• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KANDUNGAN METABOLIT PADA KALUS Chrysanthemum cinerariefoliumYANG DITANAM PADA MEDIUM MURASHIGE DAN SKOOGDENGAN PENAMBAHAN 2,4-DIKLOROGENOKSIASETAT DAN KINETIN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KANDUNGAN METABOLIT PADA KALUS Chrysanthemum cinerariefoliumYANG DITANAM PADA MEDIUM MURASHIGE DAN SKOOGDENGAN PENAMBAHAN 2,4-DIKLOROGENOKSIASETAT DAN KINETIN."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KANDUNGAN METABOLIT PADA KALUS Chrysanthemum

cinerariefoliumYANG DITANAM PADA MEDIUM MURASHIGE DAN

SKOOGDENGAN PENAMBAHAN 2,4-DIKLOROGENOKSIASETAT DAN KINETIN

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian syaratuntuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Program Studi Biologi

Oleh:

Santika Febri Wardani

1005311

PROGRAM STUDI BIOLOGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Halaman Hak Cipta

Analisis Kandungan Metabolit Pada Kalus

Chrysanthemum cinerariaefolium

Yang

Ditanam Pada Medium Murashige Dan

Skoog Dengan Penambahan

2,4-Diklorofenoksiasetat Dan Kinetin

Oleh

Santika Febri Wardani

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Santika Febri Wardani 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)

DAFTAR ISI

C. Pertanyaan Penelitian ... 7

D. Batasan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

G. Asumsi ... 8

H. Hipotesis ... 9

BAB II ANALISIS KUALITATIF METABOLIT SEKUNDER KALUS C. cinerariaefolium A. Deskripsi Chrysanthemum cinerariaefolium ... 10

B. Kultur Jaringan Tumbuhan ... 13

C. Metabolit Sekunder ... 17

D. Ekstraksi ... 22

E. Analisis kualitatif Metabolit Sekunder ... 23

(5)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil... 35

B. Pembahasan ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Kombinasi 2,4-D dan Kinetin pada Medium Murashige dan Skoog untuk Induksi dan Pertumbuhan Kalus C.cinerariaefolium (mg/L). ... 27 4.1 Respons Pertumbuhan dari Potongan Jaringan daun

C.cinerariaefoliumpada medium MS dengan penambahan tumbuh 2,4-Diklorofenoksiasetat (mg/L). dan kinetin (mg/L). ... 35 4.2 Presentase respons pertumbuhan dari potongan jaringan daun

C.cinerariaefoliumpada medium Murashige Skoog dengan penambahan 2,4-Diklorofenoksiasetat (mg/L). dan kinetin (mg/L). ... 36 4.3. Senyawa hasil analisis dengan menggunakan GCMS pada

kalus C.cinerariaefolium pada DK21 ... 44 4.4. Kandungan senyawa-senyawa hasil analisis dengan

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Bunga C. cinerariaefolium ... 12

2.2. Jalur Biosintesis dalam Tumbuhan ... 18

2.3. Struktur Fenol ... 20

2.4. Struktur Terpenoid ... 21

2.5. Struktur Alkaloid ... 22

3.1. Plantlet C.cinerariaefolium umur tiga bulan ... 27

3.2. Persiapan sterilisasi laminar sebelum untuk penanaman... 29

3.3. Subkultur kalus ... 30

3.4. Penimbangan berat kalus untuk kurva tumbuh ... 31

3.5. Maserasi kalus ... 32 kombinasi konsentrasi (G) DK18 (H) DK22 (I) DK23 ... 38

4.3. Kalus disertai akar berumur 34 hari pada kombinasi konsentrasi (A) DK7 dan (B) DK8 ... 38

4.4. Kalus disertai akar berumur 34 hari pada kombinasi konsentrasi (C) DK9 (D) DK10 (E) DK14 (F) DK16 (G) DK19 (H) DK20 (I) DK24 (J) DK25 ... 39

4.5. Induksi akar berumur 20 hari pada kombinasi konsentrasi (A) DK2 (B) DK3 (C) DK4 (D) DK5 ... 40

4.6. Eksplan yang mengalami browning pada DK1 ... 41

4.7. Respons kalus berwarna cokelat dan bertekstur meremah pada DK21 ... 41

4.8. Kurva tumbuh kalus C. cinerariaefolium yang ditanam pada medium MS dengan penambahan 4 mg/L 2,4 D dan 0 mg/L kinetin ... 42

4.9. Hasil Ekstraksi (A) Kalus pada kombinasi konsentrasi 4 mg/L dan 0 mg/L (B) Daun plantlet C. cinerariaefolium ... 43

4.10. Tonjolan kalus berwarna kuning pada induksi kalus pada kombinasi konsentrasi 4 mg/L 2,4-D dan 0 mg/L kinetin pada hari ke enam belas ... 51

4.11. Struktur senyawa kimia metabolit sekunder (A) benzenemethanol, 3-fluoro (B) Diethyl phthalate... 56

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

I Alat dan Bahan Penelitian ... 70

II Hasil GCMS Uji Metabolit Sekunder Kalus ... 72

(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu dari 10 kawasan megabiodiversitas di dunia

yang mempunyai keanekaragaman hayati. Kekayaan flora yang dimiliki Indonesia

ini sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai produk herbal yang kualitasnya

setara dengan obat modern. Tanaman menghasilkan beragam senyawa kimia

organik, sebagian senyawa kimia organik ini tidak digunakan secara langsung

dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Senyawa-senyawa organik ini

dinamakan sebagai metabolit sekunder. Metabolit sekunder merupakan senyawa

produk atau hasil dari proses metabolisme sekunder. Metabolit sekunder ini

didistribusikan secara terbatas dalam kelompok taksonomi tumbuhan (Croteu

dkk., 2000). Berbagai tanaman obat dan ribuan tanaman berpotensi obat di

Indonesia mengandung beraneka ragam jenis senyawa kimia alami (Saifudin dkk,

2011).

World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 mencatat bahwa 68%

penduduk dunia masih menggantungkan sistem pengobatan tradisional yang

mayoritas melibatkan tanaman untuk menyembuhkan penyakit dan lebih dari 80%

penduduk dunia menggunakan obat herbal untuk mendukung kesehatan mereka.

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa tanaman obat memiliki arti penting

yakni secara mendasar mendukung kehidupan maupun potensi perdagangan

(Saifudin dkk., 2011). Penggunaan tanaman obat merupakan salah satu alternatif

dalam bidang pengobatan dan kesehatan, alasannya karena penggunaan bahan

alami yang berasal dari tanaman meminimalisir efek samping yang ditimbulkan

(Yuliani, 2001). Obat alami merupakan sediaan obat, baik berupa obat tradisional

dari bahan segar atau yang dikeringkan, ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa

murni yang berasal dari alam (Maheswari, 2002). Dalam perkembangannya,

banyak bahan yang digunakan dalam formulasi obat tradisional baik yang baru

ditemukan atau baru diperkenalkan atau baru digunakan untuk tujuan pengobatan.

Tanaman digunakan sebagai obat – obatan dikarenakan mengandung

(10)

2

metabolit sekunder dengan struktur molekul dan aktivitas biologik yang beraneka

ragam. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa metabolit sekunder memiliki potensi

yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi obat (Pandiangan, 2009). Senyawa

metabolit sekunder dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama yaitu terpenoid,

alkaloid dan senyawa fenolik (Croteu dkk., 2000). Kandungan metabolit

sekunder dalam suatu tanaman mengandung golongan senyawa yang berbeda.

Penelitian Anggraeni dkk (2007) mengenai kandungan metabolit sekunder dalam

kalus mengkudu diperoleh hasil kandungan senyawa metaboit sekunder dari

golongan alkaloid seperti Aziridinone; dioxolan-2-imine; pyrano dan Morpholine.

Pada tanaman yang sama, Purwianingsih dan Hamdiyati (2006) dalam

penelitiannya mengenai elisitasi dengan menggunakan ragi Sacharomyces

cerevisiae H. Kalus mengkudu mengandung metabolit sekunder golongan kuinon.

Hasil penelitian Lin dan Harnly (2009) mengenai identifikasi senyawa pada bunga

Chrysanthemum menunjukkan banyaknya senyawa metabolit sekunder golongan

fenol.

Metabolit sekunder dalam tanaman memiliki cakupan yang sangat luas

dengan manfaat yang beraneka ragam. Metabolit sekunder banyak dimanfaatkan

pada dunia farmasi sebagai obat-obatan, pada industri makanan sebagai zat warna

makanan, pengawet dan pemberi aroma. Penelitian Vaishnav dkk. (2006)

mengenai produksi isoflavonoid pada kultur kalus Pueraria tuberosa

menyebutkan bahwa isoflavonoid bermanfaat sebagai obat jantung dan

antikanker. Samsumaharto dkk. (2011) dalam penelitiannya tentang identifikasi

minyak atsiri pada kalus daun lavender juga menyebutkan mengenai manfaat

metabolit sekunder bahwa minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan

kosmetika, pewangi, sabun, dan parfum. Salah satu langkah awal produksi

metabolit sekunder sebagai bahan obat-obatan adalah melalui induksi kalus yang

mengandung metabolit sekunder.

Salah satu tanaman obat yang terdapat di Indonesia yang mengandung

metabolit sekunder yang bermanfaat yaitu dari genus Chrysanthemum atau lebih

dikenal sebagai krisan. Tanaman genus Chrysanthemum mempunyai spesies

mencapai 300 spesies baik berupa tanaman herba maupun yang non-herba. Isolasi

(11)

3

diujikan tanaman krisan memiliki kandungan senyawa metabolit yang berbeda –

beda. Kandungan senyawa metabolit pada krisan banyak yang mengandung

senyawa – senyawa golongan fenolik, terpenoid, alkaloid, lipid, purin, dan steroid

(Kumar dkk., 2005).

Krisan menurut beberapa referensi sering disebut sebagai salah satu

tanaman obat yang memiliki banyak kegunaan. Hal ini terlihat dari senyawa

metabolit yang dikandung tanaman krisan. Menurut Wind (2014), Krisan (C.

morifolium) sudah digunakan sebagai obat tradisional di Cina terutama pada

bagian bunganya. Secara umum, bunga krisan digunakan sebagai obat tradisional

di Cina dikarenakan mampu mengobati berbagai macam penyakit seperti demam,

sakit kepala, batuk dan gangguan penglihatan secara tradisional. Penelitian Xie

dkk. (2009), menunjukkan bahwa krisan memiliki fungsi untuk menghilangkan

kelemahan otot pada jantung dan mengurangi efek ritme yang terlalu keras pada

detak jantung. Pada tanaman krisan banyak mengandung senyawa kimia sehingga

banyak dimanfaatkan sebagai oksidan, iskemia (obat stroke),

anti-inflamasi, dan anti-virus (Xie dkk., 2009). Pada tanaman C. indicum secara

tradisional memiliki aktifitas larvasid selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai

antiinflamasi, immunomodulatory, dan aktifitas hepatoprotektif (Rajalaksmi dkk.,

2013). Tanaman C. indicum juga dapat dimanfaatkan sebagai obat hipertensi,

penyakit pernafasan, antioksidan, antibakteri, dan anti virus (Amid dan Jamal,

2009). Tanaman C. cinerariaefolium dapat dimanfaatkan sebagai fitotoksik,

antibakteri, antifungi dan sebagai pestisida (Ramirez dkk., 2013). Berdasarkan

penelitian tersebut diduga krisan mengandung banyak metabolit sekunder.

Melihat potensi pemanfaatan C. cinerariaefolium yang dapat digunakan

sebagai bahan obat, maka perlu dilakukan upaya untuk menghasilkan kelompok

senyawa – senyawa metabolit sekunder dalam jumlah lebih banyak dan dengan

cara yang lebih efektif. Secara konvensional metabolit sekunder biasanya

dilakukan dengan mengekstraksi langsung dari organ tanaman. Cara konvensional

ini diperlukan budidaya tanaman dalam skala besar, selain itu proses ekstraksi,

isolasi, dan pemurniannya sangat mahal. Penggunaan tanaman secara

konvensional akan menimbulkan habisnya sumber daya alam apabila tidak diikuti

(12)

4

Penggunaan kultur jaringan untuk produksi metabolit sekunder dapat digunakan

sebagai salah satu alternatif karena tidak memerlukan lahan yang luas, bahan yang

banyak, dapat diproduksi terus-menerus dan proses pemurniannya yang lebih

mudah (Balandrin dan Klocke 1988 dalam Purwianingsih dan Hamdiyati, 2006).

Pada umumnya untuk mempelajari sintesis metabolit sekunder secara in vitro

yang sering digunakan adalah kultur organ, kultur suspensi sel, dan kultur kalus

(Katuuk, 1989). Salah satu upaya untuk menghasilkan metabolit sekunder dengan

jumlah yang banyak adalah dengan teknologi kultur kalus (Zulhilmi dkk., 2012).

Sumber eksplan yang dapat digunakan dalam kultur jaringan dapat berupa

tanaman hasil in vivo ataupun hasil in vitro. Tanaman hasil in vitro disebut juga

dengan plantlet. Plantlet adalah tanaman hasil kultur jaringan yang kemudian

melalui proses aklimatisasi, tanaman ini akan tumbuh dan berkembang sampai

dapat dipanen hasilnya. Penggunaan plantlet sebagai eksplan (sumber potongan

jaringan) memiliki banyak keuntungan diantaranya (1) faktor perbanyakan tinggi,

(2) tidak tergantung pada musim karena lingkungan tumbuh in vitro terkendali,

(3) bahan tanaman yang bebas dari penyakit meskipun dari induk yang

mengandung patogen internal, (4) tanaman yang digunakan sedikit sehingga tidak

merusak pohon induk, dan (5) tidak membutuhkan tempat yang sangat luas untuk

menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak. Oleh karena itu penggunaan plantlet

sebagai sumber eksplan dapat meminimalisir kontaminasi karena tanaman sudah

dalam keadaan steril dan sudah terbiasa berada dalam kondisi terkontrol (Amien,

2007).

Pada proses kultur jaringan salah satu hasilnya adalah berupa kalus, yaitu

suatu jaringan yang bersifat meristematis akibat timbulnya luka dan merupakan

salah satu wujud dari dediferensiasi (Suryowinoto, 1996). Melalui kultur kalus,

dapat diperoleh kandungan metabolit sekunder. Metabolit sekunder yang

dihasilkan dari kalus biasanya lebih banyak jenisnya, karena seringkali timbul

zat-zat alkaloid atau persenyawaan – persenyawaan lainnya yang sangat berguna

untuk pengobatan (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Kelebihan kultur jaringan dalam produksi metabolit sekunder dibanding

dengan tanaman utuh antara lain adalah tidak adanya keterbatasan iklim, tidak

(13)

5

kontinyu dalam keadaan yang terkontrol. Kelebihan lain dari propagai in vitro dari

tanaman obat adalah mampu menghasilkan obat ataupun bahan obat yang

berkualitas tinggi (Pandiangan, 2009). Namun dalam penumbuhan kalus yang

mengandung metabolit sekunder perlu diperhatikan berbagai hal seperti sumber

potongan jaringan, komposisi medium dan macam serta kombinasi zat pengatur

tumbuh (Staba dalam Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Medium tumbuh merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan perkembangan eksplan pada kultur jaringan dan juga dapat

mempengaruhi dihasilkannya metabolit sekunder. Menurut Dixon (1985 dalam

Chairunnisa 2004), medium Murashige & Skoog (MS) biasa digunakan dalam

kultur jaringan sebagian spesies tanaman dikotil maupun monokotil. Dalam

penelitia Jain dkk. (2011) berhasil menumbuhkan kalus dari tanaman Sericostoma

pauciflorum yang mengandung metabolit sekunder β-sitosterol dan caffeic. Pada

penelitian Dinuriani (2011) telah menumbuhkan kalus yang mengandung

metabolit sekunder alkaloida pada tanaman Eurycoma longifolia Jack. Pada

penelitian Purwianingsih dan Hamdiyati (2006) juga berhasil menumbuhkan kalus

tanaman Morinda citrifolia yang mengandung kuinon pada medium MS.

Tidak hanya medium, zat pengatur tumbuh juga diperlukan untuk

pembentukan kalus dan sintesis metabolit sekunder dalam kalus. Zat pengatur

tumbuh sintetik perlu ditambahkan karena zat pengatur tumbuh yang terbentuk

secara alami seringkali tidak mencukupi pertanaman jaringan eksplan. Zat

pengatur tumbuh selain mempengaruhi perpanjangan, pembelahan dan

diferensiasi sel, juga mempengaruhi terbentuknya metabolit sekunder, baik dalam

jumlah dan macamnya (Hanani, 1993). Pemberian zat pengatur tumbuh dapat

mempengaruhi produksi metabolit sekunder, hal ini disebabkan zat pengatur

tumbuh yang ditambahkan dapat menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia

tanaman melalui pengaturan kerja enzim. Zat pengatur tumbuh akan menginduksi

sintesis enzim yang ekspresinya tergantung sintesis RNA dan protein.

Peningkatan jumlah enzim yang terlibat dalam metabolit sekunder juga akan

meningkatkan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan (Wardani dkk., 2003).

Zat pengatur tumbuh berperan dalam pengikatan membran protein yang

(14)

6

tersebut dan mengubah substrat menjadi beberapa produk baru. Produk baru yang

terbentuk ini menyebabkan serentetan reaksi-reaksi sekunder salah satunya adalah

pembentukan metabolit sekunder (Wattimena, 1991).

Zat pengatur tumbuh yang umum digunakan untuk induksi kalus dalam

kultur jaringan adalah auksin dan sitokinin (Gunawan, 1992). Kadar auksin yang

tinggi dari sitokinin memacu pertumbuhan akar, kadar auksin yang lebih rendah

dibanding sitokinin memacu pertumbuhan tunas, sementara kadar keduanya

dengan konsentrasi yang seimbang akan mengarahkan eksplan pada pembentukan

kalus (Wetter dan Constabel, 1991 dalam Khaniyah dkk, 2012). Senyawa 2,4

Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) yang termasuk kedalam golongan auksin

biasanya digunakan untuk menginduksi pembentukan kalus (Suryowinoto, 1996).

Senyawa 2,4-D merupakan suatu auksin sintesis yang sifatnya lebih stabil

dibandingkan dengan IAA. Penggunaan 2,4-D ini lebih sering memacu

terbentuknya kalus (Rahman, 1991). Pemberian 2,4-D meningkatkan sintesis

protein sebagai bahan baku penyusun enzim yang nantinya dapat memacu kerja

enzim dalam proses metabolisme tubuh (Wardani dkk., 2003). Kinetin merupakan

sitokinin sintetik yang mempunyai aktifitas yang lebih tinggi dari pada sitokinin

alami (Santoso dan Nursandi, 2003). Pemberian sitokinin dalam jumlah sedikit

memacu potongan jaringan membentuk kalus yang renyah atau meremah

(Rahman, 1991).

Zat pengatur tumbuh 2,4-D dan kinetin telah digunakan untuk menginduksi

kalus yang berpotensi mengandung metabolit sekunder. Penambahan 1,5 mg/L

2,4-D dan 1,5 mg/L kinetin yang dilakukan oleh Wardani, dkk. (2003) dalam

media mampu meningkatkan kadar saponin yang termasuk kedalam golongan

terpenoid pada kalus Talinum paniculatum secara in vitro. Penelitian Vantu

(2006) juga berhasil menginduksi kalus terbaik berwarna cokelat pada minggu

kedua dengan penambahan kombinasi konsentrasi 2 mg/L 2,4-D dan 0,2 mg/L

kinetin sebelum kalus mengalami organogenesis. Penelitian Sarker dan Shaheen

(2001) menunjukkan bahwa konsentrasi terbaik untuk menginduksi kalus dari

eksplan daun berada pada konsentrasi 5 mg/L BAP dan 0,5 mg/L kinetin. Hasil

penelitian Noerhadi (1981 dalam Prihatini 2006), varietas tebu memberikan

(15)

7

optimal pada 2,5 – 4,5 mg/L 2,4-D dan 0,2 mg/L kinetin pada medium MS.

Menurut Rahayu dkk. (2003), penambahan 2,4-D 0,5 ppm dan kinetin 0,5 ppm

pada media MS dapat memacu pembentukan kalus Acalypha indica namun tidak

dapat meningkatkan kandungan metabolit sekundernya. Hasil penelitian Wijaya,

menunjukkan bahwa penambahan 2,4-D yang semakin tinggi kedalam media

dapat memperbesar kadar dalam kalus C. morifolium. Hasil penelitian Kalla dkk.

(2012) menunjukkan 2,4-D dapat menginduksi kalus dari potongan daun yang

mengandung terpenoid pada tanaman Canthium parviflorum. Penelitian yang

dilakukan Chen dkk. (2012) zat pengatur tumbuh 2,4-D dan kinetin berpengaruh

terhadap kandungan fenol pada kultur kalus tanaman Ipomea batatas.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut diharapkan dengan penambahan zat

pengatur tumbuh 2,4-D dan Kinetin pada medium MS dapat berpengaruh terhadap

pembentukan kalus yang mengandung metabolit sekunder.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana hasil analisis metabolit sekunder pada kalus Chrysanthemum cinerariaefolium yang ditanam pada medium MS dengan

penambahan 2,4-Diklorofenoksiasetat dan kinetin?”

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat diuraikan menjadi beberapa

pertanyaan penelitian sebagai berikut?

1. Bagaimana respons pertumbuhan eksplan daun C. cinerariaefolium yang

ditumbuhkan pada medium Murashige dan Skoog yang ditambahkan zat

pengatur tumbuh 2,4-D dan kinetin?

2. Pada kombinasi konsentrasi 2,4-D dan kinetin berapakah yang optimal bagi

induksi kalus yang mengandung metabolit sekunder?

3. Metabolit apa saja yang terkandung dalam kalus yang ditumbuhkan pada

medium Murashige dan Skoog yang ditambahkan zat pengatur tumbuh

(16)

8

D. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini dibatasi agar tidak meluas dalam pelaksanaannya,

sebagai berikut :

1. Medium yang digunakan adalah Murashige dan Skoog (1962 dalam Katuuk

1989).

2. Zat pengatur tumbuh yang digunakan untuk induksi kalus adalah 2,4-D

dengan rentang konsentrasi 0-4 mg/L dan kinetin dengan rentang

konsentrasi 0-4.10-1 mg/L.

3. Eksplan untuk menghasilkan kalus diambil dari plantlet C. cinerariaefolium

berupa daun yang dikultur pada medium MS dengan penambahan 5.10-1

mg/L NAA dan 7,5.10-1 mg/L BAP dan eksplan yang ditanam yaitu organ

daun.

4. Analisis kandungan metabolit dilakukan pada kalus berwarna cokelat.

5. Analisis kandungan metabolit sekunder dengan menggunakan alat Gas

Cromatography-Mass Spectrofotometer (GCMS).

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan metabolit

sekunder pada kalus C. cinerariaefolium yang ditanam pada medium Murashige

dan Skoog dengan penambahan 2,4-Diklorofenoksiasetat dan kinetin.

F. Manfaat Penelitian

Dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam pengembangan produksi

metabolit sekunder yang terkandung dalam C. cinerariaefolium melalui

penumbuhan kalus.

G. Asumsi

1. Penambahan 2,4-D dan kinetin yang dalam media mampu meningkatkan

kadar saponin yang termasuk kedalam golongan terpenoid pada kalus

(17)

9

2. Zat pengatur tumbuh 2,4-D dan kinetin dalam media MS dapat

menginduksi kalus yang mengandung metabolit sekunder golongan

alkaloid, fenolik, dan terpenoid (Iriawati dkk., 2015).

H. Hipotesis

Terdapat kandungan metabolit sekunder pada kalus C. cinerariaefolium

yang dikultur dalam medium Murashige dan Skoog dengan penambahan zat

(18)

Santika Febri Wardani, 2015

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kalus dapat terbentuk dari potongan jaringan daun plantlet C.

cinerariaefolium yang ditumbuhkan pada medium MS dengan penambahan zat

pengatur tumbuh 2,4-D (1 – 4 mg/L) dan kinetin (0 - 4.10-1 mg/L), kalus optimal

dapat diinduksi pada medium MS dengan penambahan 4 mg/L 2,4-D dan 0 mg/L

kinetin. Pada medium MS tanpa penambahan 2,4-D tidak mampu merespons

pertumbuhan dan induksi kalus. Hasil analisis kandungan metabolit pada kalus

yang diuji dengan menggunakan alat GCMS menunjukkan adanya kandungan

metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer lebih banyak

dihasilkan dibandingan metabolit sekundernya. Kandungan senyawa metabolit

yang telah ditemukan pada kalus dan eksplan terdapat senyawa yang sama dan

termasuk dalam golongan senyawa fenol dan terpenoid. Hal ini menunjukkan

bahwa kesamaan adanya kandungan metabolit sekunder antara kalus dengan

eksplan terjadi karena adanya totipotensi sel pada kalus.

B. Saran

Pada analisis kandungan metabolit sekunder diperlukan sampel kalus yang

telah terdiferensiasi. Analisis kandungan metabolit sekunder juga perlu diujikan

secara kuantitatif agar mengetahui kadar tiap senyawa yang dikandung oleh kalus

dengan menggunakan alat pengujian HPLC dan pengujian sebaiknya dilakukan

secara berkala dari fase lag – fase stationer untuk mengetahui perbandingan

kandungan senyawa metabolit sekunder dari fase awal hingga fase akhir.

Penelitian mengenai perbanyakan kandungan metabolit sekunder dapat

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang diatas, adapun perumusan masalah dari penelitian ini, yaitu mengisolasi senyawa metabolit sekunder dari ekstrak daun mahoni yang aktif

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah diatas, maka dapat ditarik sebuah rumusan masalah yaitu: Bagaimana pengaruh gambar kemasan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana daya terima dan kandungan zat

Sedangkan rumusan masalah pada penelitian dengan latar belakang tersebut dan dengan judul tersebut diatas adalah bagaimana latar belakang tari topeng Randegan,

Pertumbuhan dicirikan dengan bertambahnya berat yang irreversible , sehingga pengukuran bobot basah kalus dapat mewakili parameter pertumbuhan kalus yang berasal dari eksplan

Konsentrasi elisitor dan waktu panen termasuk faktor yang berperan dalam mempengaruhi produksi metabolit sekunder pada kultur kalus atau sel tumbuhan yang dielisitasi.. Untuk

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu “Bagaimana konsistensi penulisan diagnosis antara rekam

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang dikemukakan pada program kreativitas mahasiswa ini adalah Bagaimana