EVALUASI K INERJ A SIMPANG BERSINYAL PADA J ALAN
RAYA MOJ OPAHIT – J L. HASANUDIN – J L. ERLANGGA
SIDOARJ O
TUGAS AKHIR
Disusun Oleh:
HENDRA PERMANA PUTRA NPM : 0653010037
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
i
KATA PENGANTAR
Assalamuallaikum WR.WB
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat yang telah
dilimpahkan kepada saya sehingga dapat terselesainya tugas akhir yang berjudul
“EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL PADA JALAN RAYA
MOJOPAHIT – JL. HASANUDIN – JL. ERLANGGA SIDOARJO”
Tugas akhir ini dibuat dalam rangka memenuhi kurikulum perkuliahan dan
sebagai kelulusan pada program sarjana (S1) Program Study Teknik Sipil, Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan, UPN “Veteran” JAWA TIMUR, juga untuk
memperdalam disiplin ilmu yang diproleh dibangku kuliah.
Sehubungan dengan hal tersebut, sudah sepantasnya pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. Naniek Ratni JAR ., M.Kes selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan UPN “VETERAN” JawaTimur.
2. Ibnu Sholchin ., ST ., MT, selaku Ketua Progdi Jurusan Teknik Sipil dan
Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberi wawasan.
3. Ir.Hendrata Wibisana., MT, selaku Dosen Peguji yang telah membimbing dan
memberi wawasan.
4. Ir. Siti Zainab., MT, selaku dosen yang selalu setia membantu kami dalam
segala hal.
5. Novi Handajani., ST ., MT, selaku Dosen Wali.
6. Nugroho Utomo., ST, selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing
dan memberi wawasan.
7. AlrmBapakFebruDjoko H, selaku dosen yang selalu setia membantu kami
dalam segala hal.
8. Para Dosen, pengajar yang telah membantu kelancaran penyelesaian tugas
akhir ini.
Dengan menyadari bahwa tugas akhir ini tidak dalam suatu kesempurnaan,
maka diharapkan adanya kritik dan saran dari para pembaca guna untuk
kesempurnaan tugas akhir ini.
Surabaya, 1 Desember 2011
i
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
DAFTAR ISI... ii
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iV
DAFTAR PUSTAKA ... V
LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Batasan masalah ... 3
1.5 Manfaan Penelitian ... 4
1.6 Lokasi Penelitian
... 4BAB II TINJ AUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Umum ... 6
2.2 Tingkat Kinerja Simpang Bersinyal ... 8
2.3 Lampu Lalu Lintas ... 9
2.4 Simpang Bersinyal ... 10
2.5 Koordinasi Simpang Bersinyal ... 11
2.6 Syar at Koordinasi Sinyal ... 12
2.7 Karakteristik Sinyal Lalu Lintas... 13
2.7.2 Kondisi Arus Lalu Lintas ... 17
2.7.3 Kapasitas Simpang Bersinyal ... 21
2.7.4 Panjang Antr ian ... 22
2.7.5 Tipe Pendekat ... 24
2.7.6 Arus J enuh Dasar ... 25
2.7.7 Tundaan ... 26
2.7.8 Level Of Service
... 28BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30
3.1 Identifikasi Per masalahan ... 30
3.2 J enis Data ... 30
3.2.1 Data Primer ... 30
3.2.2 Data Sekunder ... 31
3.3 Cara Penelitian ... 31
3.4 Analisa Data ... 32
BAB IV ANALISA DATA DAN PERENCANAAN ... 34
4.1 Analisa Regresi ... 34
4.2 Perhitungan Regresi ... 37
4.2.1 Pertumbuhan Sepeda Motor... 37
4.2.2 Pertumbuhan Kendar aan Ringan ... 39
4.2.3 Pertumbuhan Kendar aan Berat ... 41
4.2.4 Pertumbuhan Kendar aan Tak Ber motor ... 43
4.2.5 Pertumbuhan J umlah Penduduk ... 45
4.3 Analisa Data ... 47
4.3.1 Data Perhitungan Sur vei... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 70
5.1 Kesimpulan ... 70
iv
ABSTRAK
EVALUASI KINERJ A SIMPANG BERSINYAL PADA J ALAN RAYA
MOJ OPAHIT – J L. HASANUDIN – J L. ERLANGGA
SIDOARJ O
Oleh :
HENDRA PERMANA PUTRA NPM : 0653010037
Kondisi persimpangan Jalan Raya Mojopahit - Jl. Hasanudin - Jl. Erlangga Sidoarjo, saat ini terjadi kemacetan terutama pada jam - jam sibuk sebagai akibat timbulnya konflik lalu lintas. Ini dikarenakan Jalan Raya Mojopahit - Jl. Hasanudin - Jl. Erlangga Sidoarjo merupakan daerah aktifitas penduduk, pertokoan, perdagangan. Dengan ini maka perlu dievaluasi lagi waktu siklus pada simpang bersinyal pada jalan tersebut. Penelitian kondisi lalu lintas dilakukan dengan cara melakukan survey di lapangan untuk mendapatkan data primer dan data sekunder dari instansi pemerintah : Badan Pusat Statistk (BPS); Dinas Penduduk Daerah Jawa Timur. Pedoman yang digunakan untuk analisa pada tugas ahir ini mengacu pada metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, yang berupa keadaan geometrik jalan dan Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR). DS adalah derajat kejenuhan. Apabila nilai DS > 0,75 maka penggunaan manual melakukan perubahan kinerja simpang bersinyal pada jalan tersebut. Jika DS tidak terlalu tinggi < 0,75, pengguna manual tidak perlu merubah keadaan yang sudah ada dan keadaan tersebut dianggap masih memenuhi syarat. Dari hasil perhitungan diperoleh DS < 0,75 untuk kondisi existing tahun 2010, tetapi tingkat kenyamanannya menghasilakan LOS E pada jam puncak pagi dan sore. Maka untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, perlu dilakukan perencanaan ulang dengan waktu siklus. Dari hasil perencanaan ulang waktu siklus baru adalah 60 detik dan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa DS < 0,75 serta tingkat kenyamanannya menghasilkan LOS B.
Kata Kunci : Evaluasi Simpang Bersinyal, MKJI 1997, program KAJI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belaka ng
Permasalahan dalam bidang transportasi darat adalah hal yang sulit
dipecahkan, permasalahan yang sering terjadi di kota-kota besar adalah
kemacetan lalu lintas. Masalah ini timbul akibat pertumbuhan sarana
transportasi yang jauh lebih cepat melebihi pertumbuhan prasarana jalan.
Gangguan terhadap arus lalu lintas akan menyebabkan kemacetan
berkepanjangan terutama jika tidak ada pengaturan-pengaturan yang efektif
seperti lampu lalu lintas, misalnya pada simpang yang mempunyai arus lalu
lintas padat sehingga terjadi permasalahan pada transportasi yang
mengakibatkan terjadinya kemacetan. Salah satunya kota Sidoarjo. Kota
Sidoarjo adalah kota yang memiliki perkembangan terpesat kedua di Jawa
Timur. Kota Sidoarjo dikenal sebagai kota wisata belanja, kota pendidikan dan
juga salah satu kawasan industri. Apabila kondisi ini tidak ditunjang dengan
peningkatan kinerja transportasi, maka akan menimbulkan permasalahan
kepadatan lalu lintas. Hal ini terjadi di karenakan semakin meningkatnya
jumlah kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan kemacetan dan antrian
kendaraan yang terjadi pada simpang jalan di kota Sidoarjo, dan dapat
menggangu aktifitas penduduk setempat.
Salah satu contoh seperti yang terjadi pada persimpangan jalan raya
2 pada jalan raya Mojopahit sampai persimpangan Jl. Hasanudin dan Jl. Erlangga
Sidoarjo yang disebabkan oleh kurangnya waktu siklus pada simpang bersinyal
dan banyaknya angkutan umum yang berhenti pada tepi jalan sehingga dapat
mengganggu aktifitas penduduk. Hal ini terjadi terutama pada jam-jam puncak
pagi, siang dan sore hari. Sehingga kota Sidoarjo memiliki permasalahan lalu
lintas dan tingkat pertumbuhan lalu lintas yang cepat dan dapat menyebabkan
konflik kendaraan yang melewati persimpangan jalan raya Mojopahit Sidoarjo
yang merupakan jalan empat lajur satu arah. Oleh karena itu perlu dilakukan
evaluasi terhadap simpang bersinyal pada persimpangan jalan raya Mojopahit,
dengan menggunakan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun
1997, yang bertujuan untuk mengetahui kinerja simpang bersinyal pada
persimpangan jalan raya Mojopahit Sidoarjo selama umur rencana.
1.2 Per umusan Masalah
Salah satu permasalahan yang terjadi pada persimpangan jalan
Hasanudin dengan jalan raya Mojopahit Sidoarjo adalah terjadinya gangguan
arus lalu lintas yaitu perlambatan akibat antrian kendaraan pada jam-jam sibuk.
Secara garis besar permasalahan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana mengevaluasi kinerja waktu siklus pada persimpangan
jalan raya Mojopahit – Jl. Hasanudin – Jl. Erlangga Sidoarjo?
2. Berapa waktu tundaan pada saat kondisi exsisting persimpangan jalan
raya Mojopahit – Jl. Hasanudin – Jl. Erlangga pada tahun 2010
1.3 Tujuan Penelitian.
Dengan melihat permasalahan di atas adapun tujuan dari penulisan
tugas akhir ini adalah:
1. Menganalisa kinerja waktu siklus pada masing - masing simpang jalan
raya Mojopahit – Jl. Erlangga – Jl. Hasanudin Sidoarjo
2. Menganalisa kinerja lalu lintas agar dapat memenuhi syarat pada
persimpangan antara jalan raya Mojopahit – Jl. Erlangga – Jl.
Hasanudin Sidoarjo.
1.4 Batasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
batasan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan data primer berupa survai lalu lintas.
2. Simpang yang ditinjau adalah persimpangan sebidang jalan raya
Mojopahit, dengan jalan raya Hasanudin dan jalan raya Erlangga,
karena dinilai keadaan lalu lintas di daerah tersebut cukup ramai
karena merupakan jalan arteri primer.
3. Data lalu lintas yang digunakan sebagai analisis simpang bersinyal
berdasarkan survai lalu lintas yang dilakukan satu hari pada volume
jam puncak pagi, siang dan sore.
4. Jenis kendaraan yang diamati antara lain adalah :
a. Kendaraan ringan (LV) yaitu kendaraan bermotor dua as dengan
4 b. Kendaraan berat (HV) yaitu kendaraan bermotor dengan lebih
dari 4 roda (meliputi : bis, truk 2 as, truk 3 as dan truk
kombinasi).
c. Sepeda Motor (MC) yaitu kendaraan bermotor dengan 2 atau 3
roda
5. Penelitian yang dilakukan tidak memperhitungkan hambatan samping
pada jalan yang berada di sekitar persimpangan jalan raya Mojopahit
Sidoarjo.
6. Evaluasi simpanang bersinyal pada persimpangan jalan raya
Mojopahit – Jl. Hasanudin – Jl. Erlangga pada tahun 2010 sampai
dengan tahun 2014 Sidoarjo.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah:
1. Menambah pengetahuan mengenai waktu persinyalan pada lampu lalu
lintas.
2. Meningkatkan keamanan dan kenyaman pemakai jalan yang melalui
persimpangan.
3. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian-penelitian selanjutnya
yang berhubungan dengan masalah pengaturan sinyal.
1.6 Lokasi Penelitian.
Lokasi studi yang akan menjadi objek pembahasan adalah persimpangan
6 BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Umum.
Lalu lintas adalah kegiatan lalu-lalang atau gerak kendaraan
orang, atau hewan di jalanan. Masalah yang dihadapi dalam
perlalulintasan adalah keseimbangan antara kapasitas jaringan jalan
dengan banyaknya kendaraan dan orang yang berlalu-lalang mengunakan
jalan tersebut. Jika kapasitas jaringan jalan sudah hampir jenuh, apalagi
terlampaui, maka yang terjadi adalah kemacetan lalu lintas. Persoalan ini
sering dipermasalahkan sebagai persoalan angkutan (Warpani : 2002).
Komponen lalu lintas terdiri dari atas manusia (pengguna jalan),
kendaraan, dan jalan yang saling berkaitan dan satu sama lain saling
mempengaruhi. Oleh karena itu sasaran pengelolaan lalu lintas adalah
pada ketiga komponen tersebut. Karakteristik lalu lintas sangat berbeda
dengan gerak perorangan. Peraturan dan perundang–undangan dan
rekayasa di bidang perlalulintasan ditujukan untuk mengatur ketiga
komponen diatas dengan tujuan melancarkan arus lalu lintas dan
menurunkan tingkat kecelakaan dan atau tingkat kefatalan kecelakaan
(Warpani : 2002).
Definisi kapasitas satu ruas jalan dalam satu sistem jalan raya
adalah jumlah kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang
cukup untuk melewati ruas jalan tersebut, baik satu maupun dua arah
dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi jalan dan lalu lintas yang
umum (Oglesby : 1999).
Dalam kondisi normal, laju kendaraan cukup tinggi sedangkan
arus kendaraan relatif sedikit. Dalam kondisi sebaliknya, arus kendaraan
relatif banyak dan laju kendaraan rendah atau macet. Makin besar arus
kendaraan, laju kendaraan makin tidak leluasa sehinga kecepatan makin
rendah (Warpani : 2002).
Maka dari itu dalam mengevaluasi kapasitas suatu jalan harus
benar-benar memperhatikan faktor - faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan menurut Oglesby
(1988), adalah :
1. Kondisi fisik dan oper asi
a. Lebar jalan pada persimpangan
Lebar jalan pada persimpangan dapat dilihat dari jumlah lajur.
Semakin banyak jumlah lajur yang dipergunakan maka semakin besar
kapasitas jalan tersebut.
b. Kondisi parkir
Semakin banyak kendaraan yang parkir di atas lebar efektif jalan,
akan mengurangi kapasitas jalan tersebut.
c. Jalan satu arah versus jalan dua arah
Pertemuan jalan satu arah dengan jalan dua arah, akan mempengaruhi
besar kapasitas.
8 Berbagai ukuran tingkat kinerja pada persimpangan jalan raya
Mojopahit – Jl. Hasanudin – Jl. Erlangga Sidoarjo menurut (MKJI
1997:2-14) ditentukan berdasarkan pada arus lalu lintas (Q), derajat
kejenuhan (DS), dan waktu siklus (c dan g) di bawah ini :
a. Panjang Antrian
Panjang antrian smp pada awal sinyal hijau NQ dihitung sebagai
jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah
jumlah smp yang dihitung selama fase merah (NQ2).
b. Angka Henti
Angka henti (NS), yaitu jumlah berhenti rata-rata per smp (termasuk
berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati simpang.
c. Rasio Kendaraan Terhenti
Rasio kendaraan terhenti PSV, yaitu rasio kendaraan yang harus
berhenti akibat sinyal merah sebelum melewati suatu simpang.
b. Tundaan
Tundaan (D) pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal, antara
lain adalah :
1. Tundaan Lalu Lintas (DT), terjadi karena interaksi lalu lintas
dengan gerakan lainnya pada suatu simpang
2. Tundaan Geometri (DG), terjadi karena perlambatan dan
percepatan saat membelok pada suatu simpang atau terhenti karena
lampu lalu lintas.
2.3 Lampu Lalu Lintas
Metode yang paling penting dan efektif untuk mengatur lalu lintas
dipersimpangan adalah dengan menggunakan lampu lalu lintas Menurut
Khisty (2003), lampu lalu lintas adalah sebuah alat elektrik (dengan
sistem pengatur waktu) yang memberikan hak jalan pada satu arus lalu
lintas atau lebih sehingga aliran lalu lintas ini bisa melewati persimpangan
dengan aman dan efisien (Oglesby:1999), menyebutkan bahwa setiap
pemasangan lampu lalu lintas bertujuan untuk memenuhi satu atau lebih
fungsi-fungsi yang tersebut di bawah ini:
1. Mendapatkan gerakan lalu lintas yang teratur.
2. Meningkatkan kapasitas lalu lintas pada perempatan jalan.
3. Mengurangi frekuensi jenis kecelakaan tertentu.
4. Mengkoordinasikan lalu lintas di bawah kondisi jarak sinyal yang cukup
baik, sehingga aliran lalu lintas tetap berjalan menerus pada kecepatan
tertentu.
5. Memutuskan arus lalu lintas tinggi agar memungkinkan adanya
penyebrangan kendaraan lain atau pejalan kaki.
6. Mengatur penggunaan jalur lalu lintas.
7. Sebagai pengendali rambu pada jalan masuk menuju jalan bebas
hambatan (freeway entrance).
8. Memutuskan arus lalu lintas bagi lewatnya kendaraan darurat
(ambulance).
Di lain pihak, menyebutkan bahwa terdapat hal - hal yang kurang
menguntungkan dari lampu lalu lintas, antara lain adalah:
10 2. Pelanggaran terhadap indikasi sinyal umumnya sama seperti pada
pemasangan khusus.
3. Pengalihan lalu lintas pada rute yang kurang menguntungkan.
4. Meningkatkan frekuensi kecelakan, terutama tumbukan bagian
belakang kendaraan dengan pejalan kaki.
2.4 Simpang Ber sinyal
Simpang bersinyal merupakan sebagian dari sistem kendali
waktu tetap yang merangkai atau sinyal aktuasi kendaraan yang terpisah.
Simpang bersinyal biasanya memerlukan metode atau perangkat lunak
khusus dalam analisanya.
Pada umumnya sinyal lalu lintas diperlukan untuk satu atau lebih
dari alasan sebagai berikut :
1. Untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus
lalu lintas, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat
dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu lintas pada jam puncak.
2. Untuk memberikan kesempatan kepada kendaraan dan pejalan kaki
dari jalan simpang untuk memotong jalan utama.
3. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan
antara kendaraan dari arah yang berlawanan.
Gambar 2.1 Konflik-konflik Pada Simpang Bersinyal Empat Lengan (Sumber: MKJI 1997)
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, sinyal
lalu lintas dipergunakan untuk alasan sebagai berikut :
1. Untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu
lintas, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat
dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu lintas jam puncak.
2. Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan atau pejalan kaki dari
jalan simpang (kecil) untuk memotong jalan utama.
3. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara
kendaraan - kendaraan dari arah yang bertentangan.
2.5 Koor dinasi Simpang Ber sinyal
Koordinasi sinyal antar simpang diperlukan untuk
mengoptimalkan kapasitas jaringan jalan karena dengan adanya
koordinasi sinyal ini diharapkan tundaan (delay) yang dialami kendaraan
12 Kendaraan yang telah bergerak meninggalkan satu simpang diupayakan
tidak mendapati sinyal merah pada simpang berikutnya, Sehingga dapat
terus berjalan dengan kecepatan normal. Sistem sinyal terkoordinasi
mempunyai indikasi sebagai salah satu bentuk manajemen transportasi
yang dapat memberikan keuntungan berupa efisiensi biaya operasional.
2.6 Syar at Koor dinasi Sinyal
Pada situasi di mana terdapat beberapa sinyal yang mempunyai
jarak yang cukup dekat, diperlukan koordinasi sinyal sehingga kendaraan
dapat bergerak secara efisien melalui kumpulan sinyal-sinyal tersebut.
Pada umumnya, kendaraan yang keluar dari suatu sinyal akan tetap
mempertahankan grupnya hingga sinyal berikutnya. Jarak di mana
kendaraan akan tetap mempertahankan grupnya adalah sekitar 300 meter.
Untuk mengkoordinasikan beberapa sinyal, diperlukan beberapa syarat
yang harus dipenuhi yaitu:
1. Jarak antar simpang yang dikoordinasikan tidak lebih dari 800 meter.
Jika lebih dari 800 meter maka koordinasi sinyal tidak akan efektif lagi.
2. Semua sinyal harus mempunyai panjang waktu siklus (cycle time) yang
sama.
3. Umumnya digunakan pada jaringan jalan utama (arteri, kolektor) dan
juga dapat digunakan untuk jaringan jalan yang berbentuk grid.
4. Terdapat sekelompok kendaraan (platoon) sebagai akibat lampu lalu
lintas di bagian hulu.
2.7 Karakter istik Sinyal Lalu Lintas
Sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan tingkat kinerja
terutama adalah fungsi dari keadaan geometrik dan tuntutan lalu lintas.
Maka untuk menghitung kapasitas dan tingkat kinerja, pertama ditentukan
fase dengan dengan lampu tiga warna (hijau, kuning, merah) diterapkan
untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling
bertentangan dalam dimensi waktu (Machmud : 2008).
1. Sinyal fase
Pemilihan fase pergerakan tergantung dari banyaknya konflik utama, yaitu
konflik yang terjadi pada volume kendaraan yang cukup besar. Menurut
MKJI 1997 jika fase sinyal tidak diketahui, maka pengaturan dengan dua
fase sebaiknya digunakan sebagai kasus dasar. Pemisahan gerakan-
gerakan belok kanan biasanya hanya dilakukan berdasarkan pertimbangan
kapasitas kalau gerakan membelok melebihi 200 smp/jam.
2. Waktu antar hijau dan waktu hilang
Waktu antar hijau adalah periode kuning dan merah semua antara dua
fase yang berurutan, arti dari keduanya sebagai berikut ini:
a. Panjang waktu kuning pada sinyal lalu lintas perkotaan di Indonesia
menurut MKJI 1997 adalah 3,0 detik.
b. Waktu merah semua pendekat adalah waktu dimana sinyal merah
menyala bersamaan dalam semua pendekat yang dilayani oleh dua fase
sinyal yang berurutan. Fungsi dari waktu merah semua adalah memberi
14 sinyal kuning) berangkat sebelum kedatangan kendaraan pertama dari
fase berikutnya.
Gambar 2.2 Titik konflik kritis dan jarak keberangkatan dan kedatangan
Merah semua I = Ma ...………..(2.1)
Dimana :
LEV, LAV = Jarak garis henti ketitik konflik masing–masing
kendaraan yang berangkat dan yang datang (m).
IEV = Panjang kendaraan yang berangkat (m).
VEV, VAV = Kecepatan masing – masing untuk kendaran yang
berangkat dan yang datang (m/det).
Nilai–nilai untuk VEV,VAV dan IEV tergantung komposisi lalu
lintas dan kondisi kecepatan pada lokasi. Nilai untuk sementara bagi
kendaraan di Indonesia adalah sebagai berikut :
VAV = 10m/det (kendaraan bermotor)
VEV = 10m/det (kendaraan bermotor)
3m/det (kendaraan bermotor)
1,3m/det (kendaraan tak bermotor)
IEV = 5m/det (LV atau HV)
3m/det (MC atau UM)
Waktu hilang (loss time) adalah jumlah semua periode antar hijau
dalam siklus yang lengkap. Waktu hilang dapat diperoleh dari beda antara
waktu siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase.
LTI = Σ (semua merah + kuning)………..(2.2)
Sumber : MKJI 1997 (Hal : 2 – 44)
Ketentuan waktu antar hijau berdasarkan ukuran simpang menurut
MKJI 1997 dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Waktu Antar Hijau Ukuran
Simpang
Lebar Jalan Rata-Rata
Nilai Normal Waktu Antar Hijau
Kecil 6 - 9 m 4 detik/fase
sedang 10 - 14 m 5 detik/fase
Besar > 15 m > 6 detik/fase
Sumber : MKJI 1997 (Hal : 2 – 43)
3. Waktu siklus dan waktu hijau
Waktu siklus adalah urutan lengkap dari indikasi sinyal (antara dua saat
permulaan hijau yang berurutan di dalam pendekat yang sama). Waktu
siklus yang paling rendah akan menyebabkan kesulitan bagi pejalan kaki
untuk menyeberang, sedangkan waktu siklus yang lebih besar
menyebabkan memanjangnya antrian kendaraan dan bertambahnya
16 a. Waktu siklus sebelum penyesuaian
CUA
=
1 .5∗ + 5(1−∑ ) ………..( 2.3 )
Sumber : MKJI 1997 (Hal : 2 – 59)
Dengan :
CUA = Waktu siklus sebelum penyesuaian
LTI = Waktu hilang total per siklus
FR = Rasio arus simpang
b. Waktu hijau (gi)
Waktu hijau untuk masing-masing fase :
gi = (Cua-LTI) x PRi (detik) …….………...( 2.4 )
Sumber : MKJI 1997 (Hal : 2 – 60)
Dengan :
gi = Tampilan waktu hijau pada fase i
PRi = Rasio fase FR / ΣFR
c. Waktu siklus yang disesuaikan (c)
c = Σ g+ LTI (detik)………(2.5)
Sumber : MKJI 1997 (Hal : 2 – 60)
2.7.1 Waktu Mer ah Semua
Waktu merah semua diperlukan untuk pengosongan pada akhir
setiap fase yang harus memberi kesempatan bagi kendaraan terakhir
(melewati garis henti pada akhir sinyal kuning) berangkat dari titik
konflik sebelum kendaraan yang datang pertama dari fase berikutnya
(melewati garis henti pada awal sinyal hijau) pada titik yang sama,
perhitungan merah semua dirumuskan sebagai berikut :
2.7.2 Kondisi Ar us Lalu Lintas
Perhitungan geometrik dikerjakan secara terpisah untuk setiap
pendekatan. Suatu lengan simpang dapat terdiri dari satu pendekat, yang
dipisahkan menjadi dua atau lebih sub pendekat. Arus lalu lintas untuk
setiap gerakan dikonversikan dari kendaraan per jam menjadi satuan
mobil penumpang (smp) per jam dengan mengunakan ekiuvalen
kendaraan penumpang (emp) untuk masing–masing pendekat terlindung
dan terlawan.
Rasio kendaraan belok kiri (PLT), dan rasio belok kanan (PRT) di hitung
mengunakan rumus:
PLT
=
( )
( )
…
………...………...(2.6)PRT=
( )
( )
……
……….…………....(2.7)a. Rasio kendaran tak bermotor (
P
)
dihitung dengan membagi arus kendaraan bermotor (Q
)
kend/jam dengan arus kendaraan bermotor (Q
)
kend/jam.P
=
……….(2.8)Rumus yang digunakan dari MKJI 1997 untuk menghitung arus
jenuh lalu lintas adalah sebagai berikut :
1. Menentukan arus jenuh dasar (So) untuk setiap pendekat, untuk
pendekat tipe P (arus terlindung).
So = 600 x We . . . ….. (2.9)
18 dengan :
We = Lebar efektif
2. Menghitung nilai arus jenuh S yang dinyatakan sebagai hasil perkalian
dari arus jenuh dasar untuk keadaan standar, dengan faktor penyesuaian
(F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kondisi -
kondisi yang telah ditetapkan :
S = SO x FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT ………...(2.10)
Sumber : MKJI 1997 (Hal: 2 – 56)
Dengan :
SO = Arus jenuh dasar
FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
FSF = Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan
samping, dan kendaraan tak bermotor
FG = Faktor penyesuaian untuk kelandaian
FP = Faktor penyesuaian parkir
FRT = Faktor penyesuaian belok kanan
FLT = Faktor penyesuaian belok kiri
Dengan nilai faktor penyesuaian sebagai berikut ini.
a. Faktor Penyesuaian Ukuran kota (FCS)
Faktor penyesuaian ini dibagi menjadi 5 macam menurut jumlah
penduduk dan diperoleh dari Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Ukuran Kota Jumlah Penduduk Faktor Penyesuaian
(cs ) (juta) Ukuran Kota (FCS)
Sangat kecil < 0.1 0.82
Kecil 0.1 – 0.5 0.88
Sedang 0.5 – 1.0 0.94
Besar 1.0 – 3.0 1
Sangat besar > 3.0 1.05
Sumber : MKJI 1997 (Hal : 2 – 53)
b. Faktor penyesuaian hambatan samping (FSF)
Faktor penyesuaian hambatan samping ditentukan dari Tabel 2.4
sebagai fungsi dari jenis lingkungan jalan, tingkat hambatan samping dan
rasio kendaraan tak bermotor.
Tabel 2.3 Faktor Hambatan Samping Fase Terlindung (FSF)
Sumber : MKJI 1997 (Hal : 2 – 53) c. Faktor penyesuaian park ir (FP )
Faktor penyesuaian parkir dapat dihitung dari rumus berikut, yang
mencakup pengaruh panjang waktu hijau :
Fp = ( − 3 ) − ( )
………(2.11)
Sumber : MKJI 1997 (Hal : 2 – 54)
Tipe Hambatan Rasio Kendaraan Tak Bermotor Lingkungan Samping 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 > 0.25
Komersial
Tinggi 0.93 0.91 0.88 0.87 0.85 0.81 Sedang 0.94 0.92 0.89 0.88 0.86 0.82 Rendah 0.95 0.93 0.90 0.89 0.87 0.83
Pemukiman
Tinggi 0.96 0.94 0.92 0.89 0.86 0.84 Sedang 0.97 0.95 0.93 0.90 0.87 0.85 Rendah 0.98 0.93 0.94 0.91 0.88 0.86
Akses
20 d. Faktor penyesuaian belok kanan (FRT)
Faktor penyesuaian belok kanan ditentukan sebagai fungsi dari
rasio kendaraan belok kanan,
Gambar 2.3 Faktor penyesuaian belok kanan (FRT)
Dihitung dengan rumus:
FRT = 1,0 + PRT x 0,26………(2.12)
Sumber : MKJI1997 (Hal : 2 – 55)
e. Faktor penyesuaian belok kir i (FLT)
Gambar 2.4 Faktor penyesuaian belok kiri (FRT)
Faktor penyesuaian belok kiri dapat dihitung dengan
menggunakan rumus (hanya berlaku untuk pendekat tipe terlindung (P)
tanpa LTOR:
FLT = 1,0 – PLT x 0,16………(2.13)
Sumber : MKJI 1997 (2 – 56)
2.7.3 Kapasitas Simpang Ber sinyal.
Kapasitas didefinisikan sebagai arus lalu lintas maksimum yang
dapat didukung pada ruas jalan pada keadaan suatu titik di jalan yang
dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Kapasitas pada
persimpangan didasarkan pada konsep dan angka arus aliran jenuh
(Saturation Flow). Angka Saturation Flow didefinisikan sebagai angka
maksimum arus yang dapat melewati pendekat pertemuan jalan menurut
kontrol lalu lintas yang berlaku dan kondisi jalan Saturation Flow
dinyatakan dalam unit kendaraan per jam pada waktu lampu hijau,
dimana hitungan kapasitas masing-masing pendekat adalah :
C = S x cg (smp/jam)………(2.14) Sumber : MKJI 1997 (Hal : 2 – 61)
Dengan :
C = Kapasitas
S = Arus jenuh
g = Waktu hijau
c = Waktu siklus
Rumus derajat kejenuhan masing - masing diperoleh dari :
DS
=
QC ……….. (2.15)
22 Dengan :
DS = Derajat kejenuhan
Q = Arus lalu lintas pada pendekat tersebut ( smp/jam )
C = Kapasitas
2.7.4 Panjang Antr ian
Panjang antrian adalah panjang antrian kendaraan dalam suatu
pendekat dan antrian dalam jumlah kendaraan yang antri dalam suatu
pendekat.
Untuk menghitung jumlah antrian smp ( NQ1 ) :
1. Untuk DS > 0.5 maka :
NQ = 0 .25 x C x {( DS− 1) + (DS − 1 ) + ( . ) …...(2.16)
Sumber : MKJI,1997 ( Hal : 2 – 64 )
Dengan :
NQ1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya (smp)
2. Untuk DS ≤ 0.5 maka NQ1 = 0
Untuk menghitung antrian smp yang datang selama fase merah (NQ2) :
NQ = C x x ………(2.17)
Sumber : MKJI, 1997 (Hal : 2 – 65)
NQ2 = Jumlah smp yang datang selama fase merah (smp)
GR = Rasio hijau
c = Waktu siklus
Q
= Arus lalu lintas pada tempat masuk luar LTOR (smp/jam)Penyesuaian arus:
Q
= Σ(Qmasuk −Qkeluar (smp/jam))………...(2.18)Sumber : MKJI 1997 ( Hal : 2 – 65 )
Jumlah kendaraan antrian:
NQ = NQ1 + NQ2 ( smp) ………..(2.19)
Sumber : MKJI 1997 (Hal : 2 – 65)
NQ = Jumlah kendaraan yang antri dalam suatu pendekat.
NQ1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya (smp)
[image:31.612.166.528.216.496.2]NQ2 = Jumlah smp yang datang selama fase merah (smp)
Gambar 2.5 Perhitungan jumlah antrian (
NQ
) dalam smpPanjang antrian:
= NQ
x
………..…...(2.20)Sumber : MKJI 1997 (Hal : 2 – 65)
QL = Panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat (m)
24 Kendaraan terhenti:
Angka henti (NS) masing-masing pendekat :
NS = 0.9 x
x 360 ( ) ……….(2.21)
Sumber : MKJI 1997 (Hal : 2 – 67)
NS = Jumlah rata-rata berhenti per kendaraan (termasuk
berhenti berulang-ulang dalam antrian)
Jumlah kendaraan terhenti (Nsv) masing - masing pendekat:
Nsv = Q × Ns (smp/jam) ………(2.22)
Sumber : MKJI 1997 ( Hal : 2 – 67 )
Angka henti seluruh simpang:
NS
=
∑ ...(2.23)Sumber : MKJI 1997 (Hal : 2 – 67)
NS
=
Jumlah total rata-rata berhenti per kendaraan (termasukberhenti berulang-ulang dalam antrian)
2.7.5 Tipe Pendekat
1. Tipe pendekat terlindung (P)
Arus berangkat tanpa konflik dengan arus lalu lintas dari arah
berlawanan.
2. Tipe pendekat terlawan (o)
Arus berangkat dengan konflik lalu lintas dan arah berlawanan untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.3 sebagai berikut :
Gambar 2.6 Penetapan Tipe Pendekat
2.7.6 Ar us J enuh Dasa r
a. Untuk pendekat tipe P ( arus terlindung )
26 Gambar 2.7 Arus Jenuh Dasar Untuk Pendekat Tipe P
b. Untuk pendekat tipe O (arus berangkat terlawan).
Jika gerakan belok kanan > 250 smp/jam fase sinyal terlindung harus
dipertimbangkan artinya fase sinyal harus diganti.
2.7.7 Tundaan
Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk
melewati simpang bila dibandingkan dengan situasi tanpa simpang.
1. Menghitung tundaan lalu lintas
Tundaan lalu lintas rata-rata untuk setiap pendekat akibat pengaruh
timbal balik dengan gerakan-gerakan lainnya pada simpang berdasarkan
MKJI, 1997 sebagai berikut :
DT = ( CxA) ... (2.24)
Sumber : MKJI 1997 ( Hal : 2 – 68 )
Dengan :
DT = Tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat
C = Waktu siklus yang disesuaikan (det)
A =
. ( )( ) ………...(2.25)
A = Konstanta tundaan lalu lintas
Sumber : MKJI 1997 ( Hal : 2 – 68 )
2. Menentukan tundaan geometri rata-rata (DG)
Tundaan geometri untuk masing-masing pendekat akibat pengaruh
perlambatan dan percepatan ketika menunggu giliran pada suatu simpang
atau ketika dihentikan oleh lampu merah.
DG = (1-Psv) x (Psvx4) (det/smp)……… (2.26)
Sumber : MKJI 1997 (Hal : 2 – 69)
Dengan :
DG = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat
Psv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat
3. Menghitung tundaan geometri gerakan belok kiri langsung (LTOR).
Tundaan lalu lintas dengan belok kiri langsung (LTOR) diasumsikan
tundaan geometri rata-rata = 6 detik
4. Menghitung tundaan rata-rata (det/jam).
Tundaan rata-rata dihitung dengan menjumlahkan tundaan lalu lintas
(DT) dan tundaan geometri rata-rata untuk pendekat (DGj)
5. Menghitung tundaan total.
Tundaan total dalam detik dengan mengalihkan tundaan rata-rata dengan
arus lalu lintas.
28 Tundaan rata-rata untuk seluruh simpang (D1) dihitung dengan
membagi jumlah nilai tundaan pada kolom 16 dengan jumlah arus total
(Qtot) dalam smp/jam.
1 =
∑
( )(
)
………(2.27)Sumber : MKJI 1997 ( Hal : 2 – 69 )
Tundaan rata-rata dapat digunakan sebagai indikator tingkat
pelayanan dari masing-masing pendekat demikian juga dari suatu
simpang secara keseluruhan.
2.7.8 Level Of Service
Pengklasifikasian Level of Service didasarkan atas load factor
setiap delay kendaraan yang lewat persimpangan, berkaitan dengan
derajat kejenuhan pada tiap arah lengan pendekat yang tergantung pada
cycle time yang pendek menghasilkan LOS yang tinggi, sebab cycle time
yang pendek menghasilkan delay yang kecil dari pada kapasitas jalan.
Faktor yang mempengaruhi Level Of Service (LOS) adalah :
1. Kecepatan dan waktu pejalanan.
2. Hambatan – hambatan lalu lintas.
3. Kebebasan mobil bergerak.
4. Kemudahan mobil bergerak.
5. Biaya oprasional kendaraan.
6. Keamanan.
Harga delay standar diperoleh dari table 2.5 berikut :
Tabel 2.4 Harga Delay Standar Untuk Simpang Bersinyal.
LOS DELAY (detik/smp)
A
B
C
D
E
F
<5
5.1 – 15
15.1 – 25
25.1 – 40
40.1 – 60
>60
30 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian berisi bagaimana tahapan dalam proses
pengerjaan tugas akhir ini. Tahapan dalam proses pengerjaan adalah
sebagai berikut:
1. Identifikasi permasalahan.
2. Pengumpulan data.
3. Analisa data .
3.1. Identifikasi Per masalahan.
Dalam penulisan tugas akhir ini mempelajari kinerja simpang
bersinyal pada Jl. Mojopahit – Jl. Hasanudin – Jl. Erlangga agar
memenuhi syarat–syarat kenyamanan dan keamanan bagi pengguna jalan
tersebut.
3.2. J enis Data.
Data-data yang dibutuhkan dalam kasus kali ini adalah data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei lapangan,
sedangkan data sekunder didapat dari intansi terkait dan data penelitian
lainnya yang berhubungan dengan ruas jalan tersebut.
3.3.1 Data Pr imer .
Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan melalui
pengamatan. Data – data yang diperoleh meliputi :
1. Volume kendaraan yang melewati segmen jalan tersebut meliputi
kendaraan berat (HV), kendaraan ringan (LV), dan kendaraan bermotor
(MC) dengan menggunakan kounter cheeker.
2. Waktu siklus antara merah ke hijau dengan perhitungan manual dengan
mengunakan stopwatch.
3.3.2 Data Sekunder.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi
pemerintahan.
1. Dinas perhubungan Kota Sidoarjo berupa data lalu lintas harian rata–
rata (LHR) yang digunakan sebagai acuan untuk menyelesaikan tugas
akhir.
2. Dinas pendudukan daerah Kota Sidoarjo berupa data jumlah penduduk
Kota Sidoarjo.
3.3. Car a Penelitian
Pada dasarnya pelaksanaan penelitian adalah menghitung semua
jenis kendaraan yang melalui simpang, mencatat data waktu fase dan
waktu siklus lampu pengatur lalu lintas. Survei lalu lintas dilakukan
selama 4 jam berturut - turut dengan menggunakan Counter checker.
Semua tipe kendaraan yang melewati simpang dihitung dan dicatat
dibedakan berdasarkan jenis kendaraan.
Dalam perencanaan survai perlu diberikan batasan–batasan meliputi:
1. Waktu pelaksanaan survei lapangan dilakukan pada hari senin pada
32 – 13.00 serta pada jam 16.00 – 18.00 sehinga diperoleh data yang
akurat.
2. Batasan Daerah.
Survei dilakukan hanya pada segmen jalan persimpangan Jl. Mojopahit –
Jl. Hasanudin – Jl. Erlangga.
3.4 Analisa Data.
Dalam tahap analisa data dilakukan dengan mengunakan Manual
Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997.
Gambar 3.1 Flow Chart Evaluasi Simpang Bersinyal Studi pustaka
Pengumpulan data
Data primer:
- Data LHR - Data Volume lalu
lintas - Data siklus
waktu
Data sekunder
- Data geometrik jalan
- Data jumlah penduduk
[image:41.612.78.559.81.669.2]Analisa data dan pembahasan
Gambar desain Simpang Bersinyal
34 BAB IV
ANALISA DATA DAN PERENCANAAN
4.1. Analisa Regr esi
Analisa regresi digunakan untuk mengetahui peramalan, dimana
dalam model tersebut ada 2 buah variabel, variabel dependen (tidak
bebas/terikat) dan variabel independen (bebas). Dalam tugas akhir ini
digunakan metode regresi linier untuk meramalkan pertumbuhan kendaraan
bermotor dimasa mendatang. Adapun yang digunakan adalah variabel
dependen yaitu jumlah kendaraan bermotor dan variabel independen yaitu
jumlah penduduk. Bentuk umum dari persamaan regresi linier adalah
sebagai berikut:
Y = a + b x……….………(4.1)
a =
( )
(
)
( )(
)
(
2)
( )
2 2 x x y∑
∑
∑
∑
∑
∑
− − x n xy x ………...(4.2)b =
(
) ( )( )
(
2)
( )
2 x x xy∑
∑
∑
∑
∑
− − x n y n ……….………..(4.3)c =
(
) (
)
( )
(
∑
∑
−∑
)
∑ ∑
(
∑
−( )
∑
)
− 2 2 2 2 y . x xy y y n x x n n ...……(4.4)a & b = Koefisien regresi
n = Jumlah data pengamatan
x = Variabel bebas
y = Variabel
r = Koefisien korelasi (0,9 < r > 1)
Berikut ini adalah data jumlah kendaraan dan jumlah penduduk
dari Tahun 2005-2009. Data ini diambil dari Dispenda Jawa Timur dan
referensi dari skripsi terdahulu dengan judul Evaluasi Simpang Bersinyal
[image:43.612.162.532.320.462.2]pada Jalan Raya Gedangan (Musa Udayana Katipsna).
Tabel 4.1. Jumlah Kendaraan Bermotor di Sidoarjo
J enis kendar aan
J umlah kendar aan
2005 2006 2007 2008 2009
Sepeda motor (MC) 3744030 3931231 4127792 5410473 6680996
Kendaraan ringan (LV)
737651 774533 813259 853291 895987
Kendaraan berat (HV) 483942 508139 533545 560222 588233
Sumber: Dispenda Jatim
Tabel 4.1. Jumlah Kendaraan Tak Bermotor di Sidoarjo
J enis kendar aan J umlah kendar aan
2006 2007 2008 2009
Kendaraan tak Bermotor (UM)
3424 3596 3775 4161
36 Berikut ini adalah gambar grafik jumlah kendaraan dari tahun
[image:44.612.162.517.139.311.2]terdahulu yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini.
Gambar 4.1. Grafik Pertumbuhan Kendaraan Tahun 2005 – 2009 di Kota Sidoarjo.
Berikut ini adalah tabel jumlah penduduk dari tahun terdahulu
yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini.
Tabel 4.2. Data Jumlah Penduduk Kota Sidoarjo.
Tahun Jumlah Penduduk
2005 1.448.393
2006 1.480.578
2007 1.514.750
2008 1.801.187
2009 1.964.761
Sumber: Dispenda Jatim
0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 8000000
2005 2006 2007 2008 2009
Ju
m
lah
K
e
n
d
ar
a
a
n
Tahun
Sepeda M ot or
Kendaraan Ringan
Kendaraan berat
Kendaraan Tak Ber mot or
[image:44.612.164.512.439.561.2]Berikut ini adalah gambar grafik jumlah penduduk dari tahun
[image:45.612.166.511.141.273.2]terdahulu yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini.
Gambar 4.2. Grafik Pertumbuhan Jumlah Penduduk Tahun 2005 – 2009 di Kota Sidoarjo.
4.2. Perhitungan Regresi
4.2.1. Pertumbuhan Sepeda Motor (MC)
Berikut ini adalah perhitungan jumlah kendaraan sepeda motor dari
tahun terdahulu yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini.
Tabel 4.3 Perhitungan Regresi Sepeda Motor
No X
(Tahun)
Y
(Kendar aan)
X . Y X2 Y2
1 5 3.744.030 18.720.150 25 1.40177E+13
2 6 3.931.231 23.587.386 36 1.54467E+13
3 7 4.127.792 28.894.544 49 1.70386E+13
4 8 5.410.473 43.283.784 64 2.92732E+13
5 9 6.680.996 60.128.964 81 4.46357E+13
∑ 35 23.894522 174.614.828 255 1.20412E+14
a =
(
)
334834(35) -255) x (5 8) 174.614.82 x 5 (3 -255) x (23.894522 2 =
b =
(
)
735317,4(35) -255) x (5 23.894522) x 5 (3 -5) x 828 . 614 . 174 ( 2 = 0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000
2005 2006 2007 2008 2009
38 Didapatkan persamaan y =334834+735317 . x ,4
(
(5 x 255)-(35) )x ((5 x 1.20412E 14)-(23.894.522)2)
) 23.894.522 x
(35 -8) 174.614.82 x
(5
2
+ =
r
= 0,9321743478 (Sesuiai dengan ketentuan (0,9 < r > 1))
Tabel 4.4. Perkiraan Pertumbuhan Jumlah Sepeda Motor (MC) Sampai
Tahun Rencana (Tahun 2014).
X (tahun)
Y (kendar aan)
2010 7.688.004
2011 8.423.321
2012 9.158.638
2013 9.893.955
2014 10.629.272
Sumber: Hasil Perhitungan
Dari tabel di atas didapatkan jumlah sepeda motor pada tahun 2014 adalah
sebesar 10.629.272 kendaraan
Untuk mengetahui persentase pertumbuhan kendaraaan bermotor maka
menggunakan rumus :
F = P (l + i)n ……….(4.5)
Dimana:
F = Jumlah sepeda motor tahun rencana
P = Jumlah sepeda motor tahun eksisting
n = Jumlah tahun yang direncanakan
i = Faktor pertumbuhan
[image:46.612.208.391.269.386.2]Maka persentase pertumbuhan sepeda motor untuk 5 tahun kedepan
adalah : 10.629.272= 7.688.004 ( l + i)5
2 ) 1 ( 7.688.004 10.629.272 i + =
51,38257=1+i
i = 6 %
4.2.2. Pertumbuhan Kendaraan Ringan ( LV)
Berikut ini adalah data jumlah kendaraan ringan dari tahun
terdahulu yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini
Tabel 4.5. Perhitungan Regresi Kendaaraan Ringan
No X
(tahun)
Y
(k endaraan)
X.Y X2 Y2
1 5 737.651 3.688.255 25 5.44128E+11
2 6 774.533 4.647.198 36 5.99901E+11
3 7 813.259 5.692.813 49 6.61390E+11
4 8 853.291 6.826.328 64 7.28105E+11
5 9 895.987 8.063883 81 8.02792E+11
∑ 35 4.074.721 28.918.477 255 3.33631E+12
a = 538143,2
(35) -(5x255) ) 28.918.477 x (35 -255) x 721 . 074 . 4 ( 2 =
b = 39543
40 Didapatkan persamaan y =538143,2+ 39543. x
(
2) (
2)
) (4.074.721 -) 12 3.33631E x 5 (35) -255) x 5 407.4721) x 5 (3 -) 28.918.477 x (5 + = x r
= 0,9998955828 (Sesuiai dengan ketentuan (0,9 < r > 1))
Tabel 4.6. Perkiraan Jumlah Pertumbuhan Kendaraan Ringan (LV) Sampai Tahun Rencana (Tahun 2014).
X (tahun)
Y (kendar aan)
2010 933.573
2011 973.116
2012 1.012.659
2013 1.052.202
2014 1.091.745
Sumber: Hasil perhiungan
Maka persentase pertumbuhan kendaraan ringan untuk 5 tahun ke depan
adalah: 1.091.745 kendaraan
1.091.745=933.573 ( l + i)5
2 ) 1 ( 933.573 1.091.745 i + =
51,16942=1+i
i = 3%
[image:48.612.236.408.229.347.2]4.2.3. Per tumbuhan Kendar aan Ber at (HV)
Berikut ini adalah data jumlah kendaraan berat dari tahun
terdahulu yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini.
Tabel 4.7. Perhitungan Regresi Kendaraan Berat
No X
(tahun)
Y (kendar aan)
X.Y X2 Y2
1 5 483.942 2419710 25 2.34199E+11
2 6 508.139 3048834 36 2.58205E+11
3 7 533.545 3734815 49 2.84670E+11
4 8 560.222 4481776 64 3.13848E+11
5 9 588.233 5294097 81 3.46018E+11
∑ 35 2.674.081 18.979.232 255 1.43694E+12
a = 352350.7
(35) -255) x (5 ) 232 . 979 . 18 x (35 -255) x 081 . 674 . 2 ( 2 =
b = 26066.5
(35) -255) x (5 ) 081 . 674 . 2 x (35 -) 18.979.232 x (5 2 =
Didapatkan persamaan y = 352350.7 + 26066.5. x
(
2) (
2)
) (2.674.081 -12) 1.43694E x 5 (35) -255) x 5 ) 081 . 674 . 2 x 35 ( -) 18.979.232 x (5 + = x r
42 Tabel 4.8. Perkiraan Jumlah Pertumbuhan Kendaraan Berat (HV)
Sampai Tahun Rencana (Tahun 2014).
X (tahun)
Y (kendaraan)
2010 613.010
2011 639.076
2012 665.142
2013 691.208
2014 717.274
Sumber: Hasil perhitungan
Maka persentase pertumbuhan kendaraan ringan untuk 5 tahun ke depan
adalah: 717.274 kendaraan
717.274 = 613.010 ( l + i)5
(1 )5
613.010 717.274
i
+ =
51,03191=1+i
i = 4%
[image:50.612.224.400.114.226.2]4.2.4. Per tumbuhan Kendar aan Tak Ber motor (UM)
Berikut ini adalah data jumlah kendaraan tak bermotor dari tahun 2005 –
2009 yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini
Tabel 4.9. Perhitungan Regresi KendaraanTak Bermotor
No X
(tahun)
Y (kendar aan)
X.Y X2 Y2
1 5 3.424 17.120 25 11.723.776
2 6 3.596 21.576 36 12.931.216
3 7 3.775 26.425 49 14.250.625
4 8 3.693 31.704 64 15.705.369
5 9 4.161 37.449 81 17.313.921
∑ 35 18.919 134.274 255 71.924.907
a = 2495.1
(30) -230) x (4 4) (35x134.27 -5) (18.919x25 2 =
b = 184.1
(35) -255) x 5 ( 18.919) x (35 -134.274) x (5 2 =
Didapatkan persamaan y = 2495.1 + 184.1
(
2) (
2)
(18.919) -71.924.907 x 5 (35) -) 255 x 4 ) (35x18.919 -) (5x134.274 x r=
[image:51.612.226.361.576.694.2]= 0,9996058469 (Sesuai dengan ketentuan (0,9<r>1))
Tabel 4.10. Perkiraan Jumlah Kendaraan Tak Bermotor (UM) Sampai Tahun Rencana (Tahun 2014).
X (tahun)
Y (jumlah)
2010 4.335
2011 4.519
2012 4.703
2013 4.887
2014 5.071
44 Maka persentase pertumbuhan kendaraan tak bermotor untuk 5 tahun
kedepan adalah: 5.071 kendaraan
5.071 =4.335 ( l + i)5
5 ) 1 ( 4.335 5.071
i
+ =
i
+ =1 16978 , 1
5
i = 4,4%
[image:52.612.225.400.370.568.2]Hasil dari analisa faktor pertumbuhan dari semua jenis kendaraan dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Tabel 4.11. Prosentase Pertumbuhan Kendaraan Sampai Tahun 2014
Jenis Kendaraan
Faktor Pertumbuhan
Sepeda Motor (MC) Kendaraan Ringan (LV)
Kendaraan Berat (HV) Kendaraan Tak
Bermotor (UM)
6%
3% 4%
4,4%
4.2.5. Per tumbuhan J umlah Penduduk
Berikut ini adalah data jumlah penduduk dari tahun terdahulu yang akan
[image:53.612.234.397.582.689.2]digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini
Tabel 4.12. Perhitungan Regresi Jumlah Penduduk
No X
(tahun)
Y (penduduk)
X.Y X2 Y2
1 5 1.448.393 7.241.965 25 2.1401E+12
2 6 1.480.576 8.883.456 36 2.1921E+12
3 7 1.514.750 11.483.430 49 2.2944E+12
4 8 1.801.187 14.072.784 64 3.24427E+12
5 9 1.964.761 17.619.048 81 3.86029E+12
∑ 35 8.209.669 58.821.028 255 1.38081E+13
a = 694.592
(35) -(5x255) ) 58.821.028 x (35 -9) x8.209.66 (255 2 =
b = 135.334
(35) -) 255 x (5 8.209.669) x (35 -) 58.821.028 x (5 2 =
Didapatkan persamaan y = 694.592 + 135.334 . x
(
2) (
2)
) (8.209.669 -13 1,38081E x 5 (34) -) 255 x 5 ) 8.209.669 x (34 -) 58.821.028 x (5 + = x r
= 0,9113352293 (Sesuai dengan ketentuan (0,9<r>1))
Tabel 4.13. Perkiraan Pertumbuhan Jumlah Penduduk Sampai Tahun Rencana (Tahun 2014).
X (tahun)
Y (jumlah)
2010 2.031.716
2011 2.167.050
2012 2.302.384
2013 2.437.728
2014 2.573.072
46 Maka persentase pertumbuhan jumlah penduduk untuk 5 tahun ke depan
adalah : 2.573.072 jiwa
2.573.072= 2.031.716 (l + i)5
5 ) 1 ( 2.031.716 2.573.072
i
+ =
i
+ =1 6 261 , 1
5
i = 4,6%
4.3. Analisa Data
Perhitungan diambil dari persimpangan jalan raya Mojopahit – Jl.
Hasanudin – Jl. Erlangga Sidoarjo pada jam puncak pagi.
1. Data Geometrik
Data geometrik persimpangan jalan raya Mojopahit – Jl. Hasanudin – Jl.
Erlangga Sidoarjo dapat dilihat pada tabel 4.14.
Tabel 4.14 Data Geometrik Pada Persimpangan Existing Tahun 2010.
Pendekat
Lebar (m)
Pendekatan Masuk LTOR Keluar
Utara (Jalan Raya Mojopahit)
7,00 7,00 3 7
Selatan (Jalan Mojopahit)
7,00 7,00 3 7
Timur (Jalan Raya Hasanudin)
6,00 - - 6,00
Barat (Jalan Erlangga)
6,00 6,00 3 6,00
(Sumber : Hasil Survei)
2. Analisa Data dengan Waktu Siklus Hasil Survei Dilapangan.
Perhitungan dilakukan untuk mengetahui apakah dengan waktu siklus
yang ada dilapangan masih memenuhi persyaratan derajat kejenuhan
[image:55.612.173.531.254.401.2]<0,75. Berikut adalah data waktu yang diperoleh dari hasil survei :
Tabel 4.15 Waktu Siklus dari Hasil Survei Dilapangan.
Lampu Lalu Lintas
Utara (Jalan Raya Mojopahit)
(det)
Selatan (Jalan Mojopahit)
(det)
Timur (Jalan Raya Hasanudin)
(det)
Barat (Jalan Erlangga)
(det)
Merah 40 25 50 50
Kuning 2 2 2 2
Hijau 42 27 15 15
Total 69 69 67 67
48 4.3.1. Data Per hitungan Sur vei
Menurut hasil data survei yang diambil pada tahun existing 2010, jumlah
arus lalu lintas cukup tinggi terutama pada lengan Utara (Jalan Raya Mojopahit)
dan lengan Selatan (Jalan Mojopahit). Jumlah arus Q yang masuk dan keluar
lengan sangat besar dan akan terjadi kenaikan kapasitas jalan seperti dibawah ini
a. Keluar dari lengan Utara = 1826 smp/jam
b. Keluar dari lengan Selatan = 1523 smp/jam
c. Keluar dari lengan Barat = 354 smp/jam
d. Keluar dari lengan Timur = 684 smp/jam
Berikut ini adalah contoh perhitungan dengan menggunakan waktu
siklus hasil survei dengan menggunakan arus lalu lintas yang padat pada lengan
pendekat arah Utara Q = 1826 smp/jam dengan puncak pagi tahun existing 2010
yaitu :
A. Perhitungan Waktu Sinyal
1. Arus Jenuh Dasar (SO)
Arus jenuh dasar merupakan awal hitungan untuk mendapatkan nilai
kapasitas pada setiap lengan.
SO = 600 x Wefektif (smp/jam)
- Contoh perhitungan arus jenuh dasar pada lengan Utara, We = 10 m
SO = 600 x 10 = 6000 m
Selanjutnya besarnya arus jenuh dasar setiap pendekat disajikan pada
tabel 4.16.
Tabel 4.16 Perhitungan Arus Jenuh Dasar
Arah Pendekat
Lebar (m) Arus Lalu
Lintas (Q) smp/jam
Pendekat Masuk LTOR Keluar
Utar a 7,00 7,00 3 7 1826
Selatan 7,00 7,00 3 7 1523
Timur 6,00 - - 6,00 354
Utara 6,00 6,00 3 6,00 684
(Sumber : Hasil Perhitungan)
2. Faktor Koreksi Penyesuaian
Untuk memperoleh nilai arus jenuh dasar yang disesuaikan, maka nilai
arus jenuh dasar dikalikan terlebih dahulu dengan faktor koreksi
terhadap ukuran kota (FCS), hambatan samping (FSF), kelandaian (FG),
parkir (FP), koreksi belok kanan (FRT) maupun koreksi belok kiri (FLT)
seperti terlihat pada tabel 4.17.
Nilai Arus Jenuh disesuaikan dihitung dengan menggunakan rumus :
S = SO x FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT
S pada lengan Utara adalah 2641 smp/jam
[image:57.612.174.548.96.210.2]Selanjutnya besarnya faktor koreksi penyesuaian pada setiap pendekat disajikan pada tabel 4.17.
Tabel 4.17 Perhitungan Nilai Arus Jenuh
Uta r a Selatan Barat Timur
SO (smp/jam) 4200 4200 1800 1800
FCS 1,00 1,00 1,00 1,00
FSF 0,90 0,89 0,78 0,85
FG 1,00 1,00 1,00 1,00
FP 0,73 0,73 1,00 1,00
FRT 1,00 1,00 1,16 1,02
FLT 0,96 1,00 0,94 0,90
S (smp/jam) 2641 2729 1546 1407
50 3. Perbandingan Arus Lalu Lintas dengan Arus Jenuh (FR)
Dari hasil perhitungan pada tabel 4.16 dapat diperoleh nilai rasio arus
(FR) dan nilai rasio fase, maka dapat diperoleh Rasio Arus Simpang
(IFR).
Contoh perhitungan perbandingan arus lalu lintas dengan arus jenuh
(FR) pada arah pendekat Utara :
- Contoh perhitungan rasio arus :
- Contoh perhitungan arus simpang :
- Contoh perhitungan rasio fase :
Selanjutnya besarnya kapasitas dan derajat kejenuhan setiap pendekat
disajikan pada tabel 4.18.
Tabel 4.18 Perhitungan Rasio Arus dan Rasio Fase.
Kode Pendekat Q (smp/jam) S (smp/jam hijau)
FR PR
U 1826 2641 0,69 0,97
S 1523 2729 0,56 0,78
B 354 1546 0,23 0,32
T 684 1407 0,49 0,69
IFR = ∑ FRCRIT 0,97 (Sumber : Hasil Perhitungan)
69 , 0 2641 1826 = → = = FR FR S Q FR
(
)
97 , 0 = =∑
IFR IFR IFR CRIT 71 , 0 71 , 0 97 , 0 69 , 0 = = → = PR IFR FR PR CRIT4. Perbandingan Waktu Siklus Penyesuaian dan Waktu Hijau.
Dengan rumus (2.5), waktu siklus yang disesuaikan (c) berdasarkan
waktu hijau yang telah diperoleh dan waktu hilang (LTI), diperoleh dari :
Waktu Hijau :
Dengan menggunakan rumus (2.5), waktu hijau dapat diperoleh dalam
[image:59.612.175.503.256.348.2]tabel 4.19.
Tabel 4.19 Perhitungan Waktu Hijau.
Arah Pendekat gi LTI c
U 42 detik
8 detik 107 detik
S 27 detik
T 15 detik
U 15 detik
∑ = 99 detik
(Sumber : Hasil Survei)
g = 42 detik lihat table 4.15. (hasil survei)
Waktu Siklus Penyesuaian :
c = ∑g + LTI
c = 99 + 8 = 107 detik
5. Kapasitas (C) dan Derajat Kejenuhan (DS).
Hitungan kapasitas tiap lengan tergantung pada rasio waktu hijau dan
arus jenuh yang disesuaikan. Rumus yang digunakan adalah rumus
(2.14) dan (2.15).
- Contoh perhitungan kapasitas (C) pada arah pendekat lengan Utara :
C = S x g/c → S pada lengan Utara = 2641 smp/jam = 2641 x (42/107)
52 - Contoh perhitungan derajat kejenuhan (DS) pada arah pendekat
lengan Utara:
Selanjutnya besarnya kapasitas dan derajat kejenuhan setiap pendekat
[image:60.612.164.526.90.787.2]disajikan pada tabel 4.20.
Tabel 4.20 Perhitungan Kapasitas dan Derajat Kejenuhan.
Arah Pendekat Arus Lalu Lintas (Q) smp/jam Kapasitas (C) smp/jam Derajat Kejenuhan (DS)
U 1826 1037 0,63
S 1523 689 0,95
B 354 217 0,71
T 684 197 2,18
(Sumber : Hasil Perhitungan)
6. Tingkat Kinerja
- Jumlah kendaraan antri (NQ) merupakan jumlah dari kendaraan yang
tersisa pada fase sebelumnya (NQ1) dengan jumlah kendaraan yang
datang saat lampu merah (NQ2). Dari rumus (2.16), (2.17), dan
(2.19).
- Contoh perhitungan jumlah antrian (NQ1) pada arah pendekat lengan
Utara:
- Untuk DS > 0,5 dapat dihitung dengan rumus :
- Untuk DS < 0,5
Untuk 1,76 > 0,5
NQ1 = 0,35
- Contoh perhitungan jumlah antrian (NQ2) pada arah pendekat lengan
Utara : 76 , 1 1037 1826 →= = = C Q DS − + − + − = C DS x DS DS xCx
NQ 0,25 ( 1) ( 1)2 8 ( 0,5) 1 smp NQ x x x NQ c g GR Q x GRxDS GR cx NQ 63 , 15 3600 652 63 , 0 39 , 0 1 39 , 0 1 259 39 , 0 1037 42 ; 3600 1 1 2 2 2 = − − = = → = − − =
- Contoh perhitungan jumlah antrian (NQ) pada arah pendekat lengan
Utara:
NQ = NQ1 + NQ2
NQ = 0,35 + 15,63
NQ = 15,98 smp
Selanjutnya besarnya jumlah antrian setelah perencanaan setiap pendekat
disajikan pada tabel 4.21.
Tabel 4.21 Perhitungan Jumlah Antrian Setelah Perencanaan.
Arah Pendekat
Q smp/jam
C smp/jam
DS NQ1
smp
NQ2
smp
NQ smp
U 1826 1037 0,63 0,35 15,63 15,98
S 1523 689 0,95 6,58 19,15 25,73
B 354 217 0,71 0,73 4,40 5,13
T 684 197 2,18 117,4 15,78 133,9
(Sumber : Hasil Perhitungan)
a. Antrian (NQ) merupakan jumlah kendaraan yang antri dalam suatu
pendekat. Nilai NQ yang diperoleh setelah dilakukan perencanaan
ulang menjadi lebih kecil sebelum dilakukannya perencanaan ulang.
Panjang antrian (QL) dihitung dengan rumus (2.20).
- Contoh perhitungan antrian (QL) pada arah pendekat lengan
Utara :
m QL
x QL
W NQx QL
Masuk
63 7
20 22
20
54 Selanjutnya besarnya jumlah antrian setelah perencanaan setiap
[image:62.612.179.518.151.267.2]pendekat disajikan pada tabel 4.22.
Tabel 4.22 Perhitungan Panjang Antrian Setelah Perencanaan.
Arah Pendekat WMasuk NQ max
smp
QL m
U 7 22 63
S 7 36 103
B - 7 47
T 6 185 1233
(Sumber : Hasil Perhitungan)
b. Rasio Kendaraan Terhenti (NS) dan Jumlah Kendaraan Terhenti
(NSV).
Kendaraan dalam antrian dapat mengalami dua kondisi, yaitu satu
kali dan terhenti berulang-ulang lebih dari satu kali. Rasio kendaraan
terhenti (NS) dihitung dengan menggunakan rumus (2.21).
- Contoh perhitungan rasio kendaraan terhenti (NS) pada arah
pendekat lengan Utara :
- Contoh perhitungan jumlah kendaraan terhenti (NSV) pada arah
pendekat lengan Utara:
Selanjutnya besarnya rasio kendaraan terhenti dan jumlah kendaraan
terhenti setelah perencanaan setiap pendekat disajikan pada tabel
4.23. jam smp NS jam smp x x x NS jam smp x Qxc NQ x NS / 74 , 0 ) / ( 3600 259 652 22 9 , 0 ) / ( 3600 9 , 0 = = = jam smp N jam smp x N jam smp QxNS N SV SV SV / 484 ) / ( 74 , 0 652 ) / ( = = =
Tabel 4.23 Perhitungan Rasio Angka Henti dan Jumlah Kendaraan Terhenti setelah perencanaan.
Arah Pendekat
c detik
Q smp/jam
NQ smp
NS smp/jam
NSV
smp/jam
U
114
1826 15,98 0,74 484
S 1523 25,73 1,19 779
B 354 5,13 1,00 155
T 684 133,9 9,40 4033
∑ Q = 4387 ∑ NSV = 5451 (Sumber : Hasil Perhitungan)
Angka henti (NS) merupakan jumlah rata-rata berhenti perkendaraan.
Nilai angka henti total seluruh simpang dihitung dengan
menggunakan rumus (2.23).
c. Tundaan (Delay)
Tundaan lalu lintas rata-rata (DT) tiap pendekat dihitung dengan
menggunakan rumus (2.24), tundaan geometrik rata-rata (DG)
masing-masing pendekat dihitung dengan rumus (2.26), tundaan
rata-rata tiap pendekat (D) adalah jumlah dari tundaan lalu lintas rata-rata-rata-rata
dan tundaan geometrik masing-masing pendekat dihitung dengan
rumus (2.27).
Contoh perhitungan tundaan lalu lintas pada arah pendekat lengan
Utara:
24 , 1
4387 5451
= =
=
∑
total total
total SV total
NSV NSV
56 - Contoh perhitungan tundaan lalu lintas rata-rata (DT) pada arah
pendekat lengan Utara :
- Contoh perhitungan tundaan geometrik rata-rata (DG) pada arah
pendekat lengan Utara :
Tundaan simpang rata-rata pada lengan Selatan diperoleh dengan
menggunakan rumus (2.19).
(LOS E)
[image:64.612.193.574.570.691.2]Selanjutnya besarnya tundaan kendaraan setiap pendekat disajikan pada tabel 4.24.
Tabel 4.24 Perhitungan Tundaan.
Arah Pendekat Q smp/jam DT det/smp DG det/smp
D = DT + DG det/smp
D x Q
U 652 27,41 3,32 30,74 20041
S 655 73,74 4,00 77,74 50920
B 155 56,11 4,00 60,11 9317
T 429 2202,4 4,00 2206 94656
∑ Q = 1891 ∑ D x Q = 1026845
(Sumber : Hasil Perhitungan)
(
)
smp DTj x x DTj x x A GRxDS GR x A smp C x NQ cxA DTj det/ 41 , 27 666 3600 35 , 0 ) 24 , 0 228 ( 24 , 0 ) 63 , 0 39 , 0 1 ( ) 39 , 0 1 ( 5 , 0 ; ) 1 ( ) 1 ( 5 , 0 det/ 3600 ) ( 2 2 1 = + = = − − = → − − = + = smp DG P NSi P P c g c NQ P x P x xP P DGj t SV SV SV SV t SV det/ 32 , 3 25 , 0 25 , 0 1037 42 1037 98 , 15 1 1 ) 4 ( 6 ) 1 ( = → = = − + = − + = + − = → = → = =∑
smp D x D smp Q DxQ D total det/ 3 , 54 4387 1891 74 , 30 ) (det/Dari perhitungan dapat disimpulkan kondisi siklus waktu real yang
terjadi di lapangan kondisi persimpangan memenuhi persyaratan
dengan derajat kejenuhan DS < 0,75, tetapi tingkat kenyamanan dari
persimpangan tersebut dengan tingkat layanan jalan rata-rata LOS E
tidak memenuhi persyaratan tingkat kenyamanan. Hal ini berarti
kondisi lalu lintas jenuh, tingkat kenyamanan persimpangan yaitu
arus yang melewati persimpangan tidak sesuai serta sering terjadi
kemacetan total. Dengan ini perlu dilakukan kembali perencanaan
58 B. Perhitungan Perencanaan Ulang Waktu Siklus Diperbesar.
Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kinerja dari
simpang bersinyal pada jalan raya Mojopahit – Jl. Hasanudin – Jl. Erlangga
Sidoarjo dengan menggunakan arus lalu lintas dari hasil survei dilapangan.
1. Pengurangan Waktu Sinyal.
Contoh perhitungan persimpangan dengan menggunakan Q = 1826 pada
data pendekat Utara jam puncak pagi pada tahun perencanaan 2010
direncanakan pengurangan waktu siklus masing-masing arah lengan
sebagai berikut