4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pelepah Kelapa Sawit
Pelepah sawit adalah salah satu limbah perkebunan yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pakan. Pohon kelapa sawit dapat menghasilkan 22 buah pelepah sawit/tahun dan jika tidak dilakukan pemangkasan dapat melebihi 60 pelepah/tahun (Pahan, 2007).
Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Pelepah Kelapa Sawit (%)
Kandungan Nutrisi Nilai Nutrisi (%)
Bahan/Berat Kering (BK) 93,39
Protein Kasar 2,23
Serat Kasar 47,00
Lemak Kasar 3,04
Kadar Abu 3,96
NDF (Neutral Detergant Fiber) 76,09
ADF (Acid Deterhant Fiber) 57,56
Hemiselulosa 18,51
Selulosa 43,00
Lignin 26,00
Sumber : Suryani, 2016
Tingginya kadar lignin dalam pelepah sawit membuat banyak penelitian yang dilakukan untuk dapat menurunkan kadar lignin, seperti perlakuan fisik, kimia maupun biologis. Tujuan perlakuan tersebut supaya ikatan lignoselulosa bisa terpecahkan sehingga serat kasar yang berupa selulosa dan hemiselulosa yang terikat pada ikatan lignoselulosa tersebut dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen sebagai sumber energi (Imsya, 2013).
5 2.2. Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
CMC merupakan turunan selulosa yang paling banyak digunakan dalam pengolahan pangan. Perlakuan terhadap selulosa menggunakan larutan NaOH 18% menghasilkan selulosa alkali. Jika selulosa alkali direaksikan dengan garam natrium dari asam kloroasetat maka dihasilkan eter karboksimetil selulosa.
Gambar 2.1 Struktur Kimia Carboxy Methyl Cellulose
CMC mempunyai struktur molekul yang panjang dan cukup kaku tetapi mempunyai muatan negatif dari gugus karboksil. Gaya tolak-menolak elektrostatik akibat muatan negatif gugus karboksil menyebabkan molekul CMC dapat larut dalam air dan membentuk larutan. Larutan CMC bersifat sangat kental dan stabil. Di pasaran, CMC tersedia dalam berbagai tingkat kekentalan. CMC biasa digunakan sebagai pengental atau untuk memperbaiki tekstur berbagai produk pangan seperti jeli, bahan isian, saus, dan keju oles. CMC menghambat pembentukan kristal es pada es krim dan menstabilkan serta membentuk tekstur yang lembut. (Hermana, 2017)
6 2.3. Micro Crystalin Cellulose (MCC)
MCC adalah suatu material yang dapat diperoleh secara kimiawi dari bahan
α-sellulosa. Pembuatan MCC dilakukan dengan menggunakan metode
delignifikasi pada α-selulosa menggunakan larutan basa NaOH yang disertai dengan proses pemanasan, yang selanjutnya dihidrolisis dengan menggunakan asam mineral seperti HCl dan H2S04 (Prasetia, 2016). Material
MCC banyak di-butuhkan didalam kehidupan sehari-hari karena merupakan bahan tambahan penting dalam bidang farmasi, kosmetik, makanan dan industri lainnya (Zulharmita, 2011). Ada beberapa kelebihan pada material MCC di antaranya yaitu memiliki sifat alir, kompak tibilitas , dan kemampuan pengikatan yang baik (Bolhuis, 2006). Sebagai bahan baku pembuatan MCC telah dicoba dari berbagai sumber diantaranya rotan, kapas dan lain sebagainya. (Mardiyati, 2014). Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan suatu penelitian untuk melakukan preparasi dan karakterisasi MCC yang menggunakan bahan baku Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). (Chaucan, 2009).
MCC merupakan blok kristal yang berdampingan dengan blok amorf secara acak disepanjang serat selulosa (Lee, 2014). Menghilangkan blok amorf mempengaruhi struktur dan kristalinitas serat selain itu, stabilitas suhu dan morfologi permukaan serat akan terpengaruh oleh hilangnya bagian amorf (Deepa et al., 2011). Pada dinding sel tanaman hidup, MCC memainkan peran utama dalam struktur dinding sel serta memberikan kekuatan yang kokoh. Peran ini dapat diadaptasi menjadi produk buatan manusia dengan memanfaatkan MCC sebagai sebuah blok nano untuk peningkatan kualitas bahan dan untuk produksi bahan ramah lingkungan (Shkedi, 2014).
7 2.4. Gliserol
Untuk memperbaiki sifat plastik maka ditambahkan berbagai jenis tambahan atau aditif. Bahan tambahan ini sengaja ditambahkan dan berupa komponen bukan plastik yang diantaranya berfungsi sebagai bahan pemlastis, penstabil pangan, pewarna, penyerap UV, dan lain-lain. Bahan itu dapat berupa senyawa organik maupun anorganik yang biasanya mempunyai berat molekul rendah. Bahan pemlastis merupakan bahan tambahan yang diberikan pada waktu proses untuk meningkatkan beberapa sifat dari polimer, misalnya ketahanan terhadap panas atau minyak dan polimer yang dihasilkan lebih halus dan luwes. (Novayanty, 2015)
Gambar 2.2 Rumus Struktur Gliserol
Sedangkan bahan pemlastis yang umum digunakan dalam pembuatan plastik bioplastik adalah gliserol karena ketersediaan gliserol melimpah di alam dan sifatnya yang tidak merusak alam. Gliserol atau biasa disebut gliserin merupakan suatu larutan kental tidak berwama dan mempunyai rasa yang manis. Jika direaksikan dengan air dan alkohol menyebabkan rasa dingin pada kulit. Gliserol dapat dihasilkan dari minyak sawit (CPO, BPO, dan RPDPO), minyak inti sawit (PKO), dan minyak kelapa (CNO). Dalam pengolahan minyak (trigliserida) selain menghasilkan gliserol juga akan menghasilkan asam lemak yang juga dapat diolah menjadi beberapa macam produk seperti asam laurat, asam kaprat, dan asam stearat (Guerrero, 2010). Gliserol merupakan suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi, tiap atom karbon mempunyai gugus -OH. Gliserol merupakan suatu molekul bidrofilik yang relative kecil dan mudah di sisipkan diantara
8
rantai protein dan membentuk ikatan hidrogen dengan gugus dan protein gluten. Hal ini berakibat pada penurunan interaksi langsung dan kedekatan antara rantai protein. Selain itu, laju transmisi uap air yang melewati film gluten yang dilaporkan meningkatkan seiring dengan peningkatan kadar gliserol dalam film akibat dari penurunan kerapatan jenis protein (Gontard, 2009).
2.5. Bioplastik
Secara umum biodegradable film diartikan sebagai film yang dapat didaur ulang dan dapat dihancurkan secara alami. Dalam kondisi dan waktu tertentu
biodegradable film akan mengalami perubahan dalam struktur kimianya
karena aktifitas mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan alga.
Biodegradable film dapat pula diartikan sebagai suatu material polimer yang
berubah menjadi senyawa dengan berat molekul rendah dimana paling sedikit satu tahap degradasinya melalui metabolisme organisme secara alami (Latief, 2001). Kini telah banyak dikembangkan bioplastik atau plastik
biodegradable, yaitu plastik yang terbuat dari bahan-bahan yang dapat
diperbarui dan mudah diuraikan oleh mikroba. Bioplastik tersebut dapat dibuat dari bahan-bahan organik seperti selulosa, kolagen, pati, kasein, protein atau lipid. (Sinaga, 2014).
Selulosa menjadi penting untuk diekstraksi sebagai bahan baku pembuatan bioplastik karena pemakaian plastik yang semakin besar akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Bahan plastik akan mengganggu kesehatan manusia dan mencemari lingkungan karena plastik mempunyai sifat sulit terdegradasi dan membutuhkan waktu 100 hingga 500 tahun hingga dapat terdekomposisi dengan sempurna. Sedangkan bioplastik dari selulosa memilki sifat
biodegradable dan dapat terurai hingga 67% dalam waktu 2 - 3 minggu pada
9 2.6. Pembuatan Bioplastik
Pembuatan bioplastik menggunakan metode pembuatan film plastik
biodegradable yaitu melt intercalation yaitu teknik inversi fasa dengan
penguapan pelarut setelah proses pencetakkan yang dilakukan pada plat kaca. Metode pembuatan film plastik biodegradable ini didasarkan pada prinsip termodinamika larutan dimana keadaan awal larutan stabil kemudian mengalami ketidak stabilan pada proses perubahan fase (demixing), dari air menjadi padat. Proses pemadatannya (solidifikasi) diawali transisi fase cair satu ke fase dua cairan (liquid demixing) sehingga pada tahap tertentu fase (polimer konsentrasi tinggi) akan membentuk padatan. (Ganda dan Lizda, 2013).
2.7. Analisa Bioplastik
2.7.1. Analisa X-Ray diffraction (XRD)
XRD digunakan untuk analisis komposisi fasa atau senyawa pada material dan juga karakterisasi kristal. Prinsip kerja XRD adalah mendifraksi cahaya oleh kisi-kisi atau kristal ini dapat terjadi apabila difraksi tersebut berasal dari radius yang memiliki panjang gelombang yang setara dengan jarak antar atom yaitu sekitar 1 Angstrom. Radiasi yang digunakan berupa radiasi sinar-X elektron dan neutron. Sinar-X merupakan foton dengan energi tinggi yang memiliki panjang gelombang berkisar antara 0,5 sampai 2,5 Angstrom. Ketika berkas sinar-X berinteraksi dengan suatu material, maka sebagian berkas akan diabsorbsi, ditransmisikan dan sebagian lagi dihamburkan terdifraksi. Hamburan yang terdifraksi inilah yang terdeteksi oleh XRD. (Sasmita, 2018)
2.7.2. Analisa Gugus Fungsi Fourier Transform Infra-Red (FTIR)
Serapan radiasi infra merah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik gelombang elektromagnetik. Ada dua jenis
10
vibrasi ikatan kimia yang dapat menyerap radiasi infra merah, yakni vibrasi longitudinal dan vibrasi sudut. Molekul polimer dikenal dengan karakteristik rantai yang terdiri dari sejumlah satuan ulangan (sampai 102 - 105 unit per rantai). Secara teori spektrum inframerah bahan polimer akan tergantung dari karakteristik spektrum dan struktur kimia satuan ulangannya. Akan tetapi, berbeda dengan senyawa bobot molekul rendah yang murni, struktur satuan-ulangan dalam rantai polimer tidak selamanya identik. Ditambah lagi perubahan susunan geometris, perubahan orientasi ikatan dan bentuk kristal akan mempengaruhi serapan inframerah oleh kimia satuan ulangan. Karena itu dapat diduga bahwa polimer dengan bobot molekul tinggi yang terdiri dari 103-106 atom per molekul akan memberikan sejumlah besar pita serapan. Pada dasarnya, teknik FTIR adalah sama dengan spektroskopi inframerah biasa, kecuali dilengkapi dengan cara penghitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. (Novayanti, 2015)
2.7.3. Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)
Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi sampel. Struktur morfologi dari campuran polimer merupakan sifat yang penting untuk memahami sifat-sifat campuran polimer, khususnya sifat mekanis. SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan specimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder, dan absorpsi elektron. Hasil analisis SEM juga memperlihatkan penyebaran partikel pengisi pada matriks sehingga dapat diketahui distribusi partikel pada matriks tersebar denganmerata atau tidak. (Tanjung, 2017)
11 2.7.4. Analisa Densitas Bioplastik
Densitas bukan merupakan berat, tetapi densitas sebanarnya hasil perhitungan massa per satuan volume. Kerapatan suatu bahan berpengaruh terhadap sifat mekanik bahan tersebut, semakin rapat suatu bahan maka semakin meningkatkan sifat mekaniknya. Sehingga film bioplastik yang dihasilkan mempunyai kekuatan tarik yang baik. Penentuan rapat massa (densitas) film dilakukan dengan cara film dipotong dengan ukuran dan tebal tertentu, kemudian dihitung volumenya. Potongan film ditimbang dan rapat massa film ditentukan dengan membagi massa potongan uji dengan volumenya (g/cm3). (Widyaningsih, 2012)
2.7.5. Analisa Penyerapan Air
Sifat ketahanan bioplastik terhadap air ditentukan dengan uji swelling, yaitu persentase penggembungan plastik oleh adanya air. Uji ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya ikatan dalam polimer serta tingkatan atau keteraturan ikatan dalam polimer yang ditentukan melalui persentase penambahan berat polimer setelah mengalami penggembungan. Proses terdifusinya molekul pelarut kedalam polimer akan menghasilkan gel yang menggembung. (Singgih, 2017)
2.7.6. Analisa Sifat Kekuatan Tarik (Tensile Strenght) dengan standart ASTM D882
Pengujian tarik adalah salah satu uji stress dan strain mekanik yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan material terhadap gaya tarik. Dalam pengujiannya, material uji ditarik sampai putus. Uji tarik adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian tarik sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi diseluruh dunia. Dengan menarik suatu bahan atau material kita akan mengetahui bagaimana bahan tersebut akan bereaksi terhadap gaya
12
yang sudah diberikan (tarikan) dan sejauh mana bahan tersebut bertambah panjang. (Safitri dkk, 2016).
Gambar 2.3. Bentuk sampel uji mekanik standart ASTM D882
Kekuatan pada material dibagi menjadi dua bagian yaitu kekuatan tarik dan kekuatan mulur. Kekuatan material bias diperoleh dari sebuah pengujian yang dikenal dengan nama uji tarik. Dari pengujian itu selain diperoleh specimen kerja yang putus karena proses penarikan, juga dihasilkan sebuah kurva uji tarik. Kurva ini merupakan gambaran dariproses pembebanan pada specimen kerja mulai dari awal penarikan hingga specimen kerja itu putus. (Budiman, 2016).
2.7.7. Analisa Sifat Pemanjangan Pada Saat Putus (Elongantion at Break)
Pemanjangan saat putus adalah sebuah indikasi fleksibelitas dan kemampuan meregang (ekstensibilitas) suatu film, yang ditentukan sebagai titik ketika film putus pada saat uji kekuatan tarik. Dinyatakan sebagai persentase perubahan panjang asli dari spesimen antara grip dari film dengan tingkat peregangan. Elongasi at break adalah peningkatan panjang material saat diuji dengan beban tarik, dinyatakan dalam satuan panjang, pada umumnya menggunakan satuan panjang inchi atau millimeter. Persen elongasi adalah pemanjangan benda uji yang dinyatakan sebagai persen dari
13
panjangnya. Percent elongation at break adalah persen pemanjangan pada saat putusnya benda uji. (Tanjung, 2017)
2.7.8. Analisa Modulus Of Elasticity (MOE)
Modulus elastisitas adalah sifat benda yang berderformasi sementara tanpa ada perubahan yang permanen yaitu sifat untuk melawan deformasi yang terjadi. Sebuah benda elastis sempurna jika setelah gaya penyebab perubahan bentuk dihilangkan benda akan kembali ke bentuk semula. Sekalipun tidak ada pada benda yang elastik sempurna tetapi banyak benda yang tidak elastik sempurna yaitu sampai berderformasi yang terbatas disebut limit elastik. Jika benda berderformasi diatas limit elastik dan apabila gaya-gaya dihilangkan maka benda tersebut tidak lagi kembali kebentuk semula. Sebenarnya perbedaan antara sifat elastik dan plastik hanya terletak pada tingkatan dalam besar atau kecilnya deformasi yang terjadi. (Souisa, 2011)
2.7.6. Analisa Biodegradasi Dengan Metode Soil Burial Test
Biodegradasi merupakan tujuan utama pembuatan film plastik berbasis biopolimer. Uji biodegradasi dilakukan untuk mengetahui apakah suatu bahan dapat terdegradasi dengan baik di lingkungan. Pada penelitian ini uji biodegradasi dilakukan pada kondisi aerobik dengan bantuan bakteri dan jamur yang terdapat ditanah. Metode yang digunakan adalah metode soil burial test yaitu dengan metode penanaman sampel. (Subowo dan Pujiastuti, 2003)