• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEWAN RISET DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA KOMISI B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEWAN RISET DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA KOMISI B"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

DEWAN RISET DAERAH

PROVINSI DKI JAKARTA

KOMISI B

BIDANG : TATA RUANG, TRANSPORTASI, INFRASTRUKTUR, EKONOMI PERKOTAAN

Kegiatan : Telaahan Permasalahan Strategis

Judul Kegiatan : PEDOMAN PENATAAN RUANG DI DKI JAKARTA

Pelaksana Kegiatan : Ir. Muh. Fausal Kahar

LAPORAN KEGIATAN TAHUN 2013

1. Latar Belakang Kegiatan

Sejak kota Jakarta berdiri, beberapa peraturan yang buat oleh Belanda seperti Bataviasche Bouw Verordening (BBV) tahun 1919, beberapa kali mengalami penyempurnaan. Namun karena keperluan perkembangan kota yang semakin luas, maka disusunlah peraturan Bataviasche Bestemmings Kringen en Bouwtypen Verordening (KTV) 1941. Dan selanjutnya disusun peraturan pelaksanaan ordonansi tersebut melalui de Stadsvorming Ordonantie (SVO) 1948 dan de Stadsvorming Verordening (SVV) 1948.

Peraturan-peraturan kota tersebut antara lain memuat peraturan pembentukan kota Jakarta yang dalam perjalannya, ada wacana untuk membuat Undang-undang Bina Kota, namun dihentikan prosesnya, karena telah terbit Undang-undang Penataan Ruang (UUPR) No.24 tahun 1992 yang selanjutnya disempurnakan lagi melalui UUPR No. 26 tahun 2007.

Disamping itu, sejak Indonesia merdeka, Jakarta telah memiliki rencana tata ruang kota yang disebut : Out Line Plan 1950, namun rencana induk tersebut diperluas dan dilengkapi menjadi Rencana Induk (Master Plan) Jakarta tahun 1965–1985. Rencana Induk tersebut masih bersifat makro, yang berisi target-target pengembangan sektor-sektor perkotaan dan rencana pemanfaatan ruang makro.

Sejak diberlakukannya Rencana Induk (RI) Jakarta 1965 – 1985, perkembangan Jakarta semakin pesat. Hal itu terlihat pada jumlah penduduk tahun 1961 hanya sebesar : 2,9 juta jiwa, sedangkan pada tahun 1980, penduduk Jakarta telah mencapai 6,5 juta jiwa. Dengan demikian jumlah penduduk tersebut telah melampaui target Rencana Induk Jakarta 1965 – 1985, sebesar : 6,5 juta jiwa pada tahun 1985. Demikian pula dengan kondisi sekarang, dimana target penduduk Jakarta tahun 2030 adalah : 12,5 juta jiwa, sementara penduduk malam telah mencapai 9,7 juta jiwa dengan komuter sekitar 3 juta jiwa, maka saat ini target RTRW 2030 tersebut telah tercapai.

Guna memenuhi perkembangan kota, Rencana Induk tersebut dilengkapi dengan Peraturan Daerah No. 4 tahun 1975 tentang Bangunan Bertingkat yang mengatur ketentuan bangunan dalam perpetakan maupun pada persil yang antara lain, memuat : Pola Sifat Lingkungan, Massa Bangunan, Ketentuan Bangunan, Jarak Bebas Bangunan, Garis Sempadan

(2)

Bangunan (GSB), Garis Smpadan Jalan (GSJ), Garis Sempadan Pantai (GSP), Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Ketinggian Bangunan, Ketentuan Parkir dan ketentuan lainnya tentang bangunan.

Sebagaimana diketahui bahwa Perda No. 4 tahun 1975 tersebut disusun untuk melengkapi kekosongan peraturan bangunan bertingkat dalam penjabaran Rencana Induk Jakarta 1965 – 1985. Namun peraturan tersebut hingga sekarang masih digunakan, sehingga beberapa nomenklaturnya sudah tidak sesuai lagi.

Seiring perjalanan waktu, sejak berakhirnya Rencana Induk Jakarta 1965 – 1985, maka Jakarta telah memiliki rencana tata ruang makro tingkat provinsi, sebagai berikut : Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Jakarta 2005, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2010 dan RTRW Jakarta 2030.

Berdasarkan hal tersebut, selayaknya setiap rencana tata ruang makro yang ditetapkan, akan diperlukan ketentuan atau panduan rencana kota yang dapat memberikan pedoman, panduan dan arahan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kota. Disamping itu, Jakarta masih memerlukan

Norma, Standar, Prosedur dan Mekanisme (NSPM) baru yang sejalan dengan

perkembangan kota-kota maju yang tetap mengakomodasi kearifan lokal, kondisi sosial dan budaya Jakarta sebagai Ibukotaserta memperhitungkan kemampuan ekonomi kota.

Hingga saat ini Jakarta belum memiliki NSPM yang mampu mengangkat citra Jakarta sebagai bagian dari kota-kota dunia yang lebih melayani warganya dan mampu memberikan kenyamanan, keamanan serta memberikan kepastian bekerja dan berusaha.

Pedoman Penataan Ruang dalam bentuk NSPM tersebut, merupakan

keharusan dalam perencanaan dan pembangunan kota-kota maju didunia. NSPM tersebut disamping untuk memberikan panduan, pedoman dan petunjuk dalam perencanaan dan pembangunan kota, NSPM tersebut akan memberikan kepastian hukum dalam proses pembangunan dan pengendalian pemanfaatan ruang bagi warganya.

Kepastian hukum dalam perencanaan dan pembangunan kota tersebut juga akan berdampak terhadap kegairahan dalam berinvestasi di Jakarta yang semakin kompetitif dan semakin terbatasnya lahannya terutama untuk bangunan-bangunan tinggi, RTH & RTB, serta fasilitas-fasilitas publik lainnya.

2. Metodologi

Metodologi kegiatan ini terdiri dari :

1. Studi Literatur, dilakukan untuk melengkapi pemahaman tentang Penataan Ruang, Perancangan Kota/Kawasan, Pembangunan Kota dan Lingkungan untuk komparasi penyelenggaraan Penataan Ruang Kota. 2. Kajian Peraturan dan Perundang-undangan, yang terdiri dari : UU No.

5/1960 ttg Peraturan Dasar Pokok Agraria, UU No. 26/2007 ttg Penataan Ruang, Perda No. 1/2012 ttg Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2030, Perda No. 1/2014 ttg Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Kecamatan dan Perda tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Tahun 2013-2017

3. Diskusi dengan beberapa Nara Sumber yang terkait dengan penyelenggaraan penataan ruang Kawasan / Kota / Kabupaten, terutama dengan para ahli yang telah berpengalaman lama dalam perancangan kota

(3)

maupun dengan pelaku penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota / Kabupaten diprovinsi lain diluar Jakarta.

4. Rapat dengan SKPD terkait untuk mengetahui seberapa jauh pemahamam penyelenggaraan penataan ruang di Jakarta, termasuk pemahamannya tentang perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian ruang yang lebih aplikatif

3. Temuan Pokok

Jakarta selama lebih dari 60 tahun, telah memiliki 5 (lima) rencana tata ruang kota makro tingkat provinsi secara berkelanjutan. Namun norma, standar, aturan, panduan dan peraturan yang memenuhi zamannya sebagai instrumen dalam perencanaan dan pembangunan kota serta pengendalian pemanfaatan ruang kota hingga saat ini tidak dimiliki Jakarta.

Pedoman Penataan Ruang, Peraturan Zonasi, Ketentuan dan Peraturan tentang Pembangunan fisik kota sebagaimana tersebut diatas, saat ini tersebar diberbagai dokumen dan sebagian besar telah ketinggalan zaman.

Panduan Rencana Kota atau Pedoman Penataan Ruang dalam bentuk

Norma, Standar, Prosedur dan Mekanisme (NSPM) tersebut selayaknya

disusun dengan pendekatan kemampuan dan ketahanan kota yang memenuhi prinsip prinsip sebagai Kota Pintar (Smart City) yang memenuhi ekosistem serta mampu menghadapi risiko bencana dan perubahan iklim.

Berdasarkan Perda No. 1 tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Kecamatan, dokumen rencana tata ruang tersebut

semakin rumit dan sangat detail yang terdiri dari 23 Bab, 62 Bagian dan 672 Pasal. Kondisi tersebut bisa dipahami karena Permendagri No.

50/2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang dan Permen Pekerjaan Umum No. 20/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota dan No. 02/PRT/M/2014 tentang Pedoman Pemanfaatan Ruang di Dalam Bumi.

Atas dasar Peraturan Menteri tersebut diatas, maka RDTR Wilayah Kecamatan (skala peta 1 : 5.000) tersebut disusun sangat detail untuk seluruh wilayah kota Jakarta dengan batas-batas wilayah kecamatan. RDTR tersebut tidak membedakan mana kawasan yang sudah terbangun dan mana yang masih kosong. Seluruh kawasan diatur dengan Peraturan Zonasi tanpa kecuali, sehingga RDTR tersebut tidak mampu menjelaskan target-target pencapaian visi & misi yang inginkan. RDTR tersebut “hanya” mengatur peruntukan tanah untuk pemanfaatan ruang, sehingga RDTR (juga RTRW Jakarta 2030) telah kehilangan maknanya sebagai PENGARAH, PETUNJUK &

PENGENDALI PEMANFAATAN RUANG yang mudah dipahami oleh banyak

orang.

Padahal berdasarkan Undang-undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-undang No. 29/2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, disebutkan bahwa Penataan Ruang di Jakarta dapat diberlakukan secara khusus dan tidak perlu sama dengan provinsi lainnya.

Hal itu dapat dipahami, karena Jakarta adalah Ibukota Negara, Provinsi dengan otonomi tunggal dan merupakan kota terbesar di Indonesia dengan penduduk sebanyak : 9,6 juta jiwa pada malam hari dan berjumlah lebih dari 12 juta jiwa pada siang hari dengan penduduk komuter sebanyak 3 juta lebih. Jumlah penduduk yang sangat besar tersebut menempati lahan sebagian

(4)

besar dibangun secara horizontal, sehingga build up area Jakarta pada tahun 2013 telah mencapai lebih dari 85 %.

Berdasarkan kondisi Jakarta seperti itu serta sistem kepemilikan tanah yang ada, maka Pemerintah Daerah tidak berdaya dalam penyelenggaraan pembangunan yang sangat padat tersebut. Dengan income per kapita hanya $12.000 dan gini ratio : 4,2, maka kesenjangan penghasilan masyarakat sangat timpang. Atas dasar hal tersebut, maka kesenjangan sosial di Jakarta sangat tinggi, masyarakatnya lebih sensitif. Sehingga sangat menyulitkan pelaksanaan pembangunan kota secara terencana untuk menuju Global City yang dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) maupun untuk jangka menengah (RPJMD)

Berkenaan dengan hal tersebut, tentunya rencana tata ruang Jakarta harus mampu membaca kondisi yang ada tersebut secara lebih komprehensif, terutama pada kondisi sosial, budaya, ekonomi, lingkungan, pelayanan publik, ruang publik, infrastruktur dan rencana tata ruang tersebut lebih mudah diimplementasikan berdasarkan rumusan dan pedoman penataan ruang yang lebih membumi dan mudah dipahami oleh banyak orang.

4. Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan kajian peraturan dan perundang-undangan dan kajian literatur serta berdasarkan diskusi yang dilakukan dengan nara sumber dan SKPD terkait, maka rekomendasi kebijakannya adalah sebagai berikut :

1). Berdasarkan kondisi, peran dan fungsi Jakarta sebagai Ibukota, Provinsi yang hanya memiliki otonomi tunggal, maka BENTUK DAN FORMAT

RENCANA TATA RUANG JAKARTA sebaiknya tidak dibatasi oleh wilayah

administrasi, tetapi disusun berdasarkan pengaruh hinterland dan kawasan sekitarnya dalam sistem metropolitan city dengan bentuk megapolitan yang terpadu

2). Berdasarkan hal tersebut, MATERI DAN FORMAT RENCANA TATA RUANG di Jakarta dapat disusun secara lugas – padat – mudah dipahami dan disusun secara berjenjang dengan fungsimasing-masing sesuai skala dan tingkatan rencanannya. Untuk RTRW Provinsi berperan sebagai rencana tata ruang yang “hanya” memuat berbagai kebijakan-kebijakan makro berdasarkan visi dan misi Jakarta. Adapun untuk RTRW Kota / Kabupaten memuat materi penjabaran kebijakan makro provinsi dan sebagai pengarah pembangunan dan sebagai rencana antara. Adapun untuk rencana tata ruang skala kecamatan memuat materi yang dapat digunakan sebagai arahan untuk pelayanan dalam pembangunan kota. 3). Karena format RDTR Wilayah Kecamatan tersebut sangat detail dengan

menggunakan peraturan zonasi (672 Pasal), sehingga rencana tata ruang tersebut tidak mudah untuk dimengerti dan dipahami oleh

masyarakat luas. Berdasarkan hal tersebut, kiranya diperlukan PEDOMAN PENATAAN RUANG yang lebih memadai agar rencana tata

ruang tersebut dapat dengan mudah dibaca dan diimplementasikan untuk orang banyak dan cukup simpel

4). Disamping instrumen rencana tata ruang skala kecamatan tersebut (skala peta 1 : 5.000), Jakarta juga telah memiliki rencana operasional skala 1 : 1.000 yang disebut Blad / Lembar Rencana Kota. Peta tersebut telah digunakan sejak zaman Belanda untuk pelayanan rencana kota & IMB. Berkenaan dengan penggunaan NSPM dalam RDTR dan Peta operasional,

(5)

kiranya perlu disusun PEDOMAN PENATAAN RUANG YANG LEBIH

OPERASIONAL.

5. Rencana Anggaran Kegiatan

Anggaran kegiatan ini dibebankan pada dana operasional Dewan Riset Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2013, sebanyak Rp.20.000.000,- yang terdiri dari :

1).Biaya Rapat Koordinasi : 2 kali kegiatan, sebesar Rp. 16.000.000

2).Biaya Penyusunan Laporan Kegiatan, sebanyak 5 bundel, sebesar Rp.4.000.000,-

6. Penutup

Demikian laporan ini disampaikan kiranya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut terhadap kegiatan koordinasi untuk mewujudkan penyusunan Pedoman Penataan Ruang yang memuat NSPM yang up to date dan berwawasan lingkungan.

Jakarta, 22 Agustus 2013 Penanggung Jawab Kegiatan Pelaksana Kegiatan

KETUA KOMISI - B SEKRETARIS KOMISI - B

PROF. DR. IR. JAN SOPAHELUWAKAN, MSC IR. MUH. FAUSAL KAHAR

Mengetahui,

KETUA DEWAN RISET DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA

PROF. DR. IR. IRAWADI JAMARAN

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas belajar merupakan inti dari kegiatan di sekolah, sebab semua aktivitas belajar dimaksudkan untuk mencapai keberhasilan proses belajar bagi setiap siswa

Tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 diperoleh tingkat efektivitas penerimaan retribusi persampahan/kebersihan masih tergolong rendah dan tidak efektif, pemerintah

Pengukuran sipat datar profil banyak digunakan dalam perencanaan suatu wilayah. Pengukuran ini terbagi menjadi dua macam, yaitu profil memanjang dan profil melintang. Dengan

Dalam kaitannya dengan memaknai identitas diri solidaritas melalui interaksi didalam komunitas Paguyuban Jeep Bandung, semua narasumber merasakan adanya sesuatu yang

Perkebunan kelapa sawit ini mempunyai peluang untuk usaha peternakan sistem integrasi kelapa sawit-sapi telah dikenal dan banyak diaplikasikan, melalui penggunaan

Keperawatan komunitas adalah suatu bidang perawatan khusus yang merupakan gabungan keterampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan merupakan bantuan sosial,

Penggunaan media Prezi Desktop Forever sebagai media pembelajaran pada pokok bahasan koloid memberikan pengaruh yang sangat baik pada peningkatan prestasi

Berdasarkan analisis data dengan menggunakan metode demonstrasi dalam pembelajaran gaya magnet untuk meningkatkan keterampilan proses siswa pada mata pelajaran IPA di kelas