6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Kalimantan
Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada sektor
pertambangan batubara dan pertambangan lainnya di Kalimantan dalam rangka
mengantisipasi rencana pemerintah mengembangkan Kalimantan sebagai pusat
produksi dan pengolahan pertambangan nasional. Besaran dampak yang akan
dihitung mencakup antara lain (1) perubahan nilai tambah faktor produksi, (2)
perubahan pendapatan Rumahtangga, dan (3) penambahan pendapatan sektor
produksi. Analisis dilakukan pada tingkat nasional maupun regional (Kalimantan
dan non Kalimantan).
6.1.1. Perubahan Nilai Tambah Faktor Produksi
Besarnya dampak kebijakan kenaikan investasi sebesar 10 persen pada
sektor pertambangan batubara terhadap nilai tambah faktor produksi ditampilkan
pada Tabel 18. Berdasarkan data pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa dengan
adanya kebijakan kenaikan investasi sebesar 10 persen di sektor pertambangan
batubara, maka total nilai tambah Faktor Produksi dalam perekonomian nasional
akan bertambah sebesar Rp. 315.23 miliar atau naik sebesar 0.0061 persen.
Pendapatan Faktor Produksi di Kalimantan bertambah sebesar Rp. 64.53 miliar
atau naik sebesar 0.0131 persen, dan di non Kalimantan sebesar Rp. 250.70 miliar
atau naik sebesar 0.0053 persen. Bila dilihat sebarannya, adanya kenaikan
investasi sektor pertambangan di Kalimantan ternyata tambahan pendapatan
Tabel 18. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan Batubara Sebesar 10 persen terhadap Penambahan Pendapatan di Faktor Produksi
Faktor Produksi
Kalimantan Non Kalimantan
Nilai (Juta rupiah) Kenaikan (Persen) Peran terhadap Nasional (Persen) Nilai (Juta rupiah) Kenaikan (Persen) Peran terhadap Nasional (%) Pertanian 778.63 0.01 6.14 11 898.48 0.00 93.86 Produksi, Operator Alat angkutan dan buruh kasar 6 031.93 0.02 14.30 36 139.72 0.01 85.70 Tata Usaha, Penjualan, Jasa-jasa 4 747.43 0.02 10.18 41 907.09 0.01 89.82 Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi 1 068.15 0.01 11.11 8 546.73 0.01 88.89 Tenaga Kerja 12 626.15 0.01 11.36 98 492.01 0.01 88.64 Kapital 51 906.36 0.01 25.43 152 207.76 0.01 74.57 Total 64 532.51 0.01 20.47 250 699.78 0.01 79.53
Sumber : IRSAM Kalimantan-NonKalimantan Updating, 2008 (diolah)
Pada perekonomian Kalimantan, kenaikan pendapatan tertinggi terjadi pada
tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, dan buruh kasar yaitu sekitar
0,0206 persen. Fenomena tersebut terjadi juga di non-Kalimantan, tambahan
pendapatan tertinggi terjadi pada tenaga kerja produksi, operator alat angkut dan
pekerja kasar, yaitu sekitar 0,0076 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor
pertambangan batubara dan pertambangan lainnya banyak membutuhkan jasa dari
jenis tenaga kerja ini.
Bila kita amati secara khusus pada faktor produksi tenaga kerja, jenis tenaga
kerja produksi, operator alat angkutan dan buruh kasar juga memperoleh bagian
terbesar dari distribusi total kenaikan nilai tambah faktor produksi. Namun
demikian distribusi pendapatan terbesar lebih banyak dirasakan dari tenaga kerja
produksi, operator alat angkut dan pekerja kasar yang ada diluar Kalimantan. Ini
mengindikasikan bahwa sektor pertambangan batubara dan pertambangan lainnya
Begitu juga halnya dengan pendapatan modal, sebagian besar dari distribusi total
kenaikan nilai tambah faktor modal yaitu sekitar 74,57 persen akan diterima oleh
modal yang berasal dari luar Kalimantan, dan sisanya 25.43 persen ada di luar
Kalimantan. Hal ini berarti bahwa peningkatan investasi sebesar 10 persen di
sektor pertambangan tambahan pendapatan faktor produksi banyak mengalir ke
luar wilayah.
6.1.2. Perubahan Pendapatan Rumahtangga
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa faktor produksi dimiliki oleh
Rumahtangga, sehingga pendapatannya harus dibagi diantara golongan
Rumahtangga. Tabel 19 menunjukkan besarnya dampak kebijakan kenaikan
investasi sebesar 10 persen pada sektor pertambangan batubara dan pertambangan
lainnya, ternyata mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga nasional sebesar
Rp. 182.32 miliar atau meningkat sebesar 0.0053 persen. Pendapatan rumahtangga
di Kalimantan bertambah sebesar Rp. 19.59 miliar atau naik sebesar 0.0130
persen dan pendapatan rumahtangga di non Kalimantan bertambah sebesar Rp.
162.73 miliar.
Tabel 19. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan Batubara Sebesar 10 persen terhadap Penambahan Pendapatan Rumahtangga
Wilayah
Golongan Pendapatan Rumahtangga
Kalimantan Non Kalimantan Nilai (Juta rupiah) Kenaikan (Persen) Peran terhadap Nasional (Persen) Nilai (Juta rupiah) Kenaikan (Persen) Peran terhadap Nasional (Persen) D esa Rendah 665.63 0.01 4.06 15 712.80 0.00 95.94 Sedang 1 765.11 0.01 5.05 33 155.30 0.00 94.95 Tinggi 4 459.68 0.01 38.85 7 019.09 0.00 61.15 K o ta Rendah 1 368.87 0.01 19.03 5 825.57 0.01 80.97 Sedang 3 875.89 0.01 8.02 44 445.51 0.01 91.98 Tinggi 7 451.85 0.01 11.64 56 570.47 0.01 88.36
Total Runah Tangga Desa 6 890.42 0.01 10.98 55 887.19 0.00 89.02 Total Rumahtangga Kota 12 696.61 0.01 10.62 106 841.56 0.01 89.38 Total Rumahtangga 19 587.03 0.01 10.74 162 728.75 0.01 89.26
Bila dilihat dampaknya secara spasial (desa-kota), terlihat bahwa dampak
dari kebijakan kenaikan investasi sebesar 10 persen pada sektor pertambangan
batubara terbesar dampaknya terjadi di perkotaan, baik di wilayah Kalimantan
maupun non Kalimantan. Sedangkan bila dilihat berdasarkan kelompok
rumahtangga, pada perekonomian Kalimantan pertumbuhan tertinggi terjadi pada
rumahtangga pendapatan tinggi kota (0.0136) dan di non-Kalimantan terjadi pada
rumahtangga berpendapatan sedang (0.0057)
6.1.3. Perubahan Pendapatan Sektor Produksi
Kebijakan kenaikan investasi sebesar 10 persen pada sektor pertambangan
batubara dan pertambangan lainnya di Kalimantan berdampak pada peningkatan
pendapatan di sektor produksi secara nasional sebesar Rp. 1 159.61 miliar.
Pendapatan sektor produksi di Kalimantan bertambah sebesar Rp. 197.09 miliar
atau meningkat sebesar 0.0189 dan pendapatan faktor produksi non-Kalimantan
meningkat sebesar Rp 962.51 miliar atau 0.00743 persen
Bila diamati pertumbuhan menurut sektor ekonomi, pada perekonomian
Kalimantan, sektor yang pertumbuhannya paling tinggi adalah bangunan (0.1493
persen) dan terendah ada di sektor industri alas kaki. Sedangkan dalam
perekonomian non-Kalimantan adalah sektor industri mesin listrik dan
perlengkapannya (0.0693 persen) dan terendah terjadi di sektor bangunan (0.0005
persen). Secara lengkap bagaimana dampak dari tambahan pendapatan di setiap
sektor ekonomi baik yang terjadi di wilayah Kalimantan maupun non-Kalimantan
Tabel 20. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan Batubara Sebesar 10 persen terhadap Penambahan Sektor Produksi
No Sektor Produksi
Kalimantan Non Kalimantan
Nilai (juta rupiah) Kenaikan (persen) Distribusi (persen) Nilai (juta rupiah) Kenaikan (persen) Distribusi (persen) 1 Padi 112.74 0.0010 2.64 4 150.68 0.0028 97.36 2 Tanaman Bahan Makanan
Lainnya
445.84 0.0068 5.38 7 838.83 0.0041 94.62 3 Tanaman Perkebunan 1 478.22 0.0058 12.31 10 526.66 0.0039 87.69 4 Peternakan Dan
Hasil-Hasilnya
918.48 0.0068 9.30 8 955.19 0.0045 90.70 5 Kehutanan 2 479.80 0.0182 66.58 1 244.80 0.0024 33.42 6 Perikanan 703.73 0.0051 11.69 5 316.03 0.0033 88.31 7 Pertambangan Minyak,
Gas Dan Panas Bumi
10 269.05 0.0072 30.75 23 121.46 0.0051 69.25 8 Pertambangan Batubara
Dan Tambang Lainnya
3 981.07 0.0045 29.97 9 304.54 0.0041 70.03 9 Pengilangan Minyak Bumi 17 774.38 0.0072 48.43 18 924.55 0.0041 51.57 10 Indutri Kelapa Sawit 707.45 0.0050 10.06 6 324.82 0.0023 89.94 11 Industri Pengolahan Hasil
Laut
216.16 0.0072 4.42 4 670.41 0.0033 95.58 12 Industri Makanan Dan
Minuman
1 255.53 0.0051 3.31 36 624.43 0.0036 96.69 13 Industri Tekstil Dan
Produk Tekstil
105.24 0.0124 1.02 10 183.45 0.0018 98.98 14 Industri Alas Kaki 0.00 0.0000 0.00 2 556.89 0.0031 100.00 15 Industri Barang Kayu,
Rotan Dan Bambu
8 530.70 0.0137 59.99 5 689.00 0.0017 40.01 16 Industri Pulp Dan Kertas 1 356.76 0.0098 11.49 10 453.10 0.0029 88.51 17 Industri Karet Dan Barang
Dari Karet
2 494.77 0.0209 9.89 22 735.83 0.0079 90.11 18 Industri Petrokimia 2 954.39 0.0101 7.80 34 915.66 0.0105 92.20 19 Industri Semen 0.00 0.0000 0.00 3 675.53 0.0043 100.00 20 Industri Dasar Besi Dan
Baja Dan Logam Dasar Bukan Besi
279.87 0.0375 1.01 27 363.24 0.0199 98.99
21 Industri Barang Dari Logam
0.00 0.0000 0.00 13 237.75 0.0134 100.00 22 Industri Mesin Listrik Dan
Peralatan Listrik
0.00 0.0000 0.00 413 363.91 0.0693 100.00 23 Industri Alat Anggkutan
Dan Perbaikannya
245.85 0.0126 1.29 18 863.01 0.0041 98.71 24 Industri Lainnya 4 048.80 0.0736 23.65 13 067.44 0.0056 76.35 25 Listrik, Gas Dan Air
Bersih
1 409.97 0.0140 7.53 17 317.76 0.0049 92.47 26 Bangunan 91 234.59 0.1493 94.30 5 512.43 0.0005 5.70 27 Perdagangan 17 363.78 0.0220 16.68 86 728.76 0.0061 83.32 28 Hotel Dan Restoran 1 837.59 0.0145 16.09 9 585.96 0.0017 83.91 29 Angkutan Darat 3 550.19 0.0178 14.01 21 794.29 0.0056 85.99 30 Angkutan Air 5 744.43 0.0159 38.34 9 238.62 0.0062 61.66 31 Angkutan Udara 1 107.53 0.0065 14.57 6 495.03 0.0032 85.43 32 Komunikasi 2 425.61 0.0150 13.62 15 378.79 0.0066 86.38 33 Lembaga Keuangan 10 113.79 0.0369 15.01 57 259.49 0.0081 84.99 34 Pemerintahan Umum Dan
Pertahanan
359.23 0.0019 4.71 7 262.37 0.0038 95.29 35 Jasa-Jasa Lainya 1 588.68 0.0100 11.02 12 830.74 0.0029 88.98
Total 197 094.22 0.0189 17.00 962 511.46 0.0074 83.00
Apabila diperhatikan distribusi dari total kenaikan pendapatan sektor,
terlihat bahwa sektor produksi di luar Kalimantan rata-rata memperoleh bagian
lebih besar dibandingkan dengan bagian pendapatan yang diterima oleh sektor
yang ada di Kalimantan, terkecuali sektor kehutanan, sektor industri pengolahan
kayu dan sektor konstruksi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa adanya
kenaikan investasi di sektor pertambangan di Kalimantan sebesar 10 persen
dampaknya pada sektor produksi banyak terjadi atau mengalir ke luar wilayah.
6.1.4. Perubahan Penyerapan Tenaga Kerja
Kebijakan kenaikan investasi sebesar 10 persen pada sektor pertambangan
batubara dan pertambangan lainnya berdampak pada penyerapan tenaga kerja
secara nasional sebesar 4 778 orang. Pada perekonomian Kalimantan mampu
menyerap tenaga kerja sebanyak 905 orang atau meningkat sebesar 0.0158 persen,
dan di luar Kalimantan terserap sebanyak 3 873 orang atau meningkat sebesar
0.004022. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa adanya peningkatan investasi
di Kalimantan dampak penyerapan tenaga kerjanya banyak terjadi di luar wilayah.
Hal ini bisa terjadi karena dalam penambahan barang-barang modal untuk
kegiatan pertambangan di Kalimantan sebagian besar berasal dari luar wilayah,
sehingga sektor ekonomi penyedia barang modal tersebut ekonominya tumbuh
dan pada akhirnya juga terjadi penyerapan tenaga kerja pada daerah tersebut.
Pada perekonomian Kalimantan, penyerapan tenaga kerja tertinggi ada di
sektor konstruksi, yaitu sebesar 387 orang atau meningkat sebesar 0.1493 persen.
Sektor lainnya yang juga daya serap tenaga kerjanya cukup tinggi adalah sektor
perdagangan, yaitu sebesar 162 orang atau meningkat sebesar 0.0219 persen.
Secara keseluruhan, dampak dari adanya kenaikan investasi sebesar 10 persen
terhadap penyerapan tenaga kerja tidak terlalu besar dan hanya terjadi di beberapa
Tabel 21. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan Sebesar 10 persen terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
No Sektor Produksi
Kalimantan Non Kalimantan
T. Kerja (orang) Kenaikan (persen) Distribusi (persen) T. Kerja (orang) Kenaikan (persen) Distribusi (persen) 1 Padi 12.83 0.0010 3.02 412.44 0.0028 96.98 2 Tanamana Bahan Makanan Lainnya 3.74 0.0068 1.28 288.23 0.0041 98.72 3 Tanaman Perkebunan 78.89 0.0058 15.30 436.70 0.0039 84.70 4 Peternakan Dan
Hasil-Hasilnya
3.70 0.0068 1.95 185.53 0.0046 98.05 5 Kehutanan 28.78 0.0182 68.60 13.18 0.0024 31.40 6 Perikanan 7.64 0.0052 12.23 54.82 0.0033 87.77 7 Pertambangan Minyak,
Gas Dan Panas Bumi
1.21 0.0071 16.22 6.26 0.0050 83.78 8 Pertambangan Batubara
Dan Tambang Lainnya
8.33 0.0048 21.69 30.07 0.0041 78.31 9 Pengilangan Minyak
Bumi
0.87 0.0071 57.93 0.63 0.0041 42.07 10 Indutri Kelapa Sawit 0.29 0.0050 12.46 2.01 0.0023 87.54 11 Industri Pengolahan
Hasil Laut
0.49 0.0072 8.93 5.02 0.0033 91.07 12 Industri Makanan Dan
Minuman
2.96 0.0051 2.68 107.73 0.0036 97.32 13 Industri Tekstil Dan
Produk Tekstil
0.46 0.0124 1.93 23.54 0.0018 98.07 14 Industri Alas Kaki 0.00 0.0000 0.00 14.11 0.0032 100.00 15 Industri Barang Kayu,
Rotan Dan Bambu
22.69 0.0137 44.37 28.45 0.0017 55.63 16 Industri Pulp Dan Kertas 0.11 0.0098 2.04 5.38 0.0029 97.96 17 Industri Karet Dan
Barang Dari Karet
0.58 0.0209 1.94 29.57 0.0079 98.06 18 Industri Petrokimia 0.53 0.0101 1.70 30.52 0.0105 98.30 19 Industri Semen 0.00 0.0000 0.00 1.43 0.0043 100.00 20 Industri Dasar Besi Dan
Baja Dan Logam Dasar Bukan Besi
0.17 0.0375 0.75 21.87 0.0199 99.25
21 Industri Barang Dari Logam
0.00 0.0000 0.00 51.38 0.0134 100.00 22 Industri Mesin Listrik
Dan Peralatan Listrik
0.00 0.0000 0.00 75.87 0.0693 100.00 23 Industri Alat Anggkutan
Dan Perbaikannya
0.68 0.0126 8.51 7.32 0.0041 91.49 24 Industri Lainnya 36.56 0.0736 14.59 214.06 0.0056 85.41 25 Listrik, Gas Dan Air
Bersih
0.76 0.0140 7.17 9.86 0.0049 92.83 26 Bangunan 387.46 0.1493 94.78 21.36 0.0005 5.22 27 Perdagangan 162.02 0.0220 14.30 970.65 0.0061 85.70 28 Hotel Dan Restoran 26.40 0.0146 28.01 67.83 0.0018 71.99 29 Angkutan Darat 36.21 0.0178 13.15 239.09 0.0056 86.85 30 Angkutan Air 7.40 0.0159 40.98 10.67 0.0063 59.02 31 Angkutan Udara 0.12 0.0065 6.96 1.61 0.0032 93.04 32 Komunikasi 5.03 0.0150 10.91 41.07 0.0066 89.09 33 Lembaga Keuangan 9.71 0.0369 15.40 53.33 0.0081 84.60 34 Pemerintahan Umum Dan Pertahanan 2.74 0.0019 2.60 102.61 0.0038 97.40 35 Jasa-Jasa Lainya 48.88 0.0100 13.69 308.28 0.0028 86.31 Total 898.24 0.0158 18.83 3 872.46 0.0040 81.17
Sebaliknya, Pada perekonomian non-Kalimantan, daya serap tenaga kerja
nya cukup besar dan sebarannya relatif lebih baik bila dibandingkan dengan
Kalimantan. Sektor yang paling tinggi daya serap tenaga kerjanya adalah sektor
perdagangan, yaitu sebesar 970 orang atau meningkat sebesar 0.0061 persen.
6.1.5. Analisis Jalur Struktural
Menurut Defourney dan Thorbecke (1984), analisis jalur dapat digunakan
untuk mengidentifikasi seluruh transmisi yang mungkin terjadi akibat pengaruh
suatu kebijakan yang dikeluarkan di dalam perekonomian. Dengan menggunakan
metode ini ke dalam suatu kerangka Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE),
dipercaya dapat membantu pengambil kebijakan di dalam menentukan transmisi
atau jalur penting yang ditimbulkan akibat pengaruh dari kebijakan yang
dikenakan dalam suatu sistem makro ekonomi. Transmisi dalam bab ini akan
dilihat dari dua aspek yakni dari sisi kenaikan investasi dan output sektor
pertambangan batubara dan tambang lainnya di Kalimantan
6.1.6. Transmisi Jalur Peningkatan Investasi terhadap Pembentukan Output Sektor Pertambangan di Kalimantan
Tabel 22 memperlihatkan pengaruh investasi barang modal di sektor
pertambangan batubara terhadap output dari sektor pertambangan batubara itu
sendiri. Dari berbagai jenis barang modal seperti mesin-mesin, alat transportasi,
bangunan, dan barang modal lainnya (baik yang berasal dari Kalimantan maupun
dari luar Kalimantan), terlihat bahwa barang modal dari industri lainnya yang
berasal dari dalam pulau Kalimantan memberikan pengaruh global paling besar
bila dibandingkan dengan barang modal lainnya (16.4 persen). Artinya, bila
investasi barang modal tersebut dinaikkan sebesar 1 rupiah, maka akan
memberikan nilai tambah terhadap output sebesar 0.164 rupiah,. dan bila
sektor pertambangan batubara mempunyai persentase TI/GI pada jalur tersebut
sebesar 89.5 persen, menandakan bahwa jalur langsung antara investasi barang
modal lainnya dengan output sektor tambang batubara telah menjelaskan 89,5
persen dari ke seluruhan jalur yang terjadi.
Tabel 22. Analisis Jalur Investasi Barang Modal terhadap Pembentukan Ouput Pertambangan di Pulau Kalimantan
Destinasi
Jalur Wilayah Jalur
Pengaruh Global (GI) Pengaruh Langsung (DI) Path Multiplier Pengaruh Total (TI) TI/GI (persen) Kum TI/GI (persen) (1) (2) (3) (3) (4) (5) (6) (7) (8) S ek to r P ertam b an g an Ba tu b ara d an Lai n n y a d i P u la u Ka li m an tan Ka li m an tan S49-S33 0.01 0.006 1.010 0.006 62.0 62.0 S51-S33 0.017 0.008 1.038 0.008 45.5 45.5 S51-S105-S33 0.001 1.045 0.001 7.0 52.5 S51-S106-S33 0.002 1.152 0.002 11.1 63.7 No n Ka li m an tan S108-S106-S33 0.018 0.004 1.430 0.005 27.7 27.7 S109-S106-S33 0.018 0.004 1.686 0.007 37.6 37.6 S110-S33 0.058 0.039 1.065 0.042 71.8 71.8 S110-S94-S33 0.002 1.247 0.002 3.3 75.2 S110-S106-S33 0.002 1.181 0.003 4.3 79.5 S110-S111-S33 0.001 1.246 0.002 3.1 82.7
Sumber: IRSAM Kalimantan-NonKalimantan Updating , 2008 (diolah) Keterangan : S = Sektor Produksi
S33 = Sektor pertambangan dan lainnya di Kalimantan ;S51 = Sektor Konstruksi di Kalimantan ; S49 = Sektor industri lainnya di Kalimantan ;S105 = Sektor industri semen diluar Kalimantan ; S106 = Sektor industri logam dasar diluar Kalimantan ; S108 = Sektor industri mesin listrik diluar Kalimantan ; S110 = Sektor industri lainnya diluar Kalimantan; S111 = Sektor LGA diluar Kalimantan ; S113 = Sektor industri angkutan diluar Kalimantan ; S94 = Sektor pertambangan dan lainnya di luar Kalimantan
Berdasarkan dari Tabel 22, investasi barang modal konstruksi yang berasal
dari dalam Kalimantan mempunyai pengaruh global terbesar berikutnya, yaitu
sebesar 0.052, diikuti oleh industri lainnya yang berasal dari luar Kalimantan
dengan pengaruh global sebesar 0.037. Adapun peralatan transportasi yang berasal
dari luar pulau Kalimantan memberikan pengaruh global terkecil, yaitu sebesar
Berdasarkan Gambar 15 dapat dilihat bahwa terdapat 3 jenis barang modal
asal pulau luar Kalimantan dengan transmisi yang terjadi mempunyai tingkat
signifikansi yang cukup besar, yaitu industri listrik, industri transportasi dan
industri lainnya. Sedangkan jenis barang modal asal pulau Kalimantan yang
mempunyai nilai signifikasnsi terbesar, yaitu konstruksi, alat transportasi dan
industri lainnya.
Sumber: IRSAM Kalimantan-NonKalimantan Updating , 2008 (diolah)
Keterangan : S = Sektor Produksi; S33 = Sektor pertambangan dan lainnya di Kalimantan ;S51 = Sektor Konstruksi di Kalimantan ; S49 = Sektor industri lainnya di Kalimantan ;S105 = Sektor industri semen diluar Kalimantan ; S106 = Sektor industri logam dasar diluar Kalimantan ; S108 = Sektor industri mesin listrik diluar Kalimantan ; S110 = Sektor industri lainnya diluar Kalimantan; S111 = Sektor LGA diluar Kalimantan ; S113 = Sektor industri angkutan diluar Kalimantan ; S94 = Sektor pertambangan dan lainnya di luar Kalimantan
Gambar 15. Analisis Jalur Investasi Barang Modal Interregional terhadap Sektor Pertambangan Batubara di Pulau Kalimantan
Analisis berikutnya yang ingin diketahui adalah seberapa besar pengaruh
dari investasi barang modal interregional dan intraregional ke sektor
pertambangan sektor batubara dan tambang lainnya di Pulau Kalimantan terhadap S33 S49 GI: 0.01 S51 GI: 0.017 S105 S106 S108 GI: 0.018 S109 GI: 0.018 S110 GI: 0.058 S94 S111
institusi baik rumahtangga maupun perusahaan yang ada di pulau Kalimantan
maupun yang ada di luar pulau Kalimantan.
Tabel 23. Analisis Jalur Investasi Sektor Pertambangan di Pulau Kalimantan Terhadap Pendapatan Institusi di Kalimantan dan Non Kalimantan
Destinasi
Jalur Wilayah Jalur
Pengaruh Global (GI) Pengaruh Langsung (DI) Path Multiplier Pengaruh Total (TI) TI/GI (persen) Kum TI/GI (persen) (1) (2) (3) (3) (4) (5) (6) (7) (8) S ek to r P ertam b an g an Ba tu b ara d an Lai n n y a d i P u lau Ka li m an tan Ka li m an tan S49-S33-FP17-I25 0.046 0.001 1.257 0.002 3.3 3.3 S49-S33-FP17-I86 0.103 0.001 1.366 0.001 1.4 1.4 S51-S33-FP17-I25 0.169 0.002 1.291 0.002 1.2 1.2 S51-S33-FP17-I86 0.304 0.001 1.402 0.002 0.6 0.6 Non Kalima ntan S110-S33-FP17-I25 0.051 0.008 1.325 0.011 21.1 21.1 S110-S33-FP17-I86 0.455 0.007 1.437 0.010 2.2 2.2
Sumber: IRSAM Kalimantan-NonKalimantan Updating , 2008 (diolah
Keterangan : S = Sektor Produksi ; FP = Faktor Produksi ; I = Institusi S33 = Sektor pertambangan dan lainnya di Kalimantan ; FP17 = Kapital; S45 = Sektor industri logam dasar di Kalimantan ; FP6 = TK Produksi dibayar di kota di Kalimantan ; S51 = Sektor Konstruksi di Kalimantan ; FP10 = TK Tata Usaha/Penjualan dibayar di kota di Kalimantan ; S43 = Sektor industri kimia di Kalimantan ; FP14= TK Profesional dibayar di kota di Kalimantan ; S49 = Sektor industri lainnya di Kalimantan ; I25 = Perusahaan di Kalimantan ; I86 = Perusahaan di luar Kalimantan ; S110 = Sektor industri lainnya diluar Kalimantan ; I23 = RT Gol Menengah di Kota di Kalimantan ; I24 = RT Gol Atas di Kota di Kalimantan
Berdasarkan Tabel 23 terlihat bahwa simulasi kebijakan yang dikenakan
pada sektor tambang batubara memberikan pengaruh terbesar terhadap perusahaan
baik di Kalimantan maupun di luar Kalimantan dibandingkan dengan pengaruh
yang ditransmisikan ke Rumahtangga. Hal ini sesuai dengan karekteristik sektor
pertambangan batubara yang lebih berpihak ke pemilik kapital sehingga
pendapatan yang diterima oleh perusahaan jauh lebih tinggi dibanding yang
Sumber: IRSAM Kalimantan-NonKalimantan Updating , 2008 (diolah
Keterangan : S = Sektor Produksi ; FP = Faktor Produksi ; I = Institusi S33 = Sektor pertambangan dan lainnya di Kalimantan ; FP17 = Kapital; S45 = Sektor industri logam dasar di Kalimantan ; FP6 = TK Produksi dibayar di kota di Kalimantan ; S51 = Sektor Konstruksi di Kalimantan ; FP10 = TK Tata Usaha/Penjualan dibayar di kota di Kalimantan ; S43 = Sektor industri kimia di Kalimantan ; FP14= TK Profesional dibayar di kota di Kalimantan ; S49 = Sektor industri lainnya di Kalimantan ; I25 = Perusahaan di Kalimantan ; I86 = Perusahaan di luar Kalimantan ; S110 = Sektor industri lainnya diluar Kalimantan ; I23 = RT Gol Menengah di Kota di Kalimantan ; I24 = RT Gol Atas di Kota di Kalimantan
Gambar 16. Analisis Jalur Investasi Barang Modal Interregional dan Intraregional Sektor Pertambangan terhadap Pendapatan Institusi
Rumahtangga yang menerima pendapatan yang terdeteksi SPA adalah
golongan Rumahtangga menengah dan golongan tinggi kota di Kalimantan,
sedangkan Rumahtangga diluar Kalimantan hampir tidak menikmati karena
dengan adanya investasi ini lebih banyak diserap oleh perusahaan-perusahaan S49 GI: 0.046 S51 GI: 0.169 S110 GI: 0.051 S33 FP17 I25 Kalimantan Non Kalimantan S49 GI: 0.103 S51 GI: 0.304 S110 GI: 0.455 S33 FP17 I86
yang ada di luar Kalimantan. Rumahtangga golongan menengah di kota di
Kalimantan, dengan pengaruh global sebesar 0.024, ditransmisikan melalui sektor
pertambangan batubara dan tambang lainnya yang ditransmisikan kembali melalui
tenaga kerja penjualan dan tata usaha dibayar di kota di Kalimantan. Sedangkan
Rumahtangga golongan atas di kota di Kalimantan, dengan pengaruh global
sebesar 0.044, ditransmisikan melalui sektor pertambangan batubara dan tambang
lainnya yang ditransmisikan kembali melalui tenaga kerja profesional dibayar di
kota di Kalimantan. Dengan demikian, dapat disimpulkan investasi barang modal
sektor batubara dan tambang lainnya di Pulau Kalimantan terhadap pendapatan
institusi di Kalimantan dan diluar Kalimantan lebih berdampak ke peningkatan
pendapatan perusahaan baik di Kalimantan maupun diluar Kalimantan dan kepada
peningkatan Rumahtangga golongan atas dan menengah di kota di Kalimantan itu
sendiri.
6.1.7. Spilover Effect Akibat dari Investasi Barang Modal di Sektor Pertambangan Batubara dan tambang Lainnya di Kalimantan
Spillover effect pada dasarnya hendak menggambarkan dampak dari
kemajuan (guncangan output) suatu sektor produksi tertentu atau sekelompok
sektor produksi di suatu wilayah terhadap sektor-sektor produksi di wilayah lain,
baik secara individu maupun secara keseluruhan. Spillover effect ini dapat
dianalisis melalui efek multiplier interregional, teristimewa melalui dekomposisi
multiplier interregional (Rum Alim, 2006).
Dekomposisi multiplier interregional pada dasarnya hendak menjelaskan
tentang pengaruh berantai dari guncangan output (injeksi) pada salah satu sektor
produksi pada suatu wilayah terhadap perekonomian keseluruhan wilayah yang
sendiri, kemudian ke blok neraca lain dan akhirnya kembali ke blok neracanya
sendiri. Dalam kaitan ini, dekomposisi multiplier interregional terdiri atas: (1)
Own effect (Mr1) menunjukkan efek guncangan output dalam region yang sama,
(2) interregional open-loop multiplier effect (Mr2) menunjukan efek guncangan
output interregional yaitu efek guncangan output dari satu region ke region
lainnya, dan (3) closed-loop multiplier effect within region (Mr3) menunjukkan
efek guncangan output yang kembali pada blok neraca semula.
Dekomposisi dalam konsep interregional secara keseluruhan
menggambarkan efek total multiplier yang terjadi melalui Own Effects, Open
Loop Effects, dan Closed Loop Effects, sedangkan efek total multiplier
interregional (Mtot Interreg) terjadi melalui Open Loop Effects,dan Closed Loop
Effects, dan efek total multiplier intra region (Mtot Intra Reg) terjadi melaui Own
Effectsdan Closed Loop Effects.
Berdasarkan Tabel 24, terlihat bahwa koefisien multiplier Mtot Intra Reg
sebesar 0,0489, MTot Inter Reg sebesar 0.0488, dan Efek Total sebesar 0.0977.
Koefisien-koefisien tersebut menyatakan bahwa apabila terdapat guncangan
investasi di sektor pertambangan batubara dan lainnya di Kalimantan sebesar satu
unit rupiah memberikan Efek Total pada pendapatan di sektor tersebut sebesar
0.0977 unit rupiah yang terdistribusikan dari investasi di wilayah sendiri di
Kalimantan (intraregional) sebesar 0.0489 unit rupiah dan yang berasal dari
Tabel 24. Efek Total dari Investasi Sektor Pertambangan Batubara dan Tambang Lainnya di Kalimantan
Awal Guncangan Output
Efek Shock Investasi terhadap Sektor Pertambangan Own Effect Open Loop Effect Close Loop Effect Multiplier Kalimantan Industri Lainnya MTot Intra Regional 0.0191 0.0000 0.0041 0.0232 Konstruksi 0.0114 0.0000 0.0055 0.0169 Industri Alat Angkutan 0.0038 0.0000 0.0049 0.0087
Total Mtot Intra Regional 0.0343 0.0000 0.0146 0.0489
Non Kalimantan Industri Mesin MTot Inter Regional 0.0000 0.0001 0.0068 0.0069 Industri Alat Angkutan 0.0000 0.0000 0.0052 0.0052 Industri Lainnya 0.0000 0.0292 0.0076 0.0367 Total Mtot Inter Regional 0.0000 0.0293 0.0195 0.0488
Efek Total 0.0343 0.0293 0.0341 0.0977
Sumber: IRSAM Kalimantan-Non Kalimantan Updating, 2008 (diolah)
Efek dari intraregional sendiri lebih banyak didistribusikan dari barang
modal di sektor industri lainnya, begitu juga dari luar wilayah/interregional juga
lebih banyak didistribusikan dari barang modal di sektor industri lainnya. Bedanya
di wilayah sendiri (selain industri lainnya), ada yang didistribusikan dari sektor
industri alat angkutan dan sektor konstruksi sedangkan di luar wilayah
Kalimantan, ada yang didistribusikan dari sektor industri alat angkutan dan sektor
mesin yang ada di luar Kalimantan.
6.1.8. Rangkuman
1. Dampak peningkatan investasi sektor pertambangan di Kalimantan terhadap
faktor produksi, ternyata manfaatnya terbesar justru terjadi di luar Kalimantan.
Hal ini memberikan indikasi bahwa kepemilikan atas faktor produksi,
utamanya kapital banyak dimiliki oleh penduduk di luar Kalimantan
2. Dampak peningkatan investasi sektor pertambangan di Kalimantan terhadap
pendadapat rumahtangga, ternyata dampaknya juga banyak di nikmati oleh
banyak terdapat tenaga kerja di pertambangan Kalimantan yang bukan
penduduk Kalimantan, sehingga pendapatannya di transfer ke luar wilayah.
3. Pola yang sama juga pengaruhnya pada sektor produksi, banyaknya input
produksi yang tidak disediakan di Kalimanatan membuat peningkatan investasi
dampaknya juga lari ke luar wilayah.
6.2. Dampak Kenaikan Ekspor Sektor Pertambangan
Bagian ini akan menjelaskan dampak apabila terjadi lonjakan permintaan
produk pertambangan batubara dan pertambangan lainnya, baik untuk memenuhi
permintaan dunia maupun dalam negeri terhadap perekonomian nasional dan
regional. Dalam hal ini diasumsikan bahwa permintaannya (ekspor) produk
pertambangan batubara dan pertambangan lainnya naik sebesar 20 persen.
Adapun dampaknya terhadap perekonomian yang akan dilihat meliputi antara
lain: (1) perubahan nilai tambah faktor produksi dan (2) perubahan pendapatan
Rumahtangga.
6.2.1. Perubahan Nilai Tambah Faktor Produksi
Besarnya dampak dari peningkatan ekspor sektor pertambangan batubara
sebesar 20 persen terhadap nilai tambah faktor produksi ditampilkan pada Tabel
25. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa adanya kenaikan ekspor sebesar 20
persen di sektor pertambangan batubara dan pertambangan lainnya mampu
meningkatkan pendapatan faktor produksi secara nasional sebesar Rp. 17.62
triliun atau meningkat sebesar 0.3397 persen. Faktor Produksi di Kalimantan
bertambah sebesar Rp. 14.58 triliun atau meningkat sebesar 2.9616 persen dan di
non Kalimantan terjadi tambahan pendapatan Faktor Produksi sebesar Rp. 3.04
Pada perekonomian Kalimantan, distribusi tambahan pendapatan pada
Faktor Produksi ternyata alokasi terbesarnya ada pada faktor produksi kapital,
yaitu sebesar 81 persen dari total pendapatan Faktor Produksi yang tercipta di
Kalimantan. dan sisanya sebesar 19 persen untuk faktor produksi tenaga kerja.
Pada perekonomian non-Kalimantan, kondisinya agak sedikit berbeda, alokasi
pendapatan faktor produksi terdistribusi relatif lebih merata. Alokasi untuk faktor
produksi kapital sebesar 55.31 persen dan tenaga kerja sebesar 44.69 persen.
Tabel 25. Dampak Kenaikan Ekspor Pertambangan Batubara Sebesar 20 Persen terhadap Penambahan Pendapatan Faktor Produksi
Faktor Produksi
Kalimantan Non Kalimantan
Nilai (Juta rupiah) Kenaikan (%) Distribusi (%) Nilai (Juta rupiah) Kenaikan (%) Distribusi (%) Pertanian 69 134.69 0.50 0.47 314 423.74 0.10 10.34 Produksi, Operator Alat angkutan dan buruh kasar 1 268 636.27 4.32 8.70 358 301.08 0.08 11.78 Tata Usaha, Penjualan, Jasa-jasa 861 163.76 2.84 5.91 565 549.38 0.08 18.60 Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi 571 663.92 4.82 3.92 120 802.62 0.08 3.97 Tenaga Kerja 2 770 598.63 3.24 19.01 1 359 076.81 0.08 44.69 Kapital 11 806 924.12 2.90 80.99 1 681 775.73 0.06 55.31 Total 14 577 522.75 2.96 100.00 3 040 852.54 0.06 100.00
Sumber : IRSAM Kalimantan-NonKalimantan Updating, 2008 (diolah)
Pada sisi yang lain, pada perekonomian Kalimantan apabila dilihat dari
angka pertumbuhannya tertinggi diterima oleh tenaga kerja kepemimpinan,
militer, dan profesional, yaitu sebesar 4.8175 persen. Sedangkan pada
perekonomian non Kalimantan terjadi pada tenaga kerja pertanian, yaitu tumbuh
Khusus pada faktor produksi tenaga kerja di Kalimantan, distribusi total
kenaikan nilai tambah yang tertinggi diterima oleh tenaga kerja produksi operator
alat angkutan dan buruh kasar, yaitu sebesar 8.70 persen dengan kenaikan yang
juga relatif tinggi yaitu sekitar 4.3165 persen. Ini berarti, tenaga kerja produksi
operator alat angkutan dan buruh kasar di Kalimantan lebih banyak memperoleh
manfaat dari peningkatan output sektor pertambangan dibandingkan jenis tenaga
kerja yang lain. Ini disebabkan oleh nilai dampak pengganda neraca yang diterima
jenis tenaga kerja ini dari neraca sektor produksi, secara umum, relatif lebih tinggi
dibanding jenis tenaga kerja lainnya. Pada perekonomian non Kalimantan faktor
produksi tenaga kerja di non Kalimantan, distribusi total kenaikan nilai tambah
yang tertinggi diterima oleh tenaga kerja tata usaha, penjualan dan jasa, yaitu
sebesar 18.60 persen dengan kenaikan yang juga relatif tinggi yaitu sekitar 0.0775
persen.
6.2.2. Perubahan Pendapatan Rumahtangga
Pendapatan faktor produksi diatas selanjutanya didistribusikan ke
Rumahtangga atas kepemilikan atas faktor, sehingga pendapatannya harus dibagi
diantara golongan Rumahtangga. Tabel 26 menunjukkan besarnya dampak
peningkatan ekspor sektor pertambangan batubara dan pertambangan lainnya
terhadap pendapatan Rumahtangga di Kalimantan dan non-Kalimantan.
Berdasarkan Tabel 26 dapat dilihat bahwa peningkatan ekspor sektor
pertambangan batubara di Kalimantan sebesar 20 persen dapat meningkatkan
pendapatan rumahtangga dalam perekonomian nasional sebesar Rp. 7.85 triliun.
Rp. 4.23 tiliun atau meningkat sebesar 2.8007 persen, dan dalam perekonomina
non Kalimantan bertambah sebanyak Rp. 3.15 triliun atau meningkat sebesar
0.1022 persen.
Pada perekonomian Kalimantan, apabila dilihat dari distribusinya
berdasarkan desa-kota, terlihat bahwa, peningkatan pendapatan rumahtangga
terbesar terjadi pada rumahtangga kota (64.27 persen). Begitu juga pada
perekonomian non-Kalimantan, lebih banyak terdistribusi pada rumahtangga di
perkotaan (68.10 persen). Sementara itu, apabila dilihat berdasarkan kelompok
pendapatan rumahtangga, di Kalimantan pada wilayah perdesaan banyak
terdistribusi pada rumahtangga dengan pendapatan tinggi (23.77 persen) dan pada
wilayah perkotaan juga pada rumahtangga dengan pendapatan tinggi (37.53
persen. Sedangkan pada perekonomian non-Kalimantan, untuk wilayah perdesaan
pendapatan banyak terdistribusi pada rumahtangga berpendapatan sedang dan
wilayah perkotaan pada rumahtangga dengan pendapatan tinggi.
Tabel 26. Dampak Peningkatan Ekspor Pertambangan Batubara Sebesar 20 Persen terhadap Penambahan Pendapatan Rumahtangga
Wilaya h
Golongan Pendapatan Rumahtangga
Kalimantan Non Kalimantan
Nilai (Juta rupiah) Kenaikan (Persen) Distribusi (Persen) Nilai (Juta rupiah) Kenaikan (Persen) Distribus i (Persen) De sa Rendah 136 307.89 2.76 3.22 205 307.52 0.08 6.52 Sedang 370 131.23 2.55 8.74 510 106.68 0.08 16.19 Tinggi 1 006 584.55 2.87 23.77 289 430.23 0.10 9.19 Ko ta Rendah 310 181.72 2.69 7.33 111 246.11 0.11 3.53 Sedang 821 807.50 2.72 19.41 889 698.20 0.12 28.24 Tinggi 1 589 033.40 2.89 37.53 1 144 683.17 0.11 36.33 Total Runah Tangga Desa 1 513 023,66 2.77 35.73 1 004 844.43 0.09 31.90 Total Rumahtangga Kota 2 721 022,62 2.82 64.27 2 145 627.49 0.11 68.10 Total Rumahtangga 4 234 046,28 2.80 100.00 3 150 471.91 0.10 100.00
6.2.3. Transmisi Jalur Akibat Kenaikan Output Sektor Pertambangan Batubara di Kalimantan
Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa kenaikan output sektor
pertambangan batubara dan lainnya di Pulau Kalimantan (S33) berpengaruh
terhadap peningkatan pendapatan faktor produksi, pendapatan institusi, dan
peningkatan output sektor-sektor lainnya baik di Pulau Kalimantan maupun di
Luar Kalimantan.
Tabel 27. Transmisi Akibat Kenaikan Output di Sektor Pertambangan Batubara dan Lainnya di Pulau Kalimantan Terhadap Peningkatan Pendapatan di Kalimantan dan di Luar Kalimantan
Asal Jalur Pengaruh Global (GI) Jalur Pengaruh Langsung (DI) Path Multiplier Pengaruh Total (TI) TI/GI (persen) Kum TI/GI (persen) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) S ek to r P ertam b an g an Ba tu b ara d an Lai n n y a d i P u la u Ka li m an tan ( S 3 3 ) 0.653 S33-FP17 0.609 1.020 0.621 95.1 95.1 S33-S34-FP17 0.004 1.061 0.004 0.6 95.7 S33-S60-FP17 0.001 1.050 0.001 0.2 95.9 S33-S34-S32-FP17 0.001 1.158 0.002 0.3 96.2 0.381 S33-FP17-I86 0.178 1.358 0.242 63.6 63.6 S33-FP17-I25-I86 0.017 1.664 0.029 7.6 71.1 S33-S34-FP17-I86 0.001 1.413 0.001 0.4 71.5 S33-S95-FP77-I86 0.001 1.857 0.002 0.6 72.1 S33-S108-FP77-I86 0.001 2.268 0.003 0.7 72.8 S33-S119-FP77-I86 0.002 2.239 0.004 1.1 73.9 S33-S95-S93-FP77-I86 0.001 2.158 0.003 0.8 74.7 0.282 S33-FP17-I25 0.209 1.251 0.262 92.7 92.7 S33-FP17-I86-I25 0.002 1.664 0.003 1.0 93.8 S33-S34-FP17-I25 0.001 1.302 0.002 0.6 94.3
Sumber : IRSAM Kalimantan-Non Kalimantan Updating, 2008 (diolah)
Keterangan : S = Sektor Produksi; FP = Faktor Produksi, dan I = Institusi, S33 = Sektor pertambangan dan lainnya di Kalimantan; S119 = Sektor jasa perbankan di Luar Kalimantan, FP17 = Faktor produksi kapital di Kalimantan; I25 = Perusahaan di Kalimantan, FP77 = Faktor produksi kapital di luarKalimantan; I86 = Perusahaan di luar Kalimantan; S60 = Sektor jasa lainnya di Kalimantan ; S53 = Sektor hotel dan restoran di Kalimantan
Peningkatan pendapatan terbesar akibat peningkatan output S33 diterima
oleh tiga blok yakni perusahaan di Kalimantan (I25), perusahaan di luar
Kalimantan (I86), dan kapital di Kalimantan (FP17). Hal ini bisa dilihat dari
besarnya pengaruh global (IG) yang ditimbulkannya (lihat Tabel 27) yakni
kenaikan pendapatannya melebihi 25 persen; 66.10 persen kenaikan untuk
penciptaan modal di Kalimantan, 30.00 persen untuk kenaikan pendapatan
perusahaan di luar Kalimantan dan sebesar 28.20 persen untuk kenaikan
pendapatan perusahaan di Kalimantan.
Pengaruh yang paling efektif peningkatan pendapatan kapital di Pulau
Kalimantan ditransmisikan langsung dari sektor pertambangan batubara dan
lainnya di Pulau Kalimantan itu sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh persentase TI/GI
pada jalur tersebut (S33-FP17) sebesar 95.10 persen. Sedangkan pengaruh yang
paling efektif peningkatan pendapatan perusahaan di Pulau Kalimantan
ditransmisikan pendapatan kapital di Pulau Kalimantan yang ditunjukkan dengan
persentase TI/GI pada jalur (S33-FP17-I25) sebesar 92.70 persen. Sama halnya
dengan pendapatan perusahaan di Kalimantan, pengaruh yang paling efektif pada
peningkatan pendapatan perusahaan di Pulau luar Kalimantan juga ditransmisikan
melalui pendapatan kapital di Pulau Kalimantan yang ditunjukkan dengan
persentase TI/GI pada jalur (S33-FP17-I86) sebesar 63.60 persen.
Jika dibandingkan antara peningkatan pendapatan perusahaan yang terjadi,
peningkatan pendapatan yang lebih besar justru diterima oleh perusahaan di luar
Kalimantan (I86) dibandingkan perusahaan di Kalimantan (I25). Artinya jika ada
guncangan output di sektor pertambangan batubara dan lainnya di Kalimantan
sebesar 1 unit akan berpengaruh terhadap kenaikan pendapatan perusahaan di luar
Kalimantan sebesar 0.381 unit dan sebesar 0.282 unit untuk kenaikan pendapatan
pada sektor tersebut lebih dinikmati oleh perusahaan-perusahaan yang ada di luar
Kalimantan daripada didalam wilayah regional sendiri.
Pada Gambar 17 terdapat tiga jalur yang mempengaruhi kenaikan
pendapatan kapital di Pulau Kalimantan (FP17), dimana jalur ini merupakan jalur
yang terdeteksi SPA. Empat jalur tersebut adalah kenaikan output sektor
pertambangan batubara dan lainnya di Pulau Kalimantan yang ditransmisikan
melalui transmisi langsung, melalui sektor jasa lainnya (S60), serta melalui sektor
pertambangan migas di Kalimantan (S32) dan sektor industri migas di Kalimantan
(S34). Karena modal erat kaitannya dengan pendapatan perusahaan, kenaikan
pendapatan kapital di Kalimantan ini (FP17) menyebabkan peningkatan
pendapatan perusahaan yang ada di Kalimantan (I25).
Sumber : IRSAM Kalimantan-Non Kalimantan Updating, 2008 (diolah)
Keterangan : S = Sektor Produksi ; FP = Faktor Produksi ; I = Institusi; S33 = Sektor pertambangan dan lainnya di Kalimantan ; S119 = Sektor jasa perbankan di Luar Kalimantan; FP17 = Faktor produksi kapital di Kalimantan ; I25 = Perusahaan di Kalimantan FP77 = Faktor produksi kapital di luarKalimantan ; I86 = Perusahaan di luar Kalimantan ; S60 = Sektor jasa lainnya di Kalimantan ; S53 = Sektor hotel dan restoran di Kalimantan
Gambar 17. Analisis Jalur Peningkatan Ekspor Sektor Pertambangan Batubara di Kalimantan Terhadap Peningkatan Pendapatan Kapital
Kalimantan
Non Kalimantan S34
S33 FP17GI: 0.653 GI: 0.282I25
I86 GI: 0.381 S95 S108 S93 S119 FP77 S32 S60
Terdapat 2 jalur yang terdeteksi oleh SPA yakni yang ditransmisikan
melalui transmisi langsung dan melalui perusahaan di luar Kalimantan. Selain
perusahaan di Kalimantan, kenaikan pendapatan kapital di Kalimantan ini (FP17)
menyebabkan peningkatan pendapatan perusahaan yang ada di luar Kalimantan
(I86). Kenaikan ini ditrasmisikan melalui dua jalur yang terdeteksi SPA yakni
yang ditransmisikan melalui transmisi langsung (oleh peningkatan kapital sendiri)
dan melalui perusahaan di Kalimantan.
Tabel 28. Transmisi Kenaikan Ekspor Sektor Pertambangan Batubara di Pulau Kalimantan Terhadap Penciptaan Kapital di Kalimantan dan Non Kalimantan Asal Jalur Pengaruh Global (GI) Jalur Pengaruh Langsung (DI) Path Multiplier Pengaru h Total (TI) TI/GI (perse n) Kum TI/GI (persen) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) S ek to r P ertam b an g an Ba tu b ara d an Lai n n y a d i P u la u Ka li m an tan (S 3 3 ) 0.653 S33-FP17 0.609 1.020 0.621 95.1 95.1 S33-S34-FP17 0.004 1.061 0.004 0.6 95.7 S33-S60-FP17 0.001 1.050 0.001 0.2 95.9 S33-S34-S32-FP17 0.001 1.158 0.002 0.3 96.2 0.236 S33-S95-FP77 0.004 1.440 0.005 2.2 2.2 S33-S104-FP77 0.001 1.540 0.002 0.9 3.1 S33-S108-FP77 0.004 1.758 0.006 2.7 5.9 S33-S119-FP77 0.006 1.736 0.010 4.1 9.9 S33-S121-FP17 0.003 1.503 0.004 1.7 11.6 S33-S95-S93-FP77 0.004 1.673 0.007 3.1 14.8 S33-S104-S93-FP77 0.002 1.794 0.003 1.3 16.0
Sumber : IRSAM Kalimantan-NonKalimantan Updating, 2008 (diolah)
Keterangan : S = Sektor Produksi ; FP = Faktor Produksi; S33 = Sektor pertambangan dan lainnya di Kalimantan; FP17 = Faktor produksi kapital di Kalimantal; S60 = Sektor jasa lainnya di Kalimantan; S53 = Sektor hotel dan restoran di Kalimantan; S95 = Sektor industri migas di Luar Kalimantan; S108 = Sektor mesin dan peralatannya di Luar Kalimantan; S119 = Sektos jasa perbankan di Luar Kalimantan; S121 = Sektor jasa lainnya di Luar Kalimantan; S 93 = Sektor pertambangan migas di Luar Kalimantan;
Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa kenaikan output sektor
pertambangan batubara dan lainnya di Pulau Kalimantan (S33) berpengaruh
(FP17) maupun di Luar Kalimantan (FP77). Hal ini bisa dilihat dari besarnya
pengaruh global yang ditimbulkannya (lihat Tabel 28) yakni kenaikan pendapatan
sebesar 0.653 unit untuk penciptaan modal di Kalimantan dan sebesar 0.091 untuk
di luar Kalimantan.
Pengaruh yang paling efektif peningkatan pendapatan kapital di Pulau
Kalimantan ditransmisikan langsung dari sektor pertambangan batubara dan
lainnya di Pulau Kalimantan itu sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh persentase TI/GI
pada jalur tersebut (S33-FP17) sebesar 95.10 persen. TI/GI menunjukkan
kontribusi suatu jalur terhadap keseluruhan transmisi dari sektor asal dan ke
tujuan yang sama.
Sumber : IRSAM Kalimantan-NonKalimantan Updating, 2008 (diolah)
Keterangan : S = Sektor Produksi ; FP = Faktor Produksi;S33 = Sektor pertambangan dan lainnya di Kalimantan;FP17 = Faktor produksi kapital di Kalimantal;S60 = Sektor jasa lainnya di Kalimantan;S53 = Sektor hotel dan restoran di Kalimantan;S95 = Sektor industri migas di Luar Kalimantan;S108 = Sektor mesin dan peralatannya di Luar Kalimantan;S119 = Sektos jasa perbankan di Luar Kalimantan;S121 = Sektor jasa lainnya di Luar Kalimantan;S 93 = Sektor pertambangan migas di Luar Kalimantan
Gambar 18. Analisis Jalur Kenaikan Ekspor Sektor Pertambangan Batubara di Pulau Kalimantan Terhadap Penciptaan Kapital
Kalimantan Non Kalimantan S34 S33 FP17 GI: 0.653 S95 S108 S93 S119 FP77 GI: 0.236 S32 S60 S104 S121
Pada Gambar 16 terdapat tiga jalur yang mempengaruhi kenaikan
pendapatan kapital di Pulau Kalimantan (FP17), dimana jalur ini merupakan jalur
yang terdeteksi SPA. Tiga jalur tersebut adalah kenaikan investasi sektor industri
pertambangan batubara dan lainnya di Pulau Kalimantan yang ditransmisikan
melalui transmisi langsung, melalui sektor jasa lainnya (S60), serta melalui sektor
pertambangan migas di Kalimantan (S32) dan sektor industri migas di Kalimantan
(S34).
Tabel 29. Pengaruh Global Akibat Kenaikan Ekspor Sektor Pertambangan Batubara di Pulau Kalimantan Terhadap Peningkatan Pendapatan Rumahtangga.
Wilayah Kode Institusi Global (GI) Pengaruh Urutan
Kalimantan
RT19 RT Gol Bawah Desa 0.008 12 RT20 RT Gol Menengah Desa 0.020 9 RT21 RT Gol Atas Desa 0.056 5 RT22 RT Gol Bawah Kota 0.017 10 RT23 RT Gol Menengah Kota 0.045 6 RT24 RT Gol Atas Kota 0.087 3
Luar Kalimantan
RT79 RT Gol Bawah Desa 0.024 8 RT80 RT Gol Menengah Desa 0.058 4 RT81 RT Gol Atas Desa 0.030 7 RT82 RT Gol Bawah Kota 0.011 11 RT83 RT Gol Menengah Kota 0.089 2 RT84 RT Gol Atas Kota 0.123 1 Sumber : IRSAM Kalimantan-NonKalimantan Updating, 2008 (diolah)
Sedangkan pengaruh yang paling efektif peningkatan pendapatan kapital di
Pulau Luar Kalimantan ditransmisikan oleh sektor jasa perbankan di luar
Kalimantan (S119). Peningkatan pendapatan kapital melalui sektor jasa perbankan
tersebut dapat dijelaskan bahwa sektor pertambangan batubara dan lainnya di
Kalimantan membutuhkan peranan sektor perbankan di luar Kalimantan untuk
Selain peningkatan pendapatan kapital, dari Tabel 29 menunjukkan bahwa
kenaikan ekspor sektor pertambangan batubara di Kalimantan (S33) menyebabkan
kenaikan kesejahteraan masyarakat terutama pada Rumahtangga di perkotaan baik
di Kalimantan maupun di Luar Kalimantan. Hal ini bisa dilihat dari besarnya
pengaruh global yang ditimbulkannya (lihat Tabel 29). Kenaikan pendapatan
terbesar diterima oleh Rumahtangga golongan atas kota di luar Kalimantan
(0.123), peringkat kedua diterima Rumahtangga golongan menengah kota di luar
Kalimantan (0.089), dan peringkat ketiga Rumahtangga golongan atas kota di
Kalimantan (0.087). Secara umum dapat dikatakan ada kecenderungan bahwa
Rumahtangga kota akan lebih besar terkena dampak kenaikan pendapatan akibat
adanya kenaikan ekspor di sektor pertambangan batubara.
Tabel 30. Transmisi Jalur Kenaikan Ekspor Sektor Pertambangan di Pulau Kalimantan Terhadap Peningkatan Pendapatan Rumahtangga
Asal Jalur Pengaruh Global (GI) Jalur Pengaruh Langsung (DI) Path Multiplier Pengaruh Total (TI) TI/GI (persen) Kum TI/GI (persen) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) S ek to r P ertam b an g an Ba tu b ara d an Lai n n y a d i P u la u Ka li m an tan ( S 33) 0.123 S33-FP17-RT84 0.013 1.478 0.019 15.4 15.4 S33-FP17-RT83-RT84 0.001 1.780 0.002 1.7 17.2 S33-FP17-RT86-RT84 0.007 1.929 0.013 10.4 27.6 0.089 S33-FP17-RT83 0.017 1.323 0.023 25.4 25.4 S33-FP17-RT86-RT83 0.002 1.740 0.004 4.5 29.9 0.087 S33-FP6-RT24 0.013 1.108 0.014 16.5 16.5 S33-FP8-RT24 0.006 1.107 0.006 7.0 23.5 S33-FP10-RT24 0.020 1.110 0.022 24.9 48.4 S33-FP12-RT24 0.001 1.112 0.001 1.3 49.8 S33-FP14-RT24 0.011 1.109 0.012 14.2 63.9 S33-FP17-RT24 0.019 1.119 0.021 24.5 88.4
Pengaruh yang paling efektif peningkatan pendapatan Rumahtangga
golongan atas di kota di Kalimantan ditransmisikan melalui dua faktor produksi
yakni dari tenaga kerja bukan penerima upah gaji di bagian tata usaha di kota
(FP10) dan bukan tenaga kerja di Kalimantan (FP17). Sedangkan pada
Rumahtangga golongan atas di kota di luar Kalimantan paling efektif
ditransmisikan melalui faktor produksi modal (FP 17). Hal ini terlihat bahwa
Rumahtangga di kota di Kalimantan dan luar Kalimantan menerima pendapatan
modal lebih banyak dibandingkan Rumahtangga lainnya.
Sumber : IRSAM Kalimantan-Non Kalimantan Updating, 2008 (diolah)
Gambar 19. Analisis Jalur Kenaikan Ekspor Pertambangan Batubara di Kalimantan Terhadap Peningkatan Pendapatan
Kalimantan
Non
Kalimantan
RT84
GI: 0.123S33
FP17
RT83
GI: 0.089RT86
RT24
GI: 0.087FP6
FP8
FP10
FP12
FP12
FP17
6.2.4 Spilover Effect Akibat Kenaikan Ekspor Sektor Pertambangan Batubara di Kalimantan
Dengan model IRSAM, dapat diketahui efek intraregional ataupun
interregional akibat pengaruh guncangan output di sektor pertambangan batubara
dan tambang lainnya dan akibat investasi intra dan interregional terhadap
pendapatan sektor batubara dan tambang lainnya. Adapun hasil pengolahan
dengan menggunakan IRSAM Kalimantan-Non Kalimantan Updating Tahun
2008 adalah sebagai berikut :
Berdasarkan Tabel 31, terdapat koefisien multiplier sebesar 1.4799 untuk
Mtot Intra Reg, 0.5720 Mtot InterReg, dan 2,0519 untuk EFEK TOTAL.
Koefisien-koefisien tersebut menyatakan bahwa guncangan output pada sektor
pertambangan batubara dan lainnya di Kalimantan sebesar satu unit rupiah
memberikan EFEK TOTAL pada output seluruh sektor dalam perekonomian
sebesar 2,0519 unit rupiah yang terdistribusikan ke dalam wilayah sendiri di
Kalimantan (intra region) sebesar 1,4799 unit rupiah dan yang ke luar Kalimantan
(interregional) sebesar 0,5720 unit rupiah. Dengan kata lain, EFEK TOTAL dari
guncangan output sektor pertambangan batubara dan lainnya di Kalimantan
menimbulkan efek multiplier didalam wilayah sendiri (self-generate effect)
sebesar 1,4799 unit rupiah dan spill over effects ke luar Kalimantan sebesar
0,5720. Apabila angka-angka ini dipersentasekan, nampak bahwa guncangan
output pada sektor sektor pertambangan batubara dan lainnya di Kalimantan
menimbulkan efek total di dalam wilayah sendiri (self-generate effect) sebesar
72.13 persen dan spill over effects sebesar 27.87 persen dari EFEK TOTAL
Dengan meningkatkan output sektoral, guncangan tersebut akan
ditransmisikan ke pendapatan faktorial (tenaga kerja dan kapital) yang merupakan
faktor-faktor yang digunakan dalam proses produksinya. Terlihat dari Tabel 31
guncangan output pada sektor pertambangan batubara dan lainnya di Kalimantan
sebesar satu unit rupiah memberikan EFEK TOTAL pada pendapatan faktorial
sebesar 0,9941 unit rupiah yang terdistribusikan ke dalam wilayah sendiri di
Kalimantan (intra region) sebesar 0,8221 unit rupiah dan yang ke luar Kalimantan
(interregional) sebesar 0,1720 unit rupiah. Hal ini mengindikasikan bahwa efek
total bagi pendapatan faktorial di dalam wilayah sendiri (self-generate effect) jauh
lebih besar dibanding spill over effects ke luar Kalimantan yakni sebesar 827
persen ke intraregional dan sebesar 17.3 persen ke interregional.
Tabel 31. Efek Total dari Guncangan Output Sektor Pertambangan Batubara dan tambang Lainnya di Kalimantan terhadap Output Sektoral, Pendapatan Institusi, Pendapatan Faktor, dan Total Perekonomian
Aktivitas Wilayah I Own effect
Open Loop Effect Close Loop Effect Multiplier
Efek Terhadap Output Sektor Produksi MTOT Intra Regional 1 0.4610 0.0000 0.0190 1.4799 MTOT Inter Regional 0.0000 0.2242 0.3478 0.5720 Efek Total 1 0.4610 0.2242 0.3667 2.0519 Efek Terhadap Faktor
Produksi MTOT Intra Regional 0.0000 0.8137 0.0000 0.0084 0.8221 MTOT Inter Regional 0.0000 0.0672 0.1048 0.1720 Efek Total 0.0000 0.8137 0.0672 0.1132 0.9941 Efek Terhada Institusi MTOT Intra
Regional 0.0000 0.5179 0.0000 0.0095 0.5275 MTOT Inter Regional 0.0000 0.0681 0.4386 0.5067 Efek Total 0.0000 0.5179 0.0681 0.4481 1.0342 Efek terhadap Total
Perekonomian MTOT Intra Regional 1 1.7926 0.0000 0.0369 2.8295 MTOT Inter Regional 0.0000 0.3595 0.8912 1.2507 Efek Total 1 1.7926 0.3595 0.9281 4.0802
Institusi merupakan blok sektor dalam perekonomian makro yang menerima
pendapatan baik berupa upah gaji ataupun pendapatan modal. Berdasarkan Tabel
31 di atas menyatakan bahwa guncangan output pada sektor pertambangan
batubara dan lainnya di Kalimantan sebesar satu rupiah memberikan Efek Total
pada pendapatan institusi sebesar 1.0342 unit rupiah yang terdistribusikan ke
dalam wilayah Kalimantan (intraregion) sebesar 0.5275 unit rupiah dan yang ke
luar Kalimantan (interregional) sebesar 0.5067 unit rupiah. Dari persentase ini
nampak bahwa guncangan output pada sektor sektor pertambangan batubara dan
lainnya di Kalimantan menimbulkan efek total bagi pendapatan institusi di dalam
wilayah sendiri (self-generate effect) hampir sama dengan spillover effects ke luar
Kalimantan yakni sebesar 51 persen ke intraregional dan sebesar 49 persen ke
interregional.
Dengan demikian, secara keseluruhan guncangan output pada sektor
pertambangan batubara dan lainnya di Kalimantan sebesar satu unit rupiah
memberikan Efek Total pada pendapatan seluruh sektor perekonomian Indonesia
(Kalimantan dan Luar Kalimantan) sebesar 4.0802 unit rupiah yang
terdistribusikan ke dalam wilayah sendiri di Kalimantan (intraregion) sebesar
2.8295 rupiah dan yang ke luar Kalimantan (interregional) sebesar 1.2507 rupiah.
Hal ini mengindikasikan bahwa efek total bagi pendapatan seluruh perekonomian
di dalam wilayah sendiri (self-generate effect) dua kali lipatnya dibanding spill
over effects ke luar Kalimantan yakni sebesar 69.35 persen ke intraregional dan
6.2.5. Rangkuman
1. Penambahan output sektor pertambangan akibat adanya peningkatan ekspor
pengaruhnya ternyata banyak dinikmati oleh luar Kalimantan. Pada sisi lain,
alokasi tambahan pada faktor produksi juga banyak dinikmati oleh faktor
produksi kapital.
2. Begitu juga halnya dengan pendapatan di rumahtangga, akibat adanya
tambahan output di sektor pertambangan tambahan pendaptatan Rumahtangga
banyak di nikmati oleh penduduk di luar Kalimatan, dan distrubsinya banyak
dinikmati oleh rumahtangga di kota.
6.3. Analisis Simulasi Kebijakan
Analisis simulasi kebijakan pada bagian ini dimaksudkan untuk
mendapatkan alternatif kebijakan pembangunan sektor pertambangan yang dapat
dapat memberikan manfaat yang optimal bagi kemajuan pembangunan
perekonomian Kalimantan. Adapun hasil yang diharapkan adalah adanya
transformasi ekonomi ke arah sektor pertanian dan agroindustri dan juga
terjadinya penyeberan pendapatan yang relatif lebih merata pada seluruh
kelompok rumahtangga.
6.3.1 Simulasi Kebijakan Pembangunan Sektor Pertambangan di
Kalimantan terhadap Pendapatan Sektor Produksi
Kegiatan usaha pertambangan pada hakekatnya adalah eksploitasi terhadap
sumber daya mineral, yang pada akhirnya akan terus berkurang dan akan habis
mengingat sumber daya mineral tersebut merupakan sumber daya alam yang tak
terbarukan. Dengan demikian, bila suatu ketika kegiatan pertambangan berhenti
beroperasi karena telah habisnya cadangan, tentu akan menimbulkan masalah fisik
system), seperti antara lain ketenagakerjaan dan perekonomian daerah. Di suatu
sisi pekerja perusahaan harus tetap bekerja untuk mempertahankan hidupnya, di
sisi lain perusahaan harus berhenti dan kegiatannya karena habisnya cadangan. Di
samping itu, dengan berhentinya kegiatan pertambangan kemungkinan akan
diikuti pula oleh penurunan kegiatan ekonomi daerah yang pada gilirannya akan
mempengaruhi pembangunan wilayah di daerah tersebut. Dengan demikian, maka
diperlukan suatu pemikiran tentang transformasi struktural pascapertambangan.
Transformasi struktural pascapertambangan pada garis besarnya
menyangkut suatu perubahan yang terencanakan dari kegiatan ke
pascapertambangan dalam rangka pengelolaan sumber daya mineral guna
mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Dalam proses perubahan yang
terencana tersebut, menggambarkan adanya mata rantai hubungan kegiatan dalam
pengelolaan sumber daya mineral dan lingkungan hidup serta proses keberlanjutan
kehidupan ekonomi pada pascapertambangan yang akan dapat memberikan
kontribusi yang sebesar-besarnya melalui upaya pengembangan dampak
positifnya dan menekan secara maksimal dampak negatif yang mungkin timbul
terhadap pengembangan wilayah.
Pada simulasi ini diharapkan dapat diperoleh infromasi alternatif kebijakan
pembangunan sektor pertambangan di Kalimantan untuk menuju pembangunan
Kalimantan yang berkelanjutan. Hasil yang diharapkan adalah adanya indikasi
atas pertumbuhan pendapatan di sektor pertanian dan agroindustri yang lebih
tinggi. Sebagai ilustrasi dari strategi kebijakan sektoral dapat dilihat pada Gambar
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa struktur ekonomi Kalimantan
pada kondisi awal sangat didominasi oleh sektor pertambangan, khususnya
batubara. Dengan pemikiran bahwa cadangan batubara akan habis, maka perlu
dicarikan sektor alternatif yang dapat dijadikan sebagai basis perekonomian
dimasa depan. Upaya yang dilakukan dalam perbaikan struktur ekonomi dalam
penelitian ini ditempuh melalui tahapan sebagai berikut: pertama
mengidentifikasi potensi daerah, kedua mempelajari kemungkinan pengembangan
industri hilirnya melalui analisa pohon industri, ketiga melakukan updating
koefisien teknis I-O dan SAM berdasarkan informasi dari pohon industri dan
keempat adalah melakukan simulasi dengan berbagai skenario kebijakan yang
telah ditetapkan.
Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan melalui penerapan beberapa
skenario kebijakan telah memberikan informasi bahwa struktur ekonomi
Kalimantan tidak akan berubah secara signifikan bila tidak dilakukan perubahan
mendasar tentang keterkaitan antar sektor-sektor dalam sistem perekonomian,
dengan kata lain melalui optimaliasi keterkaitan hulu-hilir (pohon industri)
perubahan struktur ekonomi dapat berjalan jauh lebih cepat menuju struktur
ekonomi yang seimbang bila dibandingkan dengan kondisi awal (tanpa dilakukan
transformasi). Menciptakan keterkaitan ekonomi antar sektor hulu dan hilir
menjadi prasyarat agar basis industri kuat dan efisien sehingga industri yang
berkembang dapat menjadi pendorong tumbuh kembangnya kegiatan ekonomi
lokal yang pada akhirnva daerah dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri
Gambar 20. Strategi Pendekatan Sektoral
Pemanfaatan sumberdaya alam pertanian, perkebunan, kehutanan serta
perikanan untuk pembangunan ekonomi tetap harus memperhatikan kelestarian
lingkungan guna berkelanjutan pembangunan, baik pada masa kini maupun pada
masa yang akan datang. Karena suatu pembangunan, agar dapat berkelanjutan,
memiliki suatu persyaratan minimum yaitu bahwa sediaan kapital alami (natural
capital stock) harus dipertahankan sehingga kualitas dan kuantitasnya tidak
menurun dalam suatu rentang waktu.
Sediaan kapital alami (natural capital stock) merupakan sumberdaya alam
dengan suatu keterbatasan, oleh karena itu pengalokasian sumberdaya harus
efisien yang mengarah kepada keseimbangan kompetitif. Untuk mecapai hal
tersebut diperlukan campur tangan pemerintah melalui sistem perpajakan dan
transfer (subsidi atau pinjaman); sedangkan hal-hal lain dalam ekonomi dapat
diserahkan kepada bekerjanya mekanisme pasar yang kompetitif.
Oleh karena itu dalam kaitan dengan pembangunan Kalimantan,
pemerintah dapat bertindak untuk mencapai tujuan tingkat pemerataan tertentu
yang diinginkan, dengan melakukan redistribusi alokasi sumberdaya (kapital,
Sektor Pertambangan Sektor Pertanian Sektor Agribisnis/Agroindustri Dengan Percepatan Tanpa Percepatan
saat ini waktu yang akan datang
lahan dan sumberdaya alam lainnya) secara spatial; sedangkan selebihnya yang
menyangkut efesiensi sebaiknya pemerintah membiarkan (tanpa campur tangan)
untuk dapat memungkinkan bekerjanya sistem pasar (yang bersaing), agar
keseimbangan ekonomi yang efesien, yang menyumbangkan kepada pertumbuhan
ekonomi dapat tercapai.
Gagasan ini dalam simulasi yang dilakukan diwujudkan dengan cara
menyeleksi proyek-proyek pembangunan yang mendorong kegiatan usaha swasta
yang mengarah kepada pemerataan dan sekaligus menjanjikan pertumbuhan
ekonomi dimasa depan, seperti meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk
infrastruktur pendidikan, perluasan pasar dari komoditas pertanian dan industri
hilirnya. Sedangkan dalam upaya menjaga kelestarian lingkunagan adalah melalui
reboisasi bekas areal pertambangan dengan pohon acasia mangium.
Pembangunan infrastruktur penting menjadi pusat perhatian, seperti
transportasi, telekomunikasi, air bersih dan tenaga listrik. Diharapkan bahwa
kondisi infrastruktur yang baik akan mendukung investasi disektor pertanian dan
industri. Sedangkan peningkatan alokasi belanja pemerintah untuk sektor
pendidikan dimaksudkan agar supaya kualitas sumber daya manusia meningkat
dan mengurangi kemungkinan terjadinya berbagai masalah sosial di masa depan
seperti kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Oleh karena itu, sektor
pendidikan juga merupakan faktor kunci dalam keberhasilan proses transformasi
ekonomi. Hal mendasar yang perlu dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah
Kalimantan adalah menciptakan usaha produktif dengan cara memberikan
pelatihan yang peningkatan human capital, dan social capital, penyertaan kaum
irigasi, jalan dan lain-lain. Sehingga apabila gagasan ini dapat diwujudkan, maka
antara pertumbuhan dan pemerataan akan berjalan bersama, yang tidak perlu
dipertentangkan lagi. Sedangkan faktor yang dapat merangsang kaum swasta dan
organisasi kemasyarakatan untuk mengarah aktivitas industrialisasi ke wilayah
perdesaan, guna melawan arus kekuatan aglomerasi kawasan perkotaan, kemudian
dapat dirangsang dengan instrumen insentif fiscal dan pengembagangan lembaga
keuangan dan pasar keuangan di wilayah perdesaan.
Seluruh gagasan tersebut bila diimplementasikan dalam simulasi hasilnya
dapat disajikan pada Tabel 32. Berdasarkan pada tabel tersebut terlihat bahwa
penerapan skenario kebijakan 5 dampak terhadap total perekonomian Kalimantan
adalah yang paling tinggi (0.1817) bila dibandingkan dengan alternatif kebijakan
yang lainnya. Namun demikian bila diamati distribusi atau pertumbuhan antar
sektornya relatif kurang merata, beberapa sektor yang menjadi potensi di
Kalimantan pertumbuhannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan pilihan skenario
kebijakan 6 dinilai merupakan pilihan yang paling efektif untuk diterapkan di
Kalimantan. Hal ini dikarenakan pada skenario 7 meskipun pertumbuhan ekonomi
Kalimantan hanya sebesar 0.1763 persen, namum pertumbuhan setiap sektornya
cenderung lebih merata. Pada skenario ini, sektor pertanian tumbuh sebesar
0.3526 persen dan indutri pengolahan tumbuh sebesar 0.1623 dan merupakan
pertumbuhan yang paling tinggi bila dibandingkan dengan skenario lainnya