• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XII MELALUI BUDAYA LITERASI PADA MATERI DIMENSI TIGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XII MELALUI BUDAYA LITERASI PADA MATERI DIMENSI TIGA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XII MELALUI BUDAYA LITERASI PADA MATERI DIMENSI TIGA

Achmad Rusdiantoro 1 Jurnal Inovasi Pembelajaran Karakter (JIPK)

Vol. 4, No. 3, Agustus 2019

ISSN 2541-0393 (Media Online) 2541-0385 (Media Cetak )

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XII

MELALUI BUDAYA LITERASI PADA MATERI DIMENSI TIGA

Achmad Rusdiantoro, S.Pd

Guru Matematika SMA Negeri 6 Semarang

*Diterima Februari 2019, disetujui Mei 2019, dipublikasikan Agustus 2019 Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui pengaruh pembelajaran menggunakan model Problem

Based Learning (PBL) terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Subjek penelitian ini siswa kelas XII

MIPA SMA Negeri 6 Semarang. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus dan setiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan, implementasi, observasi dan evaluasi, dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas pada siklus I 78.14 serta persentase ketuntasan klasikal 62% belum mencapai persentase ketuntasan KKM secara klasikal yang ditentukan yaitu 80% dan berdasarkan lembar kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I mencapai skor 1235 dengan persentase penilaian 65.15% dengan kriteria sedang dan siklus II kemampuan berpikir kritis siswa mencapai skor 1462 dengan persentase 77.27%, dengan kriteria tinggi dan nilai rata-rata kelas 86.54 dengan persentase ketuntasan klasikal pencapaian KKM sebesar 95% telah melebihi yang ditentukan yaitu 80 % ini berarti menunjukkan bahwa tingkat penguasaan materi oleh siswa sudah tercapai. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem

Based Learning (PBL) dengan membudayakan literasi dapat meningkatkan kemampuan berpikir

kritis siswa dan hasil belajar pada kompetensi dimensi tiga bagi Siswa Kelas XII- MIPA SMA Negeri 6 Semarang Tahun Pelajaran 2018/2019

© 2019 Jurnal Inovasi Pembelajaran Karakter Kata Kunci: berpikir kritis; dimensi tiga; PBL; peningkatan

PENDAHULUAN

Berpikir kritis dan kreatif merupakan berpikir siswa yang sangat penting untuk dikembangkan di sekolah, guru diharapkan mampu merealisasikan pembelajaran yang mengaktifkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif pada siswa. Setiap siswa memiliki potensi kritis dan kreatif, tetapi masalahnya bagaimana cara mengembangkan potensi tersebut melalui proses pembelajaran di kelas. Sehubungan dengan pembelajaran matematika pada siswa di sekolah, maka sangat diperlukan kemampuan berpikir kritis siswa dari aspek mengidentifikasi, menghubungkan, mengevaluasi, menganalisis, dan memecahkan masalah berbagai persoalan matematika dan aplikasinya Abdullah, 2013; Sunaryo, 2014)

Kemampuan berpikir kritis sangat penting dimiliki, karena dengan memiliki kemampuan berpikir kritis dapat membantu kita dalam berpikir secara rasional dalam mengatasi permasalahan yang tengah kita hadapi, mencari serta mengembangkan alternatif pemecahan bagi permasalahan tersebut dan melatih siswa untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi serta agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola,dan Memanfaatkan informasi untuk hidup lebih baik (Kurniasih, 2012; Muspita, 2013; Karim, 2015; Rahayu, 2016) pemikiran kritis dalam bidang matematika sering disebut sebagai kemampuan berpikir kritis matematis.

(2)

Jurnal Inovasi Pembelajaran Karakter (JIPK) Volume 4 Nomor 3, Agustus 2019

2 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XII MELALUI BUDAYA LITERASI PADA MATERI DIMENSI TIGA Achmad Rusdiantoro

Penentuan keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran selain dipengaruhi oleh guru dan siswa, juga dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan saat proses pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan seharusnya sesuai dengan karakteristik materi pelajaran dan diarahkan pada proses pembelajaran yang berpusat pada siswa (learned centered) serta dapat meningkatkan pemahaman matematik siswa. Pemahaman matematika dengan menggunakan masalah yang riil membutuhkan suatu pembelajaran yang benar-benar rmerancang suatu lingkungan belajar dengan permasalahan yang rill atau nyata dengan aktivitas siswa.

Dalam hal ini problem based learning (PBL) yang merupakan pembelajaran berbasis masalah akan mengantarkan siswa pada situasi masalah yang rill. Masalah-masalah yang rill sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika yakni kemampuan siswa dalam bernalar, berpikir logis, sampai pada kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi. pembelajaran berbasis masalah pula akan membantu untuk menunjukkan dan memperjelas cara berpikir serta kekayaan dari struktur dan proses kognitif yang terlibat di dalamnya serta menuntut siswa untuk aktif melakukan penyelidikan dalam menyelesaikan masalah (Rusman, 2011; Puspita, 2014; Farhan, 2014; Sani, 2014). Pembelajaran PBL memungkinkan siswa untuk terlibat dalam mempelajari hal-hal, antara lain:(1) permasalahan dunia nyata;(2) keterampilan berpikir tingkat tinggi;(3) Keterampilan menyelesaikan permasalahan; (4) belajar antar disiplin ilmu;(5) belajar sendiri; (6) belajar menggali informasi;(7) belajar bekerja sama;(8) belajar keterampilan berkomunikasi (Sani, 2014:129).

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan cara guru membentuk kelas menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok diberikan masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh siswa beserta kelompoknya. Siswa bekerja dalam kelompok untuk memecahkan masalah kontekstual dan guru sebagai fasilitator sehingga pembelajaran lebih berpusat pada siswa. Hal ini yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang dimiliki oleh siswa.

Meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika yakni kemampuan siswa dalam bernalar, berpikir logis, sampai pada kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran berbasis masalah pula akan membantu untuk menunjukkan dan memperjelas cara berpikir serta kekayaan dari struktur dan proses kognitif yang terlibat di dalamnya serta menuntut siswa untuk aktif melakukan penyelidikan dalam menyelesaikan masalah (Rusman, 2011; Puspita, 2014; Farhan, 2014; Sani, 2014). Langkah-langkah sintak dalam penelitian ini, ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 1. Sintaks atau Langkah-langkah Problem Based Learning

No Fase Kegiatan Guru

1 Memberikan orientasi permasalahan kepada peserta didik

Menyajikan permasalahan, membahas tujuan pembelajaran, memaparkan kebutuhan logistik untuk pembelajaran

2 Mengorganisasikan peserta didik untuk menyelidiki memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif

Membantu peserta didik dalam mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar/penyelidikan permasalahan 3 Pelaksanaan investigasi Mendorong peserta didik untuk memperoleh informasi yang

tepat, melaksanakan penyelidikan, dan mencari penjelasan solusi

4 Mengembangkan dan

menyajikan hasil Membantu peserta didik merencanakan produk yang tepat dan relevan, seperti laporan. Rekam video, dan sebagainya untuk keperluan penyampaian hasil

5 Menganalisisdan mengevaluasi proses

Membantu peserta didik melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses

(3)

Jurnal Inovasi Pembelajaran Karakter (JIPK) Volume 4 Nomor 3, Agustus 2019

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XII MELALUI BUDAYA LITERASI PADA MATERI DIMENSI TIGA

Achmad Rusdiantoro 3 Berdasarkan paparan di atas serta pengalaman guru matematika pada kelas XII-MIPA SMA Negeri 6 Semarang 2016/2017, 2017/2018 menunjukkan bahwa dalam menerapkan pemahaman materi pelajaran masih terdapat berbagai kesulitan khususnya yang berkaitan dengan pemahaman konsep-konsep jarak dan sudut antara titik, jarak dan bidang. Hal ini ditunjukkan dengan hasil nilai rata-rata tes pada materi tersebut masih di bawah KKM yang ditentukan yakni 70.

Bertolak beberapa hal yang diuraikan di atas, penulis beranggapan bahwa proses pembelajaran matematika di sekolah yang menjadi permasalahan selama ini perlu diperbaiki guna menggugah minat dan motivasi belajar siswa hingga akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan menerapkan model Pembelajaran

Problem Based Learning (PBL).

Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pada pelaksana pendidikan tentang peningkatan kemampuan berpikir siswa terhadap model pembelajaran matematika khususnya Problem Based Learning dan ditinjau dari budaya literasi

Penelitian ini diharapkan dapat membantu guru dalam menentukan permasalahan kontekstual dalam pembelajaran yang sesuai dengan materi dan kondisi siswa. Serta dapat membantu dalam mengambil proses pemecahan masalah pembelajaran yang berhubungan dengan motivasi belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa

Untuk menghindari adanya kesalahpahaman akan maksud dan isi yang digunakan dalam penelitian, perlu adanya batasan atau penegasan dari istilah- istilah yang digunakan. Berikut adalah batasan-batasan atau penegasan-penegasan istilah yang terkait dengan judul penelitian ini:

1. Peningkatan

Peningkatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah diberi perlakuan, yaitu budaya literasi bermodel Problem Based Learning mempengaruhi kemampuan dalam menyelesaikan soal pada kompetensi dasar dimensi tiga.

2. Kemampuan Berpikir Kritis

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kemampuan berpikir kritis adalah siswa mampu mengorganisasi dan menggabungkan berpikir matematis melalui komunikasi, mengkomunikasikan berpikir matematisnya secara koheren dan jelas kepada siswa yang lain, guru dan orang lain, menganalis dan mengevaluasi berpikir matematis dan strategi, menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematis dengan tepat.

a. Literasi

Literasi matematika adalah kemampuan seseorang dalam merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk didalamnya adalah kemampuan seseorang dalam bernalar secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika dalam menjelaskan serta memprediksi fenomena

b. Problem Based Learning

Dalam penelitian ini Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks bagi siswa belajar berpikir kritis matematis dan keterampilan dalam memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan dalam proses pembelajaran. pembelajaran ini dilakukan dengan cara guru membentuk kelas menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok diberikan masalah-masalah kontekstual yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh tiap kelompok. Siswa bekerja dalam kelompok untuk memecahkan masalah kontekstual tersebut.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa yang melakukan budaya literasi tinggi, sedang, rendah? (2) Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan budaya literasi terhadap kemampuan berpikir kritis? (3) Apakah penggunaan model Problem Based Leraning lebih baik dari pada model konvensional terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa?

(4)

Jurnal Inovasi Pembelajaran Karakter (JIPK) Volume 4 Nomor 3, Agustus 2019

4 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XII MELALUI BUDAYA LITERASI PADA MATERI DIMENSI TIGA Achmad Rusdiantoro

Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa yang melakukan budaya literasi tinggi, sedang, rendah? (2) Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dan budaya literasi terhadap kemampuan berpikir kritis? (3) Untuk mengetahui penggunaan model Problem Based

Leraning lebih baik dari pada model konvensional terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis

siswa?

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 6 Semarang pada bulan Agustus s/d Oktober 2018, Subyek penelitiannya adalah siswa dan guru mata pelajaran matematika kelas XII-MIPA Semester 1 tahun ajaran 2018/2019, dengan jumlah siswa adalah 37 orang.

Dalam penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing siklus dengan tahap perencanaan, implementasi, observasi dan evaluasi, refleksi. Refleksi pada siklus I akan digunakan untuk menyempurnakan siklus II.

Proses Siklus I a. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah : (1) Melakukan observasi awal untuk mengidentifikasi masalah melalui wawancara dengan guru bidang studi matematika, bersama-sama dengan guru bidang studi matematika (MGMP Matematika) menentukan bentuk pemecahan masalah berupa upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran PBL dengan bantuan alat peraga pada kompetensi dasar dimensi tiga; (2) Mempersiapkan perangkat pembelajaran (membuat rencana pembelajaran, menyiapkan permodelan, menyiapkan media pembelajaran dan instrumen); (3) Menyiapkan angket untuk siswa; (4) Menyusun lembar observasi untuk mengamati aktivitas guru dan siswa; dan (5) Menyusun soal tes.

b. Pelaksanaan

Gambaran alur penelitian tindakan kelas pada penelitian ini adalah (1) Perencanaan, Guru memberi pengantar tentang segala sesuatu yang akan dikerjakan pada saat tindakan di kelas. Hal ini disampaikan sebagai berikut. (a) Menyiapkan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai sesuai tujuan pembelajaran. (b) Menyiapkan garis besar materi pelajaran yang akan dipelajari siswa tentang jarak dari titik garis serta bidang pada bangun ruang. (2) Implementasi: (a) Mengorganisasikan siswa dalam kelas.(b) Memberikan permasalahan tentang dimensi tiga. Masing-masing siswa mengerjakan permasalahan tersebut dengan dimensi tiga.

c. Observasi dan Evaluasi

Observasi terhadap guru: Peneliti mengamati guru dalam mengelola pembelajaran dengan metode diskusi dan budaya literasi. Observasi terhadap siswa: Peneliti mengamati jalannya proses pembelajaran. Peneliti mengamati cara siswa mengerjakan soal. Peneliti mengamati keaktifan siswa dalam memanfaatkan budaya literasi. Peneliti menilai kemampuan siswa dalam mengerjakan soal. d. Refleksi

Berdasarkan analisa data yang sudah diperoleh dari pelaksanaan siklus I, jika persentase klasikal ketuntasan belajar belum tercapai dilakukan perbaikan bagi siswa yang mendapat nilai kurang, namun jika hasilnya baik dijadikan pedoman pada pelaksanaan siklus II.

Proses Siklus II a. Perencanaan

Guru memberi pengantar tentang segala sesuatu yang akan dikerjakan pada saat tindakan di kelas. Hal ini disampaikan sebagai berikut. (1) Menyiapkan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan pembelajaran. (2) Menyiapkan garis besar materi pelajaran yang akan dipelajari siswa tentang sudut yang terbentuk dari garis serta bidang pada bangun ruang.

(5)

Jurnal Inovasi Pembelajaran Karakter (JIPK) Volume 4 Nomor 3, Agustus 2019

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XII MELALUI BUDAYA LITERASI PADA MATERI DIMENSI TIGA

Achmad Rusdiantoro 5 b. Pelaksanaan

Kegiatan guru meliputi: (1) Mengorganisasikan siswa dalam kelas. (2) Memberikan permasalahan tentang dimensi tiga. Masing-masing siswa mengerjakan permasalahan tersebut. Membimbing siswa dalam bekerja dan belajar. (3) Menyuruh salah satu wakil dari siswa untuk mempresentasikan di depan kelas, kemudian didiskusikan dalam satu kelas.(4) Memberikan tes untuk siswa pada akhir siklus II.

c. Observasi dan evaluasi:

Observasi terhadap guru: Peneliti mengamati guru dalam mengelola pembelajaran dengan metode diskusi dan bantuan alat peraga. Observasi terhadap siswa: Peneliti mengamati jalannya proses pembelajaran, Peneliti mengamati proses belajar siswa dalam kelas, Peneliti mengamati keaktifan siswa dalam kelas, Peneliti menilai kemampuan siswa dalam kelas.

d. Refleksi

Setelah siklus II diharapkan kesalahan dalam pembelajaran melalui PBL dengan budaya literasi dapat diminimalkan serta potensi siswa dapat ditumbuhkan. Data siklus I merupakan tindakan refleksi dari siklus I. Data ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan dalam dua siklus tersebut. Jika dari analisis data mengalami peningkatan data yang signifikan, maka penelitian tersebut dianggap berhasil

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kemampuan Belajar Siswa

Pada aspek kognitif yaitu prestasi belajar siswa setelah mendapat pembelajaran matematika pada Kompetensi dasar Dimensi Tiga di kelas XII- MIPA 5 SMA Negeri 6 Semarang pada siklus I dan siklus II dapat diketahui bahwa siswa belum tuntas belajar secara klasikal.

Hal tersebut dapat dilihat dari nilai hasil tes pada siklus I dengan nilai hasil tes pada siklus II. Adapun hasil tes siswa pada siklus I terdapat 14 siswa yang nilainya kurang dari 76 dengan persentase 38%. Dari lampiran 1 diketahui bahwa nilai rata-rata pada siklus I adalah 78,14. Hal tersebut jika dibandingkan dengan indikator ketuntasan belajar secara klasikal belum terpenuhi. Hal tersebut terjadi karena adanya kendala-kendala baik dari siswa maupun guru. Setelah itu diadakan perbaikan pada kendala-kendala yang ada pada siklus I. Sehingga diperoleh siswa pada siklus II terdapat 35 siswa yang nilainya 76 dengan persentase ketuntasan belajar secara klasikal 95% dan sebanyak 2 siswa yang nilainya masih kurang dari 76 dengan persentase ketidaktuntasan belajar secara klasikal 5%. Dan nilai rata-rata pada siklus II adalah 86,54. Hal tersebut di atas menunjukkan adanya peningkatan nilai rata-rata pada siklus II dibandingkan dengan siklus I, meskipun masih ada 2 siswa yang nilainya kurang dari 76. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel. 1 Tes Hasil Belajar Tiap Siklus

No. Rentang Nilai Kriteria Predikat Siklus I Siklus II

Jmh Siswa % Siswa Jmh % 1 90 – 100 Sangat Baik A 10 27,03% 14 37,84% 2 80 – 89,5 Baik B 11 29,73% 18 48,65% 3 70 – 79,5 Cukup C 6 16.21% 3 8,11% 4 - 69,5 Kurang D 10 27,03% 2 5,40% Jumlah 37 100% 37 100% Rata rata 78,14% 86,54%

(6)

Jurnal Inovasi Pembelajaran Karakter (JIPK) Volume 4 Nomor 3, Agustus 2019

6 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XII MELALUI BUDAYA LITERASI PADA MATERI DIMENSI TIGA Achmad Rusdiantoro

Grafik 1. Tes Hasil Belajar siklus I dan siklus II

Hasil nilai tes yang dilaksanakan pada akhir pembelajaran tampak bahwa pada siklus II dengan memperhatikan diagram di atas menunjukkan adanya penurunan pada rentang nilai 0 - 69,5 (kriteria kurang) ada 2 siswa yakni sebesar 5,40% atau penurunan 21.62%, dan rentang nilai 70 – 79,5 (kriteria cukup) ada 3 siswa yakni sebesar 8,11% atau penurunan 8,11%, sebaliknya pada rentang nilai 80 – 89,5 (kriteria baik) ada kenaikkan 18 siswa yakni sebesar 48,65% atau kenaikan yang signifikan sebesar 18.92%, demikian juga pada rentang nilai 90 – 100 (kriteria sangat baik) ada 14 siswa yakni sebesar 37,84 % atau kenaikan yang signifikan sebesar 10.81%. Kenyataan ini kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan bentuk dan jumlah soal maupun pada kalimat pertanyaan pada soal yang sederhana serta mudah dipahami. Jika dilihat dari nilai rata-rata kelas di siklus II yakni 86,54 maka nilai siswa secara klasikal mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan bila dibanding dengan siklus I maka terjadi peningkatan yakni sebesar 8,4.

Untuk mengetahui persentase peningkatan skor disposisi matematis siswa pada Siklus 1 dan Siklus 2 mengikuti model pembelajaran group investigation menggunakan rumus N-gain (Hake, 1999 dalam Jamur, Kosim & Doyan, 2015) sebagai berikut.

%

100

1 1 2

x

S

S

S

S

g

siklus maks siklus siklus

,

dimana: G = Gain;

S

siklus2

Rata tata Siklus 2;

S

siklus1

Rata tata Siklus 1;

S

maks

Skor maksimal ideal

3843

.

0

%

100

14

.

78

100

14

.

78

54

.

86

x

g

Berdasarkan interpretasi indeks Gain Ternormalisasi di atas, kita dapat melihat perbedaan atau selisih skor disposisi matematis siswa antara Siklus 1 dan Siklus 2 mengikuti pembelajaran, dengan peningkatan sebesar 0.3843 pada kategori sedang.

Dalam penelitian ini, berdasarkan hasil peningkatan rata-rata prestasi belajar disimpulkan bahwa siswa mampu memahami masalah yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari kemudian mengubah masalah tersebut ke dalam bentuk kalimat matematika. Hal ini berarti siswa telah

(7)

Jurnal Inovasi Pembelajaran Karakter (JIPK) Volume 4 Nomor 3, Agustus 2019

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XII MELALUI BUDAYA LITERASI PADA MATERI DIMENSI TIGA

Achmad Rusdiantoro 7 menguasai tahap matematisasi horisontal. Setelah siswa mempunyai suatu bentuk matematika, kemudian siswa menganalisis masalah tersebut sesuai dengan ide-ide mereka sendiri sehingga mendapat hasil akhir. Hal ini berarti siswa telah menguasai tahap matematisasi vertikal. Tahap matematisasi horisontal dan vertikal merupakan tahapan penyelesaian masalah pada pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik.

2. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Berdasar hasil analisis lembar pengamatan Kemampuan Berpikir Kritis belajar siswa pada siklus I menunjukkan bahwa Kemampuan Berpikir Kritis siswa dalam proses pembelajaran pada kategori sedang. Dari lampiran 3 dapat ditunjukkan bahwa skor yang didapat siswa dalam kelas adalah 1235 dengan persentase penilaian 65.16%. Dari situasi di atas maka dapat disimpulkan Kemampuan Berpikir Kritis siswa di kelas kurang terfokus kepada pembelajaran yang yang lebih cenderung pasif. Setelah diadakan perbaikan pada pembelajaran berikutnya didapat hasil analisis pengamatan Kemampuan Berpikir Kritis siswa pada siklus II menunjukkan adanya peningkatan skor yang diperoleh siswa dalam kelas yaitu 1462 dengan perolehan persentase penilaian 77.27%. Pada lampiran 4 terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 12.11% dari pada siklus I. Dari hal di atas dapat dilihat adanya peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa, sehingga dapat diartikan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas sudah mulai terkendali dan termonitoring dengan baik sehingga proses pembelajaran dapat tercapai sesuai tujuannya. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel pembanding di bawah ini :

Tabel 2. Tabel Kemampuan berpikir Kritis Siklus I dan II

No. Rentang Nilai Kriteria Predikat Siklus I Siklus II

Jmh Siswa % Siswa Jmh % 1 KBK ≥ 84 Sangat Tinggi A 7 18.92% 22 59.46% 2 68 ≤ KBK < 84 Tinggi B 11 29,73% 12 32.43% 3 52 ≤ KBK < 68 Sedang C 16 43.24% 3 8,11% 4 36 ≤ KBK < 52 Rendah D 3 8,11% 0 0 % 5 KBK < 36 Sangat Rendah E 0 0 % 0 0 % Jumlah 37 100% 37 100% Rata rata 65.16% 77.27%

Untuk lebih memperjelas uraian tersebut perlu ditampilkan pada diagram di bawah ini. Grafik 2. Kemampuan Berpikir Kritis siswa tiap siklus

(8)

Jurnal Inovasi Pembelajaran Karakter (JIPK) Volume 4 Nomor 3, Agustus 2019

8 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XII MELALUI BUDAYA LITERASI PADA MATERI DIMENSI TIGA Achmad Rusdiantoro

Hasil pengamatan Kemampuan Berpikir Kritis siswa yang dilaksanakan pada setiap pembelajaran, dengan memperhatikan diagram di atas menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus II dibanding kemampuan berpikir kritis Siklus I siswa pada rentang cukup baik sampai pada kriteria sangat baik, di mana rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis pada siklus I sebesar 65.16%% dengan kategori sedang dan pada siklus II rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis siswa menjadi sebesar 77.27 % dengan kategori tinggi, sehingga terjadi peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis belajar yang sangat signifikan yakni sebesar 12.11%. Kenyataan ini menjadi sangat menggembirakan bagi pembelajaran. Kemungkinan peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis siswa dipengaruhi adanya perubahan pada Budaya Literasi dan pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru (model pembelajaran PBL) sehingga berakibat pada meningkatnya Kemampuan Berpikir Kritis siswa dalam pembelajaran.

3. Aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran

Hasil pengamatan aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran dengan model pembelajaran PBL pada siklus I sebesar 77,5% termasuk dalam kriteria baik (lampiran 10). Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran guru dan pengelolaan kelas sudah baik sesuai dengan model pembelajaran PBL, namun demikian masih perlu adanya beberapa perbaikan yang bisa dilakukan guru, diantaranya: a. Mengurangi dominasi guru dalam menyimpulkan materi

b. Membimbing siswa harus semuanya, jangan sebagian siswa yang bertanya saja.

c. Kurang mengawasi siswa, sehingga masih banyak siswa yang bermain atau mengobrol sendiri. Dengan adanya kekurangan-kekurangan yang ada, maka dilakukan perbaikan pada cara pembelajaran sehingga diperoleh hasil analisis aktivitas pembelajaran guru di kelas adalah sebagai berikut.

Pada siklus II telah dilakukan perbaikan pembelajaran dan hasil pengamatan aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran dengan model pembelajaran PBL adalah sebesar 85% termasuk dalam kriteria baik (lampiran 11). Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran guru dan pengelolaan kelas menjadi semakin baik sesuai dengan model pembelajaran PBL. Dari kegiatan perbaikan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran guru dan pengelolaan kelas lebih baik dibandingkan dari pada siklus I, diantaranya adalah: peran guru sebagai fasilitator sudah baik; dominasi guru sudah berkurang; pada saat menyimpulkan hasil kerja, siswa dilibatkan untuk aktif; siswa sudah lebih berani menyampaikan pendapat dan bertanya; dan siswa dalam mengerjakan soal evaluasi sudah mandiri.

Dari pembahasan di atas menunjukkan bahwa indikator keberhasilan tercapai sehingga hipotesis pada penilaian diterima yang berarti bahwa pembelajaran matematika dengan model

Problem Basic Learnining (PBL) efektif untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah

Kompetensi dasar Dimensi Tiga di kelas XII- MIPA 5 SMA Negeri 6 Semarang tahun pelajaran 2018/ 2019.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan model Pembelajaran

Problem Based Leraning (PBL) melalui budaya literasi dapat meningkatkan kemampuan Berpikir kritis

serta kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pada materi Dimensi Tiga meningkat. Hal ini terlihat dari hasil tes pada siklus I, siswa yang mendapat nilai 76 ada 23 siswa atau ketuntasan belajar secara klasikal 62 % dan rata-rata kelas adalah 78.14. Kemudian pada siklus II siswa yang memperoleh nilai 76 sebanyak 35 siswa atau 95 % dari 37 siswa yang ada dan rata-rata kelas 86.54. Jadi pada siklus II sudah sesuai dengan indikator keberhasilan yang diterapkan. Dengan model

Problem Based Learning (PBL) siswa dapat menyelesaikan permasalahan dengan baik dan dapat dengan

cepat dipahami siswa. Sehingga dengan diterapkannya model pembelajaran Problem Based Learning

(9)

Jurnal Inovasi Pembelajaran Karakter (JIPK) Volume 4 Nomor 3, Agustus 2019

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XII MELALUI BUDAYA LITERASI PADA MATERI DIMENSI TIGA

Achmad Rusdiantoro 9 DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, H.I. (2013). Berpikir Kritis Matematik. Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, 2(1), 66-75.

Enggen, P., Kauchak, D. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: PT Indeks.

Fachrurazi. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar.

Fatmawati, H (2014). Analisis Berpikir Kritis dalam Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Polya pada Poko Bahasan Persamaan Kuadrat. Jurnal Elektronik Pembelajaran matematika,2(9), 899-910.

Ferguson (www.bibliotech.us/pdfs/Inf oLit.pdf)

Haryati, E., Mardiyana., & Usodo, B. (2013). Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (Tai) Dan Problem Based Learning (PBL) Pada Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Multiple Intelligences Siswa Smp Kabupaten Lampung Timur Tahun Pelajaran 2012/201, Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika, 1(7), 721-731.

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Abad 21.Bogor: Ghalia Indonesia. Huda, M. (2014). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kowiyah. (2012). Kemampuan Berpikir Kritis. Jurnal Pendidikan Dasar, (3)5,175-179.

Rahayu,E., Hartono, H. (2016), Keefektifan Model PBL dan PjBL Ditinjau dari Prestasi, Kemampuan Berfikir Kritis, dan Motivasi Belajar Matematika Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Matematika, 11(1).

Rahayu, P., Mardiyana,. & Saputro, D.R.S. (2015). Eksperimen Model Problem Based Learning dan Discovery Learning pada Materi Perbandingan dan Skala Ditinjau dari Sikap Peserta Terhadap Matematika Kelas VII SMP Kabupaten Klaten Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Elektronika Pembelajaran Matematika, 3(3), 242-256.

Rusman. 2011.Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalsme Guru. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Sani, R.A. (2014). Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara. Sumarmo, U. (2014). Pengembangan Hard Skill dan soft Skill Matematik Guru dan Siswa Untuk Mendukung

Implementasi Kurikulum 2013, Makalah Seminar Pendidikan Matematika Nasional, STKIP Siliwangi, Bandung, 14 Januari.

Sutirman, M. (2013). Media & Model-model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wayan Redhana. (2003). Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa melalui pembelajaran kooperatif dengan Strategi Pemecahan Masalah. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No 3. Widyatiningtyas, Reviandari. (2015). The Impact of Problem-Based Learning Approach Tosenior High School

Students’ Mathematics Critical Thinking Ability. IndoMS-JME, Vol 6, No. 2.

Wuandari, Bekti (2013) Pengaruh Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Ditinjau dari Motivasi Belajar PLC di SMK.Jurnal Pendidikan.Vol (3)..

Gambar

Tabel 1. Sintaks atau Langkah-langkah Problem Based Learning
Grafik 1. Tes Hasil Belajar siklus I dan siklus II
Grafik 2. Kemampuan Berpikir Kritis siswa tiap siklus

Referensi

Dokumen terkait

Dengan diberlakukannya kawasan terbatas atau restricted area di Pelabuhan Batu Ampar, Pelabuhan Curah Cair Kabil, dan Pelabuhan Beton Sekupang, maka setiap orang maupun kendaraan

Hasil penelitian yang dilakukan, dari 93 responden yang diwawancara dan kurang mendaptkan dukungan keluarga sebanyak 8 responden, dimana responden tidak

Peningkatan dosis iradiasi gamma yang diberikan saat induksi mutasi, berhubungan dengan penurunan tinggi tanaman, panjang daun, serta rasio panjang dan lebar daun,

Arsitektur backpropagation dengan n buah masukan (ditambah sebuah bias), layer tersembunyi yang terdiri dari p unit (ditambah sebuah bias) dan layer ini bisa lebih dari 1

diibaratkan seperti teknologi penginderaan jarak jauh menggunakan citra satelit yang digunakan untuk mendeteksi potensi sumber daya alam di suatu titik lokasi,

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk- bentuk alih kode dan campur kode serta faktor penyebab alih kode dan campur kode pada tuturan masyarakat kelurahan Sukajawa

pembuatan kapal ikan masih kurang dikuasai. 3) Belum ada informasi (data-data) prototipe kapal ikan yang dikaitkan dengan alat tangkap, wilayah penangkapan dan kondisi perairan bagi

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Samsudewa dan Suryawijaya (2008) bahwa durasi thawing terlalu singkat akan menyebabkan kristal-kristal es belum mencair secara