membayar sejumlah Rp100 juta. Sanksi ini dikenakan atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan (Bapepam, 2002).

Beberapa karakteristik perusahaan dan

karakteristik auditor eksternal dipandang dapat mendorong timbulnya kecurangan dalam hal pelaporan keuangan. George (2009) meneliti

karakteristik-karakteristik perusahaan dan

karakteristik-karakteristik auditor eksternal di Amerika Serikat yang dibagi dalam 11 variabel kontrol yang dibedakan menjadi 7 variabel non-dummy dan 4 variabel non-dummy. Variabel leverage, variabel ROA, variabel perubahan total aset, variabel arus kas operasi, dan variabel perubahan opini going concern merupakan variabel kontrol yang mendukung hipotesis George (2009). Hal ini berarti variabel leverage, variabel ROA, variabel perubahan total aset, variabel arus kas operasi, dan variabel perubahan opini going concern berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Kontradiksi dengan penelitian George (2009), penelitian Toit (2008) menemukan bahwa profitabilitas dan pertumbuhan aset bukan merupakan karakteristik

perusahaan yang berhubungan dengan

kecurangan pelaporan keuangan. Penelitian Toit (2008) juga menemukan bahwa umur perusahaan

berhubungan negatif dengan kecurangan

pelaporan keuangan.

Hasil penelitian George (2009), Johnson et al. (2002), serta Carcello dan Nagy (2004) menunjukkan bahwa kemungkinan kecurangan laporan keuangan adalah negatif bila dikaitkan dengan auditor firm tenure. Hal ini berarti bahwa semakin lama masa auditor firm tenure, semakin rendah probabilitas bahwa klien

tersebut akan terlibat dalam kecurangan

pelaporan keuangan.

Hasil penelitian George (2009), Carcello dan Nagy (2004), serta Geiger dan Raghunandan (2002) juga menunjukkan bahwa kecurangan pelaporan keuangan yang paling mungkin terjadi adalah pada tahun-tahun awal keterlibatan auditor. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan khusus tentang klien di awal

perikatan dengan auditor sehingga

mengakibatkan rendahnya kemampuan dalam mendeteksi salah saji material. Perikatan yang

lama membantu auditor mengembangkan

pengetahuan khusus tentang klien dan

pemahaman mendalam tentang bisnis dan risiko klien. Berbeda dengan penelitian lainnya,

penelitian Johnson et al. (2002) tidak

menemukan bukti bahwa perikatan yang lebih lama (9 tahun atau lebih) berhubungan dengan rendahnya kualitas laporan keuangan.

Penelitian COSO (1999) terhadap

perusahaan yang terdaftar di SEC selama periode Januari 1987 sampai dengan Desember 1997 menyimpulkan bahwa terdapat 300 perusahaan

yang melakukan kecurangan pelaporan

keuangan. Karakteristik perusahaan yang

melakukan kecurangan pelaporan keuangan yaitu memiliki permasalahan financial distress dan terdapat kecurangan dengan jumlah uang yang besar. Penelitian Carcello dan Nagy (2004) terhadap 267 perusahaan di Amerika Serikat selama tahun 1990-2001 juga menemukan bahwa kecurangan pelaporan keuangan yang lebih tinggi akan terjadi pada perusahaan dengan financial distress yang tinggi pula.

Penelitian yang dilakukan di Indonesia, seperti penelitian yang dilakukan Sumarwoto (2006) terhadap 181 perusahaan di Indonesia, menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh

(7)

signifikan antara kebijakan rotasi yang bersifat mandatory pada kualitas laporan keuangan. Penelitian Soselisa dan Mukhlasin (2008) menunjukkan bahwa financial leverage dan jenis KAP tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Penelitian Soselisa dan Mukhlasin (2008) juga menunjukkan bahwa

komposisi aktiva lancar dalam aktiva

perusahaan, ukuran perusahaan, dan opini auditor secara signifikan berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Hal ini kontradiksi dengan penelitian Palmrose (1988) dalam Soselisa dan Mukhlasin (2008) dan penelitian yang dilakukan oleh Persons (1995). Penelitian Palmrose (1988) dalam Soselisa dan Mukhlasin (2008) menemukan bahwa kasus kecurangan lebih jarang terjadi pada perusahaan yang menggunakan jasa KAP yang masuk dalam kelompok The Big Six. Penelitian yang

dilakukan oleh Persons (1995) juga

menunjukkan bahwa financial leverage

berpengaruh secara signifikan dengan

kecenderungan kecurangan akuntansi.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh George (2009) yang hanya menguji pengaruh audit firm tenure terhadap probabilitas kecurangan pelaporan keuangan di Amerika Serikat, maka penelitian ini akan menguji

pengaruh karakteristik perusahaan dan

karakteristik auditor eksternal terhadap

kecurangan pelaporan keuangan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Penelitian yang

dilakukan oleh George (2009) hanya

menggunakan 1 variabel independen berupa audit firm tenure, maka penelitian kali ini menggunakan variabel independen dan variabel kontrol yang dibedakan menjadi dua kategori. Dua kategori tersebut adalah karakteristik perusahaan dan karakteristik auditor eksternal. Karakteristik perusahaan yang diuji dalam penelitian ini meliputi variabel leverage, variabel ROA, variabel perubahan total aset, variabel umur perusahaan, dan variabel financial distress. Karakteristik auditor eksternal yang diuji dalam penelitian ini meliputi variabel audit firm tenure dan variabel status KAP.

Variabel status Kantor Akuntan Publik (KAP) yang belum diuji dalam penelitian George (2009) dipakai sebagai variabel dummy dalam penelitian ini. Berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu (George, 2009; Soselisa dan

Mukhlasin, 2008) yang menguji ukuran KAP berdasarkan KAP The Big Four dan non-Big Four, variabel status KAP dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu KAP lokal di Indonesia yang berafiliasi dengan Organisasi Audit Asing (OAA) atau Kantor Akuntan Publik Asing (KAPA) dan KAP lokal di Indonesia yang non-afiliasi dengan Organisasi Audit Asing (OAA) atau Kantor Akuntan Publik Asing (KAPA). Pada tahun 2010, terdapat 45 KAP di Indonesia yang berafiliasi dengan OAA dan KAPA (Soepriyanta, 2010) dan pada Januari 2012 terdapat 48 KAP di Indonesia yang berafiliasi dengan OAA dan KAPA (PPAJP, 2012). Perusahaan beranggapan bahwa auditor yang berasal dari KAP besar dan memiliki afiliasi internasional adalah auditor yang memiliki kualitas tinggi karena auditor tersebut banyak mendapat pelatihan, adanya pengakuan internasional serta adanya peer review (Indriani, 2012).

Penelitian ini hanya menggunakan 1 variabel kontrol dari 11 variabel kontrol yang terdapat dalam penelitian George (2009), yaitu variabel financial distress yang diukur dengan Altman financial distress’ score. Variabel umur

perusahaan yang belum terdapat dalam

penelitian George (2009) akan digunakan sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini.

Variabel financial distress dipilih dalam

penelitian ini karena bila sebuah perusahaan mengalami financial distress yang tinggi maka akan semakin tinggi pula kemungkinannya melakukan kecurangan pelaporan keuangan (Carcello dan Nagy, 2004).

Variabel umur perusahaan dipilih dalam

penelitian ini karena penelitian-penelitian

terdahulu yang menguji hubungan antara umur perusahaan dan kecurangan pelaporan keuangan

belum banyak dilakukan. Faktor umur

perusahaan juga merupakan faktor yang

mempengaruhi kinerja perusahaan. Umur

perusahaan dapat menunjukkan kemampuan dalam mengatasi kesulitan dan hambatan yang dapat mengancam kehidupan perusahaan serta

menunjukkan kemampuan perusahaan

mengambil kesempatan dalam lingkungannya untuk mengembangkan usaha. Umur perusahaan juga dapat menunjukkan kemampuan dalam

(8)

perusahaan berdiri maka perusahaan tersebut semakin menunjukkan eksistensinya dalam lingkungannya dan makin bisa meningkatkan kepercayaan investor (Rosid, 2012). Penelitian Toit (2008) menemukan bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan

adalah perusahaan yang berumur muda.

Penelitian Ramadhani dan Lukviarman (2009) membuktikkan bahwa perusahaan yang berumur di bawah 30 tahun memiliki kemungkinan yang

besar untuk mengalami kebangkrutan

dibandingkan dengan perusahaan yang berumur di atas 30 tahun. Situasi ini akan mendorong

perusahaan untuk melakukan kecurangan

pelaporan keuangan.

Berbeda dengan penelitian George (2009) yang menggunakan lima indikator kuantitatif kecurangan laporan keuangan Beneish (1999) sebagai alat pengukuran variabel dependen maka

penelitian ini akan menggunakan daftar

perusahaan yang melakukan kecurangan

pelaporan keuangan dan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan sebagai cara pengukuran variabel dependen. Cara pengukuran variabel dependen dalam penelitian ini seperti yang digunakan dalam penelitian Bai et al. (2008). Penelitian Bai et al. (2008) menggunakan data 24 false financial reports dan 124 non-false financial reports

perusahaan-perusahaan di China. Daftar

perusahaan yang melakukan kecurangan

pelaporan keuangan diperoleh dari press release laporan Bapepam tahun 2005-2010 yang memuat daftar perusahaan-perusahaan yang melakukan

berbagai jenis pelanggaran (termasuk

kecurangan pelaporan keuangan) dan diberi sanksi oleh Bapepam.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu terdapat research gap yang menjelaskan tentang

pengaruh karakteristik perusahaan dan

karakteristik auditor eksternal terhadap

kecurangan pelaporan keuangan. Adanya

ketidakkonsistenan hasil penelitian-penelitian

sebelumnya menyebabkan perlu dilakukan

penelitian lanjutan yang didukung oleh teori yang mendasari sehingga dapat diajukan permasalahan tentang pengaruh karakteristik perusahaan dan karakteristik auditor eksternal terhadap kecurangan pelaporan keuangan di Indonesia. Lebih lanjut, masalah yang diteliti dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan

sebagai berikut:

1. Apakah karakteristik perusahaan (leverage, ROA, dan perubahan total aset) dan karakteristik auditor eksternal (audit firm tenure dan status KAP) secara parsial

mempengaruhi kecurangan pelaporan

keuangan perusahaan-perusahaan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2005 sampai tahun 2010?

2. Apakah karakteristik perusahaan (leverage, ROA, dan perubahan total aset) dan karakteristik auditor eksternal (audit firm tenure dan status KAP) secara simultan

mempengaruhi kecurangan pelaporan

keuangan perusahaan-perusahaan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2005 sampai tahun 2010?

B. DASAR TEORI

1. Teori Agensi

Teori agensi menyangkut hubungan

kontraktual diantara dua pihak, yaitu prinsipal dan agen. Menurut Jensen dan Meckling (1976) hubungan keagenan adalah hubungan kontrak antara seseorang atau lebih (prinsipal) dengan orang lain (agen), di mana agen memberikan beberapa pelayanan atas nama prinsipal dan prinsipal mendelegasikan beberapa otoritas pengambilan keputusan kepada agen. Pihak prinsipal menyediakan fasilitas dan dana untuk menjalankan perusahaan serta pihak agen mempunyai kewajiban untuk mengelola apa yang diamanahkan pemegang saham kepadanya. Jensen dan Meckling (1976) juga menyatakan bahwa ketika pemilik yang sekaligus merangkap sebagai manajer (owner manager) menjual sebagian sahamnya kepada pihak luar, biaya agensi akan muncul karena adanya perbedaan antara kepentingan owner manager dengan kepentingan para pemegang saham. Biaya agensi ini muncul karena adanya asimetri informasi dan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Biaya agensi yang timbul diantaranya adalah biaya monitoring yang dilakukan oleh pihak prinsipal. Biaya monitoring ini mencakup biaya untuk proses auditing, penganggaran, kontrol, dan sistem kompensasi agen.

Adanya biaya agensi menyebabkan pihak manajemen harus dapat mengurangi biaya agensi untuk meningkatkan nilai perusahaan. Salah satu

(9)

cara untuk mengurangi biaya agensi adalah dengan melakukan pengungkapan informasi perusahaan. Pihak agen diwajibkan memberikan laporan periodik kepada pihak prinsipal tentang kondisi perusahaan yang dijalankannya. Pihak prinsipal akan menilai kinerja agennya melalui laporan keuangan yang disampaikan sehingga

laporan keuangan merupakan sarana

akuntabilitas manajemen kepada pemiliknya. Dalam hal ini, laporan keuangan merupakan

salah satu alat yang pokok untuk

mengkomunikasikan informasi keuangan pada

pihak-pihak diluar entitas sehingga

memungkinkan dilakukannya audit laporan keuangan oleh pihak ketiga sehingga dapat meningkatkan kualitas informasi keuangan yang dilaporkan oleh manajemen.

2. Fraudulent Financial Reporting

Fraudulent financial reporting adalah perilaku yang disengaja atau ceroboh, baik dengan tindakan atau penghapusan, yang

menghasilkan laporan keuangan yang

menyesatkan (bias) (Effendi, 2006). Kecurangan pelaporan keuangan yang terjadi di suatu perusahaan memerlukan perhatian khusus dari auditor independen. Ada tiga hal penyebab fraudulent financial reporting, yaitu (Effendi, 2006):

a. Manipulasi, falsifikasi, dan alterasi atas catatan akuntansi dan dokumen pendukung atas laporan keuangan yang disajikan. b. Salah penyajian (misrepresentation) atau

kesalahan informasi yang signifikan dalam laporan keuangan.

c. Salah penerapan (misapplication) dari

prinsip akuntansi yang berhubungan dengan jumlah, klasifikasi, penyajian (presentation), dan pengungkapan (disclosure).

Fraudulent financial reporting juga dapat

disebabkan karena adanya kolusi antara

manajemen dengan auditor independen (Effendi, 2006). Salah satu upaya untuk mencegah adanya kolusi adalah dengan melakukan rotasi KAP.

Dalam hubungan auditor-klien terdapat

kecenderungan bahwa seiring dengan perjalanan waktu, auditor akan mulai menyesuaikan dengan berbagai keinginan manajemen dan kemudian tidak sepenuhnya bertindak independen (Geiger dan Raghunandan, 2002).

3. Argumentasi Pendukung dan Penentang

Kewajiban Rotasi KAP

Hoyle (1978) menyatakan 2 dasar alasan rotasi KAP yang bersifat wajib yaitu kualitas dan kompetensi pekerjaan audit cenderung menurun secara signifikan dari waktu ke waktu dan

independensi auditor dapat rusak oleh

panjangnya hubungan dengan manajemen. SEC

Practice Section Executive Committee

mengihktisarkan berbagai argumentasi pihak yang mendukung rotasi KAP yang bersifat wajib, yaitu (1) Auditor cenderung tumbuh terlalu akrab dengan manajemen klien sehingga mereka mulai mengidentifikasi dengan masalah manajemen dan kehilangan skepticism. (2) Auditor menjadi stale (basi) karena memandang pengujian sebagai pengulangan perikatan yang sebelumnya pada klien yang sama. (3) Auditor tergoda untuk meratakan lingkup masalah dalam upaya untuk mempertahankan perikatan dalam jangka yang lebih panjang (AICPA, 1992 dalam Sumarwoto, 2006). Prioritas auditor adalah menyenangkan dan mempertahankan klien daripada mengikuti standar profesional.

Mautz dan Sharaf (1961) dalam Myers et al. (2003) menyatakan bahwa semakin luasnya hubungan antara KAP dengan klien akan menyebabkan berkurangnya independensi KAP karena obyektifitas KAP akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Seiring dengan perjalanan waktu, auditor mulai menyesuaikan dengan berbagai keinginan manajemen dan

kemudian tidak sepenuhnya bertindak

independen (Geiger dan Raghunandan, 2002). Perikatan KAP dengan klien dalam waktu yang panjang akan membuat kurangnya inovasi audit, kurang kuatnya prosedur audit, munculnya hubungan kekeluargaan dan munculnya percaya diri yang berlebihan terhadap klien.

Di Indonesia, rotasi KAP bersifat

mandatory dengan ditetapkannya Keputusan Menkeu (KMK) No. 359/KMK.06/2003 tentang perubahan KMK No. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik tertanggal 21 Agustus 2003, yang mengatur tentang pembatasan dan rotasi terhadap akuntan publik. Dalam pasal II Keputusan Menkeu tersebut dijelaskan bahwa KAP yang telah memberikan jasa audit umum untuk 5 tahun buku berturut-turut atau lebih atas laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini,

(10)

dapat melaksanakan audit umum atas laporan keuangan suatu entitas tersebut sampai dengan tahun buku 2003. Lebih lanjut, akuntan publik yang telah memberikan jasa audit umum untuk 3 tahun buku berturut-turut atau lebih atas laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya

Keputusan Menteri Keuangan ini, dapat

melaksanakan audit umum atas laporan

keuangan suatu entitas tersebut sampai dengan tahun buku 2003.

Pasal II Keputusan Menkeu (KMK) No.

359/KMK.06/2003 tersebut merupakan

perubahan dari 6 ayat 4 dan pasal 59 ayat 5 dan 6 KMK No. 423/KMK.06/2002. Pasal 6 ayat 4 Kepmenkeu tersebut memuat bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh KAP paling lama untuk 5 tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama 3 tahun berturut-turut. Selanjutnya di pasal 59 ayat 5 dan

6 dinyatakan bahwa KAP yang telah

memberikan jasa audit umum untuk 5 tahun buku berturut-turut atau lebih dan masih mempunyai perikatan audit umum untuk tahun buku berikutnya atas laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya Keputusan

Menteri Keuangan ini, hanya dapat

melaksanakan perikatan dimaksud untuk 1 tahun buku berikutnya dan Akuntan Publik yang telah memberikan jasa audit umum untuk 3 tahun buku berturut-turut atau lebih dan masih mempunyai perikatan audit umum untuk tahun buku berikutnya atas laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya Keputusan

Menteri Keuangan ini, hanya dapat

melaksanakan perikatan dimaksud untuk 1 tahun buku berikutnya.

Hal ini berarti suatu KAP dan Akuntan Publik maksimal melakukan audit umum untuk tahun buku 2003 sesuai pasal II KMK No. 359/KMK.06/2003. Pada tahun buku 2004 diperkirakan akan terdapat jumlah yang cukup signifikan perusahaan yang merotasi KAP karena harus memenuhi kewajiban rotasi yang

sifatnya mandatory sesuai KMK No.

359/KMK.06/2003.

KMK No. 359/KMK.06/2003 tersebut kemudian diperbaharui dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008 yang menjelaskan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan

keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama untuk 3 tahun buku berturut-turut. Akuntan publik dapat menerima kembali penugasan audit umum untuk klien sebagaimana dimaksud setelah 1 tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien tersebut. Jasa audit umum atas laporan keuangan dapat diberikan kembali kepada klien yang sama melalui KAP setelah 1 tahun buku jasa audit umum tidak diberikan melalui KAP tersebut.

Pada tahun 2011, pemerintah juga telah menetapkan UU No. 5 tahun 2011 tentang akuntan publik pada tanggal 3 Mei 2011. Pasal 4 undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pemberian jasa audit oleh Akuntan Publik dan/atau KAP atas informasi keuangan historis suatu klien untuk tahun buku yang berturut-turut dapat dibatasi dalam jangka waktu tertentu. Ketentuan mengenai pembatasan pemberian jasa audit atas informasi keuangan historis diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Perusahaan yang diharuskan merotasi KAP secara wajib berbeda dari perusahaan yang ingin merotasi KAP. General Accounting Office (GAO) (2003) menjelaskan bahwa perusahaan yang secara periodik merotasi KAP akan membawa pada cara pandang baru pada KAP dan membantu mereka menghadapi masalah pelaporan keuangan ketika ada pembatasan masa penugasan KAP. Hubungan KAP-klien yang diperpanjang terus menerus akan membawa pekerjaan audit menjadi terlalu rutin dan akhirnya akan berpengaruh pada kompetensi. Perusahaan yang merotasi KAP secara voluntary

disebabkan karena KAP yang terdahulu

bertindak konservatif dan tidak sejalan dengan kepentingan manajemen perusahaan sehingga perusahaan ingin mencari KAP yang dapat memenuhi kepentingannya (Sumarwoto, 2006). KAP baru yang berasal dari rotasi KAP yang bersifat wajib akan membawa skepticisme lebih besar pada audit. Hal ini disebabkan karena KAP baru tersebut tidak akan memandang klien sebagai sumber penghasilan yang terus-menerus karena masa penugasan dibatasi pada periode tertentu. Perusahaan yang merotasi KAP secara

voluntary akan mendapatkan beberapa

keuntungan, misalnya: (1) Perusahaan mengganti

(11)

menyesuaikan dengan keinginan manajemen. (2) Mencari KAP yang dipandang lebih luwes. (3) Signal bahwa perusahaan mau merotasi KAP di masa mendatang (Sumarwoto, 2006).

Pendukung rotasi KAP yang bersifat voluntary mengidentifikasi adanya kerugian pada rotasi KAP yang bersifat wajib, yaitu pada kualitas audit. Pengaruh negatif pada kualitas audit dalam tahun pertama penggunaan jasa KAP baru adalah KAP tersebut sedang pada

tahap awal belajar. Kompleksitas bisnis

perusahaan besar dan kompleksitas seputar pelaporan keuangan menyebabkan KAP baru memerlukan waktu untuk memahami bisnis perusahaan. Jika KAP baru kurang memiliki pengetahuan yang cukup tentang dengan resiko

khusus perusahaan maka kemungkinan

kegagalan audit akan meningkat (Sumarwoto, 2006). Argumen ini konsisten dengan beberapa penelitian yang mengindikasikan bahwa pada awal-awal tahun perikatan, proporsi kegagalan audit dan tuntutan pengadilan terhadap resiko audit lebih besar (George, 2009; Carcello dan Nagy, 2004; Geiger dan Raghunandan, 2002).

C. METODE PENELITIAN

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan di Indonesia sedangkan sampel yang digunakan adalah data berpasangan (matched-pairs sample) yang terdiri dari data

perusahaan yang melakukan kecurangan

pelaporan keuangan dan data perusahaan yang

tidak melakukan kecurangan pelaporan

keuangan. Model data berpasangan (matched-pairs sample) ini digunakan dalam penelitian Suparlan dan Andayani (2010). Metode data berpasangan (matched-pairs sample) diharapkan

dapat memberikan keseimbangan sampel

penelitian.

Data perusahaan yang melakukan

kecurangan pelaporan keuangan diperoleh dari press release laporan Bapepam tahun 2005-2010 yang berisi daftar perusahaan yang dikenai sanksi oleh Bapepam karena melakukan berbagai jenis pelanggaran. Berbagai jenis pelanggaran di press release laporan Bapepam tahun 2005-2010 yang tergolong kecurangan pelaporan keuangan adalah:

1. Salah saji atau adanya kesalahan informasi yang signifikan yang disajikan dalam laporan keuangan.

2. Salah penerapan dari prinsip akuntansi yang berhubungan dengan jumlah, klasifikasi, penyajian, dan pengungkapan.

Data perusahaan yang tidak melakukan

kecurangan pelaporan keuangan diambil secara acak (random sampling) perusahaan-perusahaan dari berbagai jenis industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2005-2010, kecuali dari sektor perbankan dan keuangan. Perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan yang digunakan sebagai sampel merupakan perusahaan dengan tingkat aset yang seukuran dan berada dalam jenis industri yang sama dengan perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian logistic

regression (regresi logistik). Model yang

digunakan untuk menguji hubungan antara variabel yang berhubungan secara spesifik dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan :

Yi,t : kecurangan pelaporan keuangan

perusahaan i pada periode t

LEVi,t : Leverage perusahaan i pada

periode t

ROAi,t : Return on asset (ROA) perusahaan

i pada periode t

ASSTGROWi,t : Perubahan total aset

perusahaan i pada periode t

TENUREi,t : audit firm tenure dari KAP yang

memberikan jasa audit kepada

perusahaan i pada periode t

STATUSi,t : status KAP yang memberikan jasa

audit kepada perusahaan i pada periode t

FCi,t : financial distress perusahaan i pada

periode t

UMURi,t : umur perusahaan perusahaan i pada

periode t

β = slope variabel independen dimana β0 adalah konstan atau nilai Y ketika semua nilai X adalah 0

Ɛ(i,t) = error term, secara normal terdistribusi antara rata-rata 0

(12)

Tabel 1

Ringkasan Definisi Operasional Variabel

Sumber: berbagai jurnal yang diolah

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan press release laporan

Bapepam terdapat 42 kasus kecurangan

pelaporan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2005-2010. Data perusahaan-perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan ini kemudian dipasangkan dengan data perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2005-2010 yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan berdasarkan total aset yang seukuran dan jenis industri yang sama.

Tabel 2

Ringkasan Sampel Penelitian

Sumber: diolah dari press release laporan Bapepam 2005-2010 dan laporan tahunan perusahaan 2005-2010.

Data perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2005-2010 yang tidak melakukan kecurangan pelaporan yang digunakan sebagai sampel adalah 42 perusahaan. Total sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 84 perusahaan. Total sampel ini mewakili 17 sub jenis industri.

Hasil pengujian statistik deskriptif

menunjukkan

bahwa

perusahaan

yang

melakukan kecurangan pelaporan keuangan

memiliki leverage ratio antara 0,03-0,90;

ROA antara (0,63)-0.28; perubahan total aset

antara (0,64)-10,13; frekuensi audit firm

tenure 2,5 tahun; menggunakan jasa KAP

yang

berafiliasi

dengan

OAA/KAPA

sebanyak 36 perusahaan (85,71 persen);

financial distress’ score antara

(15,83)-26,92; dan umur perusahaan antara 3-99

tahun. Perusahaan yang tidak melakukan

kecurangan pelaporan keuangan memiliki

leverage ratio antara 0,17-0,95; ROA antara

(0,13)-0,40; perubahan total aset antara

(0,13)-2,16; frekuensi audit firm tenure 3

tahun; menggunakan jasa KAP yang

berafiliasi dengan OAA/KAPA sebanyak 39

perusahaan

(92,86

persen);

financial

distress’ score antara (5,39)-14,47; dan umur

perusahaan antara 7-150 tahun.

Tabel 3

Audit Firm Tenure Perusahaan yang

Melakukan Kecurangan Pelaporan Keuangan

(13)

Tabel 4

Audit Firm Tenure Perusahaan yang Tidak

Melakukan Kecurangan Pelaporan Keuangan

Tabel 5

Data Umur Perusahaan-perusahaan yang Melakukan

Kecurangan Pelaporan Keuangan Sumber: data sekunder yang diolah Keterangan:

∑ Perusahaan yang berusia 1-50 tahun = 38 ∑ Perusahaan yang berusia 51-100 tahun = 4

Tabel 6

Data Umur Perusahaan-perusahaan yang Tidak Melakukan

Kecurangan Pelaporan Keuangan

(14)

Keterangan:

∑ Perusahaan yang berusia 1-50 tahun = 41 ∑ Perusahaan yang berusia 51-100 tahun = 0 ∑ Perusahaan yang berusia 101-150 tahun = 1

Rata-rata leverage dan ROA pada

perusahaan yang melakukan kecurangan

pelaporan keuangan adalah 0,52 dan -0,004.

Nilai ini lebih rendah bila dibandingkan

dengan rata-rata leverage dan ROA pada

perusahaan

yang

tidak

melakukan

kecurangan pelaporan keuangan, yaitu 0,53

dan 0,05. Rata-rata perubahan total aset pada

perusahaan yang melakukan kecurangan

pelaporan keuangan adalah 0,45 sedangkan

rata-rata

perubahan

total

aset

pada

perusahaan

yang

tidak

melakukan

kecurangan pelaporan keuangan adalah 0,21.

Hal ini berarti perusahaan yang melakukan

kecurangan pelaporan keuangan cenderung

untuk melakukan manipulasi pada aset

perusahaan.

Pada Tabel 7 dan 8 dapat dilihat bahwa

perusahaan-perusahaan yang melakukan

kecurangan pelaporan keuangan; terdapat 38 perusahaan yang berumur 1-50 tahun dan 4 perusahaan yang berumur 51-100 tahun. Pada perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan terdapat 41 perusahaan yang berumur 1-50 tahun dan 1 perusahaan yang berumur 101-150 tahun. Hal ini berarti kecurangan pelaporan keuangan banyak dilakukan oleh perusahaan yang berusia antara 1-50 tahun. Apabila data umur perusahaan digolongkan menurut nilai median, berarti

kecurangan pelaporan keuangan banyak

dilakukan oleh perusahaan yang berusia muda.

Overall Model Fit

Statistik -2LogL digunakan untuk

menentukan apakah penambahan variabel

independen ke dalam model akan memperbaiki model fit. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa selisih -2LogL adalah 15,279 dengan df 7 dan

angka ini signifikan secara statistik

(0,033<0,05). Hal ini berarti penambahan variabel independen (LEV, ROA, ASSTGROW,

TENURE, STATUS) ke dalam model

memperbaiki model fit. Hasil uji kekuatan prediksi model pada Tabel 11 juga menunjukkan

bahwa kekuatan prediksi model untuk

memprediksi kecurangan pelaporan keuangan adalah 61,9 persen.

Tabel 7

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1

Step 15.279 7 .033

Block 15.279 7 .033

Model 15.279 7 .033

Sumber: data sekunder yang diolah

Hasil pengujian Hosmer and Lemeshow

Test pada Tabel 10 juga menunjukkan

bahwa besarnya nilai statistik Hosmer and

Lemeshow Test sebesar 4.811 dengan

probabilitas signifikansi 0,778 yang nilainya

lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti model

dapat diterima.

Sumber: data sekunder yang diolah

Tabel 9

Hasil Uji Kekuatan Prediksi Model

Sumber: data sekunder yang diolah

Tabel 8

Hosmer and Lemeshow Test

Step

Chi-square

Df

Sig.

(15)

Persamaan Regresi

Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat

koefisien untuk persamaan regresi dari penelitian ini. Apabila koefisien regresi dimasukkan dalam model di atas, maka persamaan matematis yang diperoleh adalah:

Berdasarkan persamaan di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien regresi dari variabel

Return on Assets (ROA), audit firm tenure

(TENURE), status KAP (STATUS) bernilai negatif. Hal ini berarti ketiga variabel tersebut

berhubungan negatif dengan kecurangan

pelaporan keuangan. Dengan kata lain, semakin rendah ROA, semakin pendek audit firm tenure, dan penggunaan jasa KAP yang non-afiliasi

dengan OAA/KAPA akan meningkatkan

kecurangan pelaporan keuangan.

Nilai koefisien regresi dari variabel

leverage (LEV), perubahan total aset

(ASSTGROW), financial distress (FC) dan umur perusahaan (UMUR) bernilai positif. Hal ini berarti keempat variabel tersebut berhubungan positif dengan kecurangan pelaporan keuangan sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar leverage, semakin tinggi nilai financial

distress, dan semakin besar/tua umur perusahaan

akan meningkatkan kecurangan pelaporan

keuangan.

Tabel 10. Hasil Uji Hipotesis

Sumber: data sekunder yang diolah

Pengujian Hipotesis

Hipotesis penelitian ini diuji dengan melakukan

analisis regresi logistik sebuah variabel

dependen (Y) dengan 5 variabel independen (leverage (LEV), Return on Assets (ROA), perubahan total aset (ASSTGROW), audit firm

tenure (TENURE), dan status KAP (STATUS)).

Signifikansi model regresi memberikan dasar

untuk menerima atau menolak hipotesis

penelitian. Kesimpulan mengenai hipotesis setiap variabel independen ditentukan dengan

tanda (positif/negatif) dan signifikansinya

dengan koefisien variabel yang bersangkutan. Nilai Nagelkerke R Square diinterpretasikan seperti nilai R2 pada multiple regression. Hasil pengujian nilai Nagelkerke R Square diperoleh nilai sebesar 0.222 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen sebesar 22,2 persen. Sedangkan sisanya yaitu 77,8 persen dijelaskan oleh model lainnya yang tidak dimasukkan dalam model regresi.

Tabel 11

Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R Square Test

Step Cox & Snell R

Square

Nagelkerke R Square

1 .166 .222

Sumber: data sekunder yang diolah

Pengujian Hipotesis Pertama (Ha1)

Variabel leverage (LEV) mempunyai sig. (0.821) > dari α (alfa)=0.05. Hal ini berarti variabel leverage (LEV) tidak signifikan pada level 5% dan hipotesis alternatif ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel leverage (LEV) tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan.

Pengujian Hipotesis Kedua (Ha2)

Variabel Return on Assets (ROA)

mempunyai sig. (0.017) < dari α (alfa)=0.05. Hal ini berarti variabel Return on Assets (ROA)

(16)

signifikan pada level 5%. Walaupun variabel

Return on Assets (ROA) signifikan pada level

5% akan tetapi hipotesis alternatif ditolak karena hipotesis penelitian menunjukkan hubungan positf dan persamaan regresi menunjukkan hubungan negatif. Hal ini berarti bahwa variabel

Return on Assets (ROA) berpengaruh negatif

signifikan terhadap kecurangan pelaporan

keuangan.

Pengujian Hipotesis Ketiga (Ha3)

Variabel perubahan total aset

(ASSTGROW) mempunyai sig. (0.381)> dari α (alfa)=0.05. Hal ini berarti variabel perubahan total aset (ASSTGROW) tidak signifikan pada level 5% dan hipotesis alternatif ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel perubahan total aset (ASSTGROW) tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan.

Pengujian Hipotesis Keempat (Ha4)

Variabel audit firm tenure (TENURE) mempunyai sig. (0.148) > dari α (alfa)=0.05. Hal ini berarti variabel audit firm tenure (TENURE) tidak signifikan pada level 5% dan hipotesis alternatif ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel audit firm tenure (TENURE)

tidak berpengaruh terhadap kecurangan

pelaporan keuangan.

Pengujian Hipotesis Kelima (Ha5)

Variabel status KAP (STATUS)

mempunyai sig. (0.311) > dari α (alfa)=0.05. Hal ini berarti variabel status KAP (STATUS) tidak signifikan pada level 5% dan hipotesis alternatif ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa

variabel status KAP (STATUS) tidak

berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan.

Uji Simultan

Hasil perhitungan pada tabel 12

menunjukkan nilai sig. 0.480 > dari α (alfa)=0.05. Hal ini berarti bahwa leverage,

Return on Assets/ROA, perubahan total aset, audit firm tenure, dan status KAP secara

bersama-sama (simultan) tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan.

Pembahasan Hasil Penelitian Kecurangan Pelaporan Keuangan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin rendah ROA maka semakin tinggi kecurangan pelaporan keuangan. Altman (2009) menyatakan bahwa profitabilitas yang rendah atau negatif menyebabkan perusahaan sulit untuk mendapatkan ekuitas baru sehingga mendorong perusahaan untuk berada pada kondisi leverage yang tinggi. Pernyataan Altman (2009) didukung oleh ringkasan data penelitian pada Lampiran 1. Pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa pada

perusahaan yang melakukan kecurangan

pelaporan keuangan; 27 perusahaan memiliki ROA yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan, 15 perusahaan memiliki ROA yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Data penelitian tahun 2008 juga menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan memiliki ROA dan laba setelah pajak yang rendah bahkan negatif. Pada Lampiran 1 juga dapat dilihat bahwa pada

perusahaan yang melakukan kecurangan

pelaporan keuangan; 19 perusahaan memiliki rasio leverage yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan, 23 perusahaan memiliki rasio leverage yang lebih tinggi. Adanya fakta bahwa ROA dan laba setelah pajak yang rendah bahkan negatif serta rasio leverage yang tinggi

akan mendorong perusahaan melakukan

kecurangan pelaporan keuangan sehingga pada

tahun 2008 kasus kecurangan pelaporan

keuangan jumlahnya meningkat secara

signifikan.

Lebih lanjut, hasil penelitian ini juga

menunjukkan bahwa financial distress

berpengaruh positif signifikan terhadap

kecurangan pelaporan keuangan. Kondisi

financial distress mendorong perusahaan melakukan kecurangan pelaporan keuangan agar kondisi perusahaan seolah-olah “baik” dan investor semakin tertarik untuk menanamkan modal mereka di perusahaan tersebut. Argumen ini didukung oleh penelitian COSO (1999)

(17)

bahwa karakterisitik perusahaan yang melakukan

kecurangan pelaporan keuangan adalah

perusahaan yang mengalami financial distress. Penelitian COSO (1999) juga didukung oleh penelitian Toit (2008) bahwa financial distress

berhubungan positif signifikan dengan

kecurangan pelaporan keuangan.

Leverage

Leverage menggambarkan struktur modal

perusahaan. Semakin besar proporsi utang yang digunakan oleh perusahaan maka investor menanggung risiko yang semakin besar pula. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan beralih ke equity financing. Hal ini

menyebabkan perusahaan tersebut harus

memiliki kinerja yang baik dan laba yang tinggi untuk menarik calon investor sehingga akan

menciptakan motivasi untuk melakukan

manipulasi laba. Semakin tinggi rasio leverage,

semakin menunjukkan kinerja keuangan

perusahaan yang buruk dan dapat menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan (Rudyawan dan Badera, 2008). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

leverage tidak berpengaruh terhadap kecurangan

pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini

didukung oleh hasil penelitian Soselisa dan Mukhlasin (2008) bahwa financial leverage tidak

berpengaruh terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi. Hasil penelitian Hutomo (2012) juga menunjukkan bahwa debt to total

assets terbukti tidak berpengaruh signifikan

dalam mendeteksi kecurangan dalam pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting). Hasil penelitian ini kontradiksi dengan beberapa penelitian terdahulu (Sherliza, 2011; George,

2009; Toit, 2008; Salman, 2002) yang

menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap kecurangan pelaporan keuangan.

Pada Tabel 3 dan Tabel 4 dapat dilihat bahwa rata-rata leverage pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan adalah 0,52. Nilai ini lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata leverage pada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan, yaitu 0,53.

Altman (2009) menyatakan bahwa

profitabilitas yang rendah atau negatif

menyebabkan perusahaan sulit untuk

mendapatkan ekuitas baru sehingga mendorong

perusahaan untuk berada pada kondisi leverage yang tinggi. Pada Lampiran 1 dapat dilihat tentang perbandingan rasio leverage, total hutang, dan total aset antara perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan

pelaporan keuangan di Indonesia. Pada

perusahaan yang melakukan kecurangan

pelaporan keuangan; 19 perusahaan memiliki rasio leverage yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan, 23 perusahaan memiliki rasio leverage yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan

pelaporan keuangan. Lebih lanjut, pada

perusahaan yang melakukan kecurangan

pelaporan keuangan; 22 perusahaan memiliki total hutang dan total aset yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Dua puluh perusahaan memiliki total hutang dan total aset yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Hal ini berarti pada kasus kecurangan pelaporan keuangan di Indonesia, mayoritas perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan memiliki total hutang dan total aset yang lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Ditinjau dari rasio leverage, sebanyak 45,24 persen perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan memiliki rasio leverage yang lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan.

Apabila ditinjau secara parsial, mayoritas

perusahaan yang melakukan kecurangan

pelaporan keuangan memiliki total hutang dan total aset yang lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Lebih lanjut, apabila ditinjau dari rasio leverage, sebanyak 54,76 persen perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan memiliki rasio leverage yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang

tidak melakukan kecurangan pelaporan

keuangan. Hal ini dapat menyebabkan leverage

tidak berpengaruh terhadap kecurangan

pelaporan keuangan di Indonesia seperti pada hasil penelitian ini.

(18)

Return on Assets (ROA)

Rasio profitabilitas menunjukkan

kesuksesan suatu perusahaan dalam

menghasilkan laba bagi perusahaan. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa profitabilitas yang tinggi akan mendorong pihak manajemen untuk mengungkapkan informasi kepada para investor karena pihak manajemen merasa bahwa hal ini akan menyakinkan para investor tentang profitabilitas perusahaan dan menarik perhatian para investor baru terhadap perusahaan mereka. Hal ini mendorong pihak manajemen melakukan manipulasi laba agar laba perusahaan menjadi lebih tinggi dan laporan keuangan disajikan tidak sewajarnya. Perusahaan dengan profitabilitas yang rendah cenderung untuk melakukan

overstatement pada pendapatan dan

understatement pada biaya (Persons, 1995).

Apabila perusahaan dapat mencapai rasio profitabilitas yang tinggi maka akan memicu

pihak manajemen untuk mengungkapkan

informasi sehingga mengurangi resiko adanya pandangan yang negatif dari pasar. Perusahaan yang mencapai rasio profitabilitas yang tinggi mengungkapkan informasi untuk memperoleh dana dengan biaya yang rendah dan untuk menghindari penurunan harga saham (Subroto, 2009).

Kontradiksi dengan argumen di atas, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Return on

Assets (ROA) berpengaruh negatif signifikan

terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Hal ini berarti semakin rendah ROA maka semakin tinggi kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Salman (2002) yang menunjukkan bahwa

profitabilitas merupakan karakteristik

perusahaan yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi adanya kecurangan pelaporan keuangan. Altman (2009) juga menyatakan bahwa profitabilitas yang rendah atau negatif

menyebabkan perusahaan sulit untuk

mendapatkan ekuitas baru sehingga mendorong perusahaan untuk berada pada kondisi leverage yang tinggi.

Berbeda dengan hasil penelitian ini, hasil penelitian George (2009) menyatakan bahwa ROA berpengaruh positif signifikan terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian

Toit (2008) yang menunjukkan bahwa

profitabilitas bukan merupakan karakteristik

perusahaan yang berhubungan dengan

kecurangan pelaporan keuangan.

Pada Tabel 3 dan Tabel 4 dapat dilihat bahwa rata-rata ROA pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan adalah -0,004. Nilai ini lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata ROA pada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan, yaitu 0,05.

Pada Lampiran 1 dapat dilihat tentang perbandingan ROA, total laba setelah pajak, dan total aset antara perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan di Indonesia. Pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan; 27 perusahaan memiliki ROA yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan, 15 perusahaan memiliki ROA yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan

pelaporan keuangan. Lebih lanjut, pada

perusahaan yang melakukan kecurangan

pelaporan keuangan; 23 perusahaan memiliki laba bersih setelah pajak yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan

kecurangan pelaporan keuangan dan 22

perusahaan memiliki total aset yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Hal ini berarti pada kasus kecurangan pelaporan keuangan di

Indonesia, mayoritas perusahaan yang

melakukan kecurangan pelaporan keuangan memiliki ROA, laba bersih setelah pajak, dan total aset yang lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin rendah ROA maka semakin tinggi kecurangan pelaporan keuangan.

Perubahan Total Aset

Pertambahan aset suatu perusahaan

mencerminkan bahwa perusahaan tersebut

sedang mengalami pertumbuhan. Berkaitan dengan hal ini, terdapat kemungkinan bahwa aset tidak dilaporkan secara semestinya di dalam laporan keuangan. Persons (1995) menyatakan bahwa aktiva lancar pada laporan keuangan

perusahaan-perusahaan yang melakukan

(19)

usaha dan persediaan. Perusahaan-perusahaan yang melakukan kecurangan akuntansi biasanya melakukan overstatements terhadap piutang usaha dan persediaan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan total aset tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Toit (2008) yang menunjukkan bahwa perubahan total aset bukan merupakan karakteristik perusahaan yang berhubungan dengan kecurangan pelaporan keuangan. Kontradiksi dengan hasil penelitian ini, hasil penelitian George (2009) menunjukkan bahwa pertumbuhan aset berpengaruh signifikan terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa sebanyak 20 perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan memiliki perubahan total aset yang lebih rendah daripada perusahaan yang

tidak melakukan kecurangan pelaporan

keuangan. Hasil penelitian ini yang

menunjukkan bahwa perubahan total aset tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan dapat disebabkan karena adanya keseimbangan sampel di mana hampir 50 persen

perusahaan yang melakukan kecurangan

pelaporan keuangan memiliki perubahan total aset yang lebih rendah daripada perusahaan yang

tidak melakukan kecurangan pelaporan

keuangan.

Audit Firm Tenure

Perikatan yang lama antara perusahaan dengan KAP dapat menurunkan independensi auditor sehingga auditor cenderung untuk mengikuti keinginan pihak manajemen dan meningkatkan kecurangan pelaporan keuangan. Hal ini menyebabkan rotasi KAP secara wajib dipandang sebagai salah satu solusi untuk menjaga independensi auditor dan mengurangi kecurangan pelaporan keuangan Perusahaan yang diharuskan merotasi KAP secara wajib berbeda dari perusahaan yang ingin merotasi KAP. KAP yang berasal dari rotasi KAP yang bersifat mandatory akan membawa skepticisme lebih besar pada audit. Hal ini disebabkan karena KAP baru tersebut tidak akan memandang klien sebagai sumber penghasilan yang terus-menerus karena masa penugasan dibatasi pada periode tertentu. Perusahaan yang merotasi KAP secara

voluntary akan mendapatkan beberapa

keuntungan, misalnya: (1) Perusahaan mengganti

KAP baru dengan harapan dapat lebih

menyesuaikan dengan keinginan manajemen. (2) Mencari KAP yang dipandang lebih luwes. (3) Signal bahwa perusahaan mau merotasi KAP di masa mendatang (Sumarwoto, 2006).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

audit firm tenure tidak berpengaruh terhadap

kecurangan pelaporan keuangan. Penelitian Johnson et al. (2002) tidak menemukan bukti bahwa perikatan yang lebih lama (9 tahun atau lebih) berhubungan dengan rendahnya kualitas laporan keuangan. Penelitian Wibowo dan Rossieta (2008) juga tidak menemukan bukti tentang pengaruh audit firm tenure terhadap kualitas audit. Tabel 5 dan 6 menunjukkan bahwa pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan; terdapat 33 perusahaan dengan audit firm tenure selama 1-3 tahun dan 9 perusahaan dengan audit firm tenure selama 4-6 tahun. Pada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan; terdapat 29 perusahaan dengan audit firm tenure selama 1-3 tahun dan 13 perusahaan dengan

audit firm tenure selama 4-6 tahun. Hasil

penelitian ini yang menunjukkan bahwa audit

firm tenure tidak berpengaruh terhadap

kecurangan pelaporan keuangan dapat

disebabkan karena tidak terdapat perbedaan signifikan antara audit firm tenure perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dengan audit firm tenure perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Berbeda dengan penelitian lainnya, hasil penelitian George (2009) serta Carcello dan Nagy (2004) menunjukkan bahwa semakin lama masa audit firm tenure maka semakin rendah probabilitas bahwa klien tersebut akan terlibat dalam kecurangan pelaporan keuangan.

Pada Tabel 3 dan 4 dapat dilihat bahwa rata-rata audit firm tenure perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan adalah 2,5 tahun dan rata-rata audit firm tenure perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan adalah 3 tahun. Data penelitian menunjukkan bahwa selain rotasi KAP secara voluntary, terdapat beberapa perusahaan yang melakukan rotasi KAP secara

mandatory. Apabila ditinjau dari sisi rotasi KAP

secara mandatory, kecurangan pelaporan

(20)

pada tahun-tahun awal keterlibatan auditor (George, 2009; Carcello dan Nagy, 2004; serta Geiger dan Raghunandan, 2002). Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan khusus tentang klien di tahun-tahun awal keterlibatan auditor sehingga mengakibatkan rendahnya kemampuan dalam mendeteksi salah saji material. Hal ini dibuktikkan pada Tabel 3 bahwa rata-rata audit firm tenure perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan adalah 2,5 tahun.

Pada perusahaan yang melakukan

kecurangan pelaporan keuangan terdapat

beberapa perusahaan yang melakukan rotasi secara voluntary. Perusahaan yang merotasi KAP secara voluntary disebabkan karena KAP yang terdahulu bertindak konservatif dan tidak

sejalan dengan kepentingan manajemen

perusahaan sehingga perusahaan ingin mencari KAP yang dapat memenuhi kepentingannya

(Sumarwoto, 2006). Hal ini mendorong

terjadinya kecurangan pelaporan keuangan pada suatu perusahaan.

Status KAP

KAP yang berstatus afiliasi adalah KAP lokal yang berkerjasama dengan KAPA atau OAA. Perusahaan beranggapan bahwa auditor yang berasal dari KAP besar dan memiliki afiliasi internasional adalah auditor yang memiliki kualitas tinggi karena auditor tersebut banyak mendapat pelatihan, adanya pengakuan internasional serta adanya peer review (Indriani, 2012).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

status KAP tidak berpengaruh terhadap

kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Soselisa dan Mukhlasin (2008) yang menunjukkan bahwa

jenis KAP tidak berpengaruh terhadap

kecenderungan kecurangan akuntansi. Berbeda dengan penelitian Soselisa dan Mukhlasin (2008), penelitian Wibowo dan Rossieta (2008)

menunjukkan bahwa KAP besar akan

memberikan kualitas audit yang lebih tinggi sehingga jenis KAP berhubungan positif dengan kualitas audit.

Kontradiksi dengan pernyatan Indriani (2012), apabila ditinjau dari sampel penelitian (Lampiran 2), sebanyak 36 (85,71 persen)

perusahaan yang melakukan kecurangan

pelaporan keuangan menggunakan jasa KAP yang berafiliasi dengan OAA/KAPA. Pada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan, sebanyak 39 (92,86) persen perusahaan menggunakan jasa KAP yang berafiliasi dengan OAA/KAPA. Hal ini membuktikkan bahwa pada kasus kecurangan pelaporan keuangan di Indonesia sebagian besar melibatkan KAP yang berafiliasi dengan

KAPA/OAA. Adanya skandal-skandal

akuntansi, terutama yang dilakukan dengan motif “mempercantik” kinerja atau laba yang dilaporkan sehingga saham perusahaan terlihat menarik dan menguntungkan bila dibeli oleh investor di pasar modal mengakibatkan publik terutama investor mempertanyakan kembali kualitas audit yang telah dilakukan oleh suatu KAP, terutama KAP besar yang telah memiliki nama dan reputasi baik. Saat ini terdapat penilaian skeptis dari publik bahwa KAP besar tidak menjamin laporan keuangan yang diaudit tidak mengandung kesalahan yang material (Riyatno, 2010).

Tidak adanya perbedaan signifikan antara status KAP pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dengan status KAP pada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan menyebabkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status KAP tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan

E. SIMPULAN

Penelitian ini menguji pengaruh

karakteristik perusahaan (leverage, ROA, dan perubahan total aset) dan karakteristik auditor eksternal (audit firm tenure dan status KAP)

terhadap kecurangan pelaporan keuangan.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 84 perusahaan, yang terdiri dari 42

perusahaan yang melakukan kecurangan

pelaporan keuangan dan 42 perusahaan yang

tidak melakukan kecurangan pelaporan

keuangan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data berpasangan

(matched-pairs sample) yang terdiri dari data perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan data perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka secara garis besar telah menjawab masalah dan sub masalah yang terdapat dalam penelitian ini, antara lain: Permasalahan pertama

Dengan menunjukkan beberapa contoh, minta mereka membentuk dan membina satu bentuk/benda dengan menggunakan bentuk-bentuk 2-D yang ada. Murid digalakkan berbincang

Dalam satu keadaan lain, meskipun hasil kajian tentang representasi perempuan di negara maju telah menunjukkan kecenderungan peng- gambaran image yang lebih positif tetapi hasil

179 1 87,6 Lembaga Penyiaran Publik Lokal Radio Publik Kabupaten Pati Suara Pati FM Jalan Tombronegoro No.1 Kelurahan Pati Lor, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa

Pada 4 tikus kontrol dan 2 tikus perlakuan menunjukkan peningkatan kadar kolesterol LDL, hal ini tidak sesuai dengan teori yang seharusnya kadar kolesterol LDL

Dengan cara komunikasi yang berkesan, murid akan lebih cekap dalam aktiviti penyelesaian masalah serta boleh menerangkan konsep dan kemahiran matematik serta kaedah

Hasil temu bual saya dengan pelajar mendapati bahawa pelajar perlu berpandukan pengalaman pembelajaran yang lepas tentang Graf Garis dan Graf Bar untuk merangka Graf

PENGENALAN Pelaksanaan dasar pemerintah mampu mempengaruhi pola pengundian berdasarkan persepsi pengundi terhadap keberkesanan sesuatu program Persepsi mereka terhadap program