SKRIPSI
Diajukan oleh :
HENDYAWAN ACHMAD TAUFANI 1012010053 / FEB / EM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
Disusun Oleh :
HENDYAWAN ACHMAD TAUFANI
1012010053 / FEB / EMTelah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skr ipsi Pr ogram Studi Manajemen Fakultas Ekonomi & Bisnis
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada tanggal 28 Maret 2014
Pembimbing: Tim Pnguji :
Pembimbing Utama Ketua
Dr. Eko Pur wanto, M.Si Dr. Eko Pur wanto, M.Si
NIP. 195903291987031001
Sekretaris
Dra. Ec. Nurjanti Takarini, M.Si
Anggota
Dr s. Ec. Her ry Pudjo P. , MM
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi & Bisnis
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteraan” J awa Timur
Nya, tidak lupa pula Shalawat serta salam selalu tercurah bagi Rasulullah Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJ AKAN DIVIDEN
PADA PERUSAHAAN CONSUMER GOODS INDUSTRY YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2009-2012”.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis telah mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang terkait, oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, SE, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Seluruh dosen dan staff Jurusan Manajemen Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan banyak pengetahuan selama masa perkuliahan.
6. Orang tua dan keluarga, yang senantiasa memberikan doa, semangat dan
dukungan baik moral maupun materiil dengan tulus ikhlas.
7. Yogo, Vita, Widy, dan Putri yang telah membantu penulis dalam melakukan penulisan skripsi ini
8. Serta teman – teman angkatan 2010, Januar, Yani, Angga, Raden, Jun, Ditha, Dianta, Kutei, Mitha, Risky Cimenk, dan Nina yang telah memberikan dukungan.
Penulis menyadari bahwa apa yang telah disajikan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang penulis miliki, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.
Surabaya, Maret 2014
Halaman 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 14
2.2. Landasan Teori ... 16
2.2.1.4. Dividend Payout Ratio ... 24
2.2.2. Likuiditas ... 26
2.2.3.Leverage ... 28
2.2.6. Pengaruh Antar Variabel ... 34
2.2.6.1. Pengaruh Current Ratio Terhadap DPR ... 35
2.2.6.2. Pengaruh DER Terhadap DPR ... 36
2.2.6.3. Pengaruh ROI Terhadap DPR ... 37
2.2.6.4. Pengaruh Growth Potential Terhadap DPR ... 38
2.3. Kerangka Konseptual ... 39
2.4. Hipotesis ... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 41
3.2. Teknik Penentuan Sampel... 43
3.2.1. Populasi ... 43
3.2.2. Sampel ... 43
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 44
3.3.1. Jenis Data ... 44
3.3.2. Sumber Data ... 44
3.3.3. Pengumpulan Data ... 44
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis... 45
3.4.1. Teknik Analisis ... 45
3.4.1.1. Uji Normalitas ... 46
3.4.1.2. Uji Asumsi Klasik ... 47
3.4.2. Uji Hipotesis ... 50
3.4.2.1. Uji Simultan (Uji F) ... 50
3.4.2.2. Uji Parsial (Uji t) ... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 53
4.1.4. Sejarah PT Indofood Sukses Makmur Tbk ... 59
4.1.5. Sejarah PT Multi Bintang Indonesia Tbk ... 60
4.1.6. Sejarah PT Gudang Garam Tbk ... 61
4.1.7. Sejarah PT HM Sampoerna Tbk ... 63
4.1.8. Sejarah PT Darya Varia Laboratoria Tbk ... 64
4.1.9. Sejarah PT Kimia Farma Tbk ... 65
4.1.10. Sejarah PT Kalbe Farma Tbk ... 66
4.1.11. Sejarah PT Tempo Scan Pacific Tbk ... 67
4.1.12. Sejarah PT Mustika Ratu Tbk ... 67
4.1.13. Sejarah PT Meandom Indonesia Tbk ... 69
4.1.14. Sejarah PT Unilever Indonesia Tbk ... 70
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 72
4.2.1. Likuiditas Consumer Goods di BEI 2009-2012 ... 72
4.2.2. Leverage Conumer Goods di BEI 2009-2012 ... 73
4.2.3. Profitabilitas Consumer Goods di BEI 2009-2012 ... 75
4.2.4. Growth Potential Consumer Goods di BEI 2009-2012 ... 77
4.2.5. DPR Consumer Goods di BEI 2009-2012 ... 78
4.3. Analisa dan Hasil Pengujian Hipotesis ... 80
4.3.1. Uji Normalitas ... 80
4.3.2. Uji Asumsi Klasik ... 81
4.3.3. Analisis Regresi Linier Berganda ... 85
4.3.3.1. Koefisien Determinasi Berganda (R2) ... 88
4.3.4. Uji F ... 89
4.3.5. Uji t ... 89
4.4. Pembahasan ... 90
4.4.1. Pengaruh Likuiditas Terhadap DPR ... 90
5.2. Saran ... 96
Oleh :
Hendyawan Achmad Taufani
Abstraksi
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh
Likuiditas yang diukur dengan Current Ratio (CR), Leverage diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER), Profitabilitas yang diukur dengan Return On Investment
(ROI), dan Growth Potential diukur dengan Asset Growth (AG) terhadap Kebijakan Dividen yang diukur dengan Dividend Payout Ratio (DPR).
Penelitian ini menggunakan 12 perusahaan consumer goods yang membayar dividen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2009 – 2012. Analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan program SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa secara simultan variabel Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Investment dan Asset Growth mempunyai pengaruh terhadap Dividend Payout Ratio. Secara parsial, variabel Return On Investment mempunyai pengaruh yang positif terhadap Dividend Payout Ratio,
sedangkan Current Ratio, Debt to Equity Ratio, dan Asset Growth tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Dividend Payout Ratio.
1.1.Latar Belakang
Kebijakan bidang keuangan yang dijalankan perusahaan harus selaras dan
serasi dengan tujuan maksimalisasi keuntungan yang merupakan tujuan utama
dari perusahaan. Salah satu kebijakan yang utama untuk memaksimalisasi
keuntungan perusahaan adalah kegiatan investasi. Dalam kegiatan investasi
tersebut perlu mempertimbangkan sumber pendanaan investasi tersebut apakah
dari sumber internal atau dari sumber eksternal sehingga keuntungan yang
dihasilkan bisa maksimal.
Kebijakan investasi berhubungan dengan pendanaan apabila investasi
sebagian besar didanai dengan modal sendiri maka akan mempengaruhi besarnya
dividen yang dibagikan. Semakin besar investasi maka semakin berkurang dividen
yang dibagikan. Dan sebaliknya, perusahaan yang cenderung menggunakan
sumber dana eksternal untuk mendanai tambahan investasi akan membagikan
dividen yang lebih besar. Untuk itulah manajer harus dapat menentukan kebijakan
dividen yang memberikan keuntungan kepada investor, disisi lain harus
menjalankan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang diharapkan.
Kebijakan dividen menjadi perhatian banyak pihak seperti emiten,
pemegang saham, kreditur, maupun pihak eksternal lain yang memiliki
kepentingan dari informasi yang dikeluarkan perusahaan. Melalui kebijakan ini
satu cara meningkatkan kesejahteraan pemegang saham yang berinvestasi dalam
jangka panjang dan bukan pemegang saham yang berorientasi pada capital gain.
Capital gain merupakan keuntungan yang diperoleh dari kenaikan dari menjual
sahamnya atau dengan kata lain selisih antara harga jual dengan harga beli. Dari
sisi investor, investor lebih menyukai dividen daripada capital gain, alasannya
adalah dividen merupakan penerimaan yang lebih pasti dibanding capital gain.
Mereka menganggap bahwa dividen sekarang lebih berharga daripada capital gain
yang diterima dikemudian hari. Dari sisi emiten, sangat penting untuk
menentukan apakah sebagian keuntungan yang dimiliki oleh perusahaan akan
lebih banyak digunakan untuk membayar dividen dibandingkan dengan retained
earning atau sebaliknya. Apabila proporsi keuntungan yang dibagikan sebagai
dividen lebih besar dari laba ditahan, akibatnya adalah dana internal yang dimilik
perusahaan turun, dan perusahaan perlu mencari dana dari luar perusahaan bila
perusahaan ingin melakukan ekspansi.
Besarnya dividen yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para pemodal
sangat bergantung pada kebijakan masing-masing perusahaan. Oleh karenanya
kebijakan dividen penting artinya bagi manajer keuangan perusahaan guna
memperhatikan berbagai kepentingan seperti kepentingan perusahaan, pemegang
saham, masyarakat, dan pemerintah. Untuk menentukan besarnya dividen yang
akan dibayarkan kepada stockholders, maka keputusannya diambil melalui Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan berpedoman pada Undang-Undang No.
1/1995 pasal 62 ayat 1 dan 2. Sebagaiman ketentuan yang berlaku bahwa dividen
berjalan yang merupakan arus kas yang disisihkan untuk pemegang saham,
sedangkan laba yang diperoleh pada tahun sebelumnya yang dimasukkan dalam
pos “laba ditahan” (retained earnings) merupakan salah satu sumber dana yang
paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan. Kebijakan dividen
menentukan pembagian laba antara pembayaran kepada pemegang saham dan
investasi kembali perusahaan. Penentuan pembagian pendapatan antara
penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai
dividen atau untuk digunakan di dalam perusahaan disebut dengan politik dividen
atau kebijakan dividen.
Kebijakan dividen perusahaan tergambar pada Dividend Payout Ratio-nya
yaitu persentase laba yang dibagikan dalam bentuk dividen tunai, artinya besar
kecilnya Dividen Payout Ratio akan mempengaruhi keputusan investasi para
pemegang saham dan disisi lain berpengaruh pada kondisi keuangan perusahaan.
Dividen Payout Ratio adalah jumlah dividen yang dibayarkan relatif terhadap
pendapatan bersih perusahaan atau pendapatan tiap lembar (Keown,2000).
Pertimbangan mengenai Dividend Payout Ratio ini diduga sangat berkaitan
dengan kinerja keuangan perusahaan. Bila kinerja keuangan perusahaan bagus
maka perusahaan tersebut akan mampu menetapkan besarnya Dividend Payout
Ratio sesuai dengan harapan pemegang saham dan tentu saja tanpa mengabaikan
kepentingan perusahaan untuk tetap sehat dan tumbuh dari tahun ke tahun. Laba
usaha yang diperoleh perusahaan sebaiknya tidak seluruhnya dibagikan dalam
bentuk dividen bila perusahaan akan melakukan investasi pada proyek-proyek
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rasio pembayaran dividen,
antara lain yang dikemukakan oleh Riyanto (2001;267), bahwa kebijakan dividen
itu dipengaruhi oleh likuiditas, kebutuhan dana untuk membayar hutang, tingkat
pertumbuhan, dan pengawasan terhadap perusahaan. Menurut Hanafi (2004;378)
bahwa rasio pembayaran dividen dipengaruhi oleh kesempatan investasi,
profitabilitas, likuiditas, akses ke pasar uang, stabilitas pendapatan dan
pembatasan-pembatasan.
Penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Attina Jannati (2012). Adapun yang membedakan adalah penelitian ini
menggunakan 5 variabel yang terdiri dari dividend payout ratio sebagai variabel
dependen dan current ratio, debt to equity ratio, return on investment, dan growth
potential sebagai variabel independen. Obyek dan waktu dari penelitian ini adalah
perusahaan consumer goods industry yang membagikan dividen dan terdaftar di
Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009-2012, sedangkan dalam penelitian Attina
menggunakan obyek dan waktu penelitian pada perusahaan consumer goods
industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009-2010.
Likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendeknya bila jatuh tempo (Copeland and Weston,
1995 : 225). Ukuran rasio likuiditas terdiri dari tiga alat ukur, yaitu Current Ratio,
Quick Ratio, dan Cash Ratio. Current Ratio (CR) merupakan rasio yang
membandingkan antara aktiva lancar yang dimiliki perusahaan dengan hutang
jangka pendek (Sutrisno, 2001 : 247-256). Kondisi likuiditas pada perusahaan
mengalami fluktuasi yang cenderung menurun. Kondisi ini dapat dilihat dari
tingkat rata-rata likuiditas per tahun yang pada penelitian ini diukur menggunakan
current ratio. Pada tahun 2010 rata-rata mengalami peningkatan dari 315,43 pada
tahun 2009 menjadi 388,99. Tetapi pada tahun berikutnya tingkat rata-rata
likuiditas mengalami penurunan yaitu pada tahun 2011 menjadi sebesar 382,65
dan tahun 2012 menjadi sebesar 321,09.
Leverage adalah rasio yang mengukur sampai seberapa jauh aktiva
perusahaan dibiayai dengan utang atau dibiayai oleh pihak luar (Sutrisno, 2001 :
247-256). Menurut Sitanggang (2012:25), dalam dunia bisnis sekarang hampir
tidak ada lagi perusahaan yang semata-mata dibiayai dari modal sendiri, tetapi
merupakan sesuatu yang otomatis didukung dari modal hutang. Indikator yang
digunakan yaitu Debt to Equity Ratio (DER) yang merupakan rasio yang
mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang, dimana semakin tinggi
rasio ini menggambarkan gejala yang kurang baik bagi perusahaan (Sartono,
2001:66). Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya
laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividen yang
diterima karena kewajiban untuk membayar hutang lebih diutamakan daripada
pembagian dividen. Kondisi leverage pada perusahaan consumer goods industry
pada periode ini secara keseluruhan mengalami fluktuasi yang cenderung
menurun. Kondisi ini dapat dilihat dari tingkat rata-rata leverage per tahun yang
pada penelitian ini menggunakan debt to equity ratio untuk rasio pengukurannya.
pada tahun 2010 menjadi sebesar 0,60. Pada tahun 2011 menjadi sebesar 0,6025
dan tahun 2012 menjadi sebesar 0,69.
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri (Sartono,
2001). Prasetyo, Sumekar dan Winahyuningsih, (2010) dalam mengukur
profitabilitas digunakan Return On Investment (ROI) dan Return On Equity
(ROE). ROI adalah ukuran dari kemampuan perusahaan memperoleh laba bersih
sesudah pajak dari seluruh investasi atau sebagai ukuran tingkat efisiensi dari
pengunaan modal. Return on Investment yang positif akan membawa pengaruh
yang positif terhadap laba ditahan, karena proporsi laba bersih setelah pajak
(EAT) untuk laba ditahan maupun kemampuan membayar dividen menjadi lebih
besar. Kinerja suatu perusahaan membaik apabila ROI semakin besar,
dikarenakan tingkat pengembalian investasi yang semakin besar (Weston dan
Brigham, 1994). Kondisi profitabilitas pada perusahaan consumer goods industry
pada periode penelitian ini secara keseluruhan mengalami fluktuasi cenderung
meningkat meskipun pada tahun 2012 mengalami penurunan. Kondisi ini dapat
dilihat dari tingkat rata-rata profitabilitas per tahun yang pada penelitian ini
menggunakan return on investment. Pada tahun 2010 rata-rata rasio mengalami
peningkatan menjadi sebesar 0,184 dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2009
sebesar 0,164. Pada tahun 2011 mengalami peningkatan rata-rata rasio menjadi
sebesar 0,193 dan pada tahun 2012 mengalami penurunan menjadi sebesar 0,166.
Growth Potential adalah potensi pertumbuhan perusahaan yang diukur
terhadap total assets pada t-1. Semakin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan,
semakin besar kebutuhan akan dana untuk membiayai perluasan. Semakin besar
kebutuhan dana dimasa mendatang, semakin mungkin perusahaan menahan
pendapatan, bukan membayarkannya sebagai dividen. Karena itu potensi
pertumbuhan menjadi faktor penting dalam kebijakan dividen. Indikator untuk
faktor ini adalah tingkat pertumbuhan campuran yang diatur tiap tahun dalam total
assets (Rendhi, 2010).
Pada saat seperti sekarang ini banyak perusahaan yang mengalami
kesulitan membayar dividen secara berkala dan stabil. Hanya industri tertentu
yang dapat membayar dividennya secara konsisten, walaupun dividen yang
dibayarkan kepada pemegang saham mengalami perubahan setiap tahunnya
(fluktuasi), padahal pihak investor lebih senang memperoleh kembalian investasi
berupa dividen yang stabil. Kondisi pertumbuhan aset pada perusahaan consumer
goods industry pada periode penelitian ini secara keseluruhan mengalami
fluktuasi cenderung menurun. Kondisi ini dapat dilihat dari tingkat rata-rata
pertumbuhan aset per tahun. Pada tahun 2010 rata-rata pertumbuhan mengalami
penurunan menjadi sebesar 9,518 dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2009 sebesar
10,107. Pada tahun 2011 mengalami peningkatan rata-rata pertumbuhan menjadi
sebesar 10,945 dan pada tahun 2012 mengalami penurunan kembali menjadi
sebesar 8,130.
Berikut ini peneliti menampilkan keseluruhan data kebijakan dividen dari
Tabel 1
Dividen Perusahaan Consumer Goods Industry
Periode 2009 – 2012
Tabel. 1.1. Dividen Seluruh Perusahaan Consumer Goods Industry Tahun 2009-2012
NO. Nama Per usahaan Tahun
Sedangkan itu peneliti hanya menggunakan data perusahaan yang hanya
membagikan dividen saja selama periode 2009 – 2012. Berikut adalah data
perusahaan yang membagikan dividen selama periode tersebut :
Tabel 2
Dividen Perusahaan Consumer Goods Industry
Periode 2009 – 2012
Tabel. 1.2. Dividen Perusahaan Consumer Goods Industry Tahun 2009-2012
NO. Nama Perusahaan Tahun
perusahaan Consumer Goods Industry di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama
periode 2009 – 2012 mengalami fluktuasi yang cenderung menurun dan tidak
mengindikasikan adanya penerapan kebijakan dividen yang stabil. Meskipun pada
tahun 2010 tingkat rata-rata dividen mengalami kenaikan menjadi sebesar 56,85
54,80 dan pada tahun 2012 menjadi sebesar 51,03. Dari sisi investor, dividen
merupakan salah satu penyebab timbulnya motivasi investor menanamkan
dananya di pasar modal. Dan karena informasi yang dimiliki investor di pasar
modal sangat terbatas, maka perubahan dividen-lah yang akan dijadikan sebagai
sinyal untuk mengetahui performance perusahaan. Namun, besar kecilnya dividen
yang dibayarkan kepada pemegang saham tergantung pada kebijakan dividen
masing-masing perusahaan.
Dividen pada perusahaan consumer goods industry cenderung mengalami
penurunan dari tahun ke tahun sebagai akibat adanya fluktuasi profitabilitas yang
kurang stabil. Penurunan profitabilitas tersebut diduga mempengaruhi perusahaan
dalam menetapkan kebijakan dividen. Bila adanya ketidakstabilan dan
kecenderungan laba perusahaan yang menurun dan tidak segera diperbaiki maka
seorang investor tidak akan menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.
Menurut Swastari (2012) bahwa Current Ratio memiliki pengaruh positif
terhadap kebijakan dividen. Rasio ini menjadi pertimbangan utama dalam
keputusan dividen, karena arus kas keluar dan posisi kas yang besar dapat
memberikan keyakinan bahwa perusahaan mampu membayar dividen dalam
jumlah besar. Semakin tinggi Current Ratio berarti semakin terjamin
hutang-hutang perusahaan kepada kreditor.
Menurut Attina Janaati (2012) bahwa Debt to Equity Ratio memiliki
pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Menurut Tita (2009) Debt to Equity
Ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh
digunaan untuk membayar hutang. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin
besar kewajibannya dan rasio yang semakin rendah akan menunjukkan semakin
tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Peningkatan
hutang ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi
pemegang saham, artinya semakin tinggi kewajiban perusahaan, akan semakin
menurunkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen.
Menurut Swastari (2012) bahwa Return on Investment memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Rasio ini menunjukkan ukuran
dari kemampuan perusahaan memperoleh laba bersih sesudah pajak dari seluruh
investasi. Return on Investment yang tinggi menunjukkan efisiensi dan efektivitas
pengelolaan aset yang berarti semakin baik. Peningkatan laba bersih perusahaan
akan meningkatkan tingkat pengembalian investasi berupa pendapatan dividen
bagi investor. Kinerja suatu perusahaan membaik apabila Return on Investment
semakin besar, dikarenakan tingkat pengembalian investasi yang semakin besar.
Menurut Attina Jaanati (2012) bahwa Growth Potential memiliki pengaruh
negatif terhadap kebijakan dividen. Growth Potential adalah potensi pertumbuhan
perusahaan yang diukur dengan rasio selisih total assets pada tahun t dengan total
assets pada tahun t-1 terhadap total assets pada t-1. Semakin cepat tingkat
pertumbuhan perusahaan, semakin besar kebutuhan akan dana untuk membiayai
perluasan. Sehingga perusahaan akan lebih senang menahan labanya untuk
membiayai ekspansi atau pertumbuhan perusahaan daripada dibayarkan dalam
Atas dasar tersebut, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
pengaruh beberapa faktor yaitu : current ratio, debt to equity ratio, return on
investment, dan growth potential pada perusahaan consumer goods yang terdaftar
di BEI sehingga peneliti mengambil judul “Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Consumer Goods
Industry Yang Ter daftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2012”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Apakah Likuiditas berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan
consumer goods industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
2. Apakah Leverage berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan
consumer goods industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
3. Apakah Profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada
perusahaan consumer goods industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
4. Apakah Growth Potential berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas dapat disusun tujuan dalam
penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengaruh Likuiditas terhadap kebijakan dividen perusahaan
consumer goods industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh Leverage terhadap kebijakan dividen perusahaan
consumer goods industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3. Untuk mengetahui pengaruh Profitabilitas terhadap kebijakan dividen
perusahaan consumer goods industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
4. Untuk mengetahui pengaruh Growth Potential terhadap kebijakan dividen
perusahaan consumer goods industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat atau kegunaan yang dapat disumbangkan dari penelitian ini
adalah :
1. Untuk memberikan informasi mengenai kebijakan dividen perusahaan
consumer good industry melalui analisis laporan keuangan dan pertumbuhan
aset kepada investor perusahaan mana saja yang memiliki peluang untuk
menanamkan modalnya.
2. Informasi ini berguna untuk memperdalam pengetahuan tentang teori
investasi dan memberi masukan dan solusi terhadap problematika yang ada.
2.1 Hasil Penelitian Ter dahulu
Penelitian mengenai pengaruh rasio likuiditas, leverage, profitabilitas,
dan growth potential terhadap kebijakan dividen pada perusahaan consumer
goods industry di Bursa Efek Indonesia dalam proposal ini menggunakan
acuan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh :
a. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Swastari Taqwami Amalia (2012),
dengan judul ”Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan
dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia”. Alat analisis yang digunakan adalah teknik analisis regresi
berganda. Adapun permasalahan yang di ajukan dalam penelitian adalah:
1). Apakah terdapat pengaruh faktor Current Ratio terhadap faktor
kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang go publik di BEI? 2).
Apakah terdapat pengaruh faktor Debt to Equity Ratio (DER) terhadap
faktor kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang go publik di
BEI? 3). Apakah terdapat pengaruh faktor ROI terhadap faktor kebijakan
dividen pada perusahaaan manufaktur yang go publik di BEI? 4). Apakah
terdapat pengaruh faktor Total Assets Turnover terhadap faktor kebijakan
deviden pada perusahaan manufaktur yang go publik di BEI?
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor 1). Current Ratio berpengaruh
berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Kebijakan Dividen. 3).
ROI berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kebijakan Dividen. 4).
Total Assets Turnover berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kebijakan Dividen.
b. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Attina Jannati (2012), dengan judul
”Pengaruh profitabilitas, leverage, dan growth terhadap kebijakan dividen
pada perusahaan manufaktur consumer goods yang listing di Bursa Efek
Indonesia”.
Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis regresi linier
berganda. Hasil dalam penelitian ini adalah 1) Secara simultan variabel
Return On Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), dan Asset Growth
(AG) mempunyai pengaruh yang positif terhadap Dividend Payout Ratio
(DPR). 2) Secara parsial, bahwa variabel Return On Asset (ROA)
mempunyai pengaruh yang positif terhadap Dividend Payout Ratio (DPR),
sedangkan Debt to Equity Ratio (DER) dan Asset Growth berpengaruh
negatif terhadap Dividend Payout Ratio (DPR).
c. Adapun penelitian lainnya yang dilakukan oleh Dwi Purwanti (2002), yang
membahas mengenai “dampak rasio keuangan terhadap kebijakan
dividen”dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil dalam
penelitian ini adalah 1) Bahwa secara parsial, variabel DER, ROI, dan
TATO mempunyai pengaruh terhadap cash dividend, sedangkan EPS dan
simultan variabel EPS, DER, ROI, TATO, dan PBV berpengaruh terhadap
dividen.
d. Dan kemudian penelitian yang dilakukan oleh Lisa Marlina dan Clara
Danica (2009), yang meneliti tentang pengaruh Cash Position (CP), DER,
ROA terhadap kebijakan dividen. Hasil dalam penelitian ini adalah 1)
Bahwa secara simultan, variabel CP ,DER, dan ROA mempunyai
pengaruh terhadap Dividend Payout Ratio. 2) Secara parsial variabel Cash
Position dan ROA mempunyai pengaruh positif terhadap Dividen Payout
Ratio, sedangkan variabel Debt to Equity Ratio tidak mempunyai
pengaruh terhadap Dividend Payout Ratio.
2.2Landasan Teori
2.2.1 Dividen
2.2.1.1 Pengertian Dividen
Dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah
pajak dikurangi dengan laba ditahan (retained earnings) yang ditahan
cadangan perusahaan (Ang. 1997;6,8). Stace et al. (2005) dalam Suharli
(2007) mengartikan dividen sebagai pembagian laba kepada para
pemegang saham perusahaan sebanding dengan jumlah saham yang
dipegang oleh masing-masing pemilik.
Menurut Hanafi (2004;361), dividen merupakan kompensasi yang
diterima oleh pemegang saham, disamping capital gain. Dividen ini untuk
dibagikan kepada pemegang saham sebagai keuntungan dari laba
pemegang saham dan jenis pembayarannya tergantung pada kebijakan
pimpinan.
Kebijakan dividen dapat memberi kesan terhadap para investor
bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa yang akan
datang (Riyanto, 2001). Para investor yang menanamkan modalnya dalam
perusahaan berkeinginan untuk mendapatkan pengembalian dalam bentuk
dividen maupun capital gain untuk meningkatkan kesejahteraan
2.2.1.2 J enis – jenis Dividen
Dalam Wasis (1983:193), dividen dilihat dari alat pembayarannya
dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
1. Cash Dividend (Dividen Tunai) adalah dividen yang diberikan oleh
perusahaan kepada para pemegang saham dalam bentuk uang tunai
(cash). Pada rapat pemegang saham, perusahaan memutuskan bahwa
sejumlah tertentu dari laba perusahaan akan dibagi dalam bentuk cash
dividen (M. Munandar 1983: 312 dalam Hakim, 2011). Perusahaan
hanya berkewajiban membayar dividen setelah perusahaan tersebut
mengumumkan akan membayar dividen. Dividen dibayarkan kepada
pemegang saham yang namanya tercatat dalam daftar pemegang saham.
Pembayaran dividen dapat dilakukan oleh perusahaan sendiri atau
melalui pihak lain, misalnya bank karena bank memiliki banyak cabang
sehingga memudahkan pemegang saham yang tersebar luas di seluruh
2. Script Dividend (Dividen Hutang) adalah suatu surat yang diberikan
perusahaan sebagai tanda kesediaan untuk membayar sejumlah uang
tertentu kepada para pemegang saham sebagai dividen. Surat ini
berbunga sampai dengan dibayarkan uang tersebut kepada pihak yang
bersangkutan. Script dividen seperti ini biasa dibuat apabila para
pemegang saham mengambil keputusan tentang pembagian laba dimana
perusahaan belum atau tidak mempunyai persediaan uang tunai yang
cukup utk membayar dividen tunai (Arief Suaidi 1994: 231 dalam
Hakim, 2011).
3. Stock Dividend (Deviden Saham) adalah dividen yg diberikan kepada
para pemegang saham dalam bentuk saham-saham yg dikeluarkan oleh
perusahaan itu sendiri (M. Munandar 1983: 314 dalam Hakim, 2011).
Di Indonesia saham yang dibagikan sebagai dividen tersebut disebut
saham bonus. Dengan demikian para pemegang saham mempunyai
jumlah lembar saham yang lebih banyak setelah menerima Stock
Dividend.
Dalam Ang (1997:6,10) berdasarkan atas hubungan dengan tahun
buku, deviden dapat dibagi atas dua jenis yaitu :
a. Dividen Interim
Merupakan dividen yang dibayarkan oleh perseroan antara satu tahun
buku dengan tahun buku berikutnya. Dividen interim ini dapat
dibayarkan beberapa kali dalm setahun dengan tujuan salah satunya
b. Dividen Final
Dividen final merupakan dividen hasil pertimbangan setelah penutupan
buku perseroan sebelumnya dan dibayarkan pada tahun berikutnya.
Dividen final ini juga memperhitungkan dan mempertimbangkan
hubungannya dengan dividen interim yang telah dibayarkan untuk
tahun buku tersebut.
2.2.1.3 Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen (dividend policy) menurut Martono dan Agus
Harjito, 2007:253) adalah keputusan apakah laba yang diperoleh
perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau
akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi
perusahaan di masa mendatang. Kebijakan dividen menyangkut masalah
penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham, dan laba
tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau laba yang ditahan untuk
diinvestasikan kembali (Husnan,1996:381). Apabila perusahaan memilih
untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang
ditahan dan selanjutnya akan mengurangi total sumber dana internal atau
2.2.1.3.1 Teori Kebijakan Dividen
Agus Sartono (2001) menyebutkan beberapa teori dividen yaitu :
a. Dividend Irrelevant Theory
Teori ini beranggapan bahwa kebijakan dividen tidak berpengaruh
terhadap harga saham (nilai perusahaan) maupun terhadap biaya
modalnya. Kebijakan dividen yang satu sama baiknya dengan kebijakan
dividen lainnya. Dijelaskan bahwa pendukung utama teori
ketidakrelevanan ini adalah Miller dan Modiglani. Mereka menggunakan
sejumlah asumsi, khususnya tentang ketiadaan pajak, biaya pialang,
leverage keuangan tidak memiliki pengaruh terhadap biaya modal, para
investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentag prospek
perusahaan, distribusi laba ke dalam bentuk dividen atau laba ditahan tidak
mempengaruhi biaya ekuitas perusahaan dan kebijakan capital budgeting
merupakan kebijakan yang independen terhadap kebijakan dividen.
b. Bird in The Hand Theory
Teori ini dapat dijelaskan dengan menggunakan pemahaman bahwa
sesungguhnya investor jauh lebih menghargai pendapatan yang diharapkan
dari dividen dibandingkan dengan pendapatan yang diharapkan dari
keuntungan modal karena komponen hasil dividen resikonya lebih kecil
dari komponen keuntungan modal (capital gain). Para investor kurang
yakin terhadap penerimaan keuntungan modal (capital gain) yang akan
dihasilkan dibandingkan dengan seandainya mereka menerima dividen,
sedangkan capital gain merupakan faktor yang dikendalikan oleh pasar
melalui mekanisme penentuan harga saham.
c. Teori preferensi pajak
Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa
investor lebih menyukai pembagian dividen yang rendah daripada yang
tinggi, yaitu :
1. Keuntungan modal (capital gain) dikenakan tarif pajak lebih rendah
daripada pendapatan dividen. Untuk itu, investor yang memiliki
sebagian besar saham mungkin lebih suka perusahaan menahan dan
menanam kembali laba kedalam perusahaan. Pertumbuhan laba
mungkin dianggap menghasilkan kenaikan harga saham, dan
keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen
yang pajaknya tinggi.
2. Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai sahamnya terjual,
sehingga ada efek nilai waktu.
3. Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal,
sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang.
Karena adanya keuntungan-keuntungan ini, para investor mungkin
lebih senang perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan.
Jika demikian para investor akan mau membayar lebih tinggi untuk
perusahaan yang pembagian dividennya rendah daripada untuk
d. Information Content or signaling hipotesis
Information content or signaling hipotesis adalah teori yang
menyatakan bahwa investor menganggap perubahan dividen sebagai
pertanda bagi pekiraan manajemen atas laba. Ada kecenderungan harga
saham akan naik jika ada pengumuman kenaikan dividen. Dividen itu
sendiri tidak menyebabkan kenaikan atau penurunan harga saham, tetapi
prospek perusahaan yang ditunjukkan oleh meningkatnya (menurunnya)
dividen yang dibayarkan yang menyebabkan perubahan harga saham.
e. Agency Theory
Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan
manajer atas saham perusahaan kurang dari seratus persen. Dengan
proporsi kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat
manajer cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk
memaksimumkan perusahaan. Inilah yang nantinya akan menyebabkan
biaya keagenan (agency cost).
Masalah agensi yang terjadi di suatu perusahaan akan
menimbulkan biaya agensi. Jensen dan Meckling (1976) dalam Widya
(2013) menyatakan bahwa biaya agensi meliputi biaya pengawasan
(monitoring cost), biaya ikatan (bonding cost) dan biaya sisa (residual
cost). Biaya pengawasan timbul apabila principal melakukan pengawasan
terhadap aktivitas-aktivitas manajer. Prinsipal akan memastikan bahwa
manajer bekerja berdasarkan kontrak yang telah disetujui. Sedangkan
kepentingan prinsipal tanpa perlu melakukan pengawasan. Akhirnya, biaya
sisa merupakan perbedaan return yang diperoleh karena perbedaan
keputusan investasi antara principal dan agen.
Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat
dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen.
Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership) dapat
digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena
dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan
langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini
dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan
kepentingan manajemen melalui program mengikat manajemen dalam
modal perusahaan.
Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal
dengan agen salah satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran
kas. Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak
ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Ini menyebabkan
perbedaan kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai investasi
yang berisiko tinggi yang juga menghasilkan return tinggi, sementara
manajemen lebih memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah.
Menurut Brigham dalam Widya (2013), masalah keagenan bisa
terjadi pertama antara pemilik (shareholders) dengan manajer, kedua
antara manajer dengan debtholders dan yang ketiga manajer dengan
manajer tidak bertindak sebagai agen yang bertanggung jawab kepada
pemegang saham atau pemilik perusahaan.
Menurut Husnan dan Pudjiastuti dalam Widya (2013) masalah
keagenan (agency problems) muncul dalam dua bentuk, yaitu antara
pemilik perusahaan (principals) dengan pihak manajemen (agent), antara
pemegang saham dengan pemegang obligasi. Antara pemilik perusahaan
dan manajemen muncul masalah keagenan ketika pihak manajemen dalam
pengambilan keputusan keuangan lebih memaksimumkan kepentingan
sendiri bukan untuk kepentingan pemegang saham. Sedangkan antara
pemegang saham dengan pemegang obligasi muncul masalah keagenan
ketika pengambilan keputusan keuangan diambil untuk kepentingan
pemegang saham, namun mengorbankan kepentingan pemegang obligasi.
Contohnya adalah kepentingan untuk menambah hutang yang sangat besar
yang akan berdampak menurunnya harga obligasi, karena obligasi yang
diterbitkan oleh perusahaan akan dinilai sangat berisiko. Dengan demikian
keputusan tersebut akan menguntungkan pemegang saham atas
pengorbanan para kreditur.
2.2.1.4 Dividend Payout Ratio
Stace et al. (2005) dalam Suharli (2007) mengartikan dividen
sebagai pembagian laba kepada para pemegang saham perusahaan
sebanding dengan jumlah saham yang dipegang oleh masing-masing
pemilik. Dividen dibagikan kepada para pemegang saham sebagai earning
atau persentase dari laba atau pendapatan yang akan dibayarkan oleh
perusahaan kepada para pemegang saham sebagai dividen tunai disebut
dividend payout ratio. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
DPR suatu perusahaan maka semakin tinggi pula jumlah laba yang akan
dibayarkan sebagai dividen kepada pemegang saham.
Dividend Payout Ratio merupakan perbandingan antara dividend
per share dengan earning per share. Menurut Jogiyanto (1998) dalam
Yunita (2006) menyatakan bahwa dividend payout ratio diukur sebagai
dividen yang dibayarkan dibagi dengan laba yang tersedia untuk
pemegang saham umum.
Dividen yang terlalu besar bukan tidak diinginkan oleh investor
tetapi menjaga agar tidak terjadi kesulitan likuiditas keuangan pada
perusahaan di masa mendatang. Apabila dividen yang dibagikan lebih
kecil dari harapan investor maka akan mengakibatkan terjadinya pelepasan
saham perusahaan yang akan mengakibatkan penurunan harga saham dari
perusahaan tersebut (Yunita, 2006).
Merajuk pada Signaling Theory, kenaikan Dividend Payout Ratio
(DPR) merupakan suatu sinyal bagi investor bahwa manajemen
perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang lebih baik. Sebaliknya
penurunan Dividend Payout Ratio diyakini oleh investor sebagai sinyal
prospek perusahaan menurun atau perusahaan mungkin akan mengalami
berupaya untuk mempertahankan Dividend Payout Ratio meskipun terjadi
penurunan jumlah laba yang diperolehnya.
Menurut Brigham (2006), Dividend Payout Ratio dapat dicari
dengan menggunakan rumus :
Dividend Payout Ratio (DPR) =
Share EarningPer
rShare DividendPe
2.2.2 Likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendek. Pengertian lain likuiditas, adalah kemampuan
seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau hutang yang
harus segera dibayar dengan harta lancarnya. Likuiditas diukur dengan
rasio aktiva lancar dibagi kewajiban lancar. Perusahaan yang sehat paling
tidak memiliki rasio lancar sebesar 100%.
Rasio likuiditas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajibannya yang
segera harus dipenuhi. Rasio likuiditas bertujuan menaksir kemampuan
keuangan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dan
komitmen pembayaran keuangannya. Semakin tinggi angka rasio
likuiditas, akan semakin baik bagi investor. Dua rasio likuiditas yang
a. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio lancar adalah rasio yang paling sering membandingkan antara
aktiva lancar yang dimiliki perusahaan dengan hutang jangka pendek.
Aktiva lancar di sini meliputi kas, piutang dagang, efek, persediaan,
dan aktiva lancar lainnya. Sedangkan hutang jangka pendek meliputi
hutang dagang, hutang wesel, hutang bank, hutang gaji, dan hutang
lainnya yang harus dibayar. Current Ratio dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut (Darsono & Ashari, 2005:52) :
CR =
Apabila suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan, pembayaran
utang usahanya akan menjadi lambat, pinjamannya ke bank akan lebih
banyak, dan sebagainya. Jika kewajiban lancar ini tumbuh lebih cepat
daripada aktiva lancar, rasio lancar akan merosot. Karena rasio lancar
merupakan satu-satunya indikator terbaik yang menunjukkan sejauh
mana kewajiban lancar dapat dipenuhi dengan aktiva lancar, maka
rasio ini paling lazim digunakan sebagai ukuran dari solvensi jangka
pendek (Weston dan Brigham, 2006)
b. Rasio Cepat (Quick Ratio)
Rasio cepat merupakan rasio antara aktiva lancar sesudah dikurangi
persediaan dengan hutang lancar. Rasio ini menunjukkan besarnya alat
likuid yang paling cepat yang bisa dipergunakan untuk melunasi
hutang lancar (Darsono & Ashari, 2005:52).
Dalam penelitian ini jenis rasio likuiditas yang digunakan adalah
Current Ratio (CR). CR ini paling umum digunakan untuk menganalisis
posisi keuangan jangka pendek (tingkat likuiditas) suatu perusahaan. CR
paling lazim digunakan, karena menunjukkan tingkat keamanan kreditor
jangka pendek (Munawir, 2010:72).
2.2.3 Leverage
Leverage adalah rasio yang mengukur sampai seberapa jauh aktiva
perusahaan dibiayai dengan utang atau dibiayai oleh pihak luar (Sutrisno,
2001 : 247-256). Dalam dunia bisnis sekarang hampir tidak ada lagi
perusahaan yang semata-mata dibiayai dari modal sendiri, tetapi
merupakan sesuatu yang otomatis didukung dari modal hutang. Menurut
Weston dan Brigham (2006) “ leverage keuangan menyiratkan tiga hal
penting, (1) Dengan menaikkan dana melalui utang , pemilik dapat
mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang
terbatas, (2) Kreditor mensyaratkan adanya ekuitas, atau dana yang
disediakan oleh pemilik sebagai marjin pengaman, jika pemilik dana hanya
menyediakan sebagian kecil dari pembiayaan total, risiko perusahaan
dipikul terutama oleh kreditornya. (3) Jika perusahaan memperoleh tingkat
laba yang lebih tinggi atas dana pinjamannya daripada tingkat bunga yang
dibayarkan atas dana tersebut, maka pengembalian atas modal pemilik
diperbesar.
Rasio leverage adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
a. Debt Ratio (DR)
Debt Ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa
besar aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur (Darsono &
Ashari, 2005:54).
DR =
b. Debt to Equity Ratio (DER)
DER merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa
besar perusahaan dibelanjai oleh pihak kreditur (Darsono & Ashari,
2005:54-55).
DER =
c. Time Interest Earned Ratio (TIER)
Yaitu rasio antara laba sebelum bunga dan pajak dengan beban bunga.
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi beban
tetapnya berupa bunga dengan laba yang diperolehnya atau mengukur
berapa kali besarnya laba bisa menutup beban bunganya (Darsono &
Ashari, 2005:55).
TIER =
Dalam penelitian ini jenis rasio leverage yang digunakan adalah
Debt to Equity Ratio (DER). DER ini dapat digunakan oleh investor untuk
mengukur leverage keuangan perusahaan, yang merupakan hubungan
antara hutang perusahaan dengan modal sendiri. DER mencerminkan
ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk
membayar hutang (Munawir, 2010:75).
2.2.4 Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
laba pada periode tertentu. Laba sering kali menjadi salah satu ukuran
kinerja perusahaan. Dimana ketika perusahaan memiliki laba yang tinggi
berarti kinerjanya baik dan sebaliknya. Laba perusahaan selain merupakan
indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi para
penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai
perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan
datang. Laba juga sering dibandingkan dengan kondisi keuangan lainnya,
seperti penjualan, aktiva, dan ekuitas.
Pengertian profitabilitas seperti yang dikemukakan oleh Mamduh
M. Hanafi dan Abdul Halim (2003:75) dalam (Novita, 2013) sebagai
berikut : “ Profitabilitas adalah rasio yang melihat kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba (profitabilitas)”.
Sartono (2001:119) dalam (Novita, 2013) berpendapat bahwa
profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.
Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat
2.2.4.1 Analisis Rasio Pr ofitabilitas
Menurut Kasmir (2008:196) “ rasio profitabilitas merupakan rasio
untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan”.
Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan
perbandingan komponen yang ada pada laporan keuangan. Hasil
pengukuran tersebut dapat dijadikan alat evaluasi manajemen .
Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun
bagi pihak luar perusahaan, yaitu :
1) Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan
dalam satu periode tertentu.
2) Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
3) Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4) Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal
sendiri.
5) Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
6) Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal sendiri.
7) Dan tujuan lainnya (Kasmir, 2008:197).
Sementara itu, manfaat yang diperoleh adalah untuk Mengetahui
1) Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
2) Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
3) Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
4) Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
2.2.4.2 Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
efektifitas perusahaan dalam mendapatkan keuntungan.
a. Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin merupakan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan penjualan yang
dicapai (Darsono & Ashari, 2005:56).
NPM=
b. Gross Profit Margin (GPM)
Gross Profit Margin adalah rasio yang mengukur tingkat laba kotor
dibanding dengan volume penjualan (Darsono & Ashari, 2005:56).
c. Return On Asset (ROA)
Return On Asset juga disebut sebagai rentabilitas ekonomis,
merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
dengan semua aktiva yang dimiliki (Darsono & Ashari, 2005:57).
ROA=
d. Return On Equity (ROE)
Return On Equity merupakan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki
(Darsono & Ashari, 2005:57).
ROE=
e. Return On Investment (ROI)
Return On Equity merupakan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup
investasi yang dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengukur
rasio ini adalah laba bersih setelah pajak atau EAT (Darsono & Ashari,
2005:58).
ROI=
Dalam penelitian ini jenis rasio prifitabilitas yang digunakan adalah
Return On Invesment (ROI). Semakin besar nilai Return On Invesment
maka akan semakin baik, karena dengan demikian berarti perusahaan
dapat menghasilkan laba yang tinggi dengan menggunakan total asset yang
teknik analisa yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk
mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan
2.2.5 Growth Potential
Growth Potential adalah potensi pertumbuhan perusahaan yang
diukur dengan rasio selisih total assets pada tahun t dengan total assets
pada tahun t-1 terhadap total assets pada t-1. Semakin cepat tingkat
pertumbuhan perusahaan, semakin besar kebutuhan akan dana untuk
membiayai perluasan. Semakin besar kebutuhan dana dimasa mendatang,
semakin mungkin perusahaan menahan pendapatan, bukan
membayarkannya sebagai dividen. Karena itu potensi pertumbuhan
menjadi faktor penting dalam kebijakan dividen. Indikator untuk faktor ini
adalah tingkat pertumbuhan campuran yang diatur tiap tahun dalam total
assets.
Pada saat seperti sekarang ini banyak perusahaan yang mengalami
kesulitan membayar dividen secara berkala dan stabil. Hanya industri
tertentu yang dapat membayar dividennya secara konsisten, walaupun
dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham mengalami perubahan
setiap tahunnya (fluktuasi), padahal pihak investor lebih senang
memperoleh kembalian investasi berupa dividen yang stabil.
2.2.6 Pengaruh Antar Variabel
Ada berbagai macam faktor yang mempengaruhi perusahaan dalam
menetapkan rasio pembayaran dividen menurut berbagai pakar. Adapun
terhadap rasio pembayaran dividen yang antara lain adalah sebagai
berikut:
2.2.6.1 Pengaruh Cur rent Ratio Terhadap Kebijakan Dividen
Kemampuan likuiditas keuangan antar perusahaan cenderung
berbeda antara satu industri dan industri lainnya. Kriteria perusahaan yang
mempunyai posisi keuangan kuat adalah mampu memenuhi kewajiban
keuangan kepada pihak luar secara tepat waktu, mampu menjaga kondisi
modal kerja yang cukup, mampu membayar bunga dan kewajiban dividen
yang harus dibayarkan, dan menjaga posisi kredit utang yang aman.
Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak
keputusan dividen karena dividen menunjukkan arus kas keluar, semakin
besar posisi kas dan keseluruhan likuiditas perusahaan maka semakin
besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Ambarwati,
2010:74). Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan
mendanai operasional dan melunasi kewajiban jangka pendeknya. Oleh
karena itu perusahaan yang memiliki likuiditas baik maka kemungkinan
pembayaran dividen lebih baik pula. Semakin besar current ratio
menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Maka tingginya current ratio, menunjukkan
keyakinan investor terhadap kemampuan perusahaan membayar dividen
2.2.6.2. Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) Terhadap Kebijakan Dividen
Debt to Equity Ratio merupakan rasio terhadap modal. Rasio ini
mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang, dimana semakin
tinggi nilai rasio ini menggambarkan gejala yang kurang baik bagi
perusahaan. Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi
besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham
termasuk dividen yang diterima karena kewajiban untuk membayar hutang
lebih diutamakan daripada pembagian dividen. Marlina (2009:1)
Debt to Equity Ratio, mencerminkan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi semua kewajibannya yang ditunjukkan oleh berapa
bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Dalam hal
ini dapat dilihat jika perusahaan mempunyai Debt to Equity Ratio yang
kecil berarti perusahaan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk
melunasi semua kewajibannya, dan sebaliknya jika perusahaan
mempunyai Debt to Equity Ratio yang tinggi dibandingkan ketersediaan
modal sendiri yang dimiliki berarti perusahaan yang bersangkutan
mempunyai kemampuan yang rendah untuk memenuhi kewajibannya.
Jumlah leverage yang digunakan perusahaan akan berakibat pada besarnya
laba bersih yang diperoleh pada periode tertentu, sehingga hal ini akan
mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan dan harga saham (Nuringsih,
Apabila perusahaan menentukan bahwa pelunasan hutangnya akan
diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian
besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti hanya
sebagian kecil saja pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai dividen
(Riyanto:2001:267). Peningkatan hutang ini akan mempengaruhi tingkat
pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham, artinya semakin
tinggi kewajiban perusahaan, akan semakin menurunkan kemampuan
perusahaan membayar dividen atau berpengaruh negatif terhadap Dividend
Payout Ratio.
2.2.6.3. Pengaruh Return On Investment (ROI) Terhadap Kebijakan Dividen
Return On Investment (ROI) merupakan rasio profitabilitas yang
digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan
keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Ang (1997)
dalam Anita (2012) menyatakan bahwa ROI diukur dari laba bersih setelah
pajak (earnnig after tax) terhadap total assetnya yang mencerminkan
kemampuan perusahaan dalam penggunaan investasi yang digunakan
untuk operasi perusahaan dalam rangka menghasilkan profitabilitas
perusahaan. Parthington (1989) dalam Widodo (2002) menyatakan bahwa
profitabilitas merupakan faktor terpenting yang dipertimbangkan oleh
manajemen dalam Dividend Payout Ratio. Semakin besar ROI
menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik, karena tingkat
kembalian investasi (return) semakin besar. Sehingga meningkatnya ROI
dalam memperoleh laba merupakan indikator utama dalam kemampuan
perusahaan untuk membayar dividen, sehingga profitabilitas sebagai
faktor penentu terpenting terhadap dividen. Dari teori dan uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa Return On Investment berpengaruh positif
terhadap Dividend Payout Ratio. Hal ini didukung oleh jurnal Swastari
(2012) dan Dwi (2002) yang menyatakan bahwa Return On Investment
berpengaruh positif terhadap Dividend Payout Ratio.
2.2.6.4. Pengaruh Growth Potential Terhadap Kebijakan Dividen
Growth potential adalah potensi pertumbuhan perusahaan yang
diukur dengan rasio selisih total assets pada tahun t dengan total assets
pada tahun t-1 terhadap total assets pada t-1. Semakin cepat tingkat
pertumbuhan perusahaan, semakin besar kebutuhan akan dana untuk
membiayai perluasan. Semakin besar kebutuhan dana dimasa mendatang,
semakin mungkin perusahaan menahan pendapatan, bukan
membayarkannya sebagai dividen. Karena itu potensi pertumbuhan asset
menjadi faktor penting dalam kebijakan dividen. Indikator untuk faktor ini
adalah tingkat pertumbuhan campuran yang diatur tiap taun dalam total
assets.
Semakin tinggi tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, akan
semakin besar tingkat kebutuhan dana untuk membiayai ekspansi.
Semakin besar kebutuhan dana dimasa yang akan datang, akan semakin
memungkinkan perusahaan menahan keuntungan dan tidak
perushaan menjadi faktor yang penting yang menentukan kebijakan
dividen dan berpengaruh negatif terhadap dividend payout ratio. Hal ini
didukung oleh jurnal dari Attina (2012) yang menyatakan bahwa Growth
Potential mempunyai pengaruh negatif terhadap Dividend Payout Ratio.
2.3 Kerangka Konseptual
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori, dan penelitian
sebelumnya, dapat diajukan hipotesa sebagai berikut :
1. Likuiditas berpengaruh positif terhadap Kebijakan Dividen perusahaan
Consumer Goods Industry di Bursa Efek Indonesia.
2. Leverage berpengaruh negatif terhadap Kebijakan Dividen perusahaan
Consumer Goods Industry di Bursa Efek Indonesia.
3. Profitabilitas berpengaruh positif terhadap Kebijakan Dividen perusahaan
Consumer Goods Industry di Bursa Efek Indonesia. Likuiditas (X1)
Kebijakan Dividen (Y)
Leverage (X2)
Profitabilitas (X3)
4. Growth Potential berpengaruh negatif terhadap Kebijakan Dividen
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Berdasarkan permasalahan dan hipotesis yang telah dikemukakan,
maka variabel yang akan dianalisis dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Variabel Dependen (Y)
Dividen (Y) adalah bagian laba perusahaan yang diberikan kepada
pemegang saham. Kebijakan dividen diukur dengan indikator Dividend
Payout Ratio (DPR). Dividend Payout Ratio merupakan persentase laba
yang dibagikan kepada pemegang saham umum dari laba yang dihasilkan
oleh perusahaan. Menurut Brigham (2006), dividend payout ratio dapat
dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Dividend Payout Ratio =
Share EarningPer
rShare DividendPe
b. Variabel Independen (X)
1. Likuiditas (X1)
Dalam rasio ini indikator yang digunakan adalah Current Ratio, yaitu
untuk menunjukkan tingkat keamanan kredit jangka pendek atau
kemampuan perusahaan untuk membayar hutang (Kasmir, 2010:134).
Dengan memperbandingkan antara total aktiva lancar dengan total
digunakan adalah skala rasio, karena data yang ada menunjukkan angka
yang sebenarnya.
CR =
2. Leverage (X2)
Rasio ini dengan menggunakan indikator Debt to Equity Ratio
memperlihatkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan
perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan
tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya (Kasmir, 2010:158).
DER =
3. Profitabilitas (X3)
Indikator yang digunakan dalam rasio ini adalah Return On
Investment, yaitu merupakan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup
investasi yang dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengukur
rasio ini adalah laba bersih setelah pajak atau EAT (Darsono & Ashari,
2005:58).
ROI=
4. Growth Potential (X4)
Indikator untuk faktor ini adalah tingkat pertumbuhan campuran yang
diatur tiap tahun dalam total assets. Semakin cepat tingkat pertumbuhan
perusahaan menahan pendapatan, bukan membayarkannya sebagai
dividen. Rumusnya adalah dengan menggunakan skala rasio :
GP = TAt – TAt-1 TAt-1
3.2. Teknik Penentuan Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk
peristiwa, hal atau orang yang memiliki karakteristik yang serupa yang
menjadi pusat perhatian seorang peneliti karena itu dipandang sebagai
semesta penelitian (Ferdinand, 2008). Dalam penelitian ini yang dijadikan
obyek adalah perusahaan consumer goods industry yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia sejumlah 35 perusahaan. Dari obyek tersebut peneliti
mengambil target populasi perusahaan consumer goods industry yang
membagikan dividen pada tahun 2009-2012 sebanyak 12 perusahaan.
3.2.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang terdiri dari
elemen-elemen yang diharapkan memiliki karakteristik yang sama dengan
populasi (Sekaran, 2003). Teknik yang digunakan untuk menentukan
sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara non-probability sampling
yaitu sampling jenuh. Menurut Sugiyono (2009), sampling jenuh adalah
teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang
yang sangat kecil. Maka peneliti mengambil sampel sesuai jumlah target
populasi sebanyak 12 perusahaan.
3.3.Teknik Pengumpulan Data
3.3.1. J enis Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder. Data sekunder (M. Iqbal Hasan, 2002:82) adalah data yang
diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari
sumber-sumber yang telah ada (seperti www.idx.co.id atau data
pendukung lainnya). Data ini juga termasuk data deret berkala (time
series), yang dikumpulkan selama kurun waktu tertentu. Data yang
dipergunakan ini bersifat kuantitatif, yaitu berupa angka-angka dalam
laporan keuangan dari perusahaan consumer goods industry di Bursa Efek
Indonesia (Gujarati, 2006:3-4).
3.3.2. Sumber Data
Keseluruhan data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh
dari www.idx.co.id, baik berupa neraca maupun laporan laba rugi
perusahaan consumer goods industry periode 2009 sampai tahun 2012
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3.3.3. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah teknik dokumentasi. Teknik pengumpulan data secara dokumentasi
adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen
data-data yang sudah dipublikasikan oleh pemerintah, industri, atau
sumber-sumber individual. Data ini diambil atau digunakan sebagian dari data
yang telah dicatat dan dilaporkan.
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.4.1. Teknik Analisis
Salah satu bentuk analisis kuantitatif adalah regresi linier berganda.
Untuk mengetahui pengaruh likuiditas, leverage, profitabilitas, dan growth
potential terhadap Kebijakan dividen yaitu dengan menggunakan teknik
analisis kuantitatif, yaitu suatu analisis di mana data-data yang berbentuk
angka-angka dianalisis dengan cara membandingkan, melakukan
perhitungan dan mengaplikasikan ke dalam rumus-rumus.
Penggunaan teknik analisis regresi linier berganda ini dikarenakan
dalam analisis pemilihan regresi linier berganda dapat menerangkan
ketergantungan satu variabel terikat (Y) yaitu Dividend Payout Ratio
(DPR), dengan satu atau lebih variabel bebas (X) yang meliputi empat
variabel bebas yaitu rasio likuiditas, leverage, profitabilitas, dan growth
potential. Menurut Gujarati (2003) dan Ghozali (2005), analisis regresi
linier berganda adalah teknik statistik melalui koefisien parameter untuk
mengetahui ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau
lebih variabel independen (variabel penjelas/bebas). Maka kaitan antara
variabel penelitian dapat digunakan model sebagai berikut (Algifari,