• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengarahan dan Dialog Presiden - Pertemuan dengan para Kepala Desa..., Boyolali, 26 Desember 2015 Sabtu, 26 Desember 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengarahan dan Dialog Presiden - Pertemuan dengan para Kepala Desa..., Boyolali, 26 Desember 2015 Sabtu, 26 Desember 2015"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Pengarahan dan Dialog Presiden - Pertemuan dengan para Kepala Desa..., Boyolali,

26 Desember 2015

Sabtu, 26 Desember 2015

PENGARAHAN DAN DIALOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERTEMUAN DENGAN PARA KEPALA DESA SELURUH INDONESIA

BOYOLALI, SOLO, JAWA TENGAH

26 DESEMBER 2015

Presiden:

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirabbilalamin, wassalatu wassalamu alaasrafil ambiyai walmursalim, sayyidina wahabibina wamaulana Muhammadin, waalaalihi wasahbihi aj’main. Amma ba’du.

Yang saya hormati seluruh Menteri Kabinet Kerja,

Yang saya hormati Gubernur Jawa Tengah beserta jajaran Kodam dan Polda, Pak Pangdam hadir, Pak Kapolda juga hadir,

Dan Bapak-Ibu semuanya, seluruh Kepala Desa dan Perangkat Desa dari Sabang sampai Merauke, yang hadir pada sore hari ini,

(2)

Tadi sudah sedikit disinggung oleh Gubernur Jawa Tengah mengenai Dana Desa. Tapi, sebelumnya saya ingin mengingatkan kepada Bapak-Ibu dan Saudara-saudara semuanya.

Lima hari lagi kita sudah masuk di tahun 2016. Artinya apa? Akan ada persaingan 11 negara ASEAN yang kita tidak tahu persaingannya akan seberat apa. Belum tahu semuanya karena batas negara sudah tidak ada. Masyarakat

Ekonomi ASEAN sudah dibuka. Ini banyak yang belum sadar. Saya hanya ingin mengingatkan. Lima hari lagi sudah kita akan masuk ke Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Perdana Menteri, presiden dari negara tetangga kita, dari Vietnam, dari Laos, dari Singapura, dari Malaysia, dari Brunei, berkali-kali ketemu saya. Mereka sangat khawatir terhadap dibukanya Masyarakat Ekonomi ASEAN, “Presiden Jokowi,

kita takut.― “Kenapa?― Ini yang ngomong presiden sama perdana menteri ke saya. “Kenapa?― “Jangan-jangan, kalau Masyarakat Ekonomi ASEAN dibuka, kami takut kalau produk-produk Indonesia membanjiri negara saya.― Mereka juga

takut tenaga kerja kita membanjiri negara-negara mereka. Mereka takut.

Saya ketemu banyak di pertemuan-pertemuan, masyarakat kita juga sama, pengusahanya juga sama, bisik-bisik ke saya, “Pak, ini nanti, kalau Masyarakat Ekonomi ASEAN dibuka, seperti apa, Pak? Sudah takut kami.―

Yang perlu saya ingatkan adalah wong mereka aja takut kepada kita, kok kita ikut-ikutan takut? Jangan takut, jangan khawatir, tetapi harus mempersiapkan diri. Apa yang kurang, perbaiki. Apa yang belum baik, perbaiki. Kalau tidak, kita enggak tahu kejadiannya akan seperti apa.

Sudah tidak bisa dicegah. Bapak-Ibu sudah enggak bisa ngomong, “Kita menolak.― Enggak bisa. “Wah saya enggak mau gabung dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN, enggak mau. Wah saya enggak mau, enggak mau.― Sudah enggak bisa.

Sudah tanda tangan kok.

Tahun yang lalu sudah tanda tangan. Mau tidak mau, siap tidak siap, kita harus masuk ke arena kompetisi itu, arena persaingan itu.

(3)

Ini baru Masyarakat Ekonomi ASEAN, belum nanti dua-tiga tahun lagi ada yang namanya TPP. Ini nanti kena ke desa-desa juga kalau enggak kita ingatkan. Trans Pacific Partnership ini gabungan negara-negara, Amerika dan teman-temannya.

Kalau kita enggak gabung sama mereka, barang kita yang dikirim ke Amerika dan teman-temannya dipajaki 15%, dipajaki 20%. Yang gabung enggak dipajaki. Coba, kita enggak bisa jualan apa-apa ke sana.

Ini saya ingin memberikan bayangan-bayangan, ke depan kita ini akan seperti apa. Belum yang namanya ITA, free trade EU (Uni Eropa). Dua tahun lagi juga buka. Kita mau gabung atau tidak? Kalau tidak, sama: dipajaki 15%-20%. Barang kita bisa masuk ke sana ndak? Kalau enggak gabung, barang kita enggak masuk. Kalau gabung, barang mereka juga bisa masuk.

Belum lagi ada RCEP yang Tiongkok (China) dengan teman-temannya.

Kita ikut atau tidak? Kalau saya tanya Saudara-saudara, ikut atau tidak, bukan yang ASEAN, yang tadi, ikut atau tidak?

Saya lihat, masih ragu-ragu. Kalau Saudara merasa siap, “Ikut, Pak.― Kalau kita merasa siap, “Ikut, Pak.― Harus siap, harus siap.

Tapi, kalau hitungan kita keliru, bisa justru kita dijadikan pasar. Barang-barang mereka akan masuk ke kita. Mau apa? Saya berikan contoh beras misalnya, sebagai contoh.

Sekarang harga beras berapa? Buat saja 9.000. Yang Madiun 9.000. Kita beli dari Vietnam berapa? 6.000. Beras Vietnam masuk ke sini, salah siapa? Apa yang dibeli sama konsumen? Beras Vietnam.

(4)

Siap enggak kita? Harus siap, bagaimana memproduksi beras agar bisa bersaing.

Jagung, kenapa kita senang impor dari dulu? Di sini dulu, mungkin udah.

Hati-hati. Kunci ini berada pada Bapak-Ibu dan Saudara-saudara semuanya, kepala desa dan perangkat desa yang bisa memotivasi, yang bisa mengawal, memberikan bimbingan kepada petani-petani kita di desa.

Kalau tidak, begitu kita dibanjiri produk-produk, mau apa? Saya mau tanya, mau apa? Tidak ada kata ‘menolak’ lagi karena enggak mungkin Indonesia menjadi negara tertutup, enggak mungkin. Kita sudah bertahun-tahun terbuka.

Oleh sebab itu, saya ingin mengingatkan, jangan memakai lagi yang namanya pola-pola lama, jangan lagi memakai tradisi-tradisi lama. Zamannya sudah sangat berubah. Kalau kita masih pakai itu, negara yang menjadi taruhan. Hati-hati.

Ada peluang, tetapi juga ada tantangan. Tantangan: kalau kita tidak mempersiapkan diri baik-baik. Peluang: kalau kita siap. Jadi produk kita biar membanjiri mereka. Itu masalah kompetisi, masalah persaingan.

Yang kedua, sekarang masuk ke pokok, mengenai Dana Desa. Ini karena nanti berhubungan dengan Dana Desa. Tahun ini setiap desa mendapat berapa? 600-an, 800-an karena mungkin ada tambahan-tambahan dari provinsi, macam-macam. Ada 600 sampai 800, oke tahun ini. Tahun depan ini dianggarkan dari APBN hanya 20 triliun. Tahun depan dianggarkan dari APBN 47 triliun.

Jangan tepuk tangan dulu. Kalau sudah yang namanya uang, kok tepuk tangan. Hati-hati dengan yang namanya uang, yang namanya anggaran. Tahun depannya lagi, saya memastikan juga akan naik lagi. Mungkin di sana 70 sampai 80, bisa karena memang harus seperti itu.

(5)

Untuk apa? Agar peredaran uang di desa itu menjadi semakin banyak. Saya hanya ingin mengingatkan saja, agar uang yang ada di desa ini semakin banyak.

Oleh sebab itu, uang yang sudah ditransfer ke desa—itu penggunaannya ya—ditransfer ke desa, jangan sampai itu keluar lagi dari desa. Orang Jawa bilang, ngulek di desa itu aja, muter di desa itu aja, berputar-putar di desa itu aja.

Oleh sebab itu, betul-betul kurangi material-material yang belinya di kota. Saya berikan contoh, misalnya membangun jalan, membangun irigasi. Batunya, cari yang ada di sekitar desa. Pasirnya, cari yang ada di sekitar desa. Tinggal semen. Nah, mau tidak mau, semen memang harus beli di kota.

Tapi jangan sekali-kali, semennya beli 90%, pasirnya hanya 10%. Ini yang kebalik-balik. Enggak apa-apa pasir, batunya beli yang 90%, yang 10% belikan semen. Artinya uangnya yang keluar hanya 10%.

Terus, untuk tenaga kerja, katakanlah 20%, 25%, juga dari desa-desa. Saya hanya ingin mengingatkan bahwa Dana Desa itu, kalau digunakan, arahkan pada sektor padat karya, yang menyangkut orang banyak.

Saya lihat di sebuah kabupaten, saya ngecek dari barat sampai ke timur, saya lihat tenaga kerja hanya tujuh orang. Bukan itu, bukan seperti itu. Semakin banyak orang yang bekerja, menggunakan Dana Desa, anggaran desa itu, itu semakin baik.

Penggunaannya lebih baik kalau pada musim-musim paceklik. Jangan musim tanam itu digunakan. Pengaturannya harus seperti itu sehingga semua orang menikmati dana itu. Kalau sudah tersebar, setiap minggu nanti dibagikan kepada yang bekerja misalnya atau setiap hari mau dibagikan.

Arahkan kepada yang mau menerima uang itu, itu juga sama. Kalau beli, mau beli, misalnya beli beras, beli di toko-toko yang ada di desa itu. Terus mutar, biar uangnya mutar terus.

(6)

Syukur-syukur ada misalnya BMT, entah yang namanya koperasi desa. Yang sebagian itu ditabungkan di situ. Ekonominya akan bergerak karena semakin tahu nanti anggaran desa ini akan semakin naik, saya pastikan akan semakin naik.

Semakin banyak orang yang bekerja dan menggunakan anggaran desa, itu semakin baik. Ya tahun ini mungkin saya masih belum. Mana? Ada yang kerja bakti? Ada enggak? Ada. Kan swadaya. Duitnya enggak disebar itu. Semakin banyak yang bekerja, semakin dibayar, semakin uang itu akan terdistribusi.

Tapi partisipasi tidak jadi masalah. Yang mempunyai kemapuan, silakan partisipasi.

Pertama tadi, penggunaan.

Yang kedua, arahkan betul-betul pada sektor yang memberikan produktivitas pada desa. Saya berikan contoh, membangun irigasi desa. Itu produktif. Begitu air datang, dipakai airnya untuk sawah, produksinya menjadi meningkat. Ini yang dicari. Yang dulu jalannya jelek, diperbaiki dengan itu meskipun hanya perkerasan sehingga truk bisa masuk, hasil bumi bisa naik ke truk, kemudian ini dijual. Ini yang kita cari, seperti ini: semua kegiatan yang menyebabkan uang itu menjadi produktif. Ini yang kita harapkan ke sana.

Tahun kedua, ini sudah harus tepat sasaran, harus tepat guna. Jangan sampai luput dari sasaran.

Saya kira di Surat Keputusan Bersama Mendagri, Menteri Desa, Menteri Keuangan, itu bisa dijadikan pedoman, di mana pembangunan infrastruktur yang swakelola dan padat karya, itu menjadi prioritas. Sudah ada di situ.

Tadi juga disampaikan oleh Pak Gubernur bahwa penggunaan anggaran desa, Dana Desa dimulai dari perencanaan yang baik, pelaksanaan yang baik, dan monitoring yang baik. Perencanaan yang baik itu seperti apa? Ajak masyarakat, ajak warga untuk musyawarah, untuk rembuk desa, dipakai untuk apa ini, tapi ada pengarahan dulu dari Bapak-Ibu dan

(7)

Saudara-saudara semuanya, sehingga jelas ini mau ke mana.

Hati-hati sekali lagi. Kalau desa kita tidak produktif, produktivitasnya enggak meningkat, saya ingatkan kembali,

persaingan, kompetisi antarnegara nanti betul-betul semakin ketat. Negara yang efisien, daerah yang efisien, desa yang efisien, itulah nanti yang hidup dengan baik. Yang tidak hati-hati bisa ditinggal oleh waktu, bisa ditinggal oleh zaman, dan tanggung jawab itu sekali lagi berada pada Bapak-Ibu dan Saudara-saudara semuanya. Â

Dalam usaha itu, lihatlah potensi-potensi, kekuatan-kekuatan yang ada di desa. Jangan memaksakan. Kalau di desa itu mempunyai potensi, misalnya bisa, sangat baik ditanami ketela pohon misalnya, arahkan ke sana, tetapi ingat dijualnya di mana.

Pasarnya harus dilihat dulu. Jangan produksinya nanti melimpah, pasarnya tidak ada. Tolong ini juga betul-betul dikalkulasi dan dihitung.

Kita banyak berproduksi. Tetapi, begitu sudah panen, bingung mau dijual ke mana. Saya berikan contoh—saya enggak usah sebut kabupatennya—semangat  menanam pepaya. Pepayanya pas panen bagus-bagus. Semua petani menanam pepaya, semua desa menanam pepaya.

Begitu panen, pepaya, pepaya, pepaya, pepaya, pepaya, semua pepaya, yang beli siapa? Pasarnya di mana? Busuk. Siapkan dulu pasarnya, yang beli siapa. Ada? Oke, baru tanam. Sebetulnya pasar juga banyak, tapi harus ngerti dulu di mana harus dijual.

Kemudian juga libatkan jejaring-jejaring kerja dari LSM (NGOs), pelaku-pelaku pemberdaya desa. Ajak mereka bicara sehingga kita bisa merintis sebuah desa yang mandiri, desa yang berdikari, mandiri di pangan, mandiri di energi. Sangat bisa.

Saya melihat desa-desa kita ini potensi, potensi, potensi. Banyak yang belum-belum sudah, “Wah kita enggak punya potensi,― karena tidak digali potensinya itu apa. Bisa saja bukan pertanian, bisa saja industri-industri kecil. Banyak. Ada yang di kota, ada yang di kampung-kampung. Di ... kayak vas bunga dari tanah liat. Banyak.

(8)

Kemudian konflik agraria dan tata ruang desa, berkaitan dengan ini juga diselesaikan dulu. Ini hal-hal yang seperti ini memang harus segera diselesaikan. Jangan sampai ini menggantoli kita. Selesaikan. Sulit, naikkan lagi ke kecamatan, naikkan lagi ke kabupaten, biar nanti dinaikkan lagi ke gubernur dan ke kita.

Artinya pembangunan kawasan pedesaan itu berbasis potensi dan kebutuhan sehingga nanti betul-betul menjadikan desa dan titik-titik pertumbuhan ekonomi yang baru, yang berbasis pada kawasan pedesaan. Tidak sulit kalau kita mau. Tidak sulit kalau kita mempunyai niat yang tulus bersama-sama. Enggak ada.

Hari ini saya gembira sekali—saya harus ngomong apa adanya—gembira karena bisa bersilaturahmi dengan Bapak-Ibu dan Saudara-saudara semuanya, seluruh kepala desa dan perangkat desa dari seluruh Indonesia. Saya meyakini bahwa

bahwa para kepala desa dan perangkat-perangkat desa adalah perangkat terdepan bagi kehadiran negara di desa-desa kita.

Tadi sudah saya sampaikan, tahun ini 20,8 triliun, tahun depan 47 triliun. Itu peningkatannya lebih dari 100%. enggap apa-apa kalau pengelolaannya betul-betul tidak disiapkan rencananya, tidak disiapkan ...

Presiden:

… tapi tahun depan, Pak, kita lakukan,― gitu loh.

Dengan saya itu blak-balakan saja, “Baik tahun depan, Pak, siap,― gitu.

Mana yang sudah? Mana? Tunjuk jari. Mana? Satu. Mana lagi? Dua, dua. Sini. Kenalin dulu

(9)

Tidun, Rembang, Jawa Tengah:

Nama saya Tidun, dari Rembang, Pak, Jawa Tengah.

Presiden:

Cerita aja Pak Tidun. Benar?

Tidun, Rembang, Jawa Tengah:

Benar, Pak. Terima kasih, Pak Presiden.

Memang anjuran dari Pak Bupati, APBD suruh dikopi; perencanaan, pendapatan, pembelanjaan ditempelkan di papan informasi.

Presiden:

Sudah dilakukan?

(10)

di pos-pos ronda.

Presiden:

Ini saya mau catat loh. Desa mana? Desa Menoro, Kecamatan? Oke. Nanti kalau saya cek, jangan alasan lo. “Pak, itu kehujanan kemarin. Ya, janjian. Oke terima kasih.

Kerja dengan saya ya seperti ini. Saya catat, saya cek. Desa Menoro, Kecamatan Sedan.

Ada lagi? Lo kok tambah? Yang belum, enggak apa-apa. Acung. Ini yang belum. Enggak apa-apa. Ini namanya gentle, jantan.

Fauzan:

Terima kasih. Kami Kepala Desa Jatirego, Pak Fauzan. Fauzan, Kepala Desa Jatirego, Kecamatan Keringapus, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Presiden:

Sebentar-sebentar. Desanya mana? Jatirego. Kabupaten? Semarang. Oke.

Fauzan:

(11)

Jadi begini, Pak. Untuk Desa Jatirego, segala bantuan yang diberikan desa, baik itu di desa dan sebagainya, sudah direncanakan dengan baik, dan insya Allah pelaksanapun, namun belum ditempelkan. Alasannya apa? Itu tadi, perintah dari Pak Gubernur.

Terima kasih, Pak.

Presiden:

Sebentar-sebentar. Jangan kembali dulu. Tadi dikatakan, direncanakan dengan baik. Direncanakan dengan baik itu seperti apa sih?

Fauzan:

Sesuai dengan prosedur yang berlaku, Pak, kita musyawarah dengan warga, kemudian kegunaannya apa, yang paling mendesak itu apa, tadi saya sampaikan kepada Bapak Presiden, entah infrastruktur, kemajuan masyarakat, dan sebagainya. Namun sayangnya belum ditempel karena belum ada instruksi dari gubernur.

Presiden:

Jangan diulang-ulang toh. Sebentar, saya mau tanyakan dulu, sebentar.

Dapat uang berapa? Dapat anggaran berapa?

(12)

960.

Presiden:

960. Gede banget. Tahun depan mesti lipat lagi. 960. Kemudian direncanakan, dipakai untuk apa aja?

Fauzan:

Untuk infrastruktur.

Yang saya lihat begini, Pak Presiden. Memang ini dua desa, desa yang dekat dengan ibu kota dan pinggiran. Perlu kami sampaikan, Bapak Presiden, bahwa desa yang pinggiran, itu secara umum infrastrukturnya masih ..., Pak, sehingga konsentrasi kita selaku kepala desa yang pinggiran, itu masih konsentrasi pada infrastruktur. Kenapa? Karena, kalau kita bangun, insya Allah nanti peningkatan ekonomi akan makin.

Presiden:

Gini loh. Negara dengan desa itu hampir mirip. Saya berikan contoh. Kalau Tol Trans-Sumatera itu tidak terlambat, itu harga-harga bisa jatuh lebih murah. Karena apa? Transportasinya cepat dan murah. Kalau cepat, pasti murah. Itu sudah direncanakan, sudah mau dibangun 30 tahun yang lalu, tapi tidak dimulai-mulai.

Dan Tol Trans-Sumatera yang sudah kita mulai bulan Januari yang lalu nanti sambung sampai Palembang insya Allah dua setengah tahun lagi.

(13)

Kalau saya, yang namanya infrastruktur sudah diputuskan, sudah tutup mata, putuskan, berangkat, mulai.

Kemudian yang kita bangun lagi jalur kereta api yang di Sulawesi. Itu juga sudah 30 tahun yang lalu direncanakan, 40 tahun yang lalu malah. Baru kita mulai tiga bulan yang lalu. Sudah jadi kira-kira 6,5 kilo ... kalau sudah ada itu, Bapak-Ibu, Saudara-saudara sekalian, jatuhnya betul-betul bisa murah.

Kapal sapi, dan kita baru saja beli. Beli tujuh, baru selesai satu. Kita coba. Sapi dari NTT menuju ke Jakarta, itu biayanya biasanya 1,8 juta. Begitu kita pakai kapal itu, hanya 320. Artinya harga sapi menjadi kompetitif.

Di Papua—ini belum sambung—Papua, nanti yang dari atas itu di Merauke bisa sambung ke Wamena, jalan itu, semen pasti langsung jatuh murah. Sekarang semen—coba dibayangkan—Wamena dan sekitarnya 1,5 juta sampai 2,5 juta satu sak semen. Adil enggak? Di sini berapa harganya? 50, 60 kan.

Ini saya sudah janji kepada warga di Wamena dan di Merauke, ke atas Merauke. Insya Allah tahun depan sudah akan sambung.

Ini mau saya cek nanti minggu depan, sudah sampai mana. Kalau enggak dicek, enggak akan rampung-rampung kan. Begitu dicek, pasti cepat selesai.

Saya, kalau ke daerah, itu tugas saya hanya itu, “Mana jalan yang sudah dikerjain? Berapa ratus kilometer?― Saya cek,

“Kok baru jadi 30 kilo? Masalahnya apa? Problemnya apa?― “Pembebasan, Pak.― “Pembebasan karena apa?― “Karena ini, Pak, dari kementerian belum ada tanda tangan.― Ya saya telepon detik itu juga Menteri PU-PR, “Ini selesaikan. Saya beri

waktu 1,5 bulan.―

Saya itu, kalau kerja, seperti itu. Saya cek lagi 1,5 bulan belum selesai, tinggal ditulis di rapornya aja: merah. Udah, di-reshuffle, ganti. Iya kan? Enggak usah sulit-sulit.

(14)

Dan seperti itu, kayak Jalan Tol Trans-Sumatera. Saya ngecek ke sana sudah tiga kali dalam setahun karena, waktu

saya groundbreaking, waktu peletakan batu pertama kali, ada masyarakat yang ngomong ke saya. “Pak, ini nanti paling-paling hanya groundbreakang-groundbreaking, hanya peletakan batu pertama. Saya yakin enggak ada tindak lanjut.― Saya kaget, “Kenapa kamu ngomong seperti itu?― “Ya dulu juga sudah kok, Pak.― Saya jadi kaget.

Setelah itu, 2,5, bulan saya cek lagi, “Ah sudah jadi.― Ada dibagi empat seksi ini. Ada yang sudah jadi 4 kilo, ada yang 6 kilo, ada yang 7 kilo.

Saya cek lagi setelah itu. Tiga bulan setelah itu, saya cek lagi. sudah mulai dicor. Baru 1,5 bulan yang lalu, saya cek lagi, sudah panjang kelihatan sekali tolnya, udah kelihatan. Saya kunjungi, bagi dua lagi, saya cari, “Dulu yang ngomong yang mana?―

Saya tunjukin bahwa kerja itu memang harus dikontrol, kerja itu harus dicek. Kita cek, cek, cek lagi, cek lagi, cek lagi. Kalau enggak lepas, baik sisi kualitas, baik sisi jumlah, pasti lepas. Saya tahu bekerja itu harus seperti apa.

Kembali ke masalah ... ini coba dicek, Pak Ketua. Kan sudah diberesin toh? Saya sudah ke Menteri Dalam Negeri, sudah ke ... PP 47 coba dilihat. ... sudah dimiliki oleh kepala desa. Coba dicek. Sudah.

... sering sekali ke istana. Saya juga catat kok. Setelah saya catat itu, saya perintah. Jangan dipikir saya hanya iya-iya-iya. Enggak. Saya catat, pasti saya perintah. Coba dicek lagi. Jadi mungkin seminggu setelah dari istana, itu sudah saya perintah, sudah, sudah.

Apanya? Ya ke bupati. Jangan ke saya. Tugas saya kan sudah saya selesaikan. Bupati, kejar bupatinya. Sampaikan ke saya, bupati yang mana yang belum gitu. Jangan tahu-tahu nunjuknya ke kita. Ya pasti saya kejar, gitu loh, menteri mana yang belum.

(15)

Saya terus dengar kok. Apalagi yang namanya kepala desa, perangkat desa bersuara, itu jangan dipikir saya enggak dengar. Saya dengar. Pak Ketua udah ngomong ke saya. Saya kaget juga. Saya catat itu, seperti itu.

Tolong dicek, sampaikan ke saya.

Ya kemudian kriminalisasi perangkat desa. Ada toh? Ada kejadian? Prinsipnya gini lo--jangan sampai ya, jangan

sampai—prinsipnya gini. Ini ada anggaran desa yang sangat besar sekali. prinsip: asal Bapak-Ibu dan Saudara-saudara menggunakannya dengan benar, apa bisa yang namanya dikriminalisasi kepala desa? Sampaikan ke saya kalau ada.

Saya bekerja juga sudah 11 tahun, sejak wali kota, jadi gubernur. Kenapa saya berani? Kalau ada apa-apa, ya kita tatai. Lo saya tidak merasa menggunakan untuk kepentingan pribadi kita kok? Kenapa harus takut? Benar enggak? Tidak perlu takut. Enggak perlu takut.

Ngomong ke saya. Nanti urusannya itu urusan Menkopolhukam kalau seperti itu. Pasti saya suruh kejar, pasti saya suruh kejar. Siapa yang kriminalisasi? Apa dari kejaksaan, dari kepolisian, pasti saya urus. Entah lewat kapolda, entah lewat kajati, entah langsung lewat Kapolri atau Jaksa Agung, pasti saya lakukan.

Orang yang bekerja baik saya pingin juga diberikan penghargaan. Dulu yang mengeluh seperti ini juga gubernur, wali kota, bupati. Saya kumpulkan semuanya. KPK, Jaksa Agung, dan Kapolri saya berikan perintah langsung: mari kita bekerja baik; enggak perlu kita takut. Yang takut itu yang bekerja enggak baik. Benar enggak? Los aja. Enggak ada apa-apa, ngapain takut.

Yang ketiga tadi coba saya cek, saya urus. Enggak usah saya sebutkan yang terakhir tadi, yang disampaikan Pak Ketua. Saya tahu.

(16)

Baiklah, Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian, mari kita ajari rakyat untuk terlibat, untuk berpartisipasi dalam proses-proses pengambilan keputusan tentang diri mereka, untuk terlibat, menggerakkan pembangunan desa.

Dan mari kita wujudkan desa-desa kita, desa yang mandiri, desa yang berdikari, desa yang memiliki produktivitas, desa yang mempunyai daya saing, yang berani berkompetisi.

Dan mari kita wujudkan desa-desa yang ber-bhinneka tunggal ika, desa-desa yang berbudaya berbeda-beda namun tetap mempunyai tujuan yang satu: untuk Republik Indonesia yang kita cintai.

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

*****

Biro Pers, Media dan Informasi

Sekretariat Presiden

Referensi

Dokumen terkait

mengumumkan Rencana Umum Perlgadaan Barang/Jasa untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2012, sepErtitersebut diba'r.ah ini:. Kendari, 28 Maret 2012 MAN

Gambaran umum mengenai profil kandungan metabolit sekunder golongan flavonoid dapat menjadi pijakan dasar untuk menentukan kemudian mengisolasi senyawa potensial sebagai

Mikroorganisme antagonis adalah mikroorganisme yang mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap mikroorganisme lain yang tumbuh dan berasosiasi

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ebrahimzadeh et al (2013), korelasi yang baik antara nilai SPF dan kandungan total fenolik namun tidak ada korelasi antara nilai SPF dan

Meningkatnya produksi meningkatkan kuantitas pasar, yang akan mengurangi harga pasar dan mengurangi keuntungan dari tiap unit yang dijual..  Jika efek output>

Menurut Heizer dan Render (Haming, 2012:32) EOQ adalah model permintaan terikat yang menggunakan daftar kebutuhan bahan, status persediaan, penerimaan yang

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

Pada Gambar 5.1 terlihat pengelompokan indikator berdasarkan pembagian kuadran, dan kelompok indikator yang paling berpengaruh terdapat pada kuadran I yaitu dekat