Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1 A.Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah studi mengenai alam sekitar, dalam
hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,
sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. Penguasaan konsep-konsep ilmiah IPA merupakan
landasan untuk melakukan proses penemuan yang nantinya akan memunculkan
konsep-konsep baru dalam diri siswa. Dahar (1996, hlm.79) menyatakan bahwa “belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk
merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi”.
Pendidikan IPA diharapkan dapat mengembangkan kompetensi agar
siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Sejalan
dengan hal tersebut tujuan Pembelajaran IPA sesuai dengan peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 (dalam Suastra, 2009, hlm. 11)
menyatakan bahwa: tujuan pembelajaran IPA SD adalah agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Memperoleh keyakinan terhadap
kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan
keteraturan alam ciptaan-Nya, (2) Mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat serta dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, (3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat, (4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (5) Meningkatkan
kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan
lingkungan alam, (6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan
segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, (7) Memperoleh bekal
pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
diharapkan siswa dapat tertarik untuk memperhatikan dan mempelajari gejala
dan peristiwa alam dengan selalu ingin mengetahui apa, bagaimana, dan
mengapa tentang gejala dan peristiwa tersebut, serta hubungan kausalnya.
Hasil kajian pada proses pembelajaran di kelas menunjukan adanya suatu
miskonsepsi dalam pembelajaran IPA. Kesalahan konsep (misconception) diartikan sebagai pengertian atau konsep yang “salah” atau tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau ilmuan. Bentuknya dapat berupa seperti pengertian yang
tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi
contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan
hirarkis konsep-konsep yang tidak benar. Kesalahan konsep dapat disebabkan
konsep lama dan juga bisa terjadi karena ketidak-utuhan informasi yang
diperoleh seseorang terhadap konsep tersebut. Gagasan siswa yang diperoleh
dari persepsinya terhadap alam sekitar, yang dibawa dari rumah seringkali
berbeda dengan gagasan ilmiah. Hal ini berlanjut dan menghambat siswa
dalam belajar IPA. Selain itu pada proses pembelajaran IPA, siswa akan lebih
bermakna apabila pembelajaran tersebut siswa melakukan secara langsung
konsep yang sedang dipelajarinya. Tujuan belajar IPA yaitu siswa diharapkan
dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar dimana dalam proses
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung (siswa
melakukan praktik) untuk mengembangkan kompetensi dan memahami alam
sekitar secara ilmiah. Oleh karena itu suatu kegiatan pembelajaran harus
didesain dengan melibatkan peran aktif siswa sebagai subjek pembelajaran
untuk secara langsung mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri melalui
berbagai kegiatan pembelajaran yang dipersiapkan oleh guru.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan dalam proses pembelajaran IPA
di kelas III di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukasari Kota
Bandung khususnya pada materi pengaruh energi dalam kehidupan sehari-hari,
dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajarnya terdapat masalah-masalah
yaitu diantaranya: 1) siswa kurang aktif dalam menggali informasi tambahan
yang mendukung materi yang telah disampaikan oleh guru di sekolah, selama
ini dominasi guru masih terlalu besar dalam proses belajar mengajar, 2)
mengakibatkan miskonsepsi dalam IPA, hal ini karena IPA memuat materi
yang sangat banyak dan luas cakupannya sehingga siswa kesulitan untuk
menyerap semua materi dengan baik, 3) bahasa yang digunakan sehari-hari
cenderung berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam IPA, misalnya berat,
gesekan, dan energi di mana arti dalam bahasa sehari-hari cenderung berbeda,
4) guru mengajar tanpa memperhatikan konsepsi atau pengetahuan awal siswa.
Padahal faktor yang paling penting yang dapat mempengaruhi pembelajaran
adalah apa yang diketahui siswa (pengetahuan awal siswa). Banyak siswa yang
memiliki konsep yang salah sebelum siswa tersebut mengikuti pembelajaran.
Konsep awal yang salah pada siswa akan menyebabkan miskonsepsi pada saat
mengikuti pembelajaran IPA di sekolah, 5) sebagian besar siswa mengalami
kesulitan dalam memahami konsep karena pembelajaran bersifat abstrak, guru
jarang mengaitkan pengetahuan yang akan dipelajari dengan fenomena
sehari-hari yang dekat dengan kehidupan siswa. Siswa hanya mendengarkan
penjelasan guru berupa fakta dan konsep, sehingga tidak memahami materi
secara mendalam terutama materi yang bersifat pemahaman dan aplikasi.
Siswa belum mampu menganalisis suatu masalah sehingga sering terjadi
miskonsepsi terhadap materi sains yang mengakibatkan rendahnya pemahaman
siswa, 6) siswa tidak menemukan sendiri konsep yang diterimanya karena guru
hanya menggunakan metode ceramah saja, 7) siswa masih kesulitan dalam
menyatakan ulang sebuah konsep dengan kata-katanya sendiri 8) siswa
cenderung mengalami kesulitan dalam mengingat konsep IPA yang telah
diajarkan. Pada umumnya siswa hanya menghafal. Hal itu disebabkan karena
guru kurang memperhatikan proses belajar yang bermakna pada siswa
sehingga siswa cepat lupa pada materi pelajaran yang telah diajarkan dan
masih kesulitan dalam menjelaskan kembali materi yang telah diajarkan
dengan menggunakan bahasanya sendiri 9) guru kurang variatif dalam
menggunakan metode/model pembelajaran. Guru masih menggunakan gaya
mengajar konvensional yang monoton dengan metode ceramah dan kurang
melibatkan aktivitas siswa dalam melakukan kinerja ilmiah. Akibatnya siswa
mengalami kejenuhan dalam belajar dan kesulitan dalam memahami
tersebut menyebabkan aktivitas siswa di dalam kelas cenderung pasif,
pembelajaran seperti ini kurang mampu membangkitkan pemahaman siswa
terhadap materi yang dipelajari dan cenderung terjadinya miskonsepsi siswa,
pembelajaran menjadi kurang bermakna yang akhirnya berimplikasi pada
rendahnya pemahaman konsep siswa. Salah satu faktor rendahnya hasil belajar
siswa adalah kurang memahami konsep, siswa masih kesulitan dalam
membedakan pengertian dan contoh. siswa tidak bisa membedakan antara
pengertian dan contoh-contoh, maka tak jarang ketika melakukan tanya jawab
tentang pengertian dan contoh-contoh siswa masih keliru dan salah. Hal ini
terlihat ketika guru bertanya tentang pengertian suatu konsep siswa malah
menyebutkan contoh-contoh dari konsep tersebut, salah dalam
mengklasifikasikan contoh-contoh konsep, dan masih belum bisa
menyimpulkan materi pembelajaran yang sedang dipelajari. Hal tersebut
mengakibatkan prestasi belajar siswa kurang baik dan sebagian besar siswa
belum mampu mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah ditetapkan
sekolah tersebut.
Hasil belajar yang diperoleh siswa pada pembelajaran IPA masih
dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal. Hal ini dikarenakan siswa belum
menguasai konsep mengenai energi. Siswa cenderung sulit menyebutkan dan
menjelaskan macam-macam energi. Hasil observasi awal peneliti pada
prasiklus di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukasari Kota
Bandung, yang diketahui bahwa pemahaman konsep siswa masih rendah, hal
tersebut bisa dilihat dari hasil belajar siswa yang masih banyak dibawah KKM
yaitu rata-rata pemahaman konsep siswa hanya mencapai 57,56 dari skor
maksimum 100 untuk keseluruhan soal pemahaman konsep yang diajukan,
sedangkan KKM yang telah ditetapkan sekolah tersebut pada mata pelajaran
IPA yaitu 67. Terdapat 70% siswa di bawah KKM hanya 9 dari 30 orang siswa
yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal. Selain itu juga bisa dilihat dari
kemampuan pemahaman konsep untuk tiap indikatornya yaitu sebanyak 51,3%
keberhasilan pada pada indikator menjelaskan, 57,3% keberhasilan pada
indikator memberikan contoh, 63,3% keberhasilan pada indikator
Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman siswa dikategorikan
rendah. Rendahnya kemampuan pemahaman konsep siswa ini tidak terlepas
dari proses pembelajaran yang dilaksanakan guru tidak berpusat pada siswa.
Dalam pembelajaran ini guru lebih mendominasi sedangkan siswa hanya
pendengar informasi dari guru tanpa siswa sendiri yang menemukannya.
Pemahaman konsep merupakan bagian dari hasil pembelajaran IPA, tanpa
pemahaman konsep siswa tidak akan mendapatkan pembelajaran IPA yang
sesuai dengan hakekat pembelajaran IPA atau tidak akan sesuai dengan tujuan
pembelajaran IPA di sekolah dasar. Pemahaman konsep IPA dapat siswa miliki
bukan dari buku yang ia baca, tetapi dari pembelajaran yang aktif dan kreatif
yang melibatkan siswa secara langsung agar dapat menemukan makna dari
pengalaman tersebut.
Berdasarkan indikasi diatas, guru perlu mengubah strategi atau model
mengajar yang baru agar dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi siswa dan
memungkinkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran, sehingga berdampak
pada peningkatan pemahaman konsep siswa. Diperlukan model pembelajaran
yang melibatkan siswa untuk aktif, kreatif sehingga dapat membangun
pengetahuannya sendiri dari pengalaman yang diperolehnya untuk mereduksi
miskonsepsi. Kemudian membetulkan dengan konsep yang benar dan
memberikan pengalaman yang sesuai dengan IPA. Sebagai salah satu alternatif
untuk memperbaiki kelemahan yang terjadi di lapangan, maka perlu diterapkan
suatu model untuk mengoptimalkan proses pembelajaran guna mengatasi
rendahnya pemahaman konsep IPA siswa dan meminimalisir terjadinya
miskonsepsi siswa adalah salah satunya melalui model pembelajaran IPA yang
dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivis, yaitu model pembelajaran Children’s Learning in Science (CLIS). Model CLIS ini dikembangkan oleh kelompok Children’s Learning in Science di Inggris yang dipimpin oleh Driver
(1998, Tyler, 1996). CLIS merupakan model pembelajaran IPA yang
memperhatikan dan mempertimbangkan pengetahuan awal siswa yang
mungkin diperoleh di luar sekolah serta menyediakan serangkaian pengalaman
berupa kegiatan nyata yang rasional atau dapat dimengerti siswa dan
siswa melalui aktivitas hands on atau minds on. Dengan kata lain, saat proses
pembelajaran berlangsung siswa harus terlibat dalam kegiatan nyata. Dengan
begitu, dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan miskonsepsi yang
dialami siswa tidak semakin kompleks.
Dalam Samatowa (2006, hlm. 74), Model Pembelajaran Children
Learning in Science (CLIS) merupakan pembelajaran yang berusaha
mengembangkan gagasan atau konsep awal siswa tentang suatu masalah atau
peristiwa tertentu dalam pembelajaran serta merekonstruksi gagasan. Model
pembelajaran CLIS memiliki lima tahapan yaitu orientasi, pemunculan
gagasan, penyusunan ulang gagasan, penerapan gagasan atau, pemantapan
gagasan. Tahap penyusunan ulang gagasan masih di bedakan menjadi tiga
bagian, yaitu pengungkapan dan pertukaran gagasan, pembukaan pada situasi
konflik, dan konstruksi gagasan baru dan evaluasi. Pemilihan model
pembelajaran Children’s Learning in Science berdasarkan pertimbangan bahwa
model pembelajaran ini merupakan salah satu model pembelajaran yang
kegiatan belajarnya melibatkan peran aktif siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya.
Pembelajaran diawali dengan menyampaikan permasalahan kepada siswa,
sehingga menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari tanpa harus selalu
tergantung pada guru, bekerja sama dengan siswa lain, dan berani untuk
mengemukakan pendapat. Dengan demikian, siswa lebih aktif, kreatif dan
produktif dalam pembelajaran.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan model pembelajaran Children’s Learning in
Science (CLIS) pada pembelajaran IPA di kelas III di salah satu Sekolah
Dasar Negeri di Kecamatan Sukasari Kota Bandung?
2. Bagaimanakah hasil peningkatan pemahaman konsep siswa di kelas III di
salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukasari Kota Bandung pada
pembelajaran IPA setelah diterapkan model pembelajaran Children’s
Learning in Science (CLIS)?
C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskrisikan pelaksanaan model pembelajaran Children’s
Learning in Science (CLIS) pada pembelajaran IPA di kelas III di salah satu
Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukasari Kota Bandung.
2. Untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep siswa kelas III di salah
satu Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukasari Kota Bandung pada
pembelajaran IPA setelah diterapkan model pembelajaran Children’s
Learning in Science (CLIS).
D.Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoretis
Dengan penelitian ini diharapkan akan menghasilkan sebuah teori baru
mengenai model pemebelajaran CLIS (Children’s Learning in Science)
yang dapat meningkatkan pemahaman konsep pada pembelajaran IPA siswa
kelas III. Sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1) Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar mengenai materi
pembelajaran IPA melalui model pembelajaran CLIS (Children’s
Learning in Science), sehingga dapat meningkatkan pemahaman
konsep dan kompetensi dalam mata pelajaran IPA dapat tercapai
secara optimal.
2) Pembelajatan tidak lagi monoton, dapat menarik minat siswa untuk
lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran IPA di dalam kelas.
3) Dengan model pembelajaran CLIS (Children’s Learning in Science),
siswa dapat memahami konsep yang dikaitkan dengan pengetahuan
sebelumnya.
b. Bagi Guru
1) Memotivasi guru agar lebih kreatif dan inovatif dalam mencari dan
menerapkan model-model pembelajaran yang tepat untuk
menyampaikan suatu konsep tertentu sehingga dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran.
2) Memberikan informasi dan wawasan mengenai cara membelajarkan
mata pelajaran IPA dengan menerapkan model pembelajaran CLIS (Children’s Learning in Science) agar kualitas serta kinerja guru dalam mengajar dapat meningkat.
3) Dapat memberikan aspirasi bagi guru untuk melakukan proses belajar
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran CLIS (Children’s Learning in Science) sehingga tercipta pembelajaran yang menyenangkan dan berkesan.
c. Bagi Sekolah
1) Sebagai informasi untuk memberikan ketertarikan kepada tenaga
kependidikan agar lebih banyak menerapkan metode atau model
pembelajaran yang variatif dan inovatif dalam proses pembelajaran di
sekolah.
2) Sebagai masukan dalam penyediaan dan pengelolaan sumber belajar
d. Bagi Peneliti
1) Memperoleh ilmu dan pengetahuan baru dalam keterampilan belajar
mengajar di sekolah, khususnya pada pembelajaran melalui model
pembelajaran CLIS (Children’s Learning in Science).
2) Memperoleh pengalaman baru dalam keterampilan belajar mengajar
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
36 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas atau biasa
disingkat PTK. Penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan (action
research) yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas Ekawarna (2009, hlm
86). Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk merubah perilaku mengajar
guru, perilaku siswa di kelas, dan peningkatan atau perbaikan praktik
pembelajaran. Menurut Suharsimi (dalam Daryanto, 2002, hlm. 3) bahwa PTK
adalah paparan gabungan definisi dari tiga kata “penelitian, tindakan, dan kelas.” Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang
bermanfaat bagi peneliti atau orang-orang yang berkepentingan dalam rangka
peningkatan kualitas di berbagai bidang. Tindakan adalah suatu gerak kegiatan
yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu yang dalam pelaksanaannya
berbentuk rangkaian periode/siklus kegiatan. Sedangkan kelas adalah
sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama dan tempat yang sama
menerima pelajaran yang sama dari seorang guru yang sama. Penelitian
tindakan kelas (PTK) merupakan terjemahan dari Classrom Action Research
yaitu Action Research (penelitian tindakan) yang dilakukan di kelas.
Peneliti mengambil metode ini karena peneliti mendapatkan masalah di
kelas tempat peneliti mengajar. Masalah yang terjadi adalah hasil tes
pemahaman konsep siswa kelas III SD pada mata pelajaran IPA masih sangat
rendah. Hal ini sesuai dengan apa yang telah diuraikan para ahli bahwa tujuan
dari penelitian tindakan kelas adalah untuk meningkatkan praktik pembelajaran
yang lebih baik. Menurut Suhardjono (2012, hlm. 61) tujuan penelitian
tindakan kelas secara terperinci adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan dan
pembelajaran di sekolah
2. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan
4. Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga
tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan
pembelajaran secara berkelanjutan (sustainable).
Dari tujuan penelitian tindakan kelas di atas semakin memantapkan
peneliti untuk menggunakan metode penelitian ini, serta diharapkan dapat
memberikan perbaikan dan meningkatkan pemahaman konsep siswa dan
proses pembelajaran di dalam kelas.
B.Model Penelitian
Model PTK yang akan digunakan pada penelitian ini adalah model
Kemmis dan Mc Taggart. Menurut Kemmis dan Mc Taggart (dalam Rafi’udin,
1996) penelitian tindakan dapat dipandang sebagai suatu siklus spiral dari
penyusunan perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan (observasi), dan
refleksi yang selanjutnya mungkin diikuti dengan siklus spiral berikutnya.
Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Alur Rancangan Siklus Tindakan Model Kemmis dan Taggart
Tahapan-tahapan yang terdapat pada penelitian tindakan kelas model
Kemmis dan Mc Taggart, diantaranya:
1. Perencanaan
Dalam penelitian tindakan kelas, tahapan yang pertama kali dilakukan
adalah menyusun perencanaan. Pada tahapan ini peneliti menjelaskan tentang
apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut
akan dilakukan. Biasanya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
peneliti harus mempersiapkan beberapa hal diantaranya Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), instrumen penelitian, media pembelajaran, bahan ajar,
dan aspek-aspek lain yang sekiranya diperlukan.
2. Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan adalah kegiatan mengimplementasikan atau
menerapkan perencanaan yang telah dibuat, peneliti hatus mentaati apa yang
telah dirumuskan pada tahap perencanaan agar hasil yang diperoleh sesuai
dengan apa yang diharapkan.
3. Observasi
Tahap observasi dilakukan oleh pengamat atau observer. Kegiatan ini
berlangsung bersamaan dengan kegiatan pelaksanaan. Pada tahap observasi,
observer akan mengamati bagaimana proses pelaksanaan berlangsung serta
mengetahui dampak yang akan dihasilkan dari proses pelaksanaan
pembelajaran.
4. Refleksi
Tahapan refleksi ini adalah tahapan dimana kita dapat mengetahui
kelemahan apa saja yang terjadi dari proses pelaksanaan, hingga akhirnya
dapat diperbaiki pada siklus selanjutnya. Apabila proses siklus sudah selesai
maka tahapan ini bisa dijadikan tahapan untuk menarik kesimpulan dari
keseluruhan kegiatan.
C.Lokasi, Waktu dan Subjek Penelitian
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Penelitian ini dilakukan di kelas III di salah satu Sekolah Dasar Negeri
di Kecamatan Sukasari Kota Bandung. Sekolah ini berada di pinggir jalan
raya. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena adanya permasalahan
mengenai pemahaman konsep dalam pembelajaran IPA, sehingga peneliti
tertarik melaksanakan penelitian di sekolah ini.
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah empat
bulan mulai dari tahap persiapan pada bulan Maret 2015 sampai dengan
tahap pengiriman laporan akhir pada bulan Juni 2015. Penelitian ini
dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2014/2015 dengan
merencanakan 2 siklus.
c. Subjek penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III SD semester genap di
salah satu Sekolah Dasar di Kecamatan Sukasari Kota Bandung tahun ajaran
2014/2015. Banyaknya siswa kelas III pada saat ini sebanyak 35 orang,
terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Namun, pada saat
pengumpulan data awal jumlah siswa yang hadir sejumlah 30 orang, terdiri
dari 16 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Oleh karena itu, peneliti
memutuskan untuk mengambil ke-30 siswa tersebut sebagai subyek
penelitian. Tingkat kemampuan para siswa bervariasi ada yang kurang,
sedang, dan beberapa orang siswa di atas rata-rata. Alasan penelitian kelas
III sebagai sumber penelitian adalah karena guru merasakan di kelas ini
siswa belum menguasai konsep yang diajarkan guru sehingga perlu adanya
penelitian tindakan kelas ini.
D.Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan
Sukasari Kota Bandung bertujuan untuk mengetahui pemahaman konsep siswa
kelas III SD ada mata pelajaran IPA dengan menggunakan model siklus
belajar. Menurut Kemmis dan Mc Taggart (dalam Arikunto, 2011, hlm. 137)
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pengamatan, dan refleksi dalam setiap tindakan, dengan berpatokan pada
referensi awal.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan Penelitian
a. Observasi
Sebelum dilakukannya penelitian, peneliti melakukan observasi
proses pembelajaran didalam kelas. Dari hasil pengamatan peneliti
mendiagnosa bahwa siswa kelas III memiliki kesulitan dalam memahami
konsep dalam pembelajaran IPA mengenai pengaruh energi dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Pre Test
Pre Test ini dilakukan pada tanggal 2 Maret 2015 bertujuan untuk
mengetahui seberapa jauh pemahaman konsep siswa terhadap
pembelajaran IPA sebelum melakukan tindakan dengan menerapkan
model pembelajaran Children’s Learning in Science.
c. Menyusun Proposal
Setelah peneliti melakukan observasi dan mengetahui sebab
permasalahan yang ditemukan ketika melakukan observasi, kemudian
peneliti menyusun proposal untuk melakukan penelitian agar
penelitian yang akan dilakukan dapat terarah.
d. Mengurus Perizinan untuk Melakukan Penelitian
Langka selanjutnya adalah peneliti mengurus perizinan untuk
melakukan penelitian melalui prodi PGSD dan lembaga-lembaga
terkait untuk dapat melakukan penelitian di salah satu Sekolah Dasar
Negeri di Kecamatan Sukasari Kota Bandung.
2. Pelaksanaan Penelitian
Tahap pelaksanaan pada penelitian tindakan kelas diuraikan sebagai
berikut:
a. Siklus 1
1) Perencanaan tindakan
Atas dasar masalah dan penyebabnya, dalam pelaksanaan tindakan
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sebelum melakukan tindakan dengan menerapkan model pembelajaran
Children’s Learning in Science, peneliti melakukan persiapan perencanaan diantaranya mengkaji teori-teori yang mendukung ke
perpustakaan, pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
pembuatan media pembelajaran, menyusun instrumen penelitian serta
mendiskusikan dengan rekan guru sejawat yang akan diminta observer.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam perencanaan ini
adalah:
1) Mendiskusikan dengan guru kelas mengenai langkah-langkah, strategi
yang akan digunakan dalam pembelajaran
2) Menyesuaikan rancangan penelitian dengan pokok bahasan yang akan
disampaikan
3) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
4) Menyiapkan lembar evaluasi dan instrumen lain serta penilaian
mengenai kemampuan siswa dalam memahami konsep pada
pembelajaran IPA mengenai pengaruh energi dalam kehidupan
sehari-hari dan aplikasinya dalam menyelesaikan soal.
5) Menyusun alat observasi yang digunakan untuk pengamatan terhadap
guru dan siswa
6) Menyiapkan alat-alat untuk dokumentasi.
2) Pelaksanaan tindakan
Pada tahap ini, pelaksanaan tindakan dilakukan langsung oleh
peneliti sendiri yang juga untuk menerapkan tindakan dalam
pembelajaran dikelas. Teman sejawat akan berperan sebagai observer,
yang mengamati proses pembelajaran IPA.
Pelaksanaan tindakan dengan menerapkan model pembelajaran
Children’s Learning in Science pada pembelajaran IPA mengenai pengaruh energi dalam kehidupan sehari-hari yang akan dilakukan dalam
2 siklus.
Pelaksanaan penelitian dilakukan berdasarkan dengan rencana yang
telah dibuat sebelumnya. Pelaksanaan ini berlangsung di kelas dalam
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan model pembelajaran Children’s Learning in Science, dimana
skenario kerja tindakan meliputi:
a) Tahap orientasi, guru memusatkan perhatian siswa dengan
menanyakan tentang fenomena alam yang sering dijumpai siswa
dalam kehidupan sehari-hari, yang ada kaitannya dengan konsep yang
akan dipelajari. Tujuan kegiatan ini untuk menghadapkan situasi
konflik pemikiran siswa terhadap gejala-gejala alam dan hubungannya
dengan konsep IPA
b) Tahap pemunculan gagasan, siswa dihadapkan pada permasalahan
yang mengandung teka-teki, siswa diminta untuk melakukan
pengamatan atau percobaan dengan mengikuti petunjuk LKS yang
telah dirancang dalam bentuk kegiatan secara individu
c) Tahap penyusunan ulang gagasan, siswa diberikan LKS dan
melakukan kegiatan belajar dalam kelompok sambil berdiskusi dan
bertukar gagasan untuk menjawab berbagai pertanyaan dan masalah
yang ada di LKS dari hasil pengamatan atau percobaannya, sehingga
siswa dapat menemukan sendiri jawaban permasalahan yang ada di
LKS sesuai dengan konsep-konsep ilmiah yang diinginkan dalam
mempelajari konsep IPA. Selanjutnya guru menjelaskan
konsep-konsep ilmiah tentang konsep-konsep yang sedang dipelajari. Tujuannya
untuk meyakinkan siswa bahwa konsep yang ditemukan siswa melalui
pengamatan pada saat mengisi LKS akan lebih sempurna, jika konsep
yang dijelaskan guru sesuai dengan yang ditemukan dan disimpulkan
oleh siswa. Dalam hal ini siswa akan termotivasi dengan belajar
sendiri dapat menemukan konsep yang ilmiah. Dengan demikian
siswa bangga akan hasil temuannya sendiri, sehingga menjadikan
belajar lebih bermakna.
d) Tahap penerapan gagasan, yaitu guru bersama siswa melakukan
pengamatan atau percobaan pada fenomena alam yang lebih kompleks
tetapi ada keterkaitan dengan konsep yang sedang dipelajari sehingga
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
e) Tahap pemantaan gagasan, yaitu siswa dengan dibimbing oleh guru
menyimpulkan tentang keseluruhan materi yang telah dipelajari.
Setelah itu, siswa mengerjakan tes formatif untuk mengukur sejauh
mana pemahaman mereka terhadap materi yang telah dipelajari
f) Guru menjelaskan secara general tentang materi yang akan dibahas
3) Observasi
Observasi ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian rencana
pembelajaran dengan pelaksanaan pembelajaran yang terjadi. Peneliti
mengobservasi kesesuaian rencana dengan aplikasinya pada saat
berlangsungnya proses belajar mengajar. Peneliti dibantu oleh observer
melakukan pengamatan terhadap proses belajar siswa selama kegiatan
belajar mengajar berlangsung. Reaksi dan tanggapan siswa terhadap
proses pembelajaran akan dicatat oleh peneliti dan rekan observer.
Reaksi tersebut contohnya berupa: situasi selama proses pembelajaran
berlangsung, keaktifan siswa, sikap siswa pada saat melakukan diskusi
dan tanya jawab, pemanfaatan media, kemampuan siswa pada saat
menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru dan kemampuan pada saat
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Selain itu peneliti juga
menggunakan kamera untuk mendokumentasikan secara detail
pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran
Children’s Learning in Science untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran IPA mengenai penagruh energi dalam
kehidupan sehari-hari.
4) Refleksi
Refleksi ini bertujuan memperbaiki pelaksanaan penelitian pada
siklus selanjutnya dan mendiskusikan apa saja yang terjadi pada tahap
pelaksanaan yang semua telah ditulis pada tahap observasi. Membahas
mengenai penampilan mengajar maupun situasi siswa dan kelas, semua
hal yang telah ditemukan pada saat pelaksanaan semuanya dibahas pada
tahap refleksi ini agar kekurangan atau kelemahan yang ada pada
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berikutnya yaitu siklus II. Siklus dapat dihentikan jika hasil belajar yang
diinginkan telah tercapai.
b. Siklus II
Siklus II merupakan tahapan kedua hasil dan refleksi pada siklus I.
Seperti halnya pada siklus pertama, siklus kedua ini juga terdiri dari empat
tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
1) Perencanaan tindakan
Peneliti membuat perencanaan pembelajaran berdasarkan berdasarkan
hasil refleksi pada siklus I.
2) Pelaksanaan tindakan
Guru melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan model
pemebelajaran Children’s Learning in Science sesuai dengan perencanaan
yang telah dibuat berdarkan hasil refleksi Siklus I.
3) Observasi
Peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran Children’s Learning in Science.
4) Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian tindakan kelas dengan dua siklus maka
peneliti membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran Children’s Learning in Science dalam
meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran IPA materi pengaruh
energi dalam kehidupan sehari-hari.
E.Instrumen Penelitian
Untuk dapat memperoleh kebenaran yang objektif dalam pengumpulan
data, maka diperlukan instrumen yang tepat agar masalah yang diteliti dapat
terefleksikan dengan baik. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan ada 2
macam, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa nilai
hasil tes uraian pada mata pelajaran IPA materi pengaruh energi dalam
kehidupan sehari-hari. Sedangkan data kualitatif berupa informasi mengenai
keterlaksanaan penerapan model pembelajaran Children’s Learning in Science
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini, yaitu
sebagai berikut:
1. Instrumen pembelajaran
Instrumen pembelajaran adalah instrumen yang dipakai selama
pembelajaran berlangsung. Instrumen pembelajaran yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP merupakan pedoman metode dan langkah-langkah yang akan
dilaksanakan dalam setiap kali pertemuan dikelas. RPP merupakan
persiapan mengajar yang didalamnya mengandung program yang
terperinci sehingga tujuan yang diinginkan untuk menentukan
keberhasilan kegiatan pembelajaran sudah terumuskan dengan jelas.
Penyusunan RPP dalam penelitian ini disesuaikan dengan model
pembelajaran Children’s Learning in Science.
2. Instrumen Tes
Instrumen tes yang digunakan adalah:
a. Lembar tes (Post-test)
Tes yang digunakan adalah tes formatif yakni tes yang dilakukan
setiap akhir siklus. Tes ini berbentuk tes uraian yang diberikan kepada
setiap siswa. Tujuan menggunakan tes uraian adalah untuk mengetahui
peningkatan pemahaman konsep siswa dalam memahami materi pokok
pengaruh energi dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan
model pembelajaran Children’s Learning in Science. Lembar soal tes
juga digunakan sebagai alat evaluasi untuk menilai hasil kemampuan
siswa dalam memahami konsep pada mata pelajaran IPA yang akan
digunakan dalam refleksi setiap siklus. Oleh karena itu, lembar soal tes
berguna untuk memperoleh data mengenai pemahaman siswa pada saat
pembelajaran berlangsung.
b. Lembar Kerja Siswa
Lembar Kerja Siswa ini merupakan LKS Kelompok. LKS
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
teman satu kelompoknya, meningkatkan kemampuan komunikasi siswa
dalam bersosialisasi, dapat saling menghargai dengan teman satu
kelompok, dapat saling bertukar pengetahuan.
3. Instrumen Non Tes
Selain menggunakan insterumen tes, penelitian ini juga menggunakan
instrumen non tes yaitu:
a. Lembar Observasi
Observasi dilaksanakan ketika proses pembelajaran. Observasi
bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai proses pembelajaran
IPA di kelas. Dalam penelitian ini lembar observasi merupakan panduan
observasi yang digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru
selama kegiatan belajar berlangsung. Lembar observasi diisi oleh
observer pada setiap proses pembelajaran berlangsung pada setiap siklus.
Data yang diperoleh dari lembar observsi yang diisi oleh observer
digunakan untuk dijadikan masukan bagi peneliti untuk melakukan
refleksi pada kegiatan pembelajaran berikutnya.
b. Studi Dokementasi
Teknik ini merupakan penelaahan terhadap referensi-referensi yang
berhubungan dengan fokus permasalahan penelitian. Data ini dapat
bermanfaat bagi peneliti untuk menguji data dan menafsirkan fokus
permasalahan dalam penelitian. Studi dokumentasi dapat berbentuk foto,
video, maupun rekaman.
F. Pengolahan Data
Mengacu pada rumusan masalah, terdapat tiga data yang diolah dalam
penelitian ini, yaitu: 1) perencanaan pembelajaran, 2) pelaksanaan
pembelajaran, dan 3) hasil pembelajaran. Adapun ketiga data tersebut
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu data kualitatif dan data
kuantitatif.
a. Data Kualitatif
Data kualaitatif diperoleh dari perencanaan pembelajaran dan
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
lembar observasi dan studi dokumentasi. Hasil observasi tersebut kemudian
diolah mengikuti langkah-langkah di bawah ini:
1) Seleksi dan reduksi data
Mereduksi data adalah merangkum data berdasarkan hal-hal pokok
dan memfokuskan pada hal-hal yang penting serta membuang hal-hal
yang dianggap tidak penting. Data yang direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih spesifik dan mempermudah dalam pengolahan.
2) Klasifikasi data
Setelah data direduksi, selanjutnya data diklasifikasikan.
Klasifikasi data dilakukan agar data hasil reduksi terorganisasikan dan
tersusun dengan baik dengan cara mengelompokkan data yang termasuk
hasil tes, lembar observasi, dan studi dokumentasi.
3) Deskripsi data
Deskripsi data memberikan gambaran tentang data hasil penelitian.
4) Interpretasi data
Interpretasi data adalah proses pemberian makna terhadap
pola-pola dalam data yang dikemukakan dalam sebuah penelitian.
b. Data Kuantitatif
Data kuantitatif diperoleh dari tes pemahaman konsep siswa mengenai
pembelajaran IPA materi pengaruh energi dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah data diperoleh, kemudian dilakukan analisis dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Untuk Melihat Peilaian Akhir Siswa
Untuk melihat penilaian akhir siswa setelah diberikan test, yaitu
Penilaian akhir = Skor yang dipeoleh siswa X 100
Skor maksimal
Sumber: (Arikunto, 2012, hlm. 30)
2. Untuk Menghitung Nilai Rata-rata
Rata-rata hitung skor post-test dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
x = ∑ �
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sumber: (Aqib, dkk, 2001, hlm. 40)
Keterangan:
x : Nilai rata-rata kelas
∑ � : Total nilai yang diperoleh siswa
N : jumlah siswa
Tabel 3.1
Kategori Nilai Rata-rata Siswa
No Rentang Nilai Kategori
1 90-100 Sangat Baik
2 70-89 Baik
3 50-69 Cukup
4 30-49 Kurang
5 0-29 Kurang Sekali
3. Untuk Menghitung Presentase Ketuntasan Belajar
a) Ketuntasan belajar berdasarkan KKM
Indikator keberhasilan penelitian ini adalah Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yang telah ditetapkan untuk kelas III SD di salah satu
Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukasari Kota Bandung yaitu 67.
Siswa dikatakan mencapai ketuntasan belajar bila sudah mencapai
nilai KKM.
Tabel 3.2
Kategori Perolehan Presentase KKM Siswa
No Persentase Kategori
1 67% - 100% Berhasil (Tuntas)
2 0% - 66% Belum Berhasil (Belum Tuntas)
b) Ketuntasan belajar secara klasikal
Presentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal menggunakan
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu � = ∑ ≥ %� � %
Sumber: (Iswanto, 2012, hlm. 32)
Keterangan:
TB : Ketuntasan Belajar
∑ ≥ % : Jumlah siswa yang mendapat nilai lebih besar dari atau sama dengan 67
n : jumlah siswa
100% : bilangan tetap
Berdasarkan ketuntasan sekolah, siswa secara individual
dikatakan tuntas jika telah mendapatkan skor lebih besar dari atau
sama dengan KKM yaitu 67, sedangkan menurut Depdikbud “suatu
kelas dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan secara klasikal) jika dalam kelas tersebut terdapat ≥ 85% siswa yang telah tuntas belajarnya”. Kriteria tingkat keberhasilan belajar (%) menurut Aqib (Gumilar, 2013 hlm. 38), sebagai berikut:
Tabel 3.3
Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa
Tingkat Keberhasilan (%) Klasifikasi
>80% Sangat tinggi
60-79% Tinggi
40-59% Sedang
20-39% Rendah
<20% Sangat rendah
Sumber: Aqib (dalam Gumelar,2013, hlm. 39)
4. Untuk Melihat Ketercapaian Indikator (%)
Untuk melihat ketercapaian skor pada setiap indikator digunakan rumus:
Ketercapaian skor = Siswa yang memperoleh skor X100%
Jumlah siswa
Ketercapaian indikator = Jumlah ketercapaian skor
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5. Untuk Penentuan Rata-rata Kemampuan Pemahaman siswa
Rata-rata kemampuan pemahaman = Jumlah skor total siswa X 100%
Jumlah seluruh siswa
Sedangkan untuk keperluan mengklasifikasi kualitas pemahaman
digunakan pedoman klasifikasi kualitas pemahaman konsep IPA siswa
[image:24.595.162.512.247.399.2]yang sesuai dengan tabel 3.4
Tabel 3.4
Klasifikasi Kemampuan Pemahaman Siswa
Presentase kemampuan
pemahaman siswa (%) Klasifikasi
90%≤A≤100% Sangat Tinggi
75%≤B≤90% Tinggi
60%≤C≤75% Cukup
40%≤D≤60% Rendah
0%E≤40% Sangat Rendah
6. Menghitung presentase keterlaksanaan kegiatan pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran Children’s Learning In Science yaitu
Keterlaksanaan = __ Jumlah aktivitas yang terlaksana____ X 100%
Jumlah aktivitas yang seharusnya terlaksana
Sumber: (Karlina, 2011, hlm 21)
Kemudian untuk menginterpretasikan keterlaksanaannya dapat
ditentukan berdasarkan kategori pada tabel 3.5 di bawah ini.
Tabel 3.5
Interpretasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran
Presentase (%) Interpretasi
80-100 Sangat baik
60-79 Baik
40-59 Cukup
21-39 Kurang
0-20 Sangat kurang
[image:24.595.162.500.604.734.2]Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pemahaman konsep merupakan salah satu bagian dari hasil belajar,
sehingga untuk menentukan tuntas atau tidaknya siswa memahami sebuah konsep adalah seperti yang diuraikan (Aqib, 2009, hlm. 41), “...dikatakan berhasil dan meningkatkan hasil belajar siswa jika siswa mampu
menyelesaikan paragraf dan memenuhi ketuntasan belajar yaitu minimal
67%...”. Maka, penelitian ini akan dihentikan jika nilai siswa dan ketuntasan
belajar secara klasikal mengalami peningkatan dengan presentase
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 118
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan seluruh kegiatan penelitian mulai dari perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, pengamatan pembelajaran, refeksi
pembelajaran, analisis data, serta pembahasan hasil penelitian mengenai
penerapan model pembelajaran Children’s Learning In Science (CLIS) untuk
meningkatkan pemahaman konsep IPA materi pengaruh energi dalam kehidupan
sehari-hari, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan dan rekomendasi yang
terkait dengan penelitian ini.
A.Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian secara umum dapat disimpulkan hasil
penelitian bahwa pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran IPA pada
materi pengaruh energi dalam kehidupan sehari-hari di kelas III di salah satu
Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukasari Kota Bandung mengalami peningkatan dengan menggunakan model pembelajaran Children’s Learning In Science (CLIS), Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada
beberapa simpulan yang diperoleh yaitu sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pembelajaran pengaruh energi dalam kehidupan sehari-hari
menggunakan model pembelajaran Children’s Learning In Science (CLIS)
pada pembelajaran IPA sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep
di kelas III di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukasari Kota
Bandung. Dengan memperhatikan tahapan-tahapan pada model
pembelajaran Children’s Learning In Science (CLIS) yang terdiri dari lima
tahap utama yang terbagi menjadi tujuh langkah kegiatan inti, yaitu: 1)
tahap orientasi; 2) tahap pemunculan gagasan; 3) tahap penyusunan ulang
gagasan, yang terbagi tiga bagian yaitu (a) pengungkapan dan pertukaran
gagasan, (b) pembukaan situasi konflik, dan (c) konstruksi gagasan baru dan
evaluasi; 4) tahap penerapan gagasan; dan 5) tahap pemantapan gagasan. Di
akhir pembelajaran siswa bersama guru menyimpulkan dan mereview
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
masih ada yang perlu diperbaiki seperti pengelolaan kelas dan kurangnya
management waktu sehingga tahap mengorganisasi data dimana semua
perwakilan kelompok mengemukakan hasil percobaannya di depan kelas
belum terlaksana secara optimal. Pada siklus II tahapan model pembelajaran Children’s Learning In Science sudah terlaksana dengan baik begitupun pada aktivitas guru berjalan dengan lancar, semua tahapan terlaksana
dengan baik dan pengelolaan kelas semakin baik. Sedangkan aktivitas siswa
pada siklus I menunjukkan ada beberapa siswa yang masih mengobrol,
bercanda, dan bermain-main pada saat pembelajaran. Pada siklus II siswa
sudah mulai kondusif dan sudah mulai aktif dalam mengikuti pembelajaran,
siswa sudah terbiasa dengan penerapan model pembelajaran Children’s
Learning In Science. Adapun presentase aktivitas guru maupun siswa juga
mengalami peningkatan pada tiap siklusnya, yaitu aktivitas guru pada siklus
I sebesar 88,5% dan siklus II sebesar 100%. Sedangkan aktivitas siswa pada
siklus I yaitu sebesar 86% dan siklus II sebesar 96%.
2. Hasil tes pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran IPA materi
pengaruh energi dalam kehidupan sehari-hari setelah menerapkan model pembelajaran Children’s Learning In Science (CLIS) di kelas III di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukasari Kota Bandung
mengalami peningkatan yang meningkat dari siklus I sampai siklus II. Hal
tersebut dapat dilihat dari rata-rata kelas pada dan ketuntasan belajar tes
pemahaman konsep dari nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang
telah ditentukan oleh sekolah, yaitu 67 dari siklus I sampai siklus II. Hasil
rata-rata kelas pada siklus I sebesar 79,66 dengan ketuntasan belajar sebesar
80%, dan rata-rata pada siklus II sebesar 89,83 dengan ketuntasan belajar
sebesar 100%. Selain itu diperoleh juga peningkatan untuk setiap aspek
pemahaman konsep pada pra siklus sebelum melakukan tindakan dengan
menerapkan model pembelajaran Children’s Learning in Science terdapat
51,3% keberhasilan pada pada indikator menjelaskan, 57,3% keberhasilan
pada indikator memberikan contoh, 63,3% keberhasilan pada indikator
mengklasifikasikan dan 39,6% keberhasilan pada indikator menyimpulkan.
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pembelajaran Children’s Learning in Science terdapat 79,3% keberhasilan
pada tingkat indikator menjelaskan, 97,3% keberhasilan pada tingkat
indikator memberikan contoh, dan 81,6% keberhasilan pada tingkat
indikator mengklasifikasikan dan 55,3% keberhasilan pada tingkat indikator
menyimpulkan. Dan pada siklus II terdapat 82,3% keberhasilan pada tingkat
indikator menjelaskan, 98,3% keberhasilan pada tingkat indikator
memberikan contoh, dan 95,3% keberhasilan pada tingkat indikator
mengklasifikasikan dan 87,3% keberhasilan pada tingkat indikator
menyimpulkan. Jadi, dengan menerapkan model pembelajaran Children’s
Learning In Science (CLIS) pada pembelajaran IPA materi pengaruh energi
dalam kehidupan sehari-hari di kelas III di salah satu Sekolah Dasar Negeri
di Kecamatan Sukasari Kota Bandung dapat meningkatkan pemahaman
konsep siswa.
B.Rekomendasi
Dengan penerapan model pembelajaran Children’s Learning In Science
(CLIS) pada mata pelajaran IPA materi pengaruh energi dalam kehidupan
sehari-hari untuk meningkatkan pemahaman konsep di kelas III di salah satu
Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukasari Kota Bandung, peneliti
mengajukan beberapa rekomendasi yang perlu dipertimbangkan untuk
keberhasilan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran Children’s Learning In Science (CLIS), diantaranya sebagai berikut:
1. Bagi Siswa
Penerapan model pembelajaran Children’s Learning In Science
(CLIS) dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa khususnya subjek
yang ada pada penelitian ini. Maka direkomendasikan untuk para siswa agar
dapat meningkatkan pemahaman konsep IPA melalui kegiatan aktif dan
kreatif sehingga dapat memahami konsep IPA siswa diharapkan dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.
2. Bagi Guru
Model pembelajaran Children’s Learning In Science (CLIS) dapat
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
guru untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa pada pembelajaran IPA
materi pengaruh energi dalam kehidupan sehari-hari. Namun dalam
penerapan model pembelajaran Children’s Learning In Science (CLIS) guru
harus memberikan batasan waktu pada setiap tahapannya, mengingat
banyaknya tahapan dalam model pembelajaran Children’s Learning In
Science (CLIS).
3. Bagi Kepala Sekolah
Diharapkan senantiasa memberikan bimbingan, motivasi dan
keleluasan bagi guru dalam mengekspresikan kemampuannya dalam
mengajar. Khususnya kepala sekolah harus begitu banyak memotivasi para
guru honorer yang pada kenyataannya faktor kesejahteraan guru merupakan
salah satu faktor yang mampu meningkatkan motivasi guru dalam
melakukan pembelajaran yang baik didalam kelas.
4. Bagi Sekolah
Dapat menerapkan model pembelajaran Children’s Learning In
Science (CLIS) ini sebagai model pembelajaran yang inovatif, dan dapat
memotivasi guru-guru untuk melakukan proses pembelajaran di kelas yang
lebih baik dari sebelumnya, agar mutu pendidikan di sekolah meningkat,
juga kualitas belajar siswa yang semakin baik. Sekolah juga sebaiknya
memberikan fasilitas sarana dan prasarana yang menunjang agar model
pembelajaran Children’s Learning In Science (CLIS) dapat terlaksana
dengan lebih baik.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
a) Menerapkan model pembelajaran Children’s Learning In Science (CLIS)
dalam kegiatan pembelajaran harus lebih mempersiapkan
langkah-langkah yang akan dilakukan, harus dapat memanajemen waktu, dan
mempersiapkan dengan matang instrumen pembelajaran seperti RPP dan
LKS sehingga hasil yang dicapai dapat maksimal
b) Penelitian dengan model pembelajaran Children’s Learning In Science
(CLIS) ini dilaksanakan untuk lebih memperdalam langkah-langkah
pembelajarannnya dan lebih memperhatikan dalam pengelolaan kelas
Rangga Maya, 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SD PADA PEMBELAJARAN IPA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
c) Model pembelajaran Children’s Learning In Science (CLIS) dapat
digunakan dalam penelitian lainnya yang berbeda untuk meningkatkan
kemampuan siswa dengan subjek yang lebih luas dan jenjang yang