• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Mahkota Dewa

a. Klasifikasi Mahkota Dewa Kingdom : Tumbuhan Devisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Family : Thymelaeaceae

Spesies : Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl. (Anonim, 2001).

b. Morfologi

Buah mahkota dewa berbentuk bulat, dengan ukuran bervariasi mulai sebesar bola pingpong sampai buah apel. Bagian tanaman yang biasa digunakan sebagai bahan obat adalah daun dan buahnya. Tanaman mahkota dewa biasa tumbuh di ketinggian 10 - 1.200 m dpl (di atas permukaan laut) dengan lokasi optimal 10 - 1.000 m dpl (Rohyami, 2007).

gambar 1. Gambar mahkota dewa

(2)

commit to user c. Kandungan Kimia dan manfaat

Buah mahkota dewa mengandung alkaloid, saponin,flavonoid, dan polifenol (Harmanto. 2001). Daun serta buah mahkota dewa mengandung saponin dan flavonoid (Sumastuti, 2002).

Daging buah mahkota dewa yaitu mempunyai senyawa saponin merupakan larutan berbuih yang diklasifikasikan berdasarkan struktur aglycon ke dalam triterpenoid dan steroid saponin. Kedua senyawa tersebut mempunyai efek anti inflamasi, analgesik, dan sitotoksik dan mempunyai anti bakteri (De Padua dkk., 1999). Kandungan flavonoid ini memberi harapan sebagai pencegah antikanker pada kulit (Lisdawati, 2002).

2. Ekstraksi

Penyarian adalah penarikan zat aktif yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang telah dipilih sehingga zat yang diinginkan akan terlarut. Cara penyarian dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perkolasi dan penyarian berkesinambungan. Secara umum penyarian akan bertambah lebih baik apabila permukaan simplisia yang bersentuhan semakin luas (Anonim, 1995).

Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang maksimal dari zat aktif dan seminimum mungkin dari bahan yang tidak diinginkan (Ansel, 1989).

Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap, dan tidak

(3)

commit to user

mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat. Farmakope Indonesia menetapkan bahwa cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau eter. Pelarut yang dipilih yaitu etanol karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Etanol akan melarutkan senyawa polar yang terdapat dalam protoplasma seperti senyawa glikosida, vitamin c, dan saponin (Voigt, 1984).

Maserasi merupakan cara ekstraksi paling sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk kasar simplisia dengan cairan pengekstraksi selama 4-10 hari dan disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna). Keuntungan dari maserasi adalah hasil ekstraksi banyak serta dapat menghindarkan perubahan kimia terhadap senyawa-senyawa tertentu. Kerugian cara maserasi adalah penyarian kurang sempurna karena terjadi kejenuhan cairan penyari dan membutuhkan waktu yang lama (Djoko dkk, 1986). Dengan pengocokan dijamin keseimbangan bahan ekstraksi lebih cepat dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif (Voigt, 1984).

3. Krim

a. Pengertian dan fungsi krim

Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar

(4)

commit to user

(Anonim,1979). Krim adalah suatu salep yang berupa emulsi kental mengandung tidak kurang 60 % air, dimaksudkan untuk pemakaian luar (Anief, 2007).

Krim bisa digunakan sebagai pelindung, pelunak kulit dan sebagai vehiculum (pembawa). Krim yang baik seharusnya stabil dalam penyimpanan, lunak, mudah dipakai, protektif, basis yang cocok dan homogen. Pelepasan obat dari basis krim secara invitro dapat digambarkan dengan kecepatan pelarutan obat yang dikandungnya dalam medium tertentu. Ini disebabkan karena kecepatan pelarutan merupakan langkah yang menentukan dalam proses berikutnya. Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari basis yaitu kelarutan obat dalam basis, konsentrasi obat, koefisien obat dalam basis medium pelepasan (Anief, 2000).

Krim terdiri dari basis krim yang berupa sistem sederhana atau dari komposisi yang lebih kompleks bermassa bahan aktif atau kombinasi atau bahan aktif. Basis krim merupakan pembawa dalam penyiapan krim menjadi obat. Maka, sebaiknya basis krim memiliki daya sebar yang baik dan dapat menjamin pelepasan bahan obat pada daerah yang diobati, dan tidak menimbulkan rasa panas, juga tidak ada hambatan pada pernafasan kulit (Voigt, 1984).

Sediaan krim berupa cairan kental atau emulsi setengah padat dan dapat berupa tipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Bahan-bahan dasar pembantu dalam pembuatan krim pada dasarnya hampir sama dengan salep, namun komposisi berbentuk cair yang lebih banyak sehingga

(5)

commit to user

sediaannya lebih encer jika dibandingkan dengan salep. Cara pembuatannya juga hampir sama dengan salep. Dan pada umumnya sediaan krim lebih mudah menyebar secara merata serta krim dalam bentuk emulsi minyak dalam air lebih mudah untuk dibersihkan daripada bentuk salep (Wasito, 2011).

Tipe krim ada yang A/M dan ada yang M/A. Sebagai pengemulsi dapat berupa surfaktan anionik, kationik dan non-ionik. Untuk krim tipe A/M digunakan sabun polivalen, Span, Adeps Lanae, Cholesterol, Cera. Untuk krim tipe M/A digunakan Sabun Monovalen (seperti TEA, Natrium Stearat, Kalium Stearat, Ammonium Stearat. Untuk penstabilan krim ditambah zat antioksidan dan zat pengawet. Zat pengawet yang sering digunakan ialah Nipagin 0,12%-0,18%, Nipasol 0,02%-0,05% (Anief, 2000).

Fungsi krim antara lain : sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit, bahan pelumas bagi kulit, dan pelindung untuk kulit seperti menceggah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit(Anief, 2000).

b. Teknologi pembuatan krim

Metode pembuatan secara umum meliputi proses peleburan dan emulsifikasi komponen yang tidak campur air, misalnya minyak dan lilin, fase minyak dilebur di atas waterbath, begitu juga dengan fase air dengan temperatur 90o – 75o C. Sementara larutan berair yang tahan pemanasan dan larut dalam air dipanaskan dalam temperatur yang sama dengan komponen

(6)

commit to user

yang berlemak. Kemudian larutan berair ditambah perlahan-lahan disertai pengadukan yang konstan, untuk menjaga kristalisasi dari lilin dan minyak, campuran didinginkan dengan pengadukan terus menerus sampai homogen dan mengental. Bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir kali. Penambahan serbuk yang tidak larut biasanya digerus dengan sebagian basis (Ansel, 1989).

c. Kualitas dasar krim 1) Stabilitas

Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari inkompabilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam kamar.

2) Homogenitas

Setiap komponen yang ada dalam krim dapat menyebar merata dan homogen.

3) Kelunakan

Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen, sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi, inflamasi dan ekskoriasi.

4) Mudah Digunakan

Umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit.

(7)

commit to user 5) Basis Cocok

Dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati. 6) Terdistribusi Merata

Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau cair pada pengobatan (Anief, 2007).

7) Faktor yang Mempengaruhi Absorbsi oleh Kulit

Banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan atau besarnya absorbsi obat ke dalam kulit, faktor yang utama adalah penetrasi dan cara pemakaian, temperatur dari kulit, pengaruh basis krim, sifat-sifat dari obatnya, lama pemakaian, kondisi atau keadaan kulit(Anief, 2007).

d. Uji fisik krim

Krim harus stabil selama pemakaian dan penyimpanan sehingga bebas dari hal-hal yang mempengaruhi stabilitasnya yaitu, peristiwa incompabilitas dari bahan dasar yang menyebabkan perubahan warna, bentuk dan perubahan fisik lainnya. Temperatur kamar dan kelembaban yang ada di ruangan menyebabkan sediaan menjadi keras, encer atau memisah (Anonim, 1979).

Stabilitas sediaan krim terdiri dari pemeriksaan warna, bau, homogenitas, pH, daya lekat, daya sebar setelah penyimpanan secara visual seperti setelah selesai pembuatan dan berdasarkan pengamatan tidak tumbuh jamur.

(8)

commit to user 1) Warna, bau dan homogenitas

Warna, bau dan homogenitas dari krim dapat dilihat secara visual untuk melihat konsistensi dari sediaan krim apakah merata (homogen) dan tetap stabil dalam penyimpanan.

2) pH

Profil pH perlu untuk stabilitas dan kelarutan dari produk akhir. PH kelarutan merupakan gambaran kelarutan obat pada berbagai pH fisiologik. PH untuk sediaan topikal biasanya sama dengan pH kulit yaitu antara 4,5-7. Sedangkan pH stabilitas akan membantu menghindari atau mencegah kerusakan produk selama penyimpanan atau penggunaan (Warsitaatmaja, 1997).

3) Daya lekat

Daya lekatnya dengan tujuan untuk mengetahui berapa lama suatu krim dapat melekat pada kulit. Semakin lama krim tersebut melekat pada kulit semakin baik.

4) Daya sebar

Daya sebar krim diartikan sebagai kemampuan penyebaran krim pada kulit. Sebuah sampel krim dengan volume tertentu diletakkan di pusat antara dua lempeng gelas, dimana lempeng sebelah atas dalam interval waktu tertentu dibebani dengan meletakkan anak timbang diatasnya. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan meningkatnya beban, merupakan karakteristik daya sebarnya (Voigt, 1984).

(9)

commit to user 4. Tinjauan Bahan

a. Minyak zaitun

Minyak zaitun asam lemak tak jenuh dengan ikatan rangkap tunggal yang di dalamnya terdapat asam oleat (Omega 9) dan juga asam linoleat (Omega 6) dengan kadar 65-85%. Kandungan asam lemak (terutama asam laurat dan oleat) dalam minyak zaitun, sifatnya yang melembutkan kulit dan sebagai bahan pembawa sediaan obat, diantaranya sebagai peningkat penetrasi. Bentuk cairan, kuning pucat atau kuning kehijauan, bau lemah, tidak tengik, rasa khas, pada suhu rendah sebagian atau seluruhnya membeku. Kelarutan sukar larut dalam etanol (95%), mudah larut dalam kloroform P, dalam eter minyak tanah P. Mengandung unsur-unsur vitamin A dan D yang berfungsi sebahai kesehatan. D a n sebagai zat tambahan (Syah,2005).

b. Minyak wijen

Minyak wijen merupakan salah satu minyak yang mengandung lemak dalam jumlah yang cukup tinggi, minyak wijen memiliki 87% lemak tidak jenuh, dimana 41%-nya merupakan asam linoleat. Minyak wijen tahan pada temperatur tinggi tidak terbakar secepat minyak lain. Bentuknya cairan, kuning pucat, bau lemah, rasa tawar, tidak membeku pada suhu 00. Kelarutan sukar larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter minyak tanah P. Stabilitas dari oleum sesami ini adalah lebih stabil dari minyak yang lain dan tidak mudah teroksidasi Sebagai zat tambahan (Anonim,1979).

(10)

commit to user c. Cetaceum

Spermaceti adalah bahan seperti lilin yang diperoleh dari kepala ikan paus. Menurut USPNF 19, spermaceti adalah campuran yang utamanya terdiri atas ester dari alkohol jenuh (C14-C18) dan asam lemak jenuh (C14-C18). Pemerian bahannya adalah berupa padatan putih sampai bening, kepingan (5 µm – beberapa mm) tembus cahaya, terdapat patahan hablur dan kilauan mutiara, bau dan rasa khas lemah, tidak tengik. Kelarutan dari spermaceti adalah (kalau tidak disebutkan lain pada suhu 20ºC) larut dalam aseton (2-3 mg/ml), Kloroform (400-500 mg/ml), Diklormetana (300-400 mg/ml), Etanol 95% (< 0,1 mg/ml), Etanol 95% (> 400 mg/ml pada 78ºC) Etil asetat (12-15 mg/ml), air (<0,01 mg/ml), larut dalam eter dan minyak menguap. Spermaceti digunakan sebagai stiffening agent dan emolien pada salep dan krim (Anonim, 2001).

d. Adeps lanae

Lanolin atau yang sering disebut adeps lanae adalah zat berupa lemak yang dimurnikan diperoleh dari bulu domba yang dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih dari 0,25 %. Boleh mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih dari 0.02 %. Penambahan air dapat dicampurkan ke dalam lanolin dengan pengadukan. Massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas. Kelarutan dari adeps lanae yaitu tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang dua kali beratnya; agak sukar larut dalam etanol dingin; lebih larut dalam etanol panas; mudah larut

(11)

commit to user

dalam eter dan dalam kloroform. Jarak lebur bahan adeps lanae ini pada suhu 38°-44° C (Anonim, 1979).

e. Tween 80

Tween 80 adalah kelompok ikatan sorbitan ester yang dibentuk oleh reaksi antara sorbitol dan asam lemak juaga etilen oksida, sehingga membentuk senyawa dengan lapisan yang aktif (Emulsifying agent), yaitu zat untuk membuat bentuk campuran emulsi. Rentang pemakaian pada krim tipe M/A 1-15. Bentuk cairan kental; serti minyak, jernih, kuning, bau asam lemak, khas. Kelarutan mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P ; dalam etil asetat P dan dalam methanol P, sukar larut dalam paraffin cair P dan dalam minyak biji kapas P. Sebagai zat tambahan (Anonim, 1979).

f. Propilenglikol

Polietilen glikol merupakan polimer bahan dari etilenoksida dan ditunjukkan dengan rumus umum H(OCH2CH2)nOH. Bentuk padat biasanya praktis tidak berbau dan tidak berasa, putih, licin seperti plastik mempunyai konsistensi seperti malam, serpihan butiran atau serbuk, putih gading. Bentuk cair bercampur dengan air, bentuk padat mudah larut dalam air; larut dalam aseton, dalam etanol 95%, tidak larut dalam eter (Anonim, 1995).

g. Aquadest

Air suling merupakan air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai. Cairan ini harus memenuhi persyaratan jernih, tidak berwarna, tidak berbau. pH dari air suling ini antara 5 -7 (Anonim, 1995).

(12)

commit to user B. Kerangka Pemikiran

Daging buah mahkota dewa digunakan untuk mengobati luka, alergi. Daging buah mahkota dewa banyak mengandung flavonoid sebagai zat yang berkhasiat sebagai antihiperglikemia dan antioksidan. Tanaman ini menunjukkan efek antioksidan, anti-inflamasi, antimikroba.

Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% yang digunakan untuk pemakaian luar, dan dapat digunakan sebagai pelindung, pelunak kulit dan sebagai vehiculum (pembawa). Pada sediaan krim terdapat bahan penting dalam formulasi yaitu basis yang merupakan faktor yang sangat menentukan kecepatan pelepasan aksi dari obat, yang nantinya akan mempengaruhi khasiat atau kestabilan terapi. Basis yang digunakan yaitu Minyak zaitun memiliki aroma dan rasa yang sangat khas. Aromanya wangi sehingga minyak ini dipakai untuk aromaterapi, untuk melembabkan kulit. Buah ini mengandung unsur-unsur vitamin A dan D, yang memiliki fungsi kesehatan. Minyak wijen mengandung dua antioksidan penting yang diyakini dapat mempertinggi integritas sel dan fungsi jaringan tubuh yang sehat. Antioksidan tersebut adalah sesamin dan sesamolin.

Penelitian ini dilakukan dengan membuat ekstrak buah mahkota dewa menjadi sediaan krim dengan membandingkan basis minyak zaitun dan minyak wijen dengan tipe M/A dipilih karena basis ini lebih disukai karena mudah dicuci dan tidak membekas (Voight, 1984). Basis krim minyak zaitun bersifat tidak tahan pemanasan, karena memiliki ikatan karbon ganda yang mudah terhidrolisis. Dan basis minyak wijen bersifat lebih tahan pemanasan dibandingkan minyak

(13)

commit to user

lainnya, hal ini mempengaruhi terhadap kestabilan krim ekstrak buah mahkota dewa. Sediaan krim baiknya memenuhi syarat sediaan krim yang ditentukan, yaitu lunak, terdistribusi merata, homogen dan stabil dari minggu ke minggu.

C. HIPOTESIS

1. Ekstrak buah mahkota dewa dapat dibuat menjadi krim ekstrak buah mahkota dewa dengan basis minyak zaitun dan ekstrak buah mahkota dewa minyak wijen dengan stabilitas yang baik.

2. Perbedaan basis dalam krim ekstrak buah mahkota dewa mempengaruhi stabilitas serta sifat fisiknya.

Referensi

Dokumen terkait

71 wakaf mampu untuk menunjukkan kapabilitasnya sebagai sebuah sistem pendistribusian ekonomi (dalam hal harta kekayaan) dan sebagai lembaga keuangan nirlabag,

Untuk menjaga agar selama penyimpanan viabilitas benih tetap dapat dipertahankan, maka benih yang disimpan haruslah benih yang mempunyai mutu fisik dan fisiologis yang tinggi

Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012, selanjutnya disingkat HET adalah harga jual tertinggi obat generik di apotek, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya

Sedangkan asumsi perhitungan keuangan pada budidaya pembesaran menggunakan benih kan yang berasal dari pendederan oleh pembudidaya lain dengan berat awal 200- 250 gram

Dari pemaparan yang telah diuraikan, fenomena-fenomena tersebut yang menjadi latar belakang penulis melakukan penelitian tentang “Pengaruh Perilaku Konsumen dan

Saya menyambut gembira dan mengucapkan terimakasih kepada Koordinator Statistik Kecamatan Bati-Bati dalam usahanya membuat publikasi ini secara rutin dan juga

Contoh kritik sumber khususnya kritik Intern yang digunakan dalam skripsi yang berjudul “Hubungan Pasang Surut Australia-Indonesia Pada Masa John Howard Tahun