1
LAYANAN PENGUASAAN KONTEN DENGAN TEKNIK SOSIAL MODELING (IMITASI) UNTUK MENGURANGI PERILAKU OFF TASK PESERTA DIDIK KELAS II DI MI HIDAYATUL
INSAN PALANGKA RAYA TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan layanan
penguasaan konten dengan teknik dalam mangurangi perilaku off task di MI. Penelitian ini menggunakan single subject design research dengan multiple
across variables design. Subjek penelitian 5 orang dan berperilaku off task tinggi
dan sedang. Data fase baseline dan fase intervensidiperoleh melalui observasi. Data kemudian dianalisis menggunakan analisis visual grafik. Hasil pemelitian menunjukkan bahwa pelatihan perilaku on task dengan layanan penguasaan konten menggunakan teknik sosial modeling (imitasi) efektif mengurangi perilaku
off task.
Kata Kunci : Perilaku off task, layanan penguasaan konten dengan teknik sosial
modeling (imitasi).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Madrasah Ibtidaiyah adalah istilah lain dari Sekolah Dasar. Peserta didik Madrasah Ibtidaiyah biasa disingkat menjadi MI sama seperti peserta didik Sekolah dasar (SD) pada umumnya yang merupakan masa kanak-kanak akhir dan berlangsung dari usia tujuh tahun sampai dua belas tahun. Karakteristik peserta didik pada masa ini menampilkan perbedaan-perbedaan individual seperti perbedaan emosional, keaktifan, fisik, mental, intelegensi, serta perilaku sosial.
Menurut Yusuf (2012 : 23) “Rentang usia sekolah dasar adalah 6,0-12,0 tahun”. Selanjutnya Yusuf (2012 : 182) pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti pertautan atau tuntutan dari orangtua atau lingkungan sosialnya. Di samping itu, anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baik-buruk. Seperti peserta didik yang memandang atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada orangtua merupakan suatu yang salah atau buruk (off task). Sedangkan perbuatan jujur, adil, dan sikap hormat kepada orangtua dan guru merupakan suatu yang benar/baik (on task).
Menurut Hanike (dalam Setiawati, 2013 : 260) beberapa perilaku off task antara lain : melamun (daydreaming), tidur dalam kelas, berjalan-jalan di kelas, menggoda teman, bermain-main sendiri (memainkan kertas, pensil, atau alat-alat yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran), berbincang dengan teman tentang sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran, tidak mau mengerjakan tugas di kelas (membolos) pada pelajaran tertentu, bertengkar dengan teman di kelas.
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada hari jumat tanggal 16 Mei 2016 pada Madrasah Ibtidaiyah Hidayatul Insan Palangka Raya, ditemukan beberapa fenomena yang dapat dikategorikan sebagai perilaku off task pada saat PBM seperti : (a) berjalan-jalan di kelas; (b) menggoda teman; dan (c)
2
berbincang dengan teman tentang sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan pada salah satu guru yang mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Hidayatul Insan Palangka Raya, pada tanggal 18 Mei 2016 bahwa : ada beberapa peserta didik yang sering terlihat mengganggu temannya baik laki-laki ataupun perempuan, terdapat peserta didik yang menjadi biang kerok saat terjadi keributan di kelas, bersikap usil dengan teman-temannya baik itu teman perempuan atau laki-laki, dan peserta didik yang berjalan-jalan di kelas. Fenomena-fenomena yang muncul tersebut seyogyanya dapat dikurangi atau diharapkan mampu teratasi dengan bantuan strategi layanan BK, agar peserta didik mampu mengikuti PBM dengan baik dan mampu mencapai perkembangan yang optimal baik itu pada intelektual maupun emosional.
Sampai saat ini, di jenjang Madrasah Ibtidaiyah tidak ditemukan posisi struktural untuk Konselor. Namun demikian, sesuai dengan tingkat perkembangan konseli usia Madrasah Ibtidaiyah, kebutuhan akan pelayanannya bukannya tidak ada, meskipun tentu saja berbeda dari ekspektasi kinerja konselor di jenjang Sekolah Menengah dan jenjang Perguruan Tinggi. Dengan kata lain, konselor juga dapat berperan serta secara produktif di jenjang Madrasah Ibtidaiyah sebagai Konselor Kunjung (Roving Counselor) yang diangkat pada setiap gugus Sekolah/Madrasah (Jalal, 2007).
Bimbingan dan Konseling pada Madrasah Ibtidaiyah dirujukan pada layanan penguasaan konten, sebagaimana telah dikatakan Kemendikbud bahwa layanan bimbingan dan konseling penguasaan konten adalah sarana BK untuk membantu peserta didik pada penguasaan konten tertentu. Hal ini mengacu kepada lebiasaan-kebiasaan positif atau perilaku-perilaku positif.
Peserta didik Madrasah Ibtidaiyah pada hakekatnya memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dan menguasai aspek-aspek konten yang positif secara terintegrasi, oleh sebab itu melalui layanan penguasaan konten diharapkan peserta didik dapat menambah wawasan dan pemahaman, mengarahkan penilaian dan sikap, menguasai cara-cara tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah-masalahnya. Guru dalam hal ini membantu peserta didik mengarahkan sikap, perilaku, dan tindakan yang positif mengubah persepsi negative peserta didik serta membantu peserta didik memenuhi tugas-tugas perkembangannya.
Tugas perkembangan peserta didik pada usia madarasah ibtidaiyah seperti yang diketahui adalah mencakup aspek fisik, emosi, sosial, intelektual, dan moral spiritual sesuai usia. Menurut Hurlock (dalam Yusuf 2012 : 66) menyatakan bahwa : Tugas-tugas perkembangan sebagai social expectations dalam arti setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya menguasai keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang disetujui berbagai usia sepanjang rentang kehidupan.
Bertolak pada tugas perkembangan yang dibutuhkan oleh peserta didik, stategi bantuan yang diberikan kepada peserta didik MI dengan acuan layanan penguasaan konten, dapat dilakukan dengan berbagai teknik salah satunya teknik
3
social modelling dengan mengembangkan tingkah laku baru (imitasi). Imitasi
adalah perilaku baru individu yang mengikuti model. Imitasi berkecenderungan mengamati dan mengikuti perilaku temannya. Sejalan dengan pendapat tersebut Anik (2012:1) mengatakan imitasi merupakan proses memodifikasi individu sebagai hasil dari mengamati perilaku dan hasil dari perilaku orang lain. Individu memiliki kecenderungan untuk meniru tingkah laku yang diamati dari orang lain. Seperti halnya Anik, Bandura (dalam Runtukahu 2013:87) juga mengemukakan bahwa imitasi (meniru) merupakan proses pembentukan perilaku baru, yang mana anak mengamati sebuah model dan meniru model perilaku orang lain (guru atau orangtua) tersebut pada posisi yang sama.
Layanan ini sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian Layanan Penguasaan Konten dengan Teknik Sosial Modeling (Imitasi) untuk Mengurangi Perilaku Off Task pada Peserta Didik di Madrasah Ibtidaiyah Hidayatul Insan Palangka Raya Tahun Pelajaran 2015/2016.
BAB II KAJIAN TEORI A. Analisis Teoritis
1. Perilaku Off Task
Perilaku off task adalah perilaku yang dapat digolongkan dalam perilaku mengganggu dan terjadi di lingkungan sekolah/madrasah. Perilaku off task yang dilakukan seperti : ribut di kelas, berjalan-jalan di kelas, berbuat usil kepada temannya, dan berbincang-bincang dengan teman.
Menurut Evertson dan Emmer (dalam Sukayati 2011 : 13-14) seringkali perilaku off task (peserta didik tidak mengerjakan tugas) terjadi bila peserta didik terlibat terlalu lama dalam tugas-tugas pengulangan dan membosankan tanpa tujuan. Guru dapat mengimplementasikan variasi kegiatan bila perilaku off task itu meluas keseluruh kelas. Sedangkan menurut Sukiman (dalam Riyadi 2015 : 37) tingkah laku belajar dalam situasi belajar di kelas ada yang tidak dikehendaki kemunculannya yaitu perilaku yang disebut off task behavior. Serta Baker (dalam Riyadi 2015 : 37) juga berpendapat bahwa : perilaku off task adalah bercakap-cakap dengan peserta didik lain tentang masalah-masalah yang tidak berhubungan dengan pelajaran, mengganggu peserta didik lain, membuat masalah dan lain-lain sebagainya.
2. Tugas-tugas Perkembangan Peserta Didik Usia Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Peserta didik usia MI adalah peserta didik dengan rentang usia 6,0 sampai 12,0 tahun. Pada usia yang demikian masa perkembangan dikatakan sudah matang untuk memasuki sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah. Pada masa keserasian bersekolah ini, peserta didik relative mudah dididik daripada masa sebelumnya yaitu masa TK/RA. Secara hereditas (keturunan), perkembangan individu dipengaruhi dan berpengaruh terhadap seberapa baik kualitas hereditas dan lingkungan yang ditempatinya.
Menurut Hurlock (dalam Yusuf 2012 : 31) mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak (peserta didik) baik dalam cara berpikir, bersikap, maupun cara berperilaku.
4
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pentingnya lingkungan sebagai penuntasan tugas perkembangan dan tugas-tugas perkembangan berperan serta dalam pencapaian suatu kebahagiaan individu untuk perubahan, baik perubahan sikap, perilaku. dan pemikiran. Bertolak dari pentingnya lingkungan dalam penentuan tugas perkembangan. Berkaitan dengan bimbingan dan konseling yang dilakukan di sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah yang harus diperhatikan adalah terdapat tiga pandangan dasar mengenai bimbingan dan konseling di SD/MI, yaitu bimbingan dan konseling terbatas pada pengajaran yang baik (instructional guidance); bimbingan dan konseling hanya diberikan pada peserta didik yang menunjukkan gejala penyimpangan dari laju perkembangan yang normal; dan pelayanan bimbingan dan konseling tersedia untuk semua peserta didik, agar proses perkembangannya berjalan lebih lancar. Pandangan yang ke tiga dewasa ini diakui sebagai pandangan dasar yang paling tepat, meskipun suatu unsur pelayanan bimbingan dan konseling yang mengacu pada pandangan pertama dan kedua tidak bisa diabaikan.
3. Layanan Penguasaan Konten a. Pengertian
Layanan penguasaan konten merupakan strategi layanan BK yang membantu peserta didik dalam menguasai konten-konten atau kebiasaan-kebiasaan tertentu dalam rangka berupaya untuk memberikan pemahaman tentang wawasan-wawasan dan kompetensi-kompetensi pada bidang perkembangan perilaku atau kebiasaan-kebiasaan peserta didik.
Menurut Prayitno (dalam Tohirin 2013 : 152) mengatakan bahwa layanan penguasaan konten merupakan suatu layanan bantuan kepada individu (peserta didik) maupun dalam kelompok untuk menguasai kemampuan atay kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa layanan penguasaan konten adalah salah satu stategi layanan BK dalam upaya mengubah perilaku-perilaku atau kebiasaan-kebiasaan yang salah dengan memberikan contoh berupa konten-konten (kemampuan dan kompetensi) yang bermanfaat bagi tugas perkembangan yang dimiliki individu dalam hal ini dapat diberlakukan pada peserta didik madrasah ibtidaiyah.
b. Tujuan Layanan Penguasaan Konten
Tujuan layanan penguasaan konten adalah untuk membantu peserta didik dalam berwawasan, bersikap, berperilaku, dan mengarahkan peserta didik ketika menghadapi nilai-nilai moral dan etika yang diberlakukan di kelas.
Secara implisit, tujuan layanan penguasaan konten dapat dijabarkan sesuai fungsi-fungsi bimbingan dan konseling. Pertama, merujuk kepada fungsi-fungsi pemahaman, layanan penguasaan konten bertujuan agar peserta didik memahami berbagai konten tertentu yang mencakup fakta-fakta, konsep, proses, hukum dan aturan, nilai-nilai, persepsi, afeksi, sikap dan tindakan. Kedua merujuk kepada fungsi pencegahan, layanan konten bertujuan untuk membantu individu agar tercegah dari masalah-masalah tertentuterlebih apabila kontennya terarah pada terhindarnya individu atau klien dari mengalami masalah tertentu.
5
Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa layanan penguasan konten meberikan dampak positif bagi sikap, tindakan, perilaku, dan kebutuhan dan pengentasan masalah.
c. Teknik Layanan Penguasaan Konten
Layanan penguasaan konten, umumnya diselenggarakan secara langsung (bersifat direktif) dan tatap muka melalui format klasikal, kelompok, atau individual. Pembimbing atau konselor secara aktif menyajikan bahan, memberikan contoh, merangsang (memotivasi), mendorong dan menggerakkan peserta didik untuk berpartisipasi secara aktif mengikuti materi dan kegiatan layanan.
Konselor harus mampu memotivasi peserta didik untuk berdiskusi dan Tanya jawab sebagai bentuk partisipasi aktif peserta didik guna menambah wawasan dan pemahamannya berkenaan dengan konten tertentu yang menjadi isi layanan. Tohirin (2013).
Berdasarkan pemaparan Tohirin mengenai teknik layanan penguasaan konten, dapat disimpulkan bahwa teknik layanan penguasaan konten mengacu kepada penyajian, tanya jawab dan diskusi, kegiatan lanjutan (diskusi kelompok dan latihan tindakan untuk pengubahan perilaku).
d. Teknik Sosial Modeling (Imitasi) a. Pengertian
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan strategi layanan penguasaan konten dengan teknik sosial modeling (imitasi). Teknik sosial modeling (imitasi) adalah teknik yang diberlakukan untuk membentuk perilaku-perilaku baru dan dilakukan dengan cara imitasi (meniru) model-model sosial yang telah ditentukan oleh konselor. Imitasi atau modeling adalah proses meniru agar memperoleh perilaku baru. Perilaku yang ditiru adalah perilaku yang berupa perilaku positif dengan upaya menghapus perilaku negatif. “modeling atau imitation (meniru) merupakan proses pembentukan perilaku baru, yang mana anak mengamati sebuah model dan meniru model perilaku orang lain tersebut pada kondisi yang sama”. Bandura dalam Runtukahu (2013:87). Bandura (dalam Hergenhahn & Olson, 2008:386-387) terdapat empat tahap teknik imitasi yang dilakukan, yaitu perhatian (attention), pemertahanan (retention), produksi (production), dan motivasi (motivation). Tahapan-tahapan tersebut mengandung manfaat bagi peneliti sebagai acuan ketika melakukan penelitian, dan tahap-tahap yang telah dijelaskan dapat peneliti gunakan ketika melakukan penelitian menggunakan teknik konseling sosial modeling (imitasi).
b. Implementasi Teknik Sosial Modeling (Imitasi) Pada Layanan Penguasaan Konten di Madrash Ibtidaiyah.
Sampai saat ini, di jenjang Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah tidak ditemukan posisi struktural untuk konselor. Namun demikian sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik usia Madrasah Ibtidaiyah, kebutuhan akan pelayanannya bukannya tidak ada meskipun tentu saja berbeda dari ekspektasi kinerja konselor di jenjang Madrasah Aliyah dan jenjang perguruan tinggi.
6
Dengan kata lain, konselor juga dapat berperan serta secara produktif di jenjang Madrasah Ibtidaiyah, bukan dengan memposisikan diri sebagai fasilitator pengembangan diri peserta didik yang tidak jelas posisinya, melainkan dengan memposisikan diri sebagai Konselor Kunjung yang membantu guru sekolah dasar mengatasi perilaku menganggu (disruptive behavior/off task behavior) Jalal, (2007).
Alasan penggunaan teknik imitasi ini sesuai dengan pendapat Baer, Peterson, & Sherman (dalam Anik 2012 : 5) Analisa pengubahan tingkah laku telah divalidasi berulang kali oleh Baer dan rekan sebagai metode effective untuk mengajar imitasi untuk anak-anak. Sedangkan menurut Permendiknas (2013 : 86) Pelaksana utama Pelayanan bimbingan dan konseling pada SD/MI/SDLB adalah Guru Kelas melaksanakan layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, dan penguasaan konten dengan cara menginfusikan materi layanan bimbingan dan konseling tersebut ke dalam pembelajaran mata pelajaran. Untuk siswa Kelas IV, V, dan VI dapat diselenggarakan layanan bimbingan dan konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok. b. Pada satu SD/MI/SDLB atau sejumlah SD/MI/SDLB dapat diangkat seorang Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor untuk menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa layanan penguasaan konten dengan teknik sosial modeling (imitasi) dapat digunakan dan cocok untuk usia madrasah ibtidaiyah (MI).
A. Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan Single Subject Design (SSD). Single
Subject Design (SSD) adalah metode yang praktis untuk mengevaluasi kemajuan
akademik, mengembangkan perilaku sosial, menurunkan masalah perilaku, dan meningkatkan keterampilan guru (orangtua) yang melaksanakan intervensi (Runtukahu 2013 : 165). Single Subject Design (SSD) memungkinkan hasil yang menunjukkan adanya hubungan fungsional (sebab akibat) antara variabel bebas dengan variabel terikat. Desain ini menggunakan subjek tunggal dalam menganalisis hasil-hasil intervensi perilaku (Sunanto, 2005 : 6). Single subject
design yang digunakan dalam menganalisis perilaku off task dalam hal ini adalah multiple baseline across variable design.
B. Populasi dan Sampel
Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah kelas II di MI Hidayatul Insan Palangka Raya. Kemudian populasi tersebut akan dipilih beberapa sampel. Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling.
purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu (Sugiyono, 2014 : 61).Sampel penelitian adalah lima orang peserta didik kelas dua Madrasah Ibtidaiyah yang memiliki perilaku off task cenderung tinggi maupun sedang.
C. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen
Instrumen penelitian adalah alat ukur dalam penelitian yang digunakan untuk mengukur fenomena alam dan sosial yang diamati atau yang sering dikenal
7
dengan variabel penelitian (Sugiyono 2014:178). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) bahan perlakuan (2) instrumen pengumpulan data. Bahan perlakuan dalam penelitian ini adalah buku panduan (skenario) dan instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah rubrik observasi.
D. Prosedur Intervensi
Intervensi dilakukan dengan strategi layanan layanan penguasaan konten dengan teknik sosial modeling (imitasi) menggunakan video dan potongan film. Tahapan yang digunakan dalam intervensi teknik imitasi ini adalah dengan tahapan yang dikemukakan oleh Bandura (dalam Hergenhahn & Olson, 2008) yaitu tahapan perhatian, pemertahanan, produksi, dan motivasi. Kegiatan pelaksanaan penguasaan konten ini dilakukan sebanyak enam kali pertemuan.
E. Prosedur Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Tahap Baseline
2. Tahap Pengukuran Intervensi 3. Tahap Kontrol Eksperimen
F. Analisis Data
Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis visual grafik. Grafik merupakan bentuk visual sederhana untuk memaparkan data. Analisis visual grafik dilakukan terhadap data yang diperoleh melalui pedoman observasi, hanya ada beberapa peserta didik yang dipilih untuk dijadikan subjek penelitian. Penelitian ini menggunakan satu intervensi yakni layanan penguasaan konten dengan teknik sosial modeling (imitasi) untuk mengurangi perilaku off task peserta didik.
G. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perilaku off task
Perilaku off task merupakan perilaku mengganggu yang dilakukan saat proses pembelajaran yang sedang berlangsung.
2. Sosial modeling (imitasi) adalah suatu teknik konseling yang diaplikasikan dengan cara meniru atau memodifikasi perilaku. Perilaku yang dimodifikasi adalah perilaku yang diklasifikasikan ke dalam perilaku menyimpang dari tujuan belajar yang sebenarnya. Tujuan dari memodifikasi perilaku adalah membentuk perilaku baru. Untuk mengetahui keberhasilan teknik sosial modeling (imitasi) dalam mengurangi perilaku off task peserta didik pada penelitian ini, maka peneliti menggunakan rubrik observasi. Rubrik observasi disusun oleh peneliti dan dikembangkan berdasarkan indikator yang peneliti adaptasi dari teori Davis. Kategori skor pada rubrik observasi yaitu (1) kategori tinggi 9 – 11; (2) kategori sedang 5 – 7; (3) kategori rendah 2 – 4. Semakin rendah perolehan skor pada rubrik observasi tersebut, maka perilaku off
8 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
Bab IV menguraikan tentang deskripsi data hasil analisis grafis perilaku
off task peserta didik pada saat fase baseline, intervensi, dan setelah diberikan
intervensi (kontrol eksperimen). Hasil penelitian ini berupa analisis individual dan kelompok.
B. Analisis Individual
Hasil analisis identifikasi perilaku berdasarkan pengamatan, diperoleh data sebagai berikut :
1. Subjek Penelitian EF
Hasil grafik perilaku off task subjek EF adalah penguasaan konten dengan bahan perlakuan berupa penayangan video diasumsikan efektif karena sesuai kriteria bahwa jika intervensi dilaksanakan maka terjadi penurunan level dan trend pada perilaku off task berjalan-jalan di ruangan kelas saat PBM, menggoda teman saat PBM, dan berbincang dengan teman saat PBM. Ini menginterpretasikan bahwa arah trend perilaku off
9 2. Analisis Kelompok
Pola pada grafik menunjukkan efek secara langsung akibat dari perlakuan yaitu intervensi yang diberikan berupa video mengenai perilaku on
task di kelas saat PBM. Dari pola tersebut dapat diinterpretasikan bahwa
perubahan kelima subjek terjadi saat dan setelah intervensi dilakukan.
C. Pembahasan
Penelitian ini menggunakan teknik sosial modeling (imitasi) untuk mengurangi perilaku off task peserta didik kelas II madrasah ibtidaiyah (MI) Hidayatul Insan Palangka Raya tahun pelajaran 2015/2016.
1. Kondisi sebelum diberikan intervensi
Kelima Subjek tersebut adalah peserta didik yang terindentifikasi sebagai peserta didik yang cenderung berperilaku off task dalam kategori tinggi dan sedang yang diperoleh melalui pengukuran rubrik observasi pada tiga perilaku yang dijadikan aspek rubrik observasi tersebut.
2. Kondisi sepanjang pemberian intervensi
Berdasarkan penjelasan pada hasil penelitian, perilaku off task peserta didik dalam tiga aspek perilaku off task mengalami penurunan/berkurang walaupun bertahap dan ada beberapa yang masuk dalam spesifikasi masih berproses, atau menyesuaikan (latensi).
3. Kondisi Setelah Pemberian Intervensi (Kontrol Eksperimen)
Perilaku off task EF, AI, AT, AF, dan JI berkurang setelah mengikuti pelatihan perilaku on task dalam upaya mengurangi perilaku off task peserta didik madrasah ibtidaiyah.
10 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis visual yang dilakukan dengan memperhatikan
trend dan level, maka dapat disimpulkan bahwa layanan penguasaan kontenteknik
sosial modeling (imitasi) menggunakan video dapat mengurangi perilaku off task peserta didik kelas II MI Hidayatul Insan Palangka Raya tahun pelajaran 2015/2016.
B. Saran
Saran penelitian sebagai berikut: (1) layanan penguasaan konten dengan teknik sosial modeling (imitasi) dapat digunakan untuk mengurangi perilaku
off task peserta didik di MI. (2) peneliti selanjutnya perlu menindaklanjuti
dengan variasi metode dan rancangan penelitian lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anik, P. (2012). Mengembangkan Tingkah Laku Baru (Imitation). Malang: tidak diterbitkan
Kemendikbud, (2014). Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Bimbingan dan Konseling SMP/MTs. Modul.
Rahmawati, H. (2009). Modifikasi Perilaku Manusia. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Negeri Malang
Setiawati, D.(2013). Penerapan Teknik Self-Instruction untuk Mengurangi Perilaku Off Task Siswa Kelas X di SMK Negeri 12 Surabaya. Surabaya: tidak diterbitkan
Sunanto, J.,& Takeuchi, K. (2005). Penelitian Dengan Subyek Tunggal. Universitas Pendidikan Indonesia : Center for Research on
International Cooperation in Educational Development
(CRICED), University of Tsukuba.
Yusuf, S.(2012). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.Bandung: PT Remaja Rosdakarya