• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Value of Children Pada Ibu Yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus di SD Inklusi "X" Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Value of Children Pada Ibu Yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus di SD Inklusi "X" Kota Bandung."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

ii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Studi Deskriptif Mengenai Value of Children Pada Ibu Yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus di SD Inklusi “X” Kota Bandung. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai Value of Children pada ibu yang memiliki Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di SD Inklusi “X” Kota Bandung. Variabel penelitian adalah Value of Childen (makna anak) dari Fred Arnold,cs.(1975).

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif dengan teknik survei. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik incidental sampling,ukuran sampel penelitian sebanyak 26 ibu. Alat ukur yang digunakan merupakan kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori Value of Children dari Fred Arnold,cs.(1975) yang disesuaikan dengan karakteristik ibu yang memiliki ABK di SD Inklusi “X” Kota Bandung. Validitas alat ukur diperoleh dengan menggunakan Content Validity, dari pengujian didapat 40 item yang valid. Data hasil penelitian yang didapat diolah dengan perhitungan statistik persentase.

Berdasarkan data penelitian, diperoleh bahwa 57,69% Ibu yang memiliki ABK lebih dominan memaknai kehadiran ABK sebagai Positive General Values yaitu kehadiran ABK dimaknai sebagai suatu keuntungan sedangkan 42,31% ibu lebih dominan memaknai kehadiran ABK sebagai Negative General Values, yaitu kehadiran ABK dimaknai sebagai suatu beban.

(2)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………...……….... i

ABSTRAKSI... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI………..…………... vi

DAFTAR TABEL……….. x

DAFTAR SKEMA………... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah………...………... 1

1.2. Identifikasi Masalah……….………... 10

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian……….. 10

1.3.2 Tujuan Penelitian……… 10

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis……… 11

1.4.2 Kegunaan Teoretis……….. 11

1.5. Kerangka Pemikiran………...………...11

(3)

vii Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Value of Children

2.1.1 Pengertian Value of Children ....……...…………... 23

2.1.2 Kategori yang secara khusus merefleksikan kebutuhan atau fungsi yang didapatkan dari memiliki anak.…………... 25

2.1.3 Makna anak dalam keluarga ………...………...………... 26

2.1.3.1 Positive General Values ... 26

2.1.3.2 Negative General Values ... 27

2.1.3.3 Makna Keluarga Besar ... 28

2.1.3.4 Makna Keluarga Kecil ... 28

2.1.4 Faktor yang mempengaruhi Value of Children... 29

2.2 Perkembangan Masa Dewasa Madya 2.2.1 Masa Dewasa Madya……….……… 30

2.2.2 Perkembangan Fisik………... 30

2.2.3 Perkembangan Kognitif………. 33

2.2.4 Karir, Kerja, dan Waktu Luang………. 34

2.2.5 Perkembangan Sosio-Emosional……….…….. 36

2.3 Anak Berkebutuhan Khusus 2.3.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus... 37

2.3.2 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus...……….... 42

2.4 Pendidikan Inklusif 2.4.1 Landasan Historis dan Pengertian Pendidikan Inklusif... 44

(4)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian…………...………... 51

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.2.1 Variabel Penelitian……….………. 52

3.2.1 Definisi Operasional………... 52

3.3 Alat Ukur 3.3.1 Alat Ukur Value of Childeren………..………... 54

3.3.2 Prosedur pengisian... 56

3.3.3 Cara Skoring... 56

3.3.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 3.3.4.1 Validitas Alat Ukur... 58

3.3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur... 58

3.3.5 Kuesioner Pribadi dan Data Penunjang……….. 59

3.4 Populasi Sasaran dan Teknik Sampling 3.4.1 Populasi Sasaran……….……… 59

3.4.2 Karakteristik Populasi………. 59

3.4.3 Teknik Penarikan Sampel…………..………. 59

3.5 Teknik Analisa Data……… 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden... 62

4.1.1 Gambaran Responden berdasarkan usia... 62

(5)

ix Universitas Kristen Maranatha 4.1.3 Gambaran Responden berdasarkan rata-rata penghasilan per

bulan... 63

4.1.4 Gambaran Responden berdasarkan latar belakang pendidikan... 64

4.1.5 Gambaran Responden berdasarkan jenis kelamin anak.... 64

4.1.6 Gambaran Responden berdasarkan jenis ABK... 64

4.2 Hasil Penelitian... 65

4.2.1 Gambaran Value of Children ibu yang memiliki ABK... 65

4.2.1.1 Gambaran Positive General Values ibu yang memiliki ABK... 65

4.2.1.2 Gambaran Negative General Values ibu yang memiliki ABK... 67

4.3 Pembahasan... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………..……….... 92

5.2 Saran 5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan………... 93

5.2.2 Saran Guna Laksana………...………...…….. 93

DAFTAR PUSTAKA... 94

DAFTAR RUJUKAN... 95

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kerangka Kuesioner Value of Children dimensi Positive General

Values... 54

Tabel 3.2 Kerangka Kuesioner Value of Children dimensi Negative General Values... 55

Tabel 3.3 Skor Jawaban... 56

Tabel 3.4 Kriteria Skor per Aspek... 57

Tabel 3.5 Kriteria Skor Total... 57

Tabel 4.1 Gambaran responden berdasarkan usia... 62

Tabel 4.2 Gambaran responden berdasarkan usia ketika menikah... 63

Tabel 4.3 Gambaran Responden berdasarkan rata-rata penghasilan per Bulan... 63

Tabel 4.4 Gambaran Responden berdasarkan latar belakang pendidikan... 64

Tabel 4.5 Gambaran Responden berdasarkan jenis kelamin anak... 64

Tabel 4.6 Gambaran Responden berdasarkan jenis ABK... 64

Tabel 4.7 Gambaran Value of Children ibu yang memiliki ABK... 65

Tabel 4.8 Gambaran Positive General Values ibu yang memiliki ABK... 65

(7)

xi Universitas Kristen Maranatha Tabel D.1 Tabulasi silang usia saat menikah dengan aspek Value of Children

(dalam persentase)

Tabel D.2 Tabulasi silang rata-rata penghasilan per bulan dengan aspek Value of Children (dalam persentase)

Tabel D.3 Tabulasi silang peran agama dengan aspek Value of Children (dalam persentase)

Tabel D.4 Tabulasi silang latar belakang pendidikan dengan aspek Value of Children (dalam persentase)

Tabel D.5 Tabulasi silang harapan akan kehadiran anak dengan aspek Value of

Children (dalam persentase)

Tabel D.6 Tabulasi silang jenis kelamin anak dengan aspek Value of Children (dalam persentase)

Tabel D.7 Tabulasi silang jenis ABK dengan Aspek Value of Children (dalam

(8)

DAFTAR SKEMA

(9)

xiii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Surat Pernyataan, Data Pribadi & Data Penunjang Lampiran B Hasil Kuesioner Value of Children

Lampiran C Gambaran Responden Berdasarkan Data Penunjang

Lampiran D Tabulasi Silang Data Penunjang dengan Aspek Value of Children Lampiran E Profil SD Inklusi “X” Kota Bandung

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan ikatan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU No.1/1974). Selain itu, Pernikahan juga dapat didefinisikan secara akurat sebagai hubungan sosial antara seorang pria dan seorang wanita yang ditujukan untuk hubungan seksual, melahirkan anak dan secara hukum menetapkan pembagian kerja antara suami dan istri (Duvall & Miller, 1985).

(11)

2

Universitas Kristen Maranatha Memiliki anak yang sehat baik fisik maupun psikis merupakan harapan setiap orang tua. Pada kenyataannya, saat ini terdapat anak yang tidak sesuai dengan harapan orang tuanya. Misalnya anak yang lahir dengan gangguan fisik maupun psikis. Bentuk kelahiran anak dengan gangguan fisik maupun psikis adalah kelahiran anak yang memiliki kebutuhan khusus atau yang biasa disebut Anak Berkebutuhan Khusus (yang selanjutnya akan ditulis ABK).

Dalam mengasuh anak yang bukan ABK, orang tua akan menghadapi kesulitan-kesulitan tertentu. Kesulitan-kesulitan tersebut akan sangat dirasakan terutama pada ibu yang dianggap sebagai individu yang memiliki kedekatan emosional tertinggi dengan anaknya, karena tugas-tugas yang harus dilakukan saling tumpang tindih. Di satu sisi mereka harus menjadi istri, di sisi lain mereka harus menjadi ibu dengan segala kesibukan barunya (Duvall, 1977).

(12)

3

anaknya dengan salah seperti memarahi terus menerus karena anak tersebut membuat ibu jengkel dengan perilakunya, ibu menjadi kurang perhatian kepada anaknya.

Kesulitan tersebut akan menjadi semakin berat ketika anak yang dihadapi dalam keluarga adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus. Menurut Dra. Heryanti Satyadi M.Si., psikolog, salah seorang Psikolog dari I Love Psychologist, orang tua perlu memiliki perhatian yang lebih untuk

membesarkan ABK karena anak-anak ini berbeda dari anak pada umumnya. ABK merupakan anak yang memang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. ABK memiliki perbedaan dalam salah satu atau lebih karakteristik sebagai berikut, seperti: pertama, karakteristik mental yaitu anak dengan kapasitas inteligensi lebih tinggi atau lebih rendah daripada anak-anak pada umumnya. Kedua, kemampuan sensori. Ketiga, kemampuan komunikasi. Keempat, perilaku sosial. Kelima, karakteristik fisik (Kirk, Gallagher, 1986).

(13)

4

Universitas Kristen Maranatha tersebut, tetapi anaknya hanya diurus oleh pengasuh serta diberi mobil dan supir pribadi karena ibunya sibuk mengurusi bisnisnya. Pengalaman lain berasal dari seorang ibu yang memiliki ABK, sejak ia mengetahui bahwa anaknya adalah ABK, ia memutuskan untuk mendedikasikan hidupnya untuk anaknya tersebut dan ia mencurahkan perhatian sepenuhnya kepada anak tersebut. Ia menganggap bahwa dengan kehadiran anaknya yang berkebutuhan khusus tersebut, ia dapat berubah menjadi seorang yang penyabar dan penyayang. Setiap kejadian yang ia lalui bersama anaknya sangat berkesan bagi dirinya.

(14)

5

semakin kompleks ketika harus menghadapi kenyataan akan keberadaan ABK dalam keluarga mereka.

Secara khusus, Fred Arnold (Fred Arnold, cs, 1975) melakukan penelitian untuk mengetahui alasan seseorang menginginkan atau tidak menginginkan kehadiran seorang anak. Value of Children (makna anak) mengacu pada hipotesis mengenai keuntungan maupun manfaat dari seorang anak (Fred Arnold, cs, 1975). Positive General Values berupa kepuasan yang berbanding terbalik dengan Negative General Values berupa ongkos ataupun biaya yang dikeluarkan apabila memiliki anak.

Dalam Positive General Values, ABK dianggap sebagai Emotional Benefits apabila keberadaan anak tersebut dimaknakan sebagai sumber

kebahagiaan bagi ibu. Misalnya, seorang ibu meskipun memiliki ABK tetapi kehadiran ABK tersebut tetap merupakan sumber kebahagiaan yang diberikan Tuhan dalam keluarga serta ibu tersebut terhindar dari perasaan kesepian. Selain itu ABK dianggap sebagai Economic Benefits and Security apabila anak tersebut dimaknakan dapat membuat ibu merasa aman baik fisik maupun psikis di hari tua mereka. Misalnya, Ibu yang memiliki ABK merasa aman jika dapat melihat anaknya dapat hidup mandiri sehingga ibu tidak merasa khawatir lagi mengenai anaknya., memiliki ABK sebagai Self-enrichment and development maksudnya ibu memaknakan dengan memiliki

(15)

6

Universitas Kristen Maranatha Misalnya, dengan memiliki ABK maka ibu dapat merasa puas secara psikologis dalam membesarkan anak karena ibu tersebut memiliki banyak pengalaman yang berharga.

ABK dianggap dapat menjadi identification with children apabila ibu memaknakan anak tersebut dapat menjadi sumber kebanggaan ibu, dalam diri anak tersebut terdapat refleksi diri dari ibu. Hal ini terlihat jika ibu merasa anaknya sudah dapat membuat ibunya bangga. Keinginan-keinginan yang dimiliki oleh ibu dapat diwujudkan oleh anaknya. Anak berkebutuhan khusus juga dimaknakan sebagai family cohesiveness and continuity karena anak sebagai pengikat antara suami istri. Misalnya, dengan memiliki ABK dapat membuat hubungan antara suami dan istri semakin erat karena mereka harus bekerjasama dalam membesarkan anaknya. Ibu yang memiliki ABK memaknakan kehadiran seorang ABK sebagai pelengkap hidup, anugerah dan titipan dari Tuhan yang harus dijaga, dipelihara, dilindungi, disayangi dan dididik dengan sebaik-baiknya.

Sedangkan Negative General Values, ABK dimaknakan sebagai suatu Emotional Costs bagi ibu karena anak dapat menjadi sumber penyebab

(16)

7

Misalnya, ibu merasa keberatan jika harus mengeluarkan biaya yang besar untuk merawat ABKnya. ABK dimaknakan sebagai Restrictions or Opportunity Costs apabila ibu merasa ia mengalami keterbatasan dan

kurangnya kebebasan. Hal ini dapat terlihat jika ibu yang memiliki ABK memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan dan fokus dalam mengurusi anaknya sehingga mereka kurang memiliki waktu untuk kegiatan diri sendiri. Memiliki ABK membutuhkan Physical Demands karena memiliki ABK dimaknakan ibu sebagai pekerjaan ekstra rumah tangga, dapat menyebabkan kekurangan waktu tidur dan keletihan. Misalnya, Dengan kehadiran anaknya yang berkebutuhan khusus, ibu mejadi lebih sibuk lagi dalam mengurus rumah tangganya. Ia memerlukan tenaga dan perhatian yang lebih besar lagi untuk mengurus anaknya yang berkebutuhan khusus. ABK juga dimaknakan sebagai Family Costs apabila menyebabkan ibu merasa memiliki kekurangan waktu untuk pasangan. Misalnya, memiliki anak berkebutuhan khusus menyita banyak waktu ibu sehingga waktu untuk bersama suami menjadi berkurang sehingga seringkali ibu ini jadi kurang memperhatikan suaminya karena perhatiannya terlalu besar untuk anaknya yang berkebutuhan khusus.

(17)

8

Universitas Kristen Maranatha setara dengan anak-anak lainnya. Oleh karena itu, pemerintah mengembangkan model pendidikan inklusi, di mana sekolah umum bisa memberikan layanan pendidikan terhadap ABK, terpadu dengan siswa pada umumnya. Dengan adanya sekolah inklusi, maka ABK berada di kelas yang sama dengan anak-anak normal lainnya. Sekolah inklusi bertujuan untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki ABK dan memberi kesempatan bersosialisasi. Dengan bersekolah di tempat yang sama dengan anak normal, anak-anak yang berkebutuhan khusus punya kesempatan untuk berinteraksi dengan rekan sebaya dengan latar belakang berbeda. Hal inilah yang membuat orang tua yang memiliki ABK memasukkan anaknya ke sekolah inklusi (Meilania. 2008. Menerima dan Mengasihi Anak Berkebutuhan Khusus).

Berdasarkan UUD 1945 Pasal 31 ayat 1: tiap warga Negara berhak mendapat pendidikan dan pengajaran dan UU No. 2 tahun 1989 Pasal 5 Tentang Sistem Pendidikan Nasional: Setiap warga negara memiliki hak yang

sama untuk mendapatkan pendidikan, SDN “X” menerima ABK bersekolah

di sekolah tersebut. Mulai Tahun Ajaran 2003-2004 ditunjuk sebagai pilot project SD Inklusi di Kota Bandung sampai sekarang. Pilot Project

maksudnya adalah sekolah yang menjadi model layanan inklusi pertama di Bandung. Setiap tahunnya keberadaan ABK di sekolah tersebut meningkat. Hal ini dikarenakan banyak orangtua yang memilih untuk memasukkan anaknya yang berkebutuhan khusus ke sekolah tersebut. Para orangtua

memasukkan anaknya ke SD Inklusi “X” karena mereka mendapatkan

(18)

9

memasukkan anaknya terlebih dahulu ke SD Inklusi “X”, perkembangan

kemampuan anak maupun sosialisasi anak mereka yang berkebutuhan khusus

maju pesat dibandingkan saat anaknya belum bersekolah di SD Inklusi “X”.

Kemajuan yang bisa dilakukan oleh anak mereka yang ABK misalnya,

sebelum masuk ke SD Inklusi “X”, anak mereka tidak dapat bergaul dan

berinteraksi dengan temannya baik yang ABK maupun anak normal. Tetapi

setelah bersekolah di SD Inklusi “X” mereka sudah dapat bergaul dan

berinteraksi dengan teman-temannya baik dengan ABK maupun anak normal. Prestasi mereka juga tidak kalah dengan teman-temannya yang normal. Ada beberapa anak ABK yang memiliki prestasi di kelas mengalahkan anak yang normal. Oleh karena itu, banyak orangtua yang memasukkan anaknya ke SD

Inklusi “X”.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti terhadap 10 orang ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus (Autisme, Tuna Rungu, ADHD, ADD, Down Syndrome, Hypersensitive,Gangguan Komunikasi) di SD Inklusi

“X” di kota Bandung didapatkan data sebagai berikut: Sebanyak 30% (3 orang

ibu) menganggap arti kehadiran seorang anak adalah pelengkap hidup, anugerah dan titipan dari Tuhan yang harus dijaga, dipelihara, dilindungi, disayangi dan dididik dengan sebaik-baiknya (Family Cohesiveness and Continuity). Sehingga ibu tersebut tetap menganggap ABK seperti anak

(19)

10

Universitas Kristen Maranatha Sebanyak 20% (2 orang ibu) menganggap anak sebagai sumber kebahagiaan yang diberikan Tuhan dalam keluarga (Emotional Benefit). Sebanyak 20% (2 orang ibu) merasa kaget dan sedih mengapa anak mereka ABK, tetapi setelah itu mereka dapat menerima kondisi anak dan segera mencari informasi mengenai ABK. Sejak mengetahui anak mereka adalah ABK, mereka memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan dan fokus dalam mengurusi anaknya sehingga mereka kurang memiliki waktu untuk kegiatan diri sendiri (Restrictions or Opportunity Costs).

(20)

11

Berdasarkan hasil survei awal diatas, ibu memiliki Value of Children yang berbeda-beda terhadap anak mereka yang berkebutuhan khusus. Oleh karena itu peneliti memilih Studi Deskriptif mengenai Value of Children pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di SD Inklusi “X” Kota Bandung, sebagai kajian dalam penelitiannya.

1.2Identifikasi Masalah

Masalah yang ingin diteliti adalah Value of Children pada ibu yang memiliki ABK di SD Inklusi “X” Kota Bandung.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai Value of Children pada ibu yang memiliki ABK di SD Inklusi “X” Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang Value of Children yakni positive general values (benefits) dan negative general

values (costs) yang dimiliki oleh ibu yang memiliki ABK di SD Inklusi

“X” Kota Bandung.

(21)

12

Universitas Kristen Maranatha 1.4Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Untuk memberikan masukan bagi peneliti lain yang ingin

mengetahui lebih lanjut mengenai Value of Children pada ibu yang memiliki ABK.

 Untuk memberikan informasi bagi bidang ilmu Psikologi,

khususnya di bidang Psikologi Sosial dalam rangka memperkaya materi Value of Children pada ibu yang memiliki ABK.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Untuk memberikan informasi mengenai Value of Children pada ibu

yang memiliki ABK di SD Inklusi “X” Kota Bandung. Diharapkan mereka dapat menggunakan informasi ini untuk memahami diri dan sebagai bahan pertimbangan bagaimana memperlakukan ABK yang dimilikinya.

 Untuk memberikan informasi bagi para pemerhati dan aktivis ABK

(22)

13

1.5Kerangka Pemikiran

Ibu yang memiliki ABK di SD Inklusi “X” Kota Bandung (yang selanjutnya akan ditulis Ibu yang memiliki ABK) berada pada usia 35-46 tahun yang merupakan tahapan dewasa madya. Menurut Judith Brown (1985, dalam Santrock, 1995), seorang perempuan yang berada pada usia setengah baya memiliki perubahan-perubahan peran seperti dalam hal pengasuhan anak, tanggung jawab mengurus anak menjadi berkurang, tugas-tugas rumah tangga juga berkurang, serta lebih memiliki kebebasan bergerak dan kebebasan melakukan aktivitas yang disukainya. Namun hal ini tidak berlaku bagi ibu yang memiliki ABK.

Ibu yang memiliki ABK akan mengalami kelelahan fisik dalam mengasuh anak karena kurang memiliki waktu untuk beristirahat. Selain itu, ibu kesulitan untuk membagi perhatiannya antara anak dan suaminya, tambahan pengeluaran keuangan untuk kebutuhan anak sehingga seringkali hal ini membuat mereka merasa kelelahan dan tidak bebas karena hadirnya ABK akan menambah tugas-tugasnya, dan mereka tidak dapat melakukan aktivitas yang disukainya, seperti menghabiskan waktu dengan suami dan teman mereka atau meneruskan karir di pekerjaan mereka (Santrock, 2004). Hal ini dapat mempengaruhi perlakuan ibu terhadap anaknya yang berkebutuhan khusus.

(23)

14

Universitas Kristen Maranatha disebut Fred Arnold,cs. (1975) sebagai Value of Children. Value of Children merupakan nilai keuntungan ataupun manfaat yang berasal dari seorang anak. Value of Children yang sifatnya positive general values berupa kepuasan,

yang berbanding terbalik dengan negative general values berupa ongkos ataupun biaya yang dikeluarkan bila memiliki anak. Penekanan pada penelitian Value of Children adalah pada perasaan terpuaskan dan beban biaya yang harus ditanggung oleh orangtua.

Value of Children ibu yang memiliki ABK dalam penelitian ini dilihat

dari aspek positive general values (benefits) dan negative general values (costs). Value of Children pada ibu yang memiliki ABK memberikan benefits

apabila ibu memaknakan anaknya yang berkebutuhan khusus sebagai Emotional Benefits, Economic Benefits and Security, Self-enrichment and

development, identification with children, family cohesiveness and continuity.

Sebaliknya Value of Children pada ibu dengan ABK akan menjadi costs apabila ibu memaknakan anaknya yang berkebutuhan khusus sebagai Emotional Costs, Economic Costs, Restrictions or Opportunity Costs,

Physical Demands, Family Costs.

(24)

15

ABK dimaknakan sebagai Economic Benefits and Security apabila dapat membuat ibu yang memiliki ABK merasa aman baik fisik maupun psikis di hari tua mereka. Ibu yang memiliki ABK akan merasa aman baik fisik maupun psikis jika dapat melihat anaknya dapat hidup mandiri sehingga ibu tidak merasa khawatir lagi mengenai anaknya.

ABK dapat dimaknakan sebagai Self-enrichment and development bagi ibu yang memiliki ABK maksudnya dengan membesarkan ABK ibu memiliki pengalaman dan banyak hal yang dapat dipelajari. Sebagai contoh misalnya, dengan memiliki ABK maka ibu dapat merasa puas secara psikologis dalam membesarkan anak karena ibu tersebut memiliki banyak pengalaman yang berharga.

Ibu yang memiliki ABK memaknakan ABK sebagai identification with children apabila anak tersebut dapat menjadi sumber kebanggaan ibu,

dalam diri anak tersebut terdapat refleksi diri dari ibu. Hal ini terlihat jika ibu merasa anaknya sudah dapat membuat ibunya bangga. Keinginan-keinginan yang dimiliki oleh ibu dapat diwujudkan oleh anaknya.

(25)

16

Universitas Kristen Maranatha hidup, anugerah dan titipan dari Tuhan yang harus dijaga, dipelihara, dilindungi, disayangi dan dididik dengan sebaik-baiknya.

ABK dimaknakan sebagai Emotional Costs bagi ibu yang memiliki ABK karena dapat menjadi sumber penyebab adanya ketegangan fisik bagi ibu, adanya kekhawatiran tentang kesehatan anak. Sebagai contoh misalnya, ibu merasa khawatir dengan kondisi kesehatan anaknya yang berkebutuhan khusus sehingga ibu tidak dapat hidup dengan tenang hal ini menyebabkan ibu merasa anaknya sebagai beban emosi.

ABK dimaknakan sebagai Economic Costs bagi ibu yang memiliki ABK karena ibu harus membiayai kehidupan seperti terapi, pengobatan serta kebutuhan-kebutuhan lainnya yang khusus dan pendidikan anak tersebut. ibu merasa keberatan jika harus mengeluarkan biaya yang besar untuk merawat ABKnya.

ABK dimaknakan sebagai Restrictions or Opportunity Costs apabila ibu yang memiliki ABK merasa ia mengalami keterbatasan dan kurangnya kebebasan, pembatasan hubungan sosial, pembatasan karir, dan tidak ada waktu untuk kebutuhan dan keinginan pribadi. Hal ini dapat terlihat jika ibu yang memiliki ABK memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan dan fokus dalam mengurusi anaknya sehingga mereka kurang memiliki waktu untuk kegiatan diri sendiri.

(26)

17

keletihan. Dengan kehadiran anaknya yang berkebutuhan khusus, ibu mejadi lebih sibuk lagi dalam mengurus rumah tangganya. Ia memerlukan tenaga dan perhatian yang lebih besar lagi untuk mengurus anaknya yang berkebutuhan khusus.

ABK juga dimaknakan sebagai Family Costs apabila ibu yang memiliki ABK merasa memiliki kekurangan waktu untuk pasangan, perbedaan dalam memelihara anak dan kehilangan afeksi dari pasangan. Hal ini dapat terlihat dari contoh misalnya, memiliki anak berkebutuhan khusus menyita banyak waktu ibu sehingga waktu untuk bersama suami menjadi berkurang sehingga seringkali ibu ini jadi kurang memperhatikan suaminya karena perhatiannya terlalu besar untuk anaknya yang berkebutuhan khusus.

Menurut Fred Arnold, cs., 1975, ada beberapa hal yang mempengaruhi perbedaan value of children pada ibu yang memiliki ABK, yakni dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, usia saat menikah, tingkat perekonomian, penghayatan terhadap nilai agama, serta harapan akan kehadiran anak. Latar belakang pendidikan yang dimiliki ibu akan mempengaruhi bagaimana ibu memaknakan anaknya. Latar belakang pendidikan secara tidak langsung mempengaruhi bagaimana pola pemikiran dan wawasan orang tua. Semakin tinggi jenjang pendidikan, maka diharapkan pola berpikir seseorang dan wawasannya akan semakin luas.

(27)

18

Universitas Kristen Maranatha seperti anak normal lainnya dengan demikian ia akan merasa puas jika kelak berhasil membesarkan anaknya menjadi seperti anak-anak normal lainnya (Self-Enrichment and development). Sedangkan ibu yang memiliki ABK dengan latar belakang pendidikan yang rendah dapat menerima anaknya yang berkebutuhan khusus tetapi informasi dan pengetahuan yang didapat mengenai ABK sangat minim sehingga ibu menjadi khawatir mengenai kondisi anaknya. Memiliki ABK membuat ibu tidak dapat hidup dengan tenang karena kondisi kesehatan fisik maupun psikis anaknya. Hal ini menyebabkan ibu merasa anaknya sebagai beban emosi (Emotional Costs).

Usia ibu pada saat menikah juga secara tidak langsung memberikan pengaruh dalam memaknai kehadiran anak. Menurut Pakar Psikologi, Diane E. Papalia dan Slly Wendkos Olds dalam buku Human Development (1995), mengemukakan bahwa usia terbaik untuk menikah bagi perempuan adalah 19-25 tahun. Ketika ibu menikah dibawah berusia 19 tahun dan memiliki anak, ibu akan kehilangan banyak waktu untuk bersama teman-temannya. Aktivitas atau kegiatan-kegiatan yang biasa mereka lakukan bersama juga akan semakin berkurang. Hal ini akan semakin terasa apabila ibu memiliki ABK karena memiliki anak berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian yang khusus (Restriction or Opportunity Costs).

(28)

19

dapat bertingkah laku seperti anak normal (Self-Enrichment & Development). Tetapi bagi ibu yang menikah di atas usia 35 tahun kemudian memiliki ABK, membesarkan anaknya yang berkebutuhan khusus menjadi pekerjaan rumah tangga yang ekstra. Selain kondisi fisik ibu yang sudah melemah, memiliki ABK dapat menyebabkan kekurangan waktu tidur dan keletihan (Physical Demands).

Tingkat perekonomian keluarga juga memberikan pengaruh terhadap bagaimana ibu memaknai anaknya. Ibu yang memiliki ABK yang berasal dari golongan ekonomi yang rendah cenderung mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Memiliki ABK memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk melakukan pengobatan, terapi serta alat-alat bantu lainnya yang dibutuhkan sehingga kehadiran ABK dalam keluarga dipandang sebagai beban perekonomian keluarga (Economic Costs). Sedangkan ibu yang memiliki ABK yang berasal dari golongan ekonomi tinggi, kurang mempermasalahkan masalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai anaknya yang berkebutuhan khusus, namun kehadiran ABK dapat menjadi penghambat ibu memiliki waktu bersama pasangan atau anak kandung lainnya. Ibu akan lebih memperhatikan anaknya yang berkebutuhan khusus sehingga perhatiannya kepada suami serta anak-anaknya yang lain menjadi berkurang (Family Costs).

(29)

20

Universitas Kristen Maranatha kehadiran anak dipandang sebagai suatu anugerah dan berkat; penghayatan orangtua pada pengajaran agama tersebut membuat orang tua memandang kehadiran anak dapat membuat hidupnya senang dan bahagia karena mendapat anugerah dan berkat. Meskipun anaknya berkebutuhan khusus, tetapi orang tua masih menganggap anaknya sebagai anugerah (Family Cohesiveness & Continuity).

(30)
(31)

22

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi

1. Value of Children pada Ibu yang memiliki ABK khusus di SD Inklusi “X” di kota Bandung terdiri dari sepuluh aspek, yaitu: Emotional Benefits, Economic Benefits and Security, Self-enrichment and development,

identification with children, family cohesiveness and continuity, Emotional

Costs, Economic Costs, Restrictions or Opportunity Costs, Physical

Demands, Family Costs.

2. Perbedaan value of children pada Ibu yang memiliki ABK di SD Inklusi

“X” di kota Bandung dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, usia saat

menikah, tingkat perekonomian, penghayatan terhadap nilai agama, serta harapan akan kehadiran anak.

3. Ibu yang memiliki ABK di SD Inklusi “X” di kota Bandung memiliki Value of Children yang berbeda-beda. Positive Values berupa kepuasan

(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti dapat menyimpulkan beberapa hal berikut:

1. Ibu yang memiliki ABK di SD Inklusi “X” Kota Bandung (57,69%) lebih dominan memaknai kehadiran ABK sebagai Positive General Values sedangkan 42,31% responden lebih dominan memaknai kehadiran ABK sebagai Negative General Values.

2. Dari sejumlah ibu yang dominan memaknai kehadiran ABK sebagai Positive General Values, aspek Self-Enrichment and Development cenderung lebih tinggi

(19,2%). Sedangkan ibu yang dominan memaknai kehadiran ABK sebagai Negative General Values, aspek Economic Cost cenderung lebih tinggi (61,6%).

(33)

95

Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan

Bagi peneliti lain yang ingin meneliti mengenai Value of Children disarankan untuk

meneliti kontribusi faktor-faktor yang mempengaruhi Value of Children terhadap Value of Children pada ibu yang memiliki ABK di SD Inklusi “X” kota Bandung.

 Kepada peneliti lain yang ingin meneliti pada bidang yang sama disarankan untuk

meneliti studi komparatif tentang Value of Children pada ibu yang memiliki Anak Autisme dengan Ibu yang memiliki Anak ADHD atau jenis kebutuhan khusus yang lain.

5.2.2 Saran Guna Laksana

 Bagi koordinator ABK di SD Inklusi “X” Kota Bandung, gambaran mengenai makna anak (value of children) pada ibu yang memiliki ABK di SD Inklusi “X” Kota

Bandung dapat dijadikan pertimbangan parents meeting secara berkala.

 Bagi pemerhati atau aktivis ABK, disarankan untuk dapat memfasilitasi orang tua

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Arnold, F., Rodolfo A.B., Chalio B., dan James T.T., 1975. The Value of

Children, a cross-national study, Introduction and comparative analysis, Volume One. East-West Population Institute, East West Center, Honolulu, Hawaii.

Chaplin, James P. 1975. A Dictionary of Psychology. New York: A Laurel Edition.

Duvall, Evelyn Ruth Millis. 1977. Marriage and Family Development. Philadelphia: J. B. Lippincott Company.

Gargiulo, Richard M. 1985. Working with Parents of Exceptional Children: A Guide for Profesionals. Boston: Houghton Mifflin Company.

Hallahan, Daniel P. dan James M. Kauffman. 1988. Exceptional Children: Introduction to Special Education, 4th ed. New Jersey: Prentice-Hall.

Kirk, Samuel A. dan James J. Gallagher. 1986. Educating Exceptional Children, 5th ed. United States of America: Houghton Mifflin Company.

Nazir, M., 1986. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

Santrock, John W. 2002. Life Span Development, Jilid II. Jakarta: Erlangga.

(35)

97 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Andre, Wahyu. 2009. Konser Peduli Anak Berkebutuhan Khusus. (Online).

(

http://forumindonesiasehat.blogspot.com/2009/08/konser-peduli-anak-berkebutuhan-khusus.html, diakses 10 November 2009).

Akang. 2009. Dampingi Anak Berkebutuhan Khusus. (Online).

(

http://pendidikankhusus.wordpress.com/2009/05/28/dampingi-anak-berkebutuhan-khusus/, diakses 20 Januari 2010).

Akang. 2009. Jutaan Anak di Indonesia Berkebutuhan Khusus. (Online).

(

http://pendidikankhusus.wordpress.com/2009/05/28/jutaan-anak-di-indonesia-berkebutuhan khusus/, diakses 20 Januari 2010).

Halim, Budiman. 2009. Kontribusi Protective Factors terhadap Resiliensi pada Orangtua yang memiliki Anak Berkebutuhan Khusus di kota Bandung. Skripsi. Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Jokam. 2004. Nikah dini? Nikah sambil kuliah? Ganggu gak seh?. (Online).

(http://www.jokam.com/news.php, diakses 20 April 2010).

Kompas. 2008. Anak Berkebutuhan Khusus, So What?. (Online).

(www.kompas-tv.com-Anak-Berkebutuhan-Khusus,-So-What.htm),

diakses 30 Januari 2010).

Larasati, Vica Kristalia. 2010. Studi Deskriptif tentang Values of Children Anak

Perempuan Bagi Orang tua di Desa “X” Indramayu. Skripsi. Bandung.

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Meilania. 2008. Menerima dan Mengasihi Anak Berkebutuhan Khusus. (Online).

(http://indonesia-educenter.net, diakses 30 Januari 2010).

Penulis Lepas. 2009. Sekolah Inklusi, Sebuah Harapan. (Online).

(www.penulislepas.com/SekolahInklusi,SebuahHarapanPenulisLepas.com

(36)

Pusat Ilmu PAUD. 2009. Pendidikan Inklusi – Pendidikan yang luar biasa. (Online).

http://bintangbangsaku.com/artikel/category/special-need-children/, diakses 10 November 2009).

Ramadhani, Arya Verdi. 2008. VJ#32/V/2008 : Marriage Problems (poligami?). (Online). http://www.dailypsychology.net/, diakses tanggal 30 Januari 2010).

S, M.M Denok N. 2004. Perbedaan Value of Children Anak Laki-Laki dan Anak Perempuan pada Orangtua Suku Karo di gereja “X” Kota Bandung. Skripsi. Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Referensi

Dokumen terkait

( 7) Menyur uh orang lain m enggant ik an k eduduk an dalam k egiat an ak adem ik , y ait u per buat an yang dilakukan oleh m ahasisw a dengan m eny ur uh or ang lain baik

Oleh karena itu, kita memerlukan pendidikan moral, yaitu pendidikan yang memiliki komitmen tentang langkah-langkah apa yang seharusnya dilakukan pendidik untuk

Penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap pertama pengembangan dan penerapan metode PMPV- DBD (Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengendalian Vektor – DBD) dan

dalam selembar kertas, l paragraf tentang konsep karya ujian praktek hari ini, dan teori Nirmana apa saja yang terdapatdaram kmyaanda.. lfrha$wa yang tidakmengumpulkan tugas

Anda diminta oleh pedagang tersebut untuk membuat algoritma yang dapat menentukan kotak yang mana saja yang harus dibawa dan berapa bagian dari masing-masing kotak agar

rouxii asal Ragi Gedang merupakan kapang yang memiliki kemampuan tertinggi mereduksi aflatoksin sebesar 99,7% sedangkan isolat khamir adalah Saccharomyces sp.. Isolat kapang

Saran untuk muhammadiyah ranting Tanjung adalah agar lebih meningkatkan tingkat solidaritas antar masyarakat sehingga masjid yang digunakan tak hanya berasal dari jamaah

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Golonka (2013), yang meneliti tentang hubungan antara pola asuh orangtua, komunikasi elektronik