STUDI PERBANDINGAN PARAMETER MARSHALL BETON ASPAL STANDAR DENGAN BETON ASPAL HASIL PEMANASAN ULANG
AMRI NOVRIANTO 9721056
Pembimbing : V. HARTANTO, Ir., M. Sc.
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
ABSTRAK
Salah satu sebab adalah terjadinya penurunan mutu campuran aspal ketika
akan digunakan berkaitan dengan tidak tercapainya suhu campuran aspal pada
saat pengamparan sesuai dengan persyaratan. Campuran aspal yang baik harus
mempunyai suhu pemadatan 85°-125°C. Campuran aspal yang dibuat sesuai
spesifikasi di AMP (Asphalt Mixing Plant) menjadi tidak dapat digunakan ketika
akan dihampar dan dipadatkan jika suhu campuran di bawah ketentuan. Proses
pemanasan kembali tidak dapat langsung digunakan
Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses
pemanasan ulang campuran aspal (pemanasan kembali) terhadap stabilitas
parameter Marshall yang disyaratkan, dengan melakukan pengujian Marshall pada
benda uji dengan proses pendinginan dan yang telah dipanaskan kembali dan
membandingkan stabilitas Marshall pada benda uji tersebut dengan stabilitas
benda uji dalam kondisi normal.
Dari hasil pengujian dan analisis data dapat diambil kesimpulan bahwa
beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal di bawah normal (+
125°C) memiliki stabilitas Marshall kurang dari yang disyaratkan, dan beton aspal
yang telah mengalami pemanasan ulang walaupun dipadatkan pada suhu
pemadatan awal normal (+ 125°C) akan memiliki stabilitas yang kurang
dibanding dengan beton aspal standar walaupun ma sih di atas yang disyaratkan,
sehingga pemadatan awal di bawah suhu pemadatan awal normal (+ 125°C) tidak
vi
DAFTAR ISI
SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR i
SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR ii
ABSTRAK iii
PRAKATA iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN x
2.6 Suhu Pencampuran, Suhu Penghamparan, dan Suhu
Pemadatan Campuran Beraspal 23
2.7 Perbandingan Rata-rata dengan Uji t 24
BAB 3 PROSEDUR KERJA DAN UJI LABORATORIUM 27
3.6 Pemeriksaan Parameter Marshall Standar Benda Uji 34
3.7 Pemeriksaan Parameter Marshall Immersion Benda Uji 36
3.8 Analisis Statistik Parameter Marshall 37
BAB 4 DATA DAN ANALISIS 38
4.1 Hasil Pengujian Agregat 38
4.2 Hasil Pengujian Aspal 44
4.3 Hasil Pengujian Kadar Aspal Optimum 45
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran 6
Gambar 2.2 Diagramatic Efek dari Permukan Agregat Terhadap Tahanan
Geser 12
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian 28
Gambar 3.2 Lengkung Gradasi No. IV Bina Marga untuk Laston 30
Gambar 4.1 Grafik Distribusi Butir Agregat 40
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Stabilitas 42
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Kelelehan 43
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan VIM 43
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan VMA 44
Gambar 4.6 Kadar Aspal Optimum 45
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Batasan Gradasi Agregat untuk Laston 8
Tabel 2.2 Sifat Campuran Agregat 10
Tabel 2.3 Persyaratan Campuran Beton Aspal 21
Tabel 2.4 Persyaratan Rongga dalam Agregat (VMA) 21
Tabel 3.1 Tabel Gradasi Rencana 30
Tabel 3.2 Berat Masing- masing Fraksi Agregat untuk Campuran Benda
Uji 31
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat 39
Tabel 4.2 Tabel Analisis Tapis untuk Agregat 39
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Aspal 41
Tabel 4.4 Persyaratan Campuran Beraspal 41
Tabel 4.5 Hasil Uji Marshall Untuk Mencari Kadar Aspal Optimum 42
Tabel 4.6 Parameter Marshall Hasil Pengujian Marshall Standar 46
Tabel 4.7 Parameter Marshall Hasil Pengujian Marshall Immersion 47
Tabel 4.8 Uji Hipotesis Terhadap Parameter Marshall 48
Tabel 4.9 Nilai tstat Uji t-Student Stabilitas Marshall Standar 51
x
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN
AASHTO = American Association Of State Highway and Transportation Officials
C = celcius
df = Degree of Freedom
Gap = apparent specific gravity
Gb = specific gravity of binder
Gmb = bulk mix gravity
Gs = Berat jenis butir (Specific Gravity)
Gsb = bulk specific gravity
Gse = effective specific gravity
H0 = Hipotesis Awal
Pb = persentase berat aspal terhadap campuran
Pba = persentase penyerapan aspal
Pen = Penetrasi
Pbe = persentase kadar aspal efektif
Ps = persentase berat agregat terhadap berat campuran
rpm = revolution per minute
SSD = Saturated Surface Dry
t = Nilai t-Student kritis (teoritis)
tstat = Nilai t-Student hasil uji statistik
VIM = Voids in Mix
VFB = Voids Filled in Bitumen
VMA = Voids in Mineral Aggregates
α = tingkat keterandalan (level of significance)
µ = data statistik
Σ = jumlah data (sum) ° = derajat
² = kuadrat
³ = kubik
> = lebih dari
< = kurang dari
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Pengujian Agregat 58
Lampiran 2 Hasil Pengujian Aspal 68
Lampiran 3 Hasil Pengujian Marshall Untuk Mencari Kadar Aspal
Optimum 79
Lampiran 4 Hasil Pengujian Marshall Standar 81
Lampiran 5 Hasil Pengujian Marshall Immersion 84
Lampiran 6 Analisis Statistik 87
Lampiran 7 Contoh Perhitungan 90
Lampiran 8 Tabel Koreksi Stabilitas Marshall 97
Lampiran 9 Tabel Nilai t-Student 99
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan kebijakan pemerintah khususnya berkaitan dengan
pembinaan jaringan jalan di Indonesia, maka kenyamanan jalan harus menjadi
perhatian. Jalan harus selalu dirawat dengan memberikan perkerasan tambahan
(overlay) dan diperbaiki jika terjadi kerusakan. Namun mutu jalan yang diperbaiki
terkadang tidak bertahan lama atau rusak kembali. Banyak faktor yang
menyebabkan jalan tidak dapat memenuhi umur rencananya.
Salah satu sebab adalah terjadinya penurunan mutu campuran aspal ketika
2 saat pengamparan sesuai dengan persyaratan. Campuran aspal yang baik harus
mempunyai suhu pemadatan 85°-125°C. Campuran aspal yang dibuat sesuai
spesifikasi di AMP (Asphalt Mixing Plant) menjadi tidak dapat digunakan ketika
akan dihampar dan dipadatkan jika suhu campuran di bawah ketentuan. Jarak
yang jauh antara AMP dengan lokasi proyek, kemacetan, cuaca dingin adalah
penyebabnya. Apabila terjadi demikian, maka campuran aspal tidak dapat
digunakan kembali. Proses pemanasan kembali tidak dapat langsung digunakan
tetapi perlu diteliti lebih lanjut.
Studi ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh penurunan suhu dan
proses pemanasan kembali campuran beton aspal terhadap parameter Marshall
yang disyaratkan.
1.2 Tujuan
Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses
pemanasan ulang campuran aspal (pemanasan kembali) terhadap stabilitas
Marshall yang disyaratkan, dengan cara :
1. Mengevaluasi kinerja parameter Marshall pada benda uji dengan proses
pendinginan menggunakan air sehingga mencapai suhu pemadatan 110oC,
100oC, dan 90oC.
2. Mengevaluasi kinerja parameter pada benda uji yang dipanaskan kembali
akibat proses pendinginan menggunakan air ataupun udara sehingga tidak
tercapainya suhu pemadatan yang disyaratkan.
3. Membandingkan kinerja parameter Marshall pada benda uji tersebut dengan
3 1.3 Pembatasan Masalah
Ada beberapa hal yang menjadi batasan dalam melakukan penelitian ini,
antara lain :
1. Data-data mengenai agregat, aspal dan kadar aspal optimum campuran beton
aspal diambil dari pengujian yang dilakukan oleh PT Kadi pada awal bulan
November di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Prasarana Jalan (Puslitbang Jalan), Badan Penelitian dan Pengembangan
KIMBANGWIL, Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah,
Bandung
2. Proses pendinginan campuran beton aspal panas dilakukan dengan bantuan air
hingga mencapai suhu campuran 110oC, 100oC, 90oC, kurang dari 85oC, dan
dengan udara hingga mencapai kurang dari 85oC.
3. Pemanasan kembali dilakukan hanya pada campuran beton aspal yang
mempunyai suhu pemadatan kurang dari 85oC hingga mencapai suhu
pemadatan ideal atau sekitar 125oC.
4. Gradasi agregat yang dipergunakan adalah gradasi IV Bina Marga.
5. Pengujian terhadap benda uji dilakukan menggunakan uji Marshall Standar
dan Marshall Immersion.
6. Analisis data hanya dilakukan pada parameter stabilitas Marshall Standar dan
Marshall Immersion.
7. Perubahan karakteristik aspal akibat proses pemanasan kembali tidak diteliti
4 1.4 Metode Penulisan
Metodologi yang digunakan pada penulisan Tugas Akhir adalah sebagai
berikut:
1. Studi Pustaka; dilakukan dengan maksud mempelajari data tentang
karakteristik agregat kasar, agregat halus, aspal, bahan pengisi dan campuran
beton aspal.
2. Uji Laboratorium; pekerjaan ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Prasarana Jalan (Puslitbang Jalan), Badan
Penelitian dan Pengembangan KIMBANGWIL, Departemen Permukiman dan
Pengembangan Wilayah, Bandung.
3. Analisis data hasil penelitian; membandingkan parameter stabilitas Marshall
Standar dan Marshall Immersion pada benda uji yang melalui proses
penurunan suhu dan proses pemanasan kembali campuran beton aspal dengan
benda uji normal.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian dan analisis data, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal kurang dari 125°C
(Varian II, III, dan IV) memiliki stabilitas Marshall yang tidak memenuhi
syarat, yaitu 550 kg. Benda uji yang mengalami pemanasan ulang (Varian V
dan VI) memiliki stabilitas Marshall yang memenuhi syarat walaupun lebih
53 2. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal 110°C akibat proses
pendinginan dengan bantuan air (Varian II) memiliki stabilitas Marshall yang
berbeda nyata dengan benda uji standar(Varian I).
3. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal 100°C akibat proses
pendinginan dengan bantuan air (Varian III) memiliki stabilitas Marshall yang
berbeda nyata dengan benda uji standar(Varian I).
4. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal 90°C akibat proses
pendinginan dengan bantuan air (Varian IV) memiliki stabilitas Marshall yang
berbeda nyata dengan benda uji standar(Varian I).
5. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal 80°C akibat proses
pendinginan dengan bantuan air dan dipanaskan kembali hingga suhu 125°C
(Varian V) memiliki stabilitas Marshall yang berbeda nyata dengan benda uji
standar(Varian I).
6. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal 80°C akibat proses
pendinginan dengan bantuan udara dan dipanaskan kembali hingga suhu
125°C (Varian VI) memiliki stabilitas Marshall yang berbeda nyata dengan
benda uji standar(Varian I).
7. Pemadatan awal di bawah suhu pemadatan awal normal (+ 125°C) tidak boleh
dilakukan karena akan menghasilkan campuran dengan stabilitas Marshall
yang lebih rendah dari yang disyaratkan (550 kg).
8. Pemanasan kembali campuran beton aspal tidak disarankan karena dapat
menurunkan stabilitas Marshall campuran walaupun masih di atas yang
54 5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh proses pemadatan
di bawah suhu pemadatan normal dan pemanasan kembali pada campuran
beton dengan aspal penetrasi 80.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh proses pemanasan
55
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Pekerjaan Umum (1990), Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus, SNI. 03 – 1970 – 1990, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta
2. Departemen Pekerjaan Umum (1990), Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar, SNI. 03 – 1969 – 1990, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta
3. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Campuran Aspal dengan Alat Marshall, SNI. 06 – 2489 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta
4. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Dakilitas Bahan-bahan Aspal, SNI. 06 – 2432 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta
5. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Kadar Aspal, SNI. 06 – 2438 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta
6. Departemen Pekerjaan Umum (1990), Metode Pengujian Kadar Air Agregat, SNI. 03 – 1971 – 1990, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta
7. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi Los Angeles, SNI. 03 – 2417 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta
8. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Penetrasi Bahan-bahan Bitumen, SNI. 06 – 2456 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta
9. Departemen Pekerjaan Umum (1990), Metode Pengujian tentang Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar, SNI. 03 – 1968 – 1990, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta
10. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Titik Lembek Aspal dan Ter, SNI. 06 – 2434 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta
56 12. Departemen Pekerjaan Umum (1993), Spesifikasi Agregat Halus untuk Perkerasan Beraspal, SK. SNI. S – 02 – 1993 – 03, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta
13. Direktorat Jenderal Bina Marga (1987), Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston) untuk Jalan Raya, SKBI. 2.4.26.1987, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung
14. Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan (1992), Teknologi Perkerasan Campuran Beraspal untuk Jalan, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pekerjaan Umum, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung
15. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Prasarana Jalan (1999), Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak, No. 023/T/BM/1999, Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah, Bandung
16. Sukirman, Silvia (2000), Material Perkerasan Jalan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional, Bandung